• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 ANALISIS DAMPAK PEMBANGUNAN SMELTER DI

4.4. Tabel Input-Output

Tabel Input-Output merupakan seperangkat sistem penyajian data statistik tentang transaksi barang dan jasa antarsektor ekonomi yang terjadi di suatu wilayah. Penyajian Tabel Input-Output dalam bentuk matriks, yaitu sistem penyajian data yang menggunakan dua dimensi, baris dan kolom. Isian sepanjang baris menunjukkan pengalokasian/ pendistribusian dari output yang dihasilkan suatu sektor dalam memenuhi permintaan antara oleh sektor lainnya dan permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam kegiatan produksinya (Mangiri, 2000a: 7-8).

Tabel Input-Output pada dasarnya berupa uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa, serta saling keterkaitan antarsektor yang satu dengan sektor lainnya, dalam suatu periode waktu tertentu. Dengan menggunakan Tabel Input-Output dapat dilihat bagaimana output dari suatu sektor ekonomi didistribusikan ke sektor-sektor lainnya, dan bagaimana pula suatu sektor memeperoleh input yang diperlukan dari sektor-sektor lainnya.

Penyajian Tabel Input-Output disajikan oleh Badan Pusat Statistik (2002:4) dengan ilustrasi sistem perekonomian terdiri atas tiga sektor produksi, yaitu sektor 1, 2, dan 3. Secara kerangka umum Tabel Input-Output untuk 3 sektor ditampilkan pada (Tabel 4.9).

Isian sepanjang baris memperlihatkan bagaimana output dari suatu sektor dialokasikan, yaitu sebagian untuk memenuhi permintaan antara dan sebagian lainnya untuk memenuhi permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor.

Tabel 4.9

Tabel Input-Output untuk Sistem Perekonomian dengan Tiga Sektor Produksi

Alokasi Output Permintaan Antara Permintaan Akhir Penyediaan Struktur

Input Sektor Produksi

1 2 3 Jumlah Output Input antar a Sektor Produks i 1 2 3 x11 x12 x13 x21 x22 x23 x31 x32 x33 F1 F2 F3 X1 X2 X3 Input Primer V1 V2 V3 Jumlah Input X1 X2 X3

Penyusunan Tabel Input-Output memerlukan asumsi-asumsi pokok untuk memudahkan dalam memahami, menyusun, dan menggunakan tabel tersebut. Penggunaan Tabel Input-Output dalam analisis tergantung pada asumsi dasar berikut ini:

(1) Asumsi keseragaman/homogenitas yang mensyaratkan bahwa tiap sektor memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input tunggal, dan tidak ada barang serupa atau substitusi yang dihasilkan oleh sektor lain.

(2) Asumsi kesebandingan/proporsionalitas yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi, hubungan antara input dengan output merupakan fungsi lurus (linier), yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu, naik atau turun, sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut.

(3) Asumsi penjumlahan/aditivitas, yaitu suatu asumsi yang menyebutkan bahwa efek total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan dari masing-masing sektor secara terpisah, dan merupakan penjumlahan dari efek masing-masing

kegiatan. Ini berarti bahwa di luar sistem input-output semua pengaruh dari luar diabaikan.

Asumsi-asumsi tersebut memberi implikasi bahwa Tabel Input-Output mempunyai keterbatasan, antara lain karena rasio input-output tetap konstan sepanjang periode analisis, produsen tak dapat menyesuaikan perubahan-perubahan input-nya atau mengubah prosesnya. Hubungan yang tetap ini berarti apabila suatu input diduakalikan akan menghasilkan output dua kali lipat juga. Asumsi semacam ini tidak meliput adanya perubahan teknologi atau produktivitas yang dapat terjadi dari waktu ke waktu. Walaupun mengandung keterbatasan, model input-output tetap merupakan alat analisis ekonomi yang lebih lengkap dan lebih komprehensif.

