• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metodologi dalam penelitian ilmiah merupakan operasionalisasi dari berbagai metode ilmiah yang digunakan untuk menjelaskan jalan pikiran dalam penelitian. Setiap penelitian menggunakan metode yang berbeda, sesuai dengan tujuannya.

Obyek penelitian tentang persoalan yang menyangkut kebijakan yang rumit dan bersifat inter-disiplin, dinamis, dan probabilistik, membutuhkan metodologi yang baru. Ketika menghadapi persoalan (soft problem) yang sangat kompleks Checkland (1981) telah berupaya menemukan metodologi pemecahan dan memperkenalkan Soft System Methodology (SSM). Disusul kemudian dengan munculnya paradigma baru yang disebut ‘Berpikir Sistem’ (Systems Thinking) oleh Jackson (2000) untuk menjawab persoalan secara holistik yang dibutuhkan terutama untuk persoalan di bidang sosial, politik, kemanusiaan, biologi, teknologi pengendalian, dan pengetahuan alam. Falsafah ilmu Sistem terdiri dari tiga unsur, yaitu:

1) Sibermatik, berorientasi pada tujuan. 2) Holistik, keterpaduan.

3) Efektif, penerapan yang tepat guna.

Flood dan Jackson (1991) juga memperkenalkan metode Total Systems Intervention (TSI) untuk menjawab persoalan yang tidak dapat diangkakan

(innumerable) dan multi-facet. Upaya pemecahan persoalan sejenis melalui metode canggih dan coba-coba (trial and error) tidak memadai. Dengan metode ini dapat dipecahkan dengan sederhana dengan hasil yang memuaskan. Metode penelitian dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu riset kuantitatif dan kualitatif yang dapat ditelaah perbedaannya dalam Tabel 1 (Cooper dan Schindler, 2006).

Tabel 1

Perbedaan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dengan Pendekatan Statistik

Uraian Kualitatif Kuantitatif

Fokus Penelitian Memahami dan menterjemahkan Menguraikan, menjelaskan dan meramalkan

Keterlibatan Peneliti Keterlibatan Peneliti Ahli Terbatas, mengawasi supaya tidak terjadi rancu (bias)

Manfaat Penelitian Pemahaman yang mendalam; membangun teori baru.

Menguraikan atau meramalkan; membangun atau menguji teori. Perencanaan sampel Nonprobability; Purposive Probability

Jumlah sampel Sedikit Banyak

Rencana Penelitian o Dapat dikembangkan dan dikoreksi selama pelaksanaan penelitian.

o Ditetapkan dan diputuskan sebelum pelaksanaan penelitian.

o Seringkali menggunakan beberapa metode sekaligus atau beurutan.

o Menggunakan metode tunggal atau gabungan.

o Tidak dituntut konsistensi yang kaku. o Konsistensi merupakan tuntutan. o Pendekatan longitudinal. o Pendekatan cross-section atau

longitudinal.

Perkembangan ilmu pengetahuan telah diikuti dengan perkembangan metodologi penelitian sejalan dengan perkembangan bentuk, lingkup dan tujuan penelitian (research) yang telah berkembang pesat. Kelompok ilmu keteknikan (engineering science) menggunakan metode Penelitian Operasional (Operational Research) yang tidak menggunakan hipotesa sebagai fokus penelitian, selain itu kelompok inter-disiplin mulai menerapkan Pendekatan Sistem (System Approach). Perbedaan dari ketiga pendekatan itu tampak pada Tabel 2.

Checkland (1981) menyebutkan ada tujuh langkah dalam penerapan SSM (Gambar 2) yaitu:

1) Situasi dari masalah (tidak terstruktur). Pada tahap awal ini peneliti harus mendalami situasi dari persoalan yang dihadapi (problem situation) serta menetapkan beberapa hal, antara lain: lingkup penugasan, pendekatan yang akan diambil, dan para pakar dari beberapa bidang ilmu yang akan dilibatkan.

Tabel 2

Karakter Metode Riset dengan Berbagai Pendekatan Pendekatan

Karakteristik

Statistik Keteknikan Sistem Tolok ukur

keberhasilan

Pengumpulan data dan analisis.

Penyelesaian disain. Pencapaian tujuan.

Metode penelitian Teknik pengambilan sampel.

Teknik baku Penelitian Operasional.

Teknik permodelan (hard dan soft).

