• Tidak ada hasil yang ditemukan

Syarat-syarat dan Sahnya Perkawinan Menurut

B. Syarat-syarat dan Sahnya Perkawinan

1. Syarat-syarat dan Sahnya Perkawinan Menurut

Mandailing

Menurut hukum adat, secara umum syarat sahnya suatu perkawinan adalah apabila telah melalui tiga tahap, yaitu:

a. Peminangan

Peminangan menurut hukum adat berlaku untuk menyatakan kehendak pihak satu ke pihak lainnya dengan maksud untuk melaksanakan perkawinan. Peminangan lazimnya dilakukan oleh pihak keluarga pria kepada pihak keluarga wanita. Lain hal nya di Minangkabau yang menganut sistem Matrilineal, dimana pihak wanita

melakukan peminangan kepada pihak pria.72

b. Pertunangan

Yang dimaksud dengan pertunangan adalah hubungan hukum yang dilakukan antara orangtua pihak pria dengan orangtua pihak wanita untuk maksud mengikat tali perkawinan anak-anak mereka dengan jalan peminangan.73

Pertunangan dikatakan mengikat apabila ada tanda pengikat yang diberikan oleh pihak kelarga pria kepada pihak keluarga wania. Di beberapa daerah seperti

72Hilman Hadikusuma,Op.Cithal. 47-48 73Ibid

Minangkabau, Toba dan Toraja, tanda pengikat diberikan kedua belah pihak sebagai bukti pertunangan.

Alasan dilakukannya pertunangan pada masing-masing daerah pastinya berbeda, tetapi terdapat persamaan umum, diantaranya:

a. Karena ingin menjamin perkawinan yang dikehendaki itu dapat sudah dilangsungkan dalam waktu dekat.

b. Khususnya di daerah-daerah yang ada pergaulan sangat bebas antara muda- mudi, sekedar untuk membatasi pergaulan kedua belah pihak yang telah diikat oleh pertunangan itu.

c. Memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk saling lebih mengenal sehingga mereka kelak sebagai suami istri dapat diharapkan menjadi suatu pasangan yang harmonis.74

Dengan adanya pertunangan, berlakulah ketentuan tata tertib adat pertunangan yang antara lain meliputi hal-hal sebagaimana di bawah ini, yaitu:

a. Baik pihak yang melamar dan yang dilamar terikat pada kewajiban untuk memenuhi persetujuan yang telah disepakati bersama, terutama untuk melangsungkan perkawinan kedua calon mempelai. Pada masyarakatparental

pemenuhan kewajiban dibebankan kepada orangtua/keluarga yang bersangkutan, sedangkan pada masyarakat patrilineal atau matrilineal beban itu tidak semata-mata menjadi beban orangtua/keluarga, tetapi juga melibatkan anggota kerabat lainnya baik kerabat ayah maupun kerabat ibu. b. Baik pria ataupun wanita yang telah terikat dalam tali pertunangan, begitu

pula orang tua/keluarga dan kerabat kedua pihak dilarang berusaha mengadakan hubungan dengan pihak lain yang maksudnya untuk melakukan peminangan, pertunangan dan perkawinan. Mengadakan hubungan dengan yang lain dengan maksud yang sama dapat berakibat putusnya pertunangan dan batalnya perkawinan yang telah direncanakan dan disepakati.

c. Selama masa pertunangan kedua pihak harus saling membantu dana dan daya yang diperlukan, terutama dalam rangka persiapan perkawinan.

d. Kedua calon mempelai harus saling mengawasi gerak tindak dari calon mempelai yang bertunangan, termasuk memperhatikan sifat watak perilaku dari mereka, baik di dalam rumah tangga maupun dalam pergaulan muda- mudinya.75

74Surojo Wignjodipuro,Op.Cit,hal.150-151 75 Hilman Hadikusuma,Op.Cithal.61-63

Pertunangan ini sendiri seiring berjalannya waktu akan berlanjut ke tingkat perkawinan. Tetapi tidak jarang pihak-pihak yang telah bertunangan ini membatalkan pertunangan mereka sebelum masuk ke jenjang perkawinan. Latar belakang yang menyebabkan putusnya ikatan pertunangan antara lain adalah dikarenakan sebagai berikut:

a. Salah satu pihak atau kedua pihak, baik si pria dan si wanita yang bertunangan ataupun kerabat mereka, mungkir janji, misalnya di dalam masa pertunangan itu terjadi si pria melakukan pertunangan atau perkawinan dengan wanita lain atau si wanita berlarian untuk kawin dengan orang lain atau dikawinkan dengan orang lain. Demikian pula apabila salah satu pihak pria atau wanita meninggal dunia.

b. Salah satu pihak atau kedua belah pihak, menolak untuk meneruskan pertunangan dikarenakan adanya cacat cela pribadi dari pria atau wania yang bertunangan, misalnya cacat cela pribadi dari pria atau wanita yang bertunangan, misalnya cacat sela sifat watak perilaku budi pekerti dan kesehatannya.

c. Salah satu pihak menolak untuk diteruskannya ikatan pertunangan dikarenakan pihak yang melamar tidak mampu memenuhi permintaan pihak yang dilamar atau sebaliknya pihak yang dilamar merasa permintaannya tidak (dapat) dipenuhi oleh pihak yang melamar.

d. Terjadinya pelanggaran-pelanggaran adat yang dilakukan oleh salah satu pihak sehingga menyebabkan timbulnya perselisihan selama berlakunya masa pertunangan diantara para pihak, baik yang sifatnya pelanggaran kesopanan dan kesusilaan maupun yang perbuatannya dapat dituntut berdasarkan KUHPidana.76

Menurut ketentuan hukum adat Mandailing, syarat untuk melakukan pernikahan harus melewati beberapa tahap, yaitu77:

a. Proses Peminangan

Proses ini terdiri dari beberapa bahagian, diantaranya:

76Ibid,64-65

77Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Mandailing, Bapak H.Ibrahim Nasution (gelar: Raja Umala) pada hari Rabu, 18 Juli 2012, jam 11.00 WIB

1) Maresek

Maresek merupakan proses dimana perkenalan antara orangtua kedua belah

pihak. Biasanya proses ini diawali dengan pemberiansalipiatau dikenal dengan sirih.

Salipi merupakan pertanda dimulainya pembicaraan yang berkaitan dengan adat.

Pihak perwakilan dari pria menceritakan bahwa pihak mereka mempunyai niat dan itikad baik untuk memperkenalkan pihak mereka kepada pihak calon mempelai wanita. Menceritakan tentang silsilah keluarga, latar belakang pendidikan calon mempelai pria, dan asal mula bertemunya calon mempelai pria dan wanita.

Dalam proses maresek ini, pihak yang maresek yaitu pihak calon mempelai

pria akan mempertanyakan apakah calon mempelai wanita sudah dilamar pihak lain. Proses ini merupakan proses yang penting. Karena pada adat Batak Mandailing, apabila wanita telah dilamar oleh pihak lain, tidak dipekenankan lagi bagi pihak calon mempelai pria untuk melamar wanita tersebut.

2) Meminang

Apabila proses mempertanyakan calon mempelai wanita tersebut telah dijawab oleh pihak wanita dan tidak ada yang telah melamar sang wanita, maka pihak pria memberitahu niat baik mereka untuk meminang atau melakukan proses pelamaran kepada pihak wanita.

3) Penentuan jumlah/besarnya uang kasih sayang

Proses ini merupakan proses menyepakati jumlah besarnya uang kasih sayang tersebut dari kedua belah pihak. Uang kasih sayang merupakan uang yang harus dibayar pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Uang kasih sayang nantinya akan

dipergunakan sebaik-baiknya untuk melengkapi peralatan dan kebutuhan mempelai wanita dalam acara perkawinan tersebut.

4) Penyerahan uang kasih sayang

Proses ini diawali dengan kesepakatan dari para pihak tentang hari dan tanggal penyerahan uang kasih sayang, serta besarnya uang kasih sayang tersebut.

5) Penentuan waktu dan tanggal penyelenggaraan pernikahan

Setelah melalui proses diatas, pihak pria dan wanita akan berunding untuk menentukan hari, tanggal, serta dimana pernikahan akan dilaksanakan.

6) Ijab Kabul

Proses pernikahan harus sah menurut agama Islam.78 Dengan syarat-syarat

berikut ini:

1. Adanya calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan

2. Kedua mempelai haruslah islam, akil baligh (dewasa dan berakal), sehat baik rohani maupun jasmani.

3. Harus ada persetujuan diantara kedua calon pengantin 4. Ada wali nikah

5. Ada saksi

6. Membayar mahar 7. Ijab qabul79

2. Syarat-syarat dan Sahnya Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1

Dokumen terkait