• Tidak ada hasil yang ditemukan

Syarah dan Komentar Ulama Hadis

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BASMALAH

C. Penafsiran Ulama Tafsir Terhadap Basmalah

3. Syarah dan Komentar Ulama Hadis

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhârî, nyata sekali Anas mengatakan bahwa Nabi membaca Bismillâhirrahmânirrahîm, dengan panjang :

18 Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Syarah Bulughul Maram terj. Aan Anwariyah dkk, jilid 2, h. 179

Bismillâh-nya panjang. Ar-Rahmân-nya panjang dan ar-Rahîm-nya panjang pula. Timbul pertanyaan sekarang, dari mana beliau tahu bahwa Rasulullah SAW. membaca masing-masing kalimat itu dengan panjang (madd), kalau tidak didengarnya sendiri?19

Kalau kita kembali saja kepada Qaidah Ushul fiqih dan Ilmu hadis tentu kita dapat menyimpulkan : “Yang menetapkan lebih didahulukan daripada yang

meniadakan.” Artinya, riwayat Anas yang mengatakan Rasulullah SAW. baca Bismillâh panjang, ar-Rahmân panjang dan ar-Rahîm panjang itulah yang didahulukan. Oleh sebab itu Bismillâhirrahmânirrahîm kita jahr-kan dan madd- kan membacanya. Ini namanya menetapkan hukum ada jahr.20

Tetapi al-Hafizh Ibnu Hajar sebagaimana yang disalinkan oleh asy-Syaukani di dalam Nailul Autâr telah mendapat jalan keluar dari kesulitan ini, katanya, “Hal

ini bukanlah semata-mata karena mendahulukan hadis yang menetapkan hukum (jahr) daripada yang menafsirkan (sirr). Karena amat jauh dari penerimaan akal kita bahwa Anas yang mendampingi Abu Bakar, Umar dan Utsman dua puluh lima tahun lamanya, tidak sekali juga akan mendengar mereka men-jahr agak sekali salatpun. Tetapi yang terang ialah bahwa Anas sendiri mengakui bahwa dia tidak ingat lagi (sudah lupa) hukum itu. Karena sudah lama masanya tidak dia ingat lagi dengan pasti, apakah mereka (Nabi SAW. dan ketiga sahabat itu) memulai dengan Alhamdulillâhirabbil’âlamîn secara jahr atau dengan

19 Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Azhar , jilid 1, h. 125 20 Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Azhar , jilid 1, h. 125

Bismillâhirrahmânirrahîm. Demikian yang dikutip oleh Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA) dalam kitab tafsirnya.21

Keterangan Ibnu Hajar diperkuat lagi dengan asy-Syaukani dalam Nailul Autâr, katanya : “Apa yang dikatakan al-Hafizh Ibnu Hajar dikuatkan oleh sebuah hadis yang menjelaskan bahwa memang Anas tidak ingat lagi soal itu. Yaitu hadis yang dirawikan oleh ad-Daruquthni dari Abu Salamah, demikian bunyinya” :22

“Aku telah tanyakan kepada Anas bin Malik, apakah ada Rasulullah SAW. membuka salat dengan Alhamdulillâhirabbil’âlamîn, atau dengan

Bismillâhirrahmânirrahîm? beliau menjawab : Engkau telah menanyakan kepadaku suatu soal yang aku tidak ingat lagi, dan belum pernah orang lain menanyakan soal itu kepadaku sebelum engkau. Lalu saya tanyakan pula. Apakah ada Rasulullah SAW. salat dengan memakai sepasang terompah? Beliau menjawab : Memang ada!”

Mengenai hadis yang berbunyi :

اَهَمَتَخُ َََحُ َرَ ثموَكملاَكاَم يَطمعَأُاَنِإُ ِميِحَرلاُِنَمَْرلاَُِللاُ ِممسِبَُأَرَقَ ف

(beliau lalu membaca, surat al-Kautsar sampai selesai) dalam Fath al-Wadud disebutkan, “Seakan dengan hadis ini dia (Abû Dâwud) memberi isyarat bahwa basmalah itu bagian dari surat al-Fâtihah sehingga harus dibaca jahr. Ketika dijawab bahwa mungkin saja beliau SAW. membaca basmalah sekedar meminta berkah (ber-tabarruk) bukan karena dia adalah bagian dari surat al-Fâtihah sehingga tidak harus dibaca jahr. Tapi ini bisa dijawab, bahwa basmalah itu hanya untuk memisahkan antar

surat, sehingga dia dibaca hanya di awal surat saja.”23

Dalam Nail al-Autâr disebutkan ketika menerangkan hadis ini, “Hadis ini merupakan salah satu dalil bagi yang menetapkan pembacaan basmalah, dan mereka sudah disebutkan. Salah satu yang juga menjadi dalil mereka adalah

