• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

36. Tabel Distribusi f

DAFTAR PUSTAKA

Achadi, L.E. (2007). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Edisi ke-I. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Halaman 94. Alhusin, S. (2003). Aplikasi Statistik Praktis dengan SPSS 10 for Windows.

Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 123, 138.

Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 228-229, 249.

Anonim. (2012). Isi Kandungan Gizi Daun Singkong – Komposisi Nutrisi Bahan Makanan. www.organisasi.org. Diakses tanggal 15 Januari 2015.

Ayu, C. (2002). Mempelajari Kadar Mineral dan Logam Berat pada Komoditi Sayuran Segar Beberapa Pasar Di Bogor. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Barasi, M. (2007). Nutrition at a Glance. Penerjemah: Hermin. (2009). At a Glance: Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 52.

Budiyanto, M.A.K. (2001). Dasar Dasar Ilmu Gizi. Edisi ke-II. Cetakan kesatu. Malang: UMM- Press. Halaman 62.

Ermer, J., dan Miller. J.H.McB. (2005). Method Validation in Pharmaceutical Analysis. Weinheim: Wiley-Vch Verlag GmbH & Co. KGaA. Halaman 250, 253.

Fathia, S. (2012). Kandungan Dan Manfaat Daun Singkong. www.gagaspertanian.com. Diakses tanggal 15 Januari 2015.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan kesatu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 298-312.

Hariana, A. (2006). Tumbuhan Obat Dan Khasiatnya Seri 3. Cetakan keenam. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 83-84.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. 1(3): 117-119, 121-124, 127- 132.

Harris, D.C. (2007). Quantitative Chemistry Analysis. USA: Craig Bleyer. Halaman 455.

Hartono. (2009). Statistik untuk Penelitian.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 235-236, 244.

Isaac, R.A. (1990). Metals in Plants. Dalam Helrich, K. (1990). Official Methods of Analysis Association of Official Analytical Chemist. Edisi ke-XV. University of Georgia. Halaman 42.

Herbarium Bogoriense, (2015). Identifikasi Tumbuhan. Bogor: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Khopkar, S.M. (1985). Basic Concepts of Analytical Chemistry. Penerjemah: Saptorahardjo. (2003). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Halaman 283.

Marzuki, A., Fujaya, Y., Rusydi, M., dan Haslina. (2013). Analisis Kandungan Kalsium (Ca) dan Besi (Fe) pada Kepiting Bakau (Scylla Olivacea) Cangkang Keras dan Cangkang Lunak dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom.

Jurnal Farmasi dan Farmakologi. 17(2): 31.

Mirlina, N. (2011). Pengaruh Metode Pengolahan Terhadap Kandungan Mineral

Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa). Skripsi. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Pandey, B.P. (1981). Taxonomy of Angiosperms.Taxonomy Anatomy Embriologi (Including Tissue Culture) And Economic Botany. Edisi ke-I. New Delhi: S. Chand & Company LTD. Halaman 159-171.

Rubatzky, V.E., dan Yamaguchi, M. (1995). World vegetables: Principles, production, and nutritive values. Second Edition. Penerjemah: Catur Herison. (1998). Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi dan Nilai Nutrisi. Jilid 1. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 42, 63.

Shargel, L., dan Andrew, B.C. (1985). Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. Penerjemah: Siti Sjamsiah. (1988). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 16.

Simbar, V. (2008). Mencegah Keracunan Dirumah. www.blogspot.com. Diakses tanggal 20 Januari 2015.

Simatupang, E. (2008). Perbedaan Kandungan Asam Salisilat dalam Sayuran Sebelum dan Sesudah Dimasak yang Dijual Di pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008. Skripsi. Medan: FKM USU.

Sudarmadji, S., Bambang, H., dan Suhardi. (1996). Analisis Bahan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Halaman 151.

Sudjana. (2002). Metode Statistika. Edisi ke-VI. Bandung: Penerbit Tarsito. Halaman 168, 226, 249.