Fokus Inferensi. Optimasi. Simulasi.

Hasil studi Analisa faktor, statistik deskriptif.

Solusi optimal. Permodelan sistem.

Uji model Validasi. Sensitivitas. Verifikasi.

Program komputer Baku/paket. Adaptif. Rekayasa. Aplikasi Laboratorium, survei

lapang.

Industri, bisnis. Kebijakan.

Falsafah penelitian Hipotesis. Pragmatis. Holistik.

Orientasi Peneliti. Praktisi. Pengguna.

Teknik analisa Regresi, Anova, Non Parametrik.

Algoritma, heuristik. Dinamik, probalistik.

2) Situasi masalah yang terungkap. Peneliti menentukan pandangan dan pengertian tentang masalah yang terungkap dan celah permasalahan yang bisa diperbaiki, ditingkatkan, atau dipecahkan.

3) Sumber yang relevan untuk penentuan sistem yang dibangun. Pada tahap ini peneliti harus secara cermat memilih sistem, metode, dan teknik yang akan digunakan dalam pendekatan SSM sesuai tujuan penelitiannya.

4) Model konseptual. Dengan adanya langkah ke-tiga diatas maka model konseptual sudah dapat disusun dengan cara berpikir sistem. Pada tahap ini diperbandingkan dan digunakan perbandingan dari model yang telah ada dengan model yang disusun secara inovatif.

5) Perbandingan model dengan situasi masalah yang terungkap. Tahap ini untuk membawa pendekatan kepada kenyataan. Model yang telah disusun (tahap 4) diperbandingkan dengan situasi masalah yang terungkap (tahap 2).

6) Perubahan yang layak dan diinginkan. Model yang telah disusun dan diperbandingkan didiskusikan untuk menentukan langkah perbaikan yang realistis,

feasible, dan diinginkan.

7) Aksi untuk memperbaiki situasi masalah. Model diterapkan dalam kenyataan.

2.4.1 Proses Hierarki Analitik (PHA)

Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah teknik yang sering digunakan dalam pengambilan keputusan yang tidak terstruktur, baik dalam bidang ekonomi, sosial, maupun sains manajemen. Metode yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty ini dapat juga digunakan untuk memodelkan problema-problema dan pendapat-pendapat sedemikian rupa, dimana permasalahan yang ada diolah menjadi pernyataan yang jelas yang mudah dievaluasi, diperbincangkan dan diprioritaskan untuk pengkajian.

Hierarki adalah abstraksi struktur suatu sistem, dimana fungsi hierarki antar komponen dan dampaknya pada sistem secara keseluruhan seperti pada Gambar 3. Menurut Saaty (1982) pemecahan persoalan dan pengambilan keputusan dengan teknik PHA ini diterapkan dengan 3 (tiga) tahapan utama, yaitu:

Gambar 3 : Diagram Alir Proses Hierarki Analitik (PHA).

1) Penyusunan Hierarki. Sesuai alur dasarnya dibuat prosedur untuk menentukan tujuan utama, kriteria dan aktivitas dalam suatu hierarki sistematis. Masalah yang akan dipecahkan ditentukan atau dipilih sebagai tujuan dalam rangka dekomposisi kompleksitas sistem. Untuk mendefinisikan tujuan secara rinci sesuai dengan persoalan yang akan ditangani, diperlukan diskusi sehingga didapatkan konsep yang relevan.

2) Struktur Hierarki. Struktur hierarki merupakan bagian dari suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar komponen secara menyeluruh. Struktur ini mempunyai bentuk yang saling terkait, tersusun dari suatu sasaran utama turun ke pelaku (aktor), tujuan-tujuan aktor (sub objectives) dan alternatif keputusan/strategi. Penyusunan hierarki keputusan dilakukan untuk menggambarkan elemen sistem atau alternatif keputusan yang teridentifikasi.

3) Penyusunan Bobot. Tingkat kepentingan (bobot) dari elemen-elemen keputusan yang ada pada setiap tingkat hierarki keputusan ditentukan melalui penilaian pendapat (judgement) dengan cara komparasi berpasangan (pairwise comparison). Penilaian dilakukan dengan memberikan bobot numerik dan membandingkan satu elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkat hierarki secara berpasangan, sehingga terdapat nilai tingkat kepentingan. Tahap selanjutnya adalah melakukan sintesa terhadap hasil penilaian untuk menentukan elemen mana yang memiliki prioritas tertinggi dan terendah (Saaty, 1982).