Salah satu keunggulan analisis dengan model input-output adalah dapat digunakan untuk mengetahui berapa jauh tingkat hubungan atau keterkaitan antara sektor produksi. Besarnya tingkat

keterkaitan ke depan (forward linkages), atau disebut juga dengan

daya penyebaran, dan tingkat keterkaitan ke belakang (backward

linkages), atau biasa disebut derajat kepekaan. Berdasarkan daya

penyebaran dan derajat kepekaan ini diturunkan pula indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan. Bahkan selama ini, para ahli telah menggunakan kedua indeks tersebut untuk menganalisis

dan menentukan sektor-sektor kunci (key sectors) dalam

pembangunan ekonomi sektor yang mempunyai daya penyebaran tinggi memberikan indikasi bahwa sektor tersebut mempunyai keterkaitan ke depan, atau daya dorong yang cukup kuat dibandingkan terhadap sektor yang lainnya. Sebaliknya, sektor yang mempunyai derajat kepekaan tinggi berarti sektor tersebut mempunyai ketergantungan (kepekaan) terhadap sektor lain juga tinggi.

4.4.1 Keterkaitan Ke Belakang (Backward Linkages)

Keterkaitan ke belakang menunjukkan akibat dari sektor tertentu terhadap sektor yang menggunakan outputnya sebagai input antara bagi sektor tersebut per unit kenaikan permintaan total (Budiharsono, 2001). Dengan kata lain, keterkaitan ke belakang suatu sektor menunjukkan keberadaan sektor tersebut sebagai pengguna output sektor lain. Semakin tinggi nilai keterkaitan ke belakang suatu sektor berarti sektor tersebut semakin dibutuhkan sebagai pengguna output sektor lain (Widodo, 2006). Di samping itu

adanya peningkatan output suatu sektor akan mendorong peningkatan output sektor lainnya, terutama bagi sektor yang outputnya digunakan sebagai input antara suatu sektor tersebut. Peningkatan output ini dapat melalui beberapa cara di antaranya peningkatan output sektor X akan meningkatkan permintaan input sektor X. Input sektor X ini ada yang berasal dari sektor sendiri, ada pula yang dari sektor perekonomian lainnya (misal sektor Y). Karena itu, jika ada peningkatan output sektor X, maka sektor X akan meminta input sektor Y lebih banyak daripada sebelumnya untuk digunakan dalam proses produksi sektor X. Adanya peningkatan permintaan input dari sektor X, berarti sektor Y harus ada peningkatan output, akibatnya akan meningkatkan permintaan input sektor Y ini. Adanya peningkatan permintaan input sektor Y berarti harus terjadi peningkatan output sektor lainnya lagi; begitu seterusnya yang terjadi dalam keterkaitan antarsektor perekonomian yang bersumber dari mekanisme penggunaan output sebagai input antara dalam proses produksi sektor perekonomian.

Berdasarkan penjelasan di atas, keterkaitan ke belakang sektor pertambangan nikel dan industri feronikel (smelter) di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Tabel 4.11. Kedua Tabel ini menunjukkan keterkaitan ke belakang sektor pertambangan nikel pada tahun 2006 mempunyai nilai keterkaitan rendah (di bawah rata-rata) dan berada pada posisi ke 17 dari 32 sektor perekonomian di Provinsi Sulawesi Tenggara, sedangkan industri feronikel dan besi (smelter) berada pada posisi ke 5 dengan nilai keterkaitan di atas rata-rata (1,207). Dengan demikian, sektor industri feronikel dan besi (smelter) mempunyai potensi yang relatif lebih tinggi dalam menghasilkan output dibanding sektor pertambangan nikel. Tingginya keterkaitan ke belakang sektor ini mengindikasikan ketergantungan yang relatif tinggi terhadap sektor perekonomian lainnya. Nilai keterkaitan sektor industri feronikel 1,207 berarti setiap kenaikan satu unit permintaan akhir output sektor ini akan menyebabkan kenaikan output sektor perekonomian lain yang terkait sebesar 1,207 unit. Begitu juga untuk untuk sektor pertambangan nikel.

Dilihat dari distribusi asal input yang diperoleh masing-masing sektor ekonomi, ternyata sebagian besar sektor pertambangan nikel diperoleh dari sektor pengilangan minyak, artinya sektor pertambangan nikel lebih banyak memanfaatkan output dari sektor pengilangan minyak sebagai input antara dalam

proses penambangan, yaitu Rp82,98 miliar (81%). Input antara untuk sektor industri feronikel sebagian besar diperoleh dari sektor pertambangan nikel (bijih nikel) sebagai bahan baku sebesar Rp319,27 miliar (53%) dan sektor pengilangan minyak sebesar Rp118,45 miliar (19%), sedangkan sektor lainnya yang mempunyai kontribusi input cukup besar adalah sektor jasa angkutan dan jasa komunikasi sebesar 8% dan sektor listrik sebesar 7%.

