• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI DAN FUNGSI SAMAN

E. Nilai Budaya dalam hubungan Manusia dengan dirinya

5. Syair Saman Berhubungan dengan Kegelisahan

Syair Saman yang berhubungan dengan kegelisahan adalah syair yang mengungkapkan bentuk kegelisahan seseorang. Syair ini umumnya dinyanyikan hanya untuk menggambarkan kegelisahan semu. Artinya, kegelisahan itu masih belum dihadapi, namun sudah terbayangkan akan terjadi. Hal ini terjadi karena kebimbangan pemuda dalam menghadapi kehidupan. Di bawah ini terdapat beberapa syair yang melukiskan kegelisahan seseorang. a. Ninget kén budi gi (gere) ara ilen, mutamah mien

karuni atéku (teringat budi masih belum ada, bertambah lagi kekacauan pikiranku). Syair ini melukiskan betapa kegalauan individu jika mengetahui dirinya belum dapat berbuat banyak untuk kepentingan masyarakat. Individu berbuat baik bukan hanya untuk dirinya, namun berusaha untuk kemaslahatan umum. Setiap individu menyadari bahwa berbuat baik itu merupakan hal yang wajib dilakukan sehingga selalu ada evaluasi diri apakah sudah berbuat baik atau masih kurang. Dengan ungkapan ini tercermin kegelisahan jika merasa belum bisa memberikan yang terbaik untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Dari syair ini dapat dipahami bahwa nilai budaya untuk berbuat baik selalu menjadi idaman masyarakat.

b. Ku kuyu alus dengan sawahan salamku, ungeren aku tengah denem mukalé (kepada angin sepoi-sepoi dik sampaikan salamku, katakan aku sedang rindu berat). Syair ini mengisahkan kerinduan pada pemuda terhadap kekasihnya. Dari pengungkapan rasa rindu ini dapat dilihat bahwa para pemuda menyampaikan rasa rindu dengan menggunakan pelambang angin sepoi-sepoi. Hal ini disebabkan oleh

lingkungan alam tempat mereka tinggal. Alam lingkungan mereka sangat berpengaruh sehingga gambaran hubungan muda mudi terlukis melalui keadaan alam.

c. Karu-karu senang naku kekireku (antara kacau dan gembira perasaanku). Syair ini melukiskan perasaan seseorang yang masih ragu-ragu dalam melakukan sesuatu atau dalam menentukan sikap. Kebimbangan ini mungkin disebabkan oleh sifat muda yang masih bergejolak atau bahkan prediksi masa depan yang masih sulit. Kebimbangan ini mungkin saja kebimbangan hubungan muda-mudi atau kebimbangan yang lain. Karena keadaan ini, pemuda sering melukiskan dengan kata-kata bahwa mereka kadang-kadang senang dan kadang-kadang gelisah. Nilai budaya yang dipetik adalah keadaan pemuda sering tidak bisa menentukan sikap dengan tegas apakah akan melakukan sesuatu atau tidak. Artinya, pemuda masih harus dibimbing dalam banyak hal, mereka masih banyak memerlukan bantuan orang tua atau orang yang berpengalaman hidup, atau bahkan mungkin saja mereka masih harus dibimbing dalam hal yang kecil.

d. I waih kurik kusuen penen arake ilen sawah besilo (di waih kurik (nama tempat) saya tanam pandan masih adakah sampai kini). Syair ini mengharapkan agar kegiatan yang telah dirintis hendaknya berkelanjutan. Masyarakat Gayo berharap sesuatu kegiatan yang baik atau bermanfaat hendaknya dilanjutkan atau dijaga oleh semua pihak. Dalam syair ini dilukiskan penanaman pandan yang dilakukan dan orang yang menanam itu ingin mengetahui apakah pandan itu masih dimanfaatkan atau tidak. Penanam berharap kegiatannya hendaknya dijaga oleh orang agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Nilai budaya yang didapat adalah sesuatu yang bermanfaat diusahakan agar berlanjut untuk kesejahteraan masyarakat secara umum.

e. Renggiep rangcung péh gere nungeren sayang, lelayang terbang péh gere bersayang até (reinggiep rancung (hiasan kain adat) pun tidak mengatakan sayang, layang-layang terbang pun tidak beriba hati). Syair ini mengisahkan seseorang yang merasa bahwa dirinya tidak dipedulikan

orang lain. Ini merupakan ungkapan perasaan yang mendalam tentang keadaan diri. Mungkin hal ini terjadi karena seseorang sudah merasa optimal dalam usaha, namun tidak ada orang yang mengakui hasil yang telah diperoleh sehingga timbul pertanyaan dalam diri seseorang. Dalam konteks seni Saman, biasanya pemain Saman sudah merasa diri mempunyai peran dalam Saman misalnya suara bagus, gerakan lincah, nyanyian menggelitik, namun penonton kurang memperhatikannya, terutama kelompok gadis-gadis. Untuk mengungkapkan kegalauan ini, biasanya pemain Saman berusaha menarik perhatian penonton.

f. Atas lo timang kalang pukekelik atéku macih betamah karu (pada siang hari burung elang berbunyi, hatiku kacau bertambah gelisah). Syair ini mengungkapkan bahwa pertanda buruk menyebabkan hati bertambah gelisah. Bunyi burung elang sering dikaitkan dengan pertanda buruk di daerah Gayo, terutama jika berbunyi pada tengah hari atau tengah malam. Jika ada pertanda seperti ini umumnya masyarakat menduga-duga kejadian apa kiranya yang kurang baik akan terjadi. Nilai budaya yang dapat diambil dari syair ini adalah masyarakat masih percaya pada hal-hal yang berkaitan dengan takhayul. Hal ini menunjukkan bahwa unsur animisme masih juga mempunyai pengaruh, sekalipun masyarakat sudah memeluk agama Islam.

g. Neh melasku menyuen budi kin janyi ko gere setie (aduh menyesalnya saya menanam budi, untuk janji kamu tidak setia). Syair ini mengisahkan penyesalan seseorang akan muncul jika salah seorang ingkar janji. Janji merupakan ikatan antara diri kita dengan orang lain sehingga harus ditepati. Oleh karena itu, pengingkaran janji akan membuat kesedihan atau kekecewaan bagi orang yang diingkari. Nilai yang dapat dipetik dari syair ini adalah janji harus ditepati dan pengingkaran terhadap janji dapat menimbulkan kekecewaaan.

h. Laguni ini nasip kusa kukadun, jamur penirum gere néh murara (seperti ini nasib kepada siapa kuadukan, tempat berdiang tidak lagi berapi). Syair ini menggambarkan

kegelisahan seseorang jika orang tempat berlindung atau tempat bertukar pikiran sudah tidak ada atau pergi. Kadang- kadang pemuda merasa diri belum mampu menjalankan tugas kehidupan tanpa bantuan atau bimbingan orang lain. Si pemuda masih butuh kasih sayang orang tua, butuh bimbingan orang yang dianggap mempunyai pengetahuan, namun tiba- tiba pergi. Kegalauan seperti ini dilantunkan dalam syair untuk menghibur diri atau sekedar mencurahkan rasa yang terbelenggu. Nilai budaya yang dapat dipetik dari syair ini adalah para pemuda harus memanfaatkan waktu muda untuk mengumpulkan bekal pengetahuan dan keterampilan. Pemuda harus meminta bimbingan kepada orang tua dan meminta nasihat kepada orang yang berpengetahuan. Selain itu, pemuda harus sadar bahwa tempat meminta nasihat dan bimbingan tidak selamanya ada.