2.4.2 Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)

Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) digunakan untuk mengambil keputusan terhadap beberapa alternatif keputusan. Keuntungan metode MPE adalah nilai skor yang menggambarkan urutan prioritas menjadi besar karena merupakan fungsi eksponensial, sehingga urutan prioritas alternatif keputusan menjadi lebih nyata. Pemilihan tersebut dilakukan berdasarkan beberapa kriteria dengan tahapan-tahapan: 1) Menyusun alternatif keputusan yang akan dipilih.

2) Menyusun kriteria yang penting untuk dievaluasi. 3) Menentukan tingkat kepentingan setiap kriteria.

4) Menentukan skor masing-masing alternatif pada setiap kriteria. 5) Menentukan total skor setiap alternatif dengan rumus sebagai berikut:

Total skor = Σ (skorij) krit(j)

dimana:

skorij = nilai skor dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j

krit(j) = tingkat kepentingan dari kriteria ke-j

i = 1,2,3,…,n j = 1,2,3,…,m n = jumlah alternatif m = jumlah kriteria

krit(j) > 0 dan merupakan bilangan bulat

Untuk prioritas kepentingan dilakukan dengan membuat urutan total skor masing- masing alternatif dari nilai tertinggi sampai terendah.

2.4.2 Teknik Benchmarking

Menurut Camp (1989) di dalam Watson (1993), benchmarking adalah suatu proses positif dan proaktif yang dipakai suatu perusahaan untuk mengkaji bagaimana perusahaan lain menjalankan fungsi tertentu, guna mengembangkan cara perusahaan itu dalam menjalankan fungsi yang sama atau serupa. Salah satu fungsi pokok dari

benchmarking adalah menyediakan informasi seberapa jauh kedepan atau ketertinggalan suatu individu bisnis dibandingkan pesaingnya. Teknik benchmarking terdiri dari tiga tahapan, yaitu:

1) Perencanaan benchmarking.

2) Pengumpulan data dan analisis benchmarking. 3) Implementasi benchmarking.

Focus sentral dalam perencanaan benchmarking adalah menentukan panduan topik dan mitra benchmarking. Kriteria untuk menentukan panduan topik benchmarking

adalah hal-hal yang berimplikasi terhadap biaya, produksi, kualitas dan waktu serta menyangkut seberapa besar kontribusi faktor kunci keberhasilan terhadap suatu organisasi. Mitra yang dapat dipilih adalah benchmarking internal, functional/generic

atau competitive. Dalam tahapan pengumpulan data dan analisis benchmarking,

kegiatan yang dilakukan adalah:

1) Mengumpulkan dan menentukan faktor kunci keberhasilan. Beberapa faktor kunci keberhasilan dalam suatu usaha ditentukan oleh sumberdaya fisik, keuangan, prestasi kinerja keuangan , produksi, dan koefisien agregat efisiensi.

2) Membandingkan data internal usaha dengan kinerja yang unggul di usaha sejenis (best practice), sehingga dapat ditentukan kesenjangan kinerja, baik yang menyangkut kekuatan maupun kelemahannya.

3) Metode pengumpulan data yang dipakai akan sangat bergantung kepada kualitas, kuantitas dan tingkat akurasinya.

2.4.3 Metode Penilaian Kelayakan Usaha

Kelayakan dari usahatani, agroindustri, dan agroniaga, seperti halnya usaha-usaha lainnya, harus dinilai dari sisi analisis keuangan dan ekonomi yang memperbandingkan

investasi dan biaya yang dikeluarkan dengan manfaat atau nilai-tambah (value added) yang ditimbulkan. Biaya dan manfaat diidentifikasikan, diperbandingkan dan kemudian keduanya harus dinilai. Analisis keuangan dan ekonomi menggunakan asumsi bahwa harga merupakan gambaran nilai (value) (Gittinger, 1986).

Penilaian hasil usaha petani biasanya dilakukan secara sederhana sehingga dapat dimengerti oleh petani, oleh karena itu Perhitungan Laba/Rugi dilaksanakan dengan metode cash-basis, artinya penerimaan (cash in) diperlakukan sebagai pendapatan (sales), demikian pula pengeluaran (cash out) diperlakukan sebagai biaya (cost). Metode ini tidak sempurna namun mampu memberikan gambaran tentang usaha petani. Analisis penilaian tingkat laba usaha dilakukan dengan perhitungan:

Analisis kelayakan proyek pada dasarnya terdiri dari : 1. Analisis Rasio Finansial.