Vogel, A.I. (1979). Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis.Penerjemah: Setiono dan Hadyana Pudjaaatmaka. (1985). Vogel: Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Bagian I. Jakarta: Kalman Media Pustaka. Halaman 256-257, 300-301.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan, dimulai dari bulan Februari 2015 sampai dengan April 2015.

3.2 Bahan-bahan

3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Singkong Biasa (Manihot esculenta Crantz.) dan daun Singkong Keriting (Manihot esculenta Crantz) yang diambil secara purposif dari Perkebunan Masyarakat di Brastagi, di Desa Gajah, Kec. Simpang Empat, Kab. Karo, Sumatera Utara. Yang di khususkan untuk memanen daun singkong.

3.2.2 Pereaksi

Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisis keluaran E. Merck kecuali disebutkan lain yaitu akuabides (PT. Ikapharmindo Putramas), asam nitrat 65% b/v, akua demineralisata (air bebas mineral), larutan baku kalsium 1000 µg/ml dan larutan baku besi 1000 µg/ml (Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi).

3.3 Alat-alat

Tipe nyala udara-asetilen, Neraca analitik (AND GF-200), Hot plate (FISONS), alat tanur Nabertherm, pisau, kertas saring Whatman No.42, krus porselen dan alat–alat gelas (Pyrex dan Oberol).Gambar Spektrofotometer Serapan Atom dan alat tanur dapat dilihat pada Lampiran 34 halaman 116.

3.4 Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan oleh bagian Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor. Hasil identifikasi dapat lihat pada Lampiran 1, Halaman 43.

3.5 Pembuatan Larutan HNO3 (1:1) v/v

Diencerkan sebanyak 500 ml larutan HNO3 65% b/v dengan 500 ml

akuabides (Isaac, 1990).

3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Pengambilan sampel

Sampel yang digunakan adalah daun singkong biasa dan keriting berumur 4 bulan yang diambil dari Perkebunan Masyarakat di Brastagi, di Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, yang di khususkan untuk memanen daun singkong (Gambar sampel dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3, halaman 44 dan 45). Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas pertimbangan bahwa populasi sampel adalah homogen dan sampel yang tidak diambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang sedang diteliti (Sudjana, 2002).

3.6.2 Penyiapan Sampel

Sebanyak 400 gram daun singkong biasa dan 400 gram daun singkong keriting dibersihkan dari pengotoran, dicuci bersih dengan air mengalir dan dibilas dengan akua demineralisata lalu ditiriskan. Selanjutnya dikeringkan di udara, kemudian masing–masing dibagi menjadi 100 gram untuk yang segar dan 300 gram untuk yang direbus. Untuk sampel yang direbus dimasukkan ke dalam air sebanyal 200 ml selama 3 menit pada suhu 60oC, 70oC dan 80oC masing- masing sebanyak 100 gram. Sampel yang telah direbus diangkat lalu ditiriskan dan dikeringkan di udara terbuka terhindar dari sinar matahari langsung, kemudian sampel tersebut dipotong kecil-kecil ± 2 cm dan dihomogenkan.

3.6.3 Proses Destruksi Kering

Sampel yang telah dipotong kecil-kecil ± 2 cm ditimbang sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam krus porselen, diarangkan di atas hot plate, lalu diabukan di tanur dengan temperatur awal 100oC dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan menjadi 500oC dengan interval 25oC setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 48 jam (dihitung saat suhu sudah 500oC), lalu setelah suhu tanur 27oC krus porselen dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin pada desikator. Abu ditambahkan 3 ml HNO3 (1:1), kemudian diuapkan pada hot plate sampai kering.

Krus porselen dimasukkan kembali ke dalam tanur dengan temperatur awal 100oC dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 500oC dengan interval 25oC setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 1 jam dan dibiarkan hingga dingin pada desikator (Isaac, 1990). Bagan alir proses destruksi kering untuk sampel Segar dan direbus dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5, halaman 46 dan 47.

3.6.4 Pembuatan Larutan Sampel

Sampel hasil destruksi dilarutkan dalam 5 ml HNO3 (1:1), lalu

dipindahkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dibilas krus porselen dengan 5 ml akua demineralisata sebanyak tiga kali dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 dimana 5 ml filtrat pertama dibuang untuk menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung ke dalam botol. (Bagan alir pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 48). Larutan ini digunakan untuk analisis kuantitatif terhadap logam kalsium dan besi yang terkandung di dalamnya.

3.6.5 Analisis Kuantitatif

3.6.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium

Larutan baku kalsium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda. Dari larutan tersebut (10 µg/ml) (Larutan induk baku II).

Larutan untuk kurva kalibrasi kalsium dibuat dengan memipet (5,0 ml; 10 ml; 15 ml; 20 ml; dan 25 ml) larutan induk baku II, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan diencerkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda sehingga didapatkan konsentrasi larutan berturut-turut (2; 4; 6; 8 dan 10)µg/ml, lalu dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 422,7 nm.

3.6.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi

Larutan baku besi (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 1000 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan aquabides (konsentrasi 1 µg/ml) (Larutan induk baku II).

Larutan untuk kurva kalibrasi besi dibuat dengan memipet (2,5 ml, 5,0 ml, 7,5 ml, 10,0 ml dan 12,5 ml) larutan induk baku II, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan aquabides (larutan ini mengandung (0,1; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5)µg/ml dan diukur pada panjang gelombang 248,3 nm.

3.6.5.3 Penetapan Kadar Mineral dalam Sampel

Sebelum dilakukan penetapan kadar kalsium dan besi dalam sampel, terlebih dahulu alat spektrofotometer serapan atom dikondisikan dan di atur metodenya sesuai dengan mineral yang akan diperiksa.

3.6.5.3.1 Penetapan Kadar Kalsium dalam Daun Singkong Biasa Segar

Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis tanda (Faktor pengenceran = 50 ml/1 ml = 50 kali). Lalu diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm. Nilai serapan yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.6.5.3.2 Penetapan Kadar Besi dalam Daun Singkong Biasa Rebus

Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis tanda (Faktor pengenceran = 50 ml/1 ml = 50 kali). Lalu diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 248,3 nm. Nilai serapan yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi dalam sampel dihitung berdasarkan

3.6.5.3.3 Penetapan Kadar Kalsium dalam Daun Singkong Keriting Segar

Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis tanda (Faktor pengenceran = 50 ml/1 ml = 50 kali). Lalu diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm. Nilai serapan yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.6.5.3.4 Penetapan Kadar Besi dalam Daun Singkong Keriting Rebus

Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis tanda (Faktor pengenceran = 50 ml/1 ml = 50 kali). Lalu diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 248,3 nm. Nilai serapan yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), kadar logam kalsium dan besi dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

(g) Sampel Berat n pengencera Faktor x (ml) Volume x (µg/ml) i Konsentras (µg/g) Atom Kadar 

3.6.6 Analisis Data Secara Statistik

3.6.6.1 Penolakan Hasil Pengamatan

Menurut (Sudjana, 2002) kadar kalsium dan besi yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis dengan metode standar deviasi menggunakan rumus sebagai berikut:

SD =

1 - n X - Xi 2

Keterangan: Xi = Kadar sampel

X = Kadar rata-rata sampel n = jumlah per klakuan Untuk mencari t hitung digunakan rumus:

t hitung = n SD X Xi / 

dan untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99%, α = 0.01, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

Kadar Mineral: µ = X ± (t(α/2, dk) x SD / √n ) Keterangan:

X = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi

dk = Derajat kebebasan (dk = n-1) α = interval kepercayaan

n = jumlah perlakuan

3.6.6.2 Pengujian Beda Nilai Rata-rata (Uji ANOVA) Kalsium dan Besi

Untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata kadar kalsium dan besi antar sampel dilakukan analisis statistik menggunakan uji ANOVA dengan Statistical Product Services Solution (SPSS) dengan taraf kepercayaan 95%. Dengan menggunakan uji Tukey. Uji ini digunakan untuk menguji apakah 2 populasi atau

Analisis sesudah ANOVA atau pasca ANOVA (post hoc) dilakukan jika hipotesis nol (H0) ditolak. Namun jika hipotesis nol diterima, maka analisis sesudah anova tidak perlu dilakukan (Hartono, 2009).

3.6.7 Validasi Metode Analisis

3.6.7.1 Penentuan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Simpangan Baku ( X SY ) =

2 2  

n Yi Y

Batas deteksi (LOD) =

slope X SY x 3

Batas kuantitasi (LOQ) =

slope X SY x 10

3.6.7.2 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Uji perolehan kembali (recovery) dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method). Dalam metode ini, kadar mineral dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar mineral dalam sampel setelah penambahan larutan baku dengan konsentrasi tertentu (Ermer dan Miller, 2005). Larutan baku yang ditambahkan yaitu 1 ml larutan baku kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml) dan 0,5 ml larutan baku besi

(konsentrasi 100 µg/ml). Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 30 dan Lampiran 31, halaman 106 dan 107.

Sampel Daun Singkong yang telah dipotong kecil-kecil ditimbang secara seksama sebanyak 10 gram, lalu ditambahkan 1 ml larutan baku kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml) dan 0,5 ml larutan baku besi (konsentrasi 100 µg/ml), kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya.

Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:

% Perolehan Kembali = A A F C C C *  x 100% Keterangan:

CA = Kadar logam dalam sampel sebelum penambahan baku

CF = Kadar logam dalam sampel setelah penambahan baku

C*A = Kadar larutan baku yang ditambahkan

3.6.7.3 Simpangan Baku Relatif

Menurut Harmita (2004), keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan.

Menurut Harmita (2004), rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah: RSD = x100% x SD Keterangan:

X = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Sampel

Hasil identifikasi sampel yang dilakukan oleh bagian Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI-Bogor terhadap tumbuhan daun singkong biasa dan daun singkong keriting adalah jenis Manihot esculenta Crantz. suku Euphorbiaceae. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 43.

4.2 Analisis Kuantitatif

4.2.1 Kurva kalibrasi Kalsium dan Besi

Kurva kalibrasi kalsium dan Besi diperoleh dengan cara mengukur serapan dari larutan baku keduanya pada panjang gelombang masing-masing. Hasil pengukuran kurva kalibrasi untuk keduanya diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y = 0,0442X + 0,0012 untuk kalsium dan Y = 0,0155X + 0,0003 untuk Besi.

Kurva kalibrasi larutan baku kalsium dan besi dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Besi

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan serapan, dengan koefisien korelasi (r) kalsium 0,9995 dan besi 0,9992. Nilai ini menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X (Konsentrasi) dan Y (Serapan) (Shargel dan Andrew, 1985). Data hasil pengukuran serapan larutan baku kalsium dan besi, perhitungan persamaan garis regresi dapat dilihat pada Lampiran 7 sampai dengan Lampiran 8, halaman 49 sampai halaman 51.

4.2.2 Pengukuran Kadar Kalsium dan Besi dalam Sampel

Pada pengukuran sampel yang dilakukan secara spektrofotometri serapan atom, terlebih dahulu dikondisikan alat dengan baik dan benar. Setelah itu, dilakukan pengenceran terhadap sampel. Pengenceran yang dilakukan yaitu sebesar 50 kali (50/1) untuk kalsium dan 50 kali (50/1) untuk besi. Selain itu, karena sampel memiliki kadar mineral yang cukup tinggi sehingga agar diperoleh nilai serapan yang berada dalam rentang kalibrasi maka sampel harus diencerkan. Konsentrasi kalsium dan besi dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi kurva kalibrasi larutan baku kalsium dan besi. Data dan contoh

perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 9 sampai dengan Lampiran 16, halaman 53-60 dan Lampiran 17, halaman 61.

Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik (Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 18 sampai dengan Lampiran 21, halaman 62 sampai halaman 81). Hasil analisis kuantitatif mineral kalsium dan besi dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Hasil Analisis Kuantitatif Mineral Kalsium dan Besi dalam Sampel

Daun Singkong Biasa

No Sampel Kadar Kalsium (mg/100g) Penurunan Kadar (%) Kadar Besi (mg/100g) Penurunan Kadar (%) 1. DSB Segar 88,5986 ± 1,5632 - 4,3214 ± 0,2173 - 2. DSB Rebus 60oC 76,9606 ± 0,1810 13,13 3,1405 ± 0,4024 27,32 3. DSB Rebus 70oC 62,9895 ± 0,1548 28,90 2,7175 ± 0,0798 37,15 4. DSB Rebus 80oC 57,1177 ± 0,3520 35,53 2,1716 ± 0,1181 49,74 Keterangan : DSB = Daun Singkong Biasa

Data yang didapat kemudian dihitung berapa besar persentase penurunan kadar dari masing–masing mineral pada sampel yaitu penurunan kadar kalsium pada daun singkong biasa segar dan penurunan kadar besi pada daun singkong biasa segar. (Data dan Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 22, halaman 87 dan Lampiran 24, halaman 89). Dari tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa kadar kalsium dan besi pada daun singkong biasa segar lebih besar dibandingkan kadar kalsium dan besi di dalam daun singkong biasa rebus.

Tabel 4.2 Hasil Analisis Kuantitatif Mineral Kalsium dan Besi dalam Sampel

Daun Singkong Keriting

No Sampel Kadar Kalsium (mg/100g) Penurunan Kadar (%) Kadar Besi (mg/100g) Penurunan Kadar (%) 1. DSK Segar 81,4995 ± 0,7007 4,9263 ± 0,1016 2. DSK Rebus 60oC 64,6114 ± 0,6675 20,72 3,9729 ± 0,1366 19,35 3. DSK Rebus 70oC 59,2200 ± 0,4467 27,34 2,8985 ± 0,1165 41,16 4. DSK Rebus 80oC 52,0144 ± 0,2915 36,18 1,8515 ± 0,1173 62,41 Keterangan : DSK = Daun Singkong Keriting

Data yang didapat kemudian dihitung berapa besar persentase penurunan kadar dari masing–masing mineral pada sampel yaitu penurunan kadar kalsium pada daun singkong keriting segar dan penurunan kadar besi pada daun singkong keriting segar. (Data dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 23, halaman 88 dan Lampiran 24, halaman 89).

Dari tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa kadar kalsium dan besi pada daun singkong keriting segar lebih besar dibandingkan kadar kalsium dan besi di dalam daun singkong keriting rebus.

Kalsium adalah logam putih perak, yang agak lunak dan melebur pada suhu 845oC sedangkan besi adalah logam berwarna putih perak dan melebur pada suhu 1535oC (Vogel, 1979). Dilihat dari tingkat melebur kedua logam tersebut bahwa besi memiliki suhu melebur lebih tinggi daripada kalsium, sedangkan hasil yang didapat dalam penelitian yang saya lakukan bahwa penurunan kadar kalsium baik pada daun singkong keriting maupun daun singkong biasa lebih tinggi daripada penurunan kadar besi. Hal ini disebabkan karena kandungan dari logam kalsium memiliki kadar lebih tinggi daripada logam besi, sehingga persentase penurunan kadar kalsium lebih rendah.

4.2.3 Pengujian Beda Nilai Rata-rata (Uji ANOVA)

Pengujian beda nilai rata-rata kadar kalsium dan besi pada sampel bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan pada rata-rata kadar kadar kalsium dan besi antara daun singkong biasa dan daun singkong keriting dengan perlakuan direbus pada suhu 60oC, 70oC dan 80oC. Teknik analisis komperatif dengan menggunakan uji “t” yakni dengan mencari perbedaan yang signifikan dari dua buah mean hanya efektif bila jumlah variabelnya dua. Namun, bila jumlah variabel lebih dari dua penggunaan uji “t” tidak efektif lagi, karena langkah pengujian dilakukan satu persatu, sehingga sangat tidak efisien dari segi waktu, biaya, dan tenaga ditambah dengan peluang melakukan kesalahan juga semakin besar. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan analisis komperatif yang lebih baik yaitu Analysis of variances yang disingkat dengan ANOVA (Hartono, 2009).