21 Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Azhar , jilid 1, h. 125 22 Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Azhar , jilid 1, h. 126 23 Abu ath-Thayyib, Aunul Ma’bud; Syarah Sunan Abu Daud terj. Anshari Taslim, h. 457

penulisannya dalam mushaf tanpa membedakannya dari surat yang ada sebagaimana mereka membedakan nama surat dengan suratnya dengan tanda merah. Tapi ini dijawab oleh yang mengatakan bahwa basmalah itu bukan bagian dari al-Qur’an bahwa ditulis demikian hanya untuk memisahkan antar surat. Tapi ini bisa dijawab oleh yang menetapkan basmalah, bahwa kalau hanya untuk memisahkan antar surat maka penulisannya tanpa tanda khusus adalah pengelabuan. Juga dia tetap akan ditulis antara al-Anfāl dan al-Taubah (al-

bara’ah), juga tidak perlu ditulis di awal al-Fâtihah 24. Selain itu, pemisahan bisa saja dilakukan dengan menulis judul surat seperti yang dilakukan antara al-Anfâl dengan al-Bara’ah.”25

Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abû Dâwud, yang berbunyi :

َُعُُناَيمفُسُاََ ثَدَحُاوُلاَقُِحمرَسلاُُنمباَوُييِزَومرَمملاٍُدَمَُُُُنمبُُدَمَْأَوٍُديِعَسُُنمبُُةَبميَ تُ قُاََ ثَدَح

ُِديِعَسُمنَعُوٍرممَعُمن

َُبَعُِنمباُمنَعُِيِفُُةَبميَ تُ قُ َلاَقٍُمَْ بُجُِنمب

َُلاَقُ ٍسا

ُِةَرويسلاَُلمصَفُُفِرمعَ يُ َََُمَلَسَوُِميَلَعَُُللاُىَلَصُيَِّلاَُناَك

ُِميِحَرلاُِنَمَْرلاَُِللاُِممسِبُِميَلَعَُلَزَ َ تُ َََح

ُِحمرَسلاُِنمباُُظمفَلُاَذََو

26

“... Dari Ibnu Abbas dia berkata: “Nabi SAW. tidak mengetahui pemisah antar surat hingga diturunkan kepada beliau Bismillâhirrahmânirrahîm. (dengan menyebut nama Allâh yang maha pengasih lagi maha penyayang).” Lafadz ini dari Ibnu as-Sarh. (HR. Abû Dâwud)

ُِةَرويسلاُ َلمصَفُ ُفِرمعَ يُ ََ

(tidak mengetahui pemisah antar surat). Hadis ini menjadi dalil bagi yang mengatakan bahwa basmalah adalah bagian dari al-

Qur’an. Ini berarti hanya dengan dia turun bersama al-Qur’an maka dia adalah bagian dari al-Qur’an itu sendiri. Demikian diungkapkan asy-Syaukani.

24

Karena tidak ada surat sebelum al-Fâtihah sehingga tidak perlu ditulis pemisah dengan surat lain di atasnya.

25 Abu Ath-Thayyib, Aunul Ma’bud; Syarah Sunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim, h. 457

Berdalil dengan hadis ini dan juga hadis lain yang senada untuk mengatakan bahwa membaca basmalah hendaknya dengan keras (jahr) dalam salat tidaklah tepat. al-Hafizh Ibnu Sayyid an-Nas al-Ya’muri mengatakan,

“Karena sekelompok orang yang mengharuskan pembacaan basmalah secara keras tetap tidak meyakini bahwa basmalah itu bagian dari al-Qur’an. Mereka malah mengatakan bahwa itu hanya sunah, sama halnya dengan ta’awwudz dan pembacaan âmîn. Sebaliknya, kelompok yang mengatakan basmalah dibaca pelan (sirr) malah meyakini bahwa basmalah bagian dari al-Qur’an.27

Karenanya an-Nawawi berkata, “Masalah mengeraskan atau memelankan bacaan basmalah tidak ada hubungannya dengan masalah apakah dia bagian dari al-Qur’an atau bukan. Merupakan kesalahan pula berdalil dengan hadis-hadis meniadakan pembacaan basmalah (secara keras) bahwa itu berarti basmalah bukan ayat dari al-Qur’an.28

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Takhrij Hadits al-Hidayah, “Salah satu dalil yang menetapkan pembacaan basmalah dengan suara keras adalah bahwa hadisnya diriwayatkan dari banyak jalur. Sedangkan yang meniadakannya hanya datang dari riwayat Anas dan Mughaffal. Sedangkan yang lebih kuat tentulah yang lebih banyak.29

Selain itu, hadis yang menyatakan pembacaan secara keras merupakan peng itsbat-an (penetapan) dan penetapan biasanya lebih diunggulkan daripada

27

Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al-‘Azhim Abadi, Aunul Ma’bud; Syarah

Sunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009) cet. Ke-1, jilid 3, h. 471 28

Abu ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-‘Azhim Abadi, Aunul Ma’bud; Syarah

Sunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim, h. 471 29

Abu ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-‘Azhim Abadi, Aunul Ma’bud; Syarah

peniadaan. Lagi pula yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. tidak mengeraskan bacaan basmalah juga meriwayatkan bahwa beliau mengeraskan bacaan basmalah. Bahkan ada riwayat dari Anas yang mengingkari hal itu. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad dan ad-Daraquthni dari jalur Sa’id bin

Yazid Abu Maslamah, dia berkata, “Aku bertanya kepada Anas, Apakah Rasulullah SAW. Membaca Bismillâhirrahmânirrahîm, ataukah Alhamdulillâhirabbil’âlamîn?” Dia menjawab, “Kamu bertanya padaku tentang

hal yang aku tidak ingat betul dan juga tak ada yang bertanya itu kepadaku selain

kamu.”30

Tapi dalil pertama bisa dijawab, bahwa pengunggulan jalur yang lebih banyak itu bisa dilakukan kalau sanadnya sama-sama sahîh. Dalam hal ini, tidak ada satupun khabar (hadis) marfu’ yang sahîh bahwa Rasulullah SAW. pernah membaca basmalah dengan suara keras, sebagaimana diungkapkan oleh ad- Daraquthni. Yang sahîh hanya perbuatan sebagian sahabat.31

Sedangkan untuk yang kedua, meskipun dalil tidak membaca basmalah dengan suara keras itu bentuknya nafi (peniadaan), tapi maknanya adalah itsbat (penetapan). Dalil lain yang biasa dikatakan bahwa ada kemungkinan sahabat yang meniadakan pembacaan basmalah dengan suara keras ini tidak mendengarnya dari Rasulullah SAW. karena jarak mereka jauh. Ini kemungkinannya jauh sekali, sebab demikian lamanya mereka mendampingi beliau SAW.

30

Abu ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-‘Azhim Abadi, Aunul Ma’bud; Syarah

Sunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim, h. 472 31

Abu ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-‘Azhim Abadi, Aunul Ma’bud; Syarah

Jawaban untuk yang ketiga (dalil Anas yang menyatakan lupa) maka yang mendengar darinya pada saat dia masih hafal tentu harus lebih didahulukan daripada yang mendengarnya di saat lupa. Anas sendiri pernah ditanya tentang sesuatu lalu dia berkata kepada penanya, “Tanyakan kepada al-Hasan, karena dia

masih ingat sedang aku sudah lupa.”

Al-Hazimi mengatakan, “Hadis-hadis tentang membaca basmalah dengan suara pelan tidak bisa ditakwil lain, juga tidak bisa dilawan oleh dalil lain karena hadis tersebut sahîh. Sedangkan hadis yang menyatakan beliau membaca dengan suara keras tidak sama dalam ke- sahîh -annya. Kalaupun ada yang sahîh tentang penyaringan suara saat membaca basmalah adalah hadis Anas, itupun redaksinya berbeda-beda. Dan, riwayat yang paling sahîh dari Anas adalah bahwa mereka (Rasulullah SAW., Abu Bakar, Umar dan Utsman) memulai bacaan dengan Alhamdulillâhirabbil’âlamîn. Seperti inilah riwayat kebanyakan murid-murid

Syu’bah darinya, dari Qatadah dari Anas. Seperti ini pula redaksi kebanyakan

murid-murid Qatadah dari Qatadah. Redaksi ini pula yang disepakati oleh Syaikhani (al-Bukhârî dan Muslim).32

Ada pula versi redaksi lain dengan lafazh, “Aku belum pernah mendengar

seorang pun dari mereka yang mengeraskan bacaan basmalah. Perawi redaksi ini lebih sedikit dibanding riwayat pertama, serta hanya diriwayatkan oleh Muslim seorang diri.

Ada lagi riwayat dari Hammam dan Jarir bin Hazim dari Qatadah, “Anas

ditanya bagaimana bacaan Nabi SAW.? Dia menjawab, beliau membaca

32

Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al-‘Azhim Abadi, Aunul Ma’bud; Syarah

basmalah dengan panjang dan ar-Rahmânir Rahîm juga dengan panjang.” Diriwayatkan oleh al-Bukhârî.

Ada pula riwayat darinya dari hadis Abu Maslamah sama seperti hadis yang sudah disebutkan. Konon dia ditanya tentang bagaimana Nabi SAW. membuka bacaan. Kemudian Abu al-Hazimi berkata, “Ini adalah perbedaan pendapat yang dibolehkan, tidak ada nasikh dan mansukh di sini.33

Ibnu al-Qayyim menyatakan dalam kitab al-Hady (Zad al-Ma’ad) bahwa Nabi SAW. terkadang mengeraskan bacaan basmalah terkadang pula memelankannya, dan itulah yang lebih sering. Tidak mungkin beliau SAW. selalu mengucapkannya dengan suara keras setiap kali salat baik siang maupun malam, baik ketika dalam perjalanan maupun di rumah dan tidak ada satu pun para khalifahnya yang mendengar itu. Hadis yang sahîh dalam masalah ini tidak tegas mengatakan demikian, sementara yang tegas tidak sahîh.”34

Dokumen terkait