2. Analisis Waktu Pengembalian dan Titik Impas. 3. Net Present Value (NPV).

Kriteria yang dapat digunakan untuk menilai kelayakan usaha, antara lain dengan melihat nilai Net Present Value (NPV), yang diperoleh dengan jalan mendiskontokan selisih jumlah kas yang masuk ke dalam dana proyek dan kas yang keluar dari dana proyek tiap-tiap tahun, dengan satu faktor persentasi diskonto (discount factor) yang telah ditentukan sebelumnya.

Tingkat diskonto untuk menghitung nilai kini (present value) dari selisih aliran kas yang masuk dan keluar dari dana proyek, dapat diperoleh dengan melihat tingkat suku bunga pinjaman jangka panjang yang berlaku di pasar modal atau dengan menggunakan tingkat bunga pinjaman yang harus dibayar oleh pemilik proyek. Jangka waktu pendiskontoan harus sama dengan umur proyek. proyek. Jumlah NPV proyek yang direncanakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + + + = r) (1 NCF ... r) (1 NCF NCF NPV nn 1 1 0 % 100 x Penjualan Biaya Penjualan Usaha Laba = −

dimana:

NCF = Net Cash Flow yang bersangkutan pada tahun bersangkutan. r = tingkat bunga yang dipergunakan

n = tahun ke 0, 1, 2, 3, ….. n

Apabila dalam perhitungan NPV diperoleh hasil yang positif, maka proyek yang bersangkutan dapat diharapkan akan menghasilkan keuntungan di atas tingkat bunga yang ditentukan, sehingga proyek layak untuk diteruskan. Di lain pihak jika NPV = 0, hal ini berarti laba yang diharapkan dari proyek sebesar tingkat diskonto dimana rencana proyek masih dapat dilanjutkan. Rencana investasi seyogyanya dibatalkan bila diperoleh NPV yang negatif.

1) Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah nilai tingkat bunga (discount rate) yang membuat nilai NPV (Net Present Value) = 0. Rumus yang digunakan adalah :

dimana :

(Bt - Ct) = Net Cash Flow, selisih antara arus kas masuk dan keluar pada tahun-t PV1 = NPV negatif pada tingkat bunga i1

PV2 = NPV positif pada tingkat bunga i2

Jika nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku (IRR > i), maka suatu usaha/proyek dinyatakan layak, dan sebaliknya jika IRR < i, maka usaha/proyek ditolak.

2) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah pembandingan antara Present Value total dari benefit bersih dalam tahun-tahun dimana benefit bersih itu bersifat positif terhadap PV total dari biaya bersih dalam tahun-tahun dimana Bt-Ct bersifat negatif. Rumus yang

digunakan dalam menghitung Net B/C adalah :

[

]

[

]

= = < + > = n 1 t t t n 1 t t t t 0 Ct - (Bt untuk ) i 1 ( ) C - (B 0 Ct) - (Bt untuk i) - 1 ( ) C - B ( C / B Net

=

=

+

n 1 t t

0

)

IRR

1

(

)

Ct

-

Bt

(

Jika Net B/C > 1 maka proyek dinyatakan layak, jika Net B/C = 1, maka proyek mencapai titik impas dan jika Net B/C < 1 maka proyek dinyatakan tidak layak untuk dikembangkan.

3) Pay Back Period (PBP)

Pay Back Period (PBP) digunakan guna menunjukkan waktu sebuah gagasan usaha dapat mengembalikan seluruh modal yang ditanamkan. Pengembalian dilakukan dengan pembayaran laba bersih ditambah penyusutan. Rumus yang digunakan guna menghitung PBP adalah :

4) Break Even Point (BEP)

Break Even Point (titik Pulang Pokok) menunjukkan tingkat penjualan perusahaan yang tidak menghasilkan untung maupun menimbulkan kerugian. Rumus yang digunakan adalah:

Melalui beberapa analisis tersebut di atas, kemudian dapat dinilai dan disimpulkan kelayakan usaha (komersial) dari keseluruhan konsep yang telah dirancang bangun.

Dokumen terkait