Menurut Alhusin (2003) Uji ANOVA dapat dilakukan dengan cara membuat hipotesis terlebih dahulu:

a. H0 : diduga bahwa ketiga dari rata-rata populasi adalah sama

b. H1 : diduga bahwa ketiga dari rata-rata populasi berbeda

Untuk menentukan H0 dan H1 yang diterima maka ketentuan yang harus diikuti:

a. Bila Fhitung sama dan atau lebih kecil dari Ftabel maka H0 diterima dan H1

ditolak.

b. Bila Fhitung lebih besar dari Ftabel maka H0 ditolak dan H1 diterima

Hasil pengujian beda nilai rata-rata dengan uji ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 25-27, halaman 91-96, serta pada Tabel 4.3 sampai Tabel 4.4.

Tabel 4.3 Hasil Uji Beda Nilai Rata-Rata Kadar Kalsium dan Besi antar Sampel

Daun Singkong Biasa

No. Kadar Sampel Fhitung Ftabel Hasil

1. Kalsium DSBS 4462,051 2,04 Beda DSBR 60oC DSBR 70oC DSBR 80oC 2. Besi DSBS 235,789 2,04 Beda DSBR 60oC DSBR 70oC DSBR 80oC

Keterangan : DSBS = Daun Singkong Biasa Segar DSBR = Daun Singkong Biasa Rebus

Setelah dilakukan uji ANOVA terhadap sampel dapat dilihat bahwa kadar kalsium dan besi yang terdapat pada daun singkong biasa dengan perlakuan direbus pada suhu 60oC, 70oC dan 80oC mempunyai perbedaan yang signifikan (Fhitung lebih besar dari Ftabel). Kadar kalsium dan besi pada daun singkong biasa

segar lebih besar dibandingkan dengan kadar kalsium dan besi pada daun singkong biasa rebus. Hal ini kemungkinan terjadi karena proses perebusan.

Tabel 4.4 Hasil Uji Beda Nilai Rata-Rata Kadar Kalsium dan Besi antar Sampel

Daun Singkong Keriting

No. Kadar Sampel Fhitung Ftabel Hasil

1. Kalsium DSKS 1971,512 2,04 Beda DSKR 60oC DSKR 70oC DSKR 80oC 2. Besi DSKS 2013,920 2,04 Beda DSKR 60oC DSKR 70oC DSKR 80oC

Keterangan : DSKS = Daun Singkong Keriting Segar DSKR = Daun Singkong Keriting Rebus

Setelah dilakukan uji ANOVA terhadap sampel dapat dilihat bahwa kadar kalsium dan besi yang terdapat pada daun singkong keriting dengan perlakuan

direbus pada suhu 60oC, 70oC dan 80oC mempunyai perbedaan yang signifikan (Fhitung lebih besar dari Ftabel). Kadar kalsium dan besi pada daun singkong biasa

segar lebih besar dibandingkan dengan kadar kalsium dan besi pada daun singkong biasa rebus. Hal ini kemungkinan terjadi karena proses perebusan.

Kadar kalsium dalam daun singkong biasa dan keriting segar mengalami penurunan dengan daun singkong biasa dan keriting yang direbus pada suhu 60oC, 70oC dan 80oC. Semakin bertambahnya suhu perebusan maka penurunan kadar akan lebih besar, karena sifat kalsium oksalat yang merupakan bentuk kalsium yang terdapat pada singkong biasa yang sukar larut dalam air, namun kadar tetap berkurang karena terjadinya pelepasan kalsium karena proses pemanasan. Pada kadar besi di dalam daun singkong biasa dan keriting segar jauh lebih besar dari kadar besi pada daun singkong biasa dan keriting rebus pada suhu 60oC, 70oC dan 80oC. Hal ini kemungkinan karena besi pada daun singkong biasa rebus banyak terlarut pada pada proses perebusan karena sebagian besar besi pada daun singkong biasa terikat dalam bentuk besi oksalat yang larut dalam air. Jadi, saat direbus maka kadar mineral besi yang terdapat di dalamnya berkurang.

Terdapat perbedaan kandungan mineral kalsium dan besi pada penelitian

Dokumen terkait