Berdasarkan nilai keterkaitan ke belakang tersebut, sektor industri feronikel merupakan sektor ekonomi cukup potensial di Provinsi Sulawesi Tenggara yang memberikan kontribusi dalam pengembangan sektor lainnya. Apabila potensi ini dikaitkan dengan kondisi ke depan, khususnya mengenai rencana pembangunan smelter untuk mengolah nikel di Sulawesi Tenggara yang diperkirakan selesai tahun 2017, maka dapat diperkirakan bahwa sektor industri feronikel akan sangat berpengaruh terhadap pengembangan sektor ekonomi di Provinsi Sulawesi Tenggara. 4.4.2. Keterkaitan Ke Depan (Forward Linkages)

Keterkaitan ke depan digunakan untuk menghitung total output yang tercipta akibat meningkatnya output suatu sektor perekonomian melalui mekanisme distribusi output dalam perekonomian. Peningkatan output produksi sektor X, tambahan output tersebut akan didistribusikan ke sektor produksi di perekonomian, termasuk sektor X sendiri. Jika terjadi peningkatan satu unit output sektor X, peningkatan output total di sektor perekonomian, yang melalui mekanisme output, ditunjukkan oleh penjumlahan baris dari matriks koefisien input (matriks A) (Widodo, 2006). Analisis keterkaitan ke depan ini juga dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar output suatu sektor diperlukan oleh sektor lain; atau mengukur akibat dari sektor tertentu terhadap sektor yang menyediakan output bagi sektor tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total (Budiharsono, 2001). Semakin tinggi keterkaitan ke depan suatu sektor, berarti semakin tinggi pula pengaruh sektor tersebut terhadap sektor perekonomian lainnya melalui mekanisme pemanfaatan output sektor tersebut untuk digunakan input bagi sektor perekonomian lainnya.

Berdasarkan nilai keterkaitan ke depan, sektor pertambangan nikel merupakan sektor yang output-nya sedikit dimanfaatkan oleh sektor perekonomian lain sebagai input produksi.

Sektor yang memanfaatkan output sektor ini adalah sektor industri feronikel sebesar Rp319,27 miliar (99,76%) dan sektor industri lainnya Rp 740,71 juta (0,24%). Besarnya indek derajat kepekaan atau keterkaitan ke depan hanya 0,909 (di bawah rata-rata) atau di bawah 1, yang artinya setiap peningkatan satu rupiah output sektor ini akan meningkatkan permintaan output sektor perekonomian sebesar Rp0,909. Berarti pula sektor ini mempunyai pengaruh kecil terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya. Sedangkan output sektor industri feronikel hanya digunakan oleh sektor konstruksi dan bangunan sebesar Rp6,722 miliar dan apabila dilihat dari indek derajat kepekaan hanya sebesar 0,742, yang artinya setiap peningkatan satu rupiah output sektor ini akan meningkatkan permintaan output sektor perekonomian sebesar Rp 0,742.

Rendahnya keterkaitan ke depan sektor pertambangan nikel disebabkan oleh sifat output sektor ini (berupa bijih nikel) dan hanya dapat dimanfaatkan oleh industri yang melakukan proses lanjutan (smelter), sehingga perkembangan sektor pertambangan nikel akan sangat tergantung pada perkembangan smelter. Begitu pula dengan keterkaitan ke depan sektor industri feronikel yang masih kecil disebabkan belum berkembangnya industri hilir di Provinsi Sulawesi Tenggara yang memanfaatkan output industri feronikel tersebut, atau sebagian besar output-nya diekspor.

Kriteria suatu sektor dikatakan sebagai sektor unggulan dapat dilihat dari kriteria sebagai berikut (Widodo, 2006):

1. Keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang dengan kriteria tinggi (di atas rata-rata). Suatu sektor yang memiliki nilai keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan tinggi dikategorikan sebagai sektor unggulan. Sektor pertambangan nikel mempunyai nilai keterkaitan rendah atau di bawah rata-rata, sehingga sektor ini tidak diklasifikasikan sebagai sektor unggulan. Sedangkan sektor industri feronikel mempunyai keterkaitan ke belakang tinggi dan keterkaitan ke depan rendah, sehingga sektor ini masih diklasifikasikan sebagai sektor yang potensial.

