D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik sebagai berikut :
1. Studi Kepustakaan
Teknik pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, majalah atau surat kabar dan bentuk tulisan lainnya yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti 2. Studi Lapangan
Yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian untuk mencari fakta berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penelitian ini ditempuh dengan cara wawancara yaitu mengumpulkan data dengan :
a. Menggunakn alat bantu kuesioner yang ditujukan kepada responden yang dalam hal ini adalah penderita cacat netra.
b. Menggunakan guide interview yang ditujukan kepada para informan kunci (key informan) seperti pekerja soaial yaitu pengurus panti ataupun para pengasuh yang ada di Panti Asuhan Karya Murni.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipakai adalah teknik analisis data menggunakan pendekatan deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu menjabarkan hasil penelitian sebagaimana adanya. Data yang didapatkan akan dipaparkan dan dianalisa dengan menggunakan tabel tunggal.
34
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Panti Asuhan Karya Murni
Sekitar tahun 1950 seorang tentara Belanda datang ke Susteran Santo
Yoseph yang berada di Deandlesstrat (sekarang jalan Hayam Wuruk No. 11 Medan).
Tentara itu datang bersama seorang gadis kecil yang cacat netra (buta) bernama Martha Ponikem (13 tahun), yang ditemukan di sebuah jalan kota Martapura Kabupaten Langkat. Kedatangan mereka diterima dengan baik oleh seorang suster bernama Ildefonsa. Tentara Belanda ini menitipkan gadis kecil tersebut kepada Suster Ildefonsa van de Watering, dan suster tersebut menerima anak itu dengan senang hati.
Namun setelah anak itu tinggal beberapa waktu di susteran, muncul suatu masalah dan pertanyaan yang sebelumnya tidak terpikirkan,”Apa jadinya anak ini kelak kalau harus dituntun dan di papah, tidak bias membaca ataupun menulis. Pendidikan atau pengajaran apa dan bagaimana yang tepat diberikan kepada anak ini?”. Suster Ildefonsa ingin agar Ponikem juga bias berarti dan punya nilai, tidak tergantung seumur hidupnya pada orang lain.
Suster Ildefonsa seakan menemukan jawaban atas pertanyaan mengenai keadaan Ponikem ketika ia mengambil cuti ke Nederland – Belanda. Di sana ia mengunjungi sebuah institute anak tunanetra bernama “De Wijnberg” di kota Grave. Dia datang kesana untuk mempelajari huruf Braille dan metode pengajarannya serta untuk mengetahui lebih dalam bagaimana mendidik dan mengajar para tunanetra. Pada suatu hari dalam kunjunganya ke Grave, suster Ildefonsa bertemu dengan seorang gadis tunanetra berdarah Tionghoa yang berasal dari Bangka-Indonesia. Gadis ini bernama Tress Kim Lan Bong, yang sudah dididik selama 16 tahun di
35
Institut tersebut. Dalam pertemuanya itu Tress menyatakan keinginanya dan kerinduannya untuk kembali ke Indonesia dan membantu teman-teman sesame tunanetra di Indonesia. Dapat dibayangkan betapa gembiranya
suster Ildefonsa mendengar penuturan Tress tersebut. Itu berarti usaha suster Ildefonsa untuk membantu Ponikem akan segera terwujud.
Pada tanggal 15 Juli 1950 Suster Ildefonsa bersama Tress berangkat menuju Indonesia, dan tiba pada tanggal 15 Agustus 1950 di Jalan Hayam Wuruk No. 11 Medan. Tress Bong menjadi guru pertama yang mengajar anak tunanetra yang dibawa oleh tentara Belanda itu ke Susteran. Orang buta mengajari orang buta. Unik, namun disitulah komunikasi dalam kontak batin terbangun.
Tidak lama sesudah Tress berada di Indonesia, datang lagi dua orang tunanetra bernama Agustina Wilhelmina Halatu (7 tahun) pada tahun 1950 dan cicilia Pardede (21 tahun) pada tahun 1951. Demikianlah anak tunanetra semakin lama semakin bertambah. Melihat perkembangan pelayanan yang dilakukan oleh para suster ini, dirasa perlu didirikan suatu badan yang mengelola pendidikan ini. Maka pada 26 Agustus 1953 dibentuklah sebuah badan penyelenggara yang akan mengurusi masalah pendidikan untuk anak tunanetra. Badan itu bernama Yayasan Seri Amal, dan berada di lokasi Susteran Santo Yoseph. Bersamaan dengan itu didirikan juga panti asuhan bagi anak-anak penderita cacat netra yang berasal dari keluarga kurang mampu, yatim-piatu, dan terlantar. Panti Asuhan ini diberi nama Panti Asuhan Karya Murni. Panti Asuhan ini juga berada di lokasi Susteran Santo Yoseph yaitu di jalan Hayam wuruk No. 11 Medan.
Yayasan ini terus berkembang seiring dengan bertambahnya anak-anak yang dididik di Panti Asuhan tersebut. Hal ini membuat aktifitas di Susteran menjadi sangat beragam dan tempat menjadi sangat sempit. Karena itu pihak Susteran Santo Yoseph
36
berinisiatif untuk mencari tempat baru bagi panti asuhan dan sekolah untuk penderita cacat netra. Pada tahun 1980, Panti Asuhan Karya Murni dan seluruh aktifitas belajar mengajar untuk penderita cacat netra di pindahkan ke Jalan Karya Wisata Medan
Johor. Sejak itu segala pelayanan bagi penderita cacat netra tidak dilakukan di jalan
hayam wuruk. Sampai sekarang Panti Asuhan Karya Murni masih melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu para penderita cacat netra yang kurang mampu, yatim-piatu, dan terlantar agar dapat hidup mandiri dan tidak tergantung pada orang lain.
B. Gambaran Umum Panti Asuhan Karya Murni
a. Nama Panti : Panti Asuhan Karya Murni b. Alamat : Jl. Karya Wisata Medan Johor c. Telepon : 061-7863987/77866475 d. Status : Dikukuhkan/swasta bersubsidi
e. Dasar Pendirian : Pelayanan Kesejahteraan social bagi anak cacat netra, Yatim-piatu dan ekonomi lemah.
f. Didirikan pada : 26 Agustus 1953
g. Badan Induk : Kongregasi Suster-suster Santo Yoseph h. Badan Penyelenggara : Yayasan Seri Amal
i. Almat : Jl. Hayam Wuruk No. 11 Medan j. Telepon : 061- 4533294
k. Sumber Dana : Departemen Sosial, Badan Kesejahteraan Sosial Propinsi
Sumatera Utara (BKSPSU), Yayasan Dharmais, Masyarakat Umum.
37
C. Visi, Misi Dan Motto Panti Asuhan Karya Murni
Visi Panti Asuhan Karya Murni merupakan penjabaran Misi Kongregasi
Suster-suster Santo Yoseph. Visi dari Panti Asuhan Karya Murni adalah terwujudnya keyakinan diri para tunanetra akan kemandirian dan harkat manusia yang sama dengan sesamanya di tengah-tengah masyarakat, melalui pemberdayaan berlandaskan ajaran dan moral Katholik.
Misi Panti Asuhan Karya Murni yang membangun pelayanan dalam bidang
social, adalah :
a. Memberdayakan para tunanetra agar mampu merealisasikan potensi yang ada dalam dirinya.
b. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan perkembangan fisik dan kejiwaan.
c. Mengadakan pelatihan untuk mengembangkan bakat dan keterampilan.
d. Menyedikakan “komunitas” terpadu dan sarana selama mereka berada dalam pembinaan dan dalam jenjang sekolah
e. Mengintegrasikan siswa tunanetra lulusan SD ke pendidikan SLTP umum. f. Mengupayakan tenaga pengajar yang professional
g. Menyediakan sarana dan fasilitas yang menunjang pembelajaran yang baik
h. Meningkatkan kehidupan rohani melalui pendidikan agama dan pembinaan iman dan retret.
Motto Panti Asuhan Karya Murni adalah Venerate Vitam. Sebagai lembaga
yang bergerak dalam bidang kemanusiaan, Karya Murni memegang teguh prinsip bahwa hidup mesti dihormati. Menghormati hidup atau Venerate Vitam adalah prinsip dasar Karya Murni. Di Karya Murni semua manusia diperllukan dan dihormati sama
38
tanpa memandang asal usul atau keadaan fisik warga secara lahiriah dengan menyandang cacat atau tanpa cacat fisik. Sebagai lembaga social kemanusiaan, Karya Murni memberikan perhatian khusus kepada para penyandang cacat seperti tunanetra, tunarungu dan tunawicara serta anak-anak yatim piatu dan ekonomi sangat lemah. Di Karya Murni anak-anak yang lahir dalam keadaan yang demikian, dididik, dibesarkan, diberdayakan dan dikemungkinan untuk menjadi mandiri dan menemukan jati diri mereka. Mereka dibesarkan, diasuh, dididik, mereka adalah citra dan gambaran Tuhan yang sederajat dengan orang lain. Mereka mempunyai hak untuk mewujudkan jati diri mereka tapi proses itu dilakukan mesti dengan menghormati kemungkinan yang ada dalam diri mereka. Mereka sendiri harus ikut serta menentukan proses pemberdayaan yang dapat mereka jalani sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam diri mereka. Sesungguhnya itulah yang dimuat dalam motto atau filosofi dasar Karya Murni yaitu Venerate Vitam atau
Hormatilah Hidup.
D. Susunan Pengurus Panti Asuhan Karya Murni
Panti Asuhan Karya Murni merupakan lembaga social yang berada di bawah naungan Yayasan Seri Amal yang didirikan oleh Kongregasi Suster-suster Santo Yoseph. Karena itu, seluruh program pelayanan yang dilakukan oleh Panti Asuhan Karya Murni harus diketahui dan disetujui oleh Yayasan Seri Amal. Berikut adalah susunan pengurus dari Yayasan Seri Amal dan Panti Asuhan Karya Murni
E. Susunan Pengurus Yayasan Seri Amal :
Ketua : SUSTER IGNASIA SIMBOLON
Sekretaris : SUSTER RAYNELDA GULTOM
39
Bendahara : SUSTER ANASTASIA HARIANJA
Anggota : 1. LINUS RUMAHPEA
2. SARTONO SIMBOLON
3. TIMUR PANJAITAN
Moderator : PASTOR ANSELMUS MAHULAE
2. Susunan Pengurus Panti Asuhan Karya Murni
Ketua : SUSTER FLAVIANNA
Pengasuh : 1. SUSTER ANGELINA PANE
2. SUSTER-SUSTER PEMBIMBING/PEMBINA
40
41
64
BAB V
ANALISIS DATA
Pada Bab ini akan di sajikan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian terutama melalui kuesioner yang disebarkan oleh responden yang berjumlah 40 Orang yang berada di Panti Asuhan Krya Murni. Data-data yang dianalisis antara lain: karakteristik umum responden dan analisis penerapan prinsip-prinsip peksos dalam meningkatkan kesejahteraan penderita cacat netra di Panti Asuhan Karya Murni.
Karakteristik Umum Responden
Berikut ini akan di sajikan data-data tentang identitas responden yang meliputi jenis kelamin, umur, agama, suku bangsa, dan pendidikan responden
Tabel 10
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase ( %)
1. 2. Laki - laki Perempuan 21 19 52,5 47,5 Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Berdasarkan data table 10 di atas dapat dilihat bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 21 Orang (52,5%) dan responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 19 Orang (47,5%). Data ini menunjukkan bahwa yang mnjadi responden sebagian besar adalah laki-laki.
65
Tabel 11
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
No Umur Frekuensi Persentase ( %)
1. 2. 3. 4. 10 - 15 16 - 20 21 – 25 26 - 30 2 25 11 2 5 62,5 27,5 5 Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Dari data yang disajikan dari table 11 menunjukkan bahwa mayoritas responden berusia 16–20 tahun, yaitu sebanyak 25 Orang (62,5%). Kemudian diikuti oleh responden yang berusia 21–25 tahun, yaitu sebanyak 11 Orang (27,5%). Dan selanjutnya responden yang berumur 10-15 tahun yang berjumlah 2 Orang (5%). Data ini menunjukkan bahwa rata- rata responden merupakan remaja yang tergolong produktif dan merupakan sumber daya manusia yang potensial bagi bangsa dan Negara.
Tabel 12
66
Karakteristik Responden Berdasarkan Agama
No Umur Frekuensi Persentase ( %)
1. 2. 3. 4. 5. Islam Kristen Protestan Kristen Katolik Hindu Budha 1 5 33 0 1 2,5 12,5 82,5 0 2,5 Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Dari sajian data pada tabl 12 diterangkan bahwa yang menjadi responden pada penelitian ini mayoritas menganut agama Kristen katolik, yaitu sebanyak 33 Orang (82,5%). Kemudian diikuti oleh responden yang menganut agama Kristen Protestan, yaitu sebanyak 5 Orang (12,5%). Lalu diikuti oleh responden yang menganut agama islam yaitu 1 Orang (2,5%) dan Budha yng juga berjumlah 1 Orang (2,5%). Hal ini menunjukkan bahwa agama tidak menjadi halangan bagi Panti Asuhan Karya Murni untuk memberikan pelayanan kepada penderita cacat netra yang membutuhkan bantuan.
Tabel 13
Karakteristik Responden Berdasarkan Suku Bangsa
67
No Umur Frekuensi Persentase ( %)
1. 2. 3. 4. 5. Batak Jawa Nias Melayu Lain-lain 27 4 8 0 1 67,5 10 20 0 2,5 Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Pada tabel 13 diperlihatkan bahwa mayoritas responden berasal dari suku Batak yaitu sebanyak 27 Orang (67,5%). Dari suku Batak ini terbagi lagi atas suku Batak Tapanuli sebanyak 24 Orang (88,9%), dan suku Batak Karo sebanyak 3 Orang (11,1%). Lalu sebanyak 8 Orang (20%) berasal dri suku Nias, dan sebanyak 4 Orang (10%) berasal dari suku Jawa. Sementara yang termasuk kategori lain-lain sebanyak 1 Orang (2,5%) yaitu berasal dari Flores-NTT. Dari data ini dapat dilihat bahwa responden berasal dari berbagai suku bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa suku bangsa tidak menjadi hambatan bagi penderita cacat netra untuk mendapatkan bantuan dari Panti Asuhan Karya Murni.
Tabel 14
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase ( %)
68 1. 2. 3. SMPLB SMU Sederajat Perguruan Tinggi 21 15 4 52,5 37,5 10 Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 14 diketahui bahwa tingkat pendidikan mayoritas responden adalah Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) sebanyak 21 Orang (52,5%), diikuti responden dengan tingkat pendidikan SMU Sederajat sebanyak 15 Orang (37,5%) dan responden yang melanjutkan pendidikan ke tingkat Perguruang Tinggi sebanyak 4 Orang (10%).
Dalam penelitian ini diketahui bahwa responden yang masih aktif bersekolah berjumlah 37 Orang (92,5%), dengan perincian, 21 responden (56,8%) pendidikan SLTPLB, 12 responden (32,4%) pendidikan SMU Sederajat; dan 4 responden (10,8%) yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Dari responden yang melanjutkan ke SMU Sederajat, 10 responden bersekolah di SMU Cahaya-Hayam Wuruk, 2 responden bersekolah di SMK Katolik. Sedangkan responden yang melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi, 3 responden kuliah di UNIKA dan 1 responden kuliah di USU.
Responden yang tidak lagi bersekolah berjumlah 3 Orang (7,5%), mereka hanya bersekolah sampai tingkat SMU. Adapun alasan responden tidak lagi melanjutkan sekolah adalah karena tidak sanggup mengikuti pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi. Saat ini mereka sedang mengikuti kursus massage yang diadakan panti untuk mempersiapkan mereka agar dapat bekerja setelah tidak lagi berada di Panti. Dari data ini terlihat bahwa buta yang diderita oleh responden tidak menjadi hambatan bagi mereka untuk mengikuti pendidikan sama seperti orang normal lainnya.
69
Tabel 15
Tanggapan Responden tentang Prinsip Penerimaan
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase ( %)
1. 2. 3. Sangat Baik Baik Tidak Baik 40 0 0 100 0 0 Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Manusia merupakan sumber daya yang penting dalam pembangunan Nasional. Penderita cacat netra juga merupakan potensi yang sangat perlu diperhatikan, dalam hal ini penderita cacat netra harus mendapatkan perhatian sepenuhnya agar dikemudian hari mereka mampu menjadi manusia yang terampil, mandiri, berakhlak tinggi dan warga negara yang bertanggung jawab.
Untuk itu Panti Asuhan Karya Murni sebagai lembaga sosial yang membantu penderita cacat netra untuk dapat menciptakan sumber daya manusia yang potensial. Dari data yang disajikan pada tabel 15, diketahui bahwa seluruh responden yaitu sebanyak 40 Orang (100%) menjawab sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa Panti Asuhan Karya Murni menerima anak asuhan apa adanya artinya dalam kondisi cacat ataupun tidak dan dari latar belakang yang bermacam-macam.
Tabel 16
Tanggapan Responden tentang Tujuan Prinsip Penerimaan
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase ( %)
70 1. 2. 3. Sangat Baik Baik Tidak Baik 0 40 0 0 100 0 Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 16 ditunjukkan bahwa seluruh responden yaitu sebanyak 40 Orang (100%) menyatakan bahwa tujuan dari prinsip penerimaan yang diterapkan di Panti Asuhan Karya Murni “baik”. Hal ini berarti tujuan prinsip-prinsip peksos secara umum di Panti Asuhan Karya Murni sudah berjalan dengan baik, sehingga anak asuhan khususnya penderita cacat netra tidak lagi merasa minder karena kekurangan yang mereka miliki, mereka juga dapat hidup secara wajar.
Tabel 17
Tanggapan Responden tentang Prinsip Komunikasi
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase ( %)
1. 2. 3. Sangat Baik Baik Tidak Baik 25 15 0 62,5 37,5 0 Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Prinsip Komunikasi yang di terapkan di Panti Asuhan Karya Murni sudah berjalan dengan sangat baik, ini di tunjukkan pada tabel 17 mayoritas responden yaitu sebanyak 25 Orang (62,5%) menjawab bahwa prinsip komunikasi sangat baik, sedangkan responden yang mengatakan baik sebanyak 15 Orang (37,5%). Dalam hal ini Panti Asuhan Karya Murni
71
menerapkan prinsip komunikasi dengan di adakannya belajar bersama, bermain bersama, beribadah, dll.
Tabel 18
Tanggapan Responden tentang Tujuan Prinsip Komunikasi
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase ( %)
1. 2. 3. Sangat Baik Baik Tidak Baik 40 0 0 100 0 0 Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Melalui tabel 18 di atas dapat diketahui seluruh responden sebanyak 40 Orang (100%) menyatakan bahwa tujuan dari prinsip komunikasi ini sangat baik. Panti Asuhan Karya Murni sebagai lembaga social menginginkan bahwa setiap anak asuhan khususnya penderita cacat netra dapat berkomunikasi dengan baik kepada masyarakat luas.
Salah satu contoh nyata adalah penderita cacat netra yang mampu berpidato dengan menggunakan Bahasa Inggris dengan baik di hadapan masyarakat. Hal ini membuat penderita cacat netra lebih percaya diri dan mereka merasa bahwa kecacatan yang mereka miliki bukanlah menjadi suatu hambatan untuk berkomunikasi ataupun berprestasi. Dari data di atas bahwa tujuan dari prinsip komunikasi ini sangat baik dan berguna bagi penderita cacat netra.
Tabel 19
Tanggapan Responden tentang Prinsip Individualisasi
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase ( %)
72 1. 2. 3. Sangat Baik Baik Tidak Baik 40 0 0 100 0 0 Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Prinsip individualisasi yang diterapkan di Panti Asuhan Karya Murni yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan seperti les vocal, memasak, B.Inggris, massage. Kegiatan-kegiatan ini diikuti oleh seluruh penderita cacat netra sesuai dengan umur dan kemampuan mereka masing-masing. Oleh karena itu penderita cacat netra diberikan kebebasan untuk memilih kegiatan mana yang akan ditekuninya.
Dari tabel 19 diketahui bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 40 Orang (100%) menjawab sangat baik. Hal ini berarti prinsip penerimaan peksos yang diterapkan di Panti Asuhan Karya Murni sudah berjalan dengan sangat baik.
Tabel 20
Tanggapan Responden tentang Tujuan Prinsip Individualisasi
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase ( %)
1. 2. 3. Sangat Baik Baik Tidak Baik 40 0 0 100 0 0
73
Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Data pada tabel 20 menunjukkan bahwa seluruh responden yang berjumlah 40 Orang (100%) menyatakan bahwa tujuan dari prinsip individualisasi yang diterapkan di Panti Asuhan Karya Murni sangat baik. Adapun tujuan dari prinsip individualisasi bagi penderita cacat netra adalah untuk dapat meningkatkan kesejahteraan social yaitu dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan baik serta meningkatkan kemandirian penderita cacat netra dan tidak lagi bergantung kepada orang lain.
Tabel 21
Tanggapan Responden tentang Prinsip Partisipasi
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase ( %)
1. 2. 3. Sangat Baik Baik Tidak Baik 0 40 0 0 100 0 Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Berdasarkan table 21 dapat dilihat bahwa seluruh responden sebanyak 40 Orang(100%) menjawab baik, hal ini menunjukkan bahwa prinsip partisipasi yang diterapkan di Panti Asuhan Karya Murni berjalan dengan baik.
Tabel 22
Tanggapan Responden tentang Tujuan Prinsip Partisipasi
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase ( %)
74 1. 2. 3. Sangat Baik Baik Tidak Baik 0 40 0 0 100 0 Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Bedasarkan data pada tabel 22 diketahui bahwa responden yang berjumlah 40 Orang (100%) menyatakan bahwa tujuan dari prinsip partisipasi yang diterapkan di Panti Asuhan Karya Murni baik. Hal ini ditunjukkan dalam setiap kesempatan untuk mengikuti suatu perlombaan, penderita cacat netra mengikuti perlombaan sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.
Prestasi yang diraih oleh responden adalah suatu kebanggaan yang tak ternilai. Prestasi yang diraih responden ini ada yang diraih secara kelompok seperti prestasi dalam bidang olah vocal dengan mengikuti kejuaraan paduan suara, vocal grup, duet, band. Dan prestasi yang diraih secara pribadi seperti mengikuti kejuaraan vocal solo, memainkan alat musik, olah raga atletik dan catur. Ini menunjukkan bahwa penderita cacat netra juga mampu berprestasi. Kecacatan yang mereka miliki tidak menjadi hambatan bagi mereka untuk mengaktualisasikan diri mereka sesuai dengan bakt dan talenta yang mereka miliki. Dan yang sangat mereka butuhkan adalah kesabaran dan ketekunan suster-suster sebagai pekerja sosial.
Tabel 23
Tanggapan Responden tentang Prinsip Kerahasiaan
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase ( %)
1. 2. 3. Sangat Baik Baik Tidak Baik 0 25 15 0 62,5 37,5
75
Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Tabel 23 di atas disajikan tentang prinsip kerahasiaan di Panti Asuhan Karya Murni dapat dilihat bahwa 25 responden (62,5%) menjawab penerapan prinsip kerahasiaan di Panti Asuhan Karya Murni baik, sedangkan 15 responden (37,5%) menjawab tidak baik tentang penerapan prinsip kerahasiaan. Prinsip kerahasiaan ini dituangkan ke dengan merahasiakan identitas responden. Responden yang menjawab tidak baik umumnya tidak mengenal keluarga mereka, mereka masuk ke Panti Asuhan Karya Murni karena bencana alam yng menimpa mereka yaitu gempa dan tsunami. Alasannya adalah apabila keluarga mereka mencari mereka akan sulit untuk menemukan mereka.
Tabel 24
Tanggapan Responden tentang Tujuan Prinsip Kerahasiaan
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase ( %)
1. 2. 3. Sangat Baik Baik Tidak Baik 0 25 15 0 62,5 37,5 Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Dari tabel 24 menunjukkan bahwa 25 orang (62,5%) menyatakan baik tentang tujuan prinsip kerahasiaan, sedangkan 15 orang (37,5%) menyatakan tidak baik. Perlu diketahui
76
bahwa prinsip kerahasiaan ini dituangkan dengan merahasiakan identitas mereka tidak sembarangan orang mendapatkan identitas para penderita cacat netra, mereka harus mempinyai izin untuk mendapatkan identitas penderita cacat netra di Panti Asuhan Karya Murni.
Tabel 25
Tanggapan Responden tentang Prinsip Kesadaran diri Peksos
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase ( %)
1. 2. 3. Sangat Baik Baik Tidak Baik 0 40 0 0 100 0 Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Melalui tabel 25 diatas dapat diketahui bahwa seluruh responden yaitu sebanyak 40 orang (100%) menjawab baik tentang penerapan prinsip kesadaran diri peksos. Dalam hal ini yang menjadi peksos adalah suster-suster yang selalu sabar dan rajin memberikan pelajaran dan bimbingan kepada para penderita cacat netra. Responden menyatakan bahwa mereka beruntung bisa dibina dan dididik di Panti Asuhan Karya Murni ini. Mereka diajarkan tentang berbagai hal dan mereka dilatih untuk mandiri, sehingga kelak mereka dapat mengurus diri sendiri tanpa harus tergantung sepenuhnya dengan orang lain.
Tabel 26
Tanggapan Responden tentang Tujuan Prinsip Kesadaran diri Peksos
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase ( %)
77 1. 2. 3. Sangat Baik Baik Tidak Baik 0 40 0 0 100 0 Jumlah 40 100
Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Tabel 26 menunjukkan bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 40 orang (100%)