URAIAN TEORITIS
II.5 Customer service
II.5.3 Syarat Seorang Customer Service
Syarat-syarat yang harus di penuhi seorang customer service adalah: 1. Persyaratan Fisik
Seorang customer service harus memiliki ciri-ciri fisik yang menarik dari segi wajah, warna kulit atau ukuran badan. Wajah harus terlihat menarik. Memiliki ukuran badan yang ideal seorang wanita 160 cm dan laki-laki 165 cm. Berat badan juga harus ideal. Customer service juga harus memiliki jiwa yang sehat, artinya harus sehat jasmani dan sehat rohani. 2. Persyaratan Mental
Customer service harus memiliki mental yang kuat dalam melayani pelanggan, karena dengan mental yang kuat maka kepercayaan diri yang dimiliki juga akan semakin kuat. Mental seorang customer service di tunjukkan dengan perilaku yang baik seperti sabar, ramah, dan murah senyum, hindari bersikap marah, emosi dan cepat putus asa.
3. Persyaratan Kepribadian
Customer service harusmemiliki kepribadian yang baik seperti murah senyum, ramah, sopan dalam melayani pelanggan. Customer service harus energik dan gesit serta memiliki jiwa bisnis dan memiloiki selera humor tinggi dan selalu ingin maju.
4. Persyaratan Sosial
Customer service harus memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap seluruh pelanggan. Harus bersikap bijaksana dan memiliki budi pekerti yang luhur. Customer service harus dapat bergaul dengan semua kalangan, pandai berbicara dan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta mampu bekerja sama dengan berbagai pihak.
II.6 Keluhan Pelanggan
Keluhan adalah ungkapan yang keluar karena adanya perasaan yang susah atau kesal (menderita karena sesuatu yang berat) (KBBI, 2008).Keluhan pelanggan lebih diartikan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan atau sesuatu yang mengganggu. Sejumlah faktor yang mempengaruhi apakah konsumen mengeluh atau tidak telah diidentifikasi, salah satu di antaranya adalah jenis
produk atau jasa yang terlibat. Faktor-faktor lainnya adalah biaya dan arti sosial produk.
Keluhan yang diberikan oleh pelanggan dapat disebabkan karena beberapa faktor, antara lain :
• iklim keterbukaan yang disertai kebebasan pers, kebebasan untuk berpendapat, oleh sebab itu konsumen merasa mendapat dorongan untuk menyampaikan hal yang membuat mereka tidak puas.
• banyak perusahaan menawarkan saluran yang memudahkan pelanggannya untuk mengajukan keluhan. Misalnya free-call di Indonesia dengan saluran 0-800 (Handi, 2007: 94).
Kinerja dalam perusahaan hanya dapat meningkat apabila pelanggan mengeluh, karena dengan demikian perusahaan mengetahui apa yang menjadi kekurangan mereka. Sebagian besar keluhan pelanggan tidak akan secara langsung berhubungan dengan kualitas jasa atau produk, tetapi juga mengarah pada masalah-masalah yang tidak pokok. Hal ini disebabkan karena kebutuhan utama pelanggan diabaikan. Kualitas di mata pelanggan selalu dianggap jauh melebihi dari sekedar kualitas produk atau jasa. Dalam menilai seberapa baik produk/jasa mampu memenuhi kebutuhannya, pelanggan mengemasnya menjadi satu yaitu kehandalan produk atau jasa, ketepatan pekerjaan, nilai informasi yang diberikan, sikap positif staff dan konsistensi para staff (Ted Johns, 2003: 25).
Beberapa penulis menyatakan bahwa kemungkinan perilaku keluhan meningkat bila:
1. Tingkat ketidakpuasan meningkat.
2. Sikap konsumen untuk mengeluh meningkat.
3. Jumlah manfaat yang diperoleh dari sikap mengeluh meningkat. 4. Perusahaan disalahkan atas suatu masalah.
5. Produk tersebut penting bagi konsumen.
6. Sumber-sumber yang tersedia bagi konsumen untuk mengeluh meningkat. Atribusi yang dilakukan konsumen berhubungan dengan perilaku keluhan. Apabila masalah atribut produk ditimpakan pada perusahaan dan bukan kepada diri mereka sendiri, maka keluhan meningkat. Selanjutnya bila masalahnya dipandang berada di bawah kendali perusahaan, maka keluhan konsumen akan meningkat. Misalnya, bila konsumen mengatribusikan suatu masalah dengan dinas penerbangan kepada keputusan yang sengaja dibuat perusahaan, mereka lebih mungkin mengeluh daripada bila mereka percaya bahwa masalahnya berada di luar kendali perusahaan.
Perilaku keluhan konsumen (consumer complaint behavior) adalah istilah yang mencakup semua tindakan konsumen yang berbeda bila mereka merasa tidak puas dengan suatu pembelian. Para peneliti mengidentifikasi lima perilaku keluhan umum, yaitu:
1. Menghadapi pengecer dengan cara tertentu.
2. Menghindari pengecer yang sama dan membujuk teman-teman serta keluarganya, untuk menghindari pengecer yang sama.
3. Mengambil tindakan terbuka yang melibatkan pihak ketiga (misalnya, melancarkan tindakan resmi untuk memperoleh ganti rugi).
4. Memboikot perusahaan atau organisasi.
5. Menciptakan organisasi alternatif untuk menyediakan barang atau jasa. Tiga perilaku pertama – berhubungan dengen pengecer, bukan merendahkan merek atau toko dan meminta teman-teman untuk menghindarinya juga, serta mengeluh melalui pihak ketiga – merupakan respon terbuka terhadap masalah produk atau jasa dimana konsumen menuntut ganti rugi, baik secara pribadi menghukum pengecer melalui penarikan bisnis maupun dengan menuntut beberapa jenis penggantian. Penggantian ini bisa dalam bentuk uang atau produk pengganti. Dua perilaku terakhir lebih jauh jangkauannya.
Bukan hanya menarik bisnis mereka sendiri (berharap bukan dari teman-teman dan keluarga) konsumen yang meluncurkan pemboikotan umum berusaha untuk mengubah praktik pemasaran dan / atau mempromosikan perubahan sosial. Mungkin perilaku yang paling drastik adalah yang terakhir: menciptakan organisasi yang baru sama sekali untuk menyediakan barang atau jasa.
Model perilaku keluhan konsumen mengidentifikasi dua tujuan utama untuk mengeluh. Pertama, konsumen mengeluh untuk menutupi kerugian ekonomi. Mereka mungkin berusaha untuk menukar produk bermasalah dengan produk lainnya, atau berusaha memperoleh uang mereka kembali, baik secara langsung dari perusahaan ataupun tidak langsung.
(http:// frommarketing.blogspot.com/2009/06/factor-faktor-yang-mempengaruhi-keluhan.html).
Keluhan pelanggan tidak selalu menunjukkan indikasi yangbaik dari seluruh cerminan pendapat pelanggan. Sehingga kita harus menjaga semuanya sebaik mungkin, customer care bukan hanya baik bagi pelanggan, dan program pelatihan customer care hendaknya tidak bersifat berlebihan mengenai senyum, kontak mata dan kontrol suara. Pelanggan menginginkan produk atau jasa yang berfungsi dan tidak ada kemampuan interpersonal disisi customer service untuk membelokkan hal ini.
BAB III