2. Berdasarkan angka pengganda, suatu sektor dapat digolongkan sebagai:

a. Sektor pemacu pertumbuhan ekonomi

Suatu sektor perekonomian yang memiliki angka pengganda output (semakin) tinggi merupakan sektor yang

berpotensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Output pengganda sektor pertambangan nikel sebesar 1.21 relatif tinggi tapi masih di bawah angka rata-rata (1,35), sedangkan untuk sektor industri feronikel angkanya cukup tinggi, yaitu 1,63; artinya, jika output sektor industri feronikel meningkat Rp100 juta, maka output perekonomian Sulawesi Tenggara akan meningkat Rp 163 juta.

b. Sektor pemacu pendapatan

Suatu sektor perekonomian yang memiliki angka pengganda pendapatan (semakin) tinggi merupakan sektor yang berpotensi untuk dapat meningkatkan pendapatan

daerah. Angka pengganda pendapatan sektor

pertambangan nikel dan sektor industri feronikel yang masing-masing sebesar 0,15 dan 0,14 masih di bawah angka rata-rata (0,26) artinya jika output kedua sektor ini meningkat Rp100 juta, maka pendapatan daerah di Sulawesi Tenggara akan meningkat Rp15 juta untuk sektor pertambangan nikel dan Rp14 juta untuk sektor industri feronikel.

c. Sektor penyerap tenaga kerja

Suatu sektor perekonomian yang memiliki angka pengganda tenaga kerja (semakin) tinggi merupakan sektor yang berpotensi untuk mendorong penciptaan peluang kerja baru dalam suatu perekonornian daerah. Angka pengganda tenaga kerja sektor pertambangan nikel adalah sebesar 0,006 dan sektor industri feronikel 0,051, artinya jika output meningkat Rp100 juta, maka pengganda dari sektor pertambangan nikel akan menyerap tenaga kerja di Sulawesi Tenggara sebanyak 600.000 orang dan untuk sektor industri feronikel akan menyerap 5.000.000 orang.

Tabel 4.10.

Transaksi atas Dasar Harga Pembeli, 32 Sektor (juta rupiah)

Kode S e k t o r Kode 13 Kode 19 Kode 180

1 Padi 0.00 0.00 405,494.55

2 Jagung 0.00 0.00 14,137.34

3 Umbi-umbian,Kacang-kacangan & Sayur-sayuran 0.00 0.00 42,170.62

4 Buah-buahan 0.00 0.00 11,222.98

5 Jambu mete 0.00 0.00 10,724.54

6 Kakao 0.00 0.00 18,454.82

7 Tanaman Perkebunan Lainnya 0.00 0.00 11,692.89

8 Ternak dan Hasil-hasilnya 0.00 0.00 85,145.79

9 Unggas & Hasil-hasilnya 0.00 0.00 34,077.85

10 Kayu 0.00 0.00 58,589.51

11 Hasil Hutan Lainnya 0.00 0.00 16,727.34

12 Perikanan Darat dan laut 0.00 0.00 276,865.77

13 Nikel 0.00 319,270.06 320,010.77

14 Aspal 0.00 0.00 5,004.94

15 Penggalian Lainnya 2,656.28 11,626.73 268,018.43

16 Pengilangan Minyak 82,987.08 118,451.30 896,878.94

17 Industri Makanan dan Minuman & Tembakau 0.00 0.00 442,338.57

18 Industri Tekstil, Kayu, Kertas, Pupuk, Semen, dll 207.46 3,478.93 809,663.08

19 Industri Feronikel dan Besi/baja lainnya 0.00 0.00 6,722.34

20 Industri Lainnya 4,681.10 0.00 1,419,335.65

21 Listrik 592.21 45,786.81 94,794.41

22 Air Bersih 52.93 91.46 3,509.95

23 Konstruksi/Bangunan 1,951.10 16,995.55 189,956.34

24 Jasa Perdagangan & Jasa Pemerintahan 0.00 0.00 0.00

25 Jasa Perhotelan dan Restoran 98.80 5,049.01 49,098.27

26 Jasa Angkutan dan Jasa Komunikasi 5,904.58 50,881.74 620,296.33

27 Bank dan Lembaga Keuangan lainnya 1,543.70 5,839.65 119,440.74

28 Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 1,335.55 20,743.84 278,523.50

29 Jasa Pendidikan, Kesehatan & Kemasy. Sosial 2.25 0.00 1,792.92

30 Jasa Hiburan, Rekreasi & Kebudayaan Swasta 0.00 0.00 873.51

31 Jasa Perorangan dan Rumahtangga 412.75 0.00 62,296.44

190 Jumlah Input Antara 102,425.79 598,215.07 6,573,859.15

201 Upah dan gaji 66,224.52 110,998.93 4,885,388.70

202 Surplus Usaha 262,883.20 339,915.10 8,599,395.04

203 Penyusutan 46,779.37 135,100.70 997,855.31

204 Pajak Tak Langsung Neto 36,311.86 48,440.86 787,659.89

209 Nilai Tambah Bruto 412,198.95 634,455.59 15,270,298.94

Tabel 4.10.

Transaksi atas Dasar Harga Pembeli, 32 Sektor (juta rupiah)

Kode S e k t o r Kode 13 Kode 19 Kode 180

1 Padi 0.00 0.00 405,494.55

2 Jagung 0.00 0.00 14,137.34

3 Umbi-umbian,Kacang-kacangan & Sayur-sayuran 0.00 0.00 42,170.62

4 Buah-buahan 0.00 0.00 11,222.98

5 Jambu mete 0.00 0.00 10,724.54

6 Kakao 0.00 0.00 18,454.82

7 Tanaman Perkebunan Lainnya 0.00 0.00 11,692.89

8 Ternak dan Hasil-hasilnya 0.00 0.00 85,145.79

9 Unggas & Hasil-hasilnya 0.00 0.00 34,077.85

10 Kayu 0.00 0.00 58,589.51

11 Hasil Hutan Lainnya 0.00 0.00 16,727.34

12 Perikanan Darat dan laut 0.00 0.00 276,865.77

13 Nikel 0.00 319,270.06 320,010.77

14 Aspal 0.00 0.00 5,004.94

15 Penggalian Lainnya 2,656.28 11,626.73 268,018.43

16 Pengilangan Minyak 82,987.08 118,451.30 896,878.94

17 Industri Makanan dan Minuman & Tembakau 0.00 0.00 442,338.57

18 Industri Tekstil, Kayu, Kertas, Pupuk, Semen, dll 207.46 3,478.93 809,663.08

19 Industri Feronikel dan Besi/baja lainnya 0.00 0.00 6,722.34

20 Industri Lainnya 4,681.10 0.00 1,419,335.65

21 Listrik 592.21 45,786.81 94,794.41

22 Air Bersih 52.93 91.46 3,509.95

23 Konstruksi/Bangunan 1,951.10 16,995.55 189,956.34

24 Jasa Perdagangan & Jasa Pemerintahan 0.00 0.00 0.00

25 Jasa Perhotelan dan Restoran 98.80 5,049.01 49,098.27

26 Jasa Angkutan dan Jasa Komunikasi 5,904.58 50,881.74 620,296.33

27 Bank dan Lembaga Keuangan lainnya 1,543.70 5,839.65 119,440.74

28 Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 1,335.55 20,743.84 278,523.50

29 Jasa Pendidikan, Kesehatan & Kemasy. Sosial 2.25 0.00 1,792.92

30 Jasa Hiburan, Rekreasi & Kebudayaan Swasta 0.00 0.00 873.51

31 Jasa Perorangan dan Rumahtangga 412.75 0.00 62,296.44

190 Jumlah Input Antara 102,425.79 598,215.07 6,573,859.15

201 Upah dan gaji 66,224.52 110,998.93 4,885,388.70

202 Surplus Usaha 262,883.20 339,915.10 8,599,395.04

203 Penyusutan 46,779.37 135,100.70 997,855.31

204 Pajak Tak Langsung Neto 36,311.86 48,440.86 787,659.89

209 Nilai Tambah Bruto 412,198.95 634,455.59 15,270,298.94 210 Jumlah Input 514,624.74 1,232,670.66 21,844,158.09

Tabel 4.11.

Keterkaitan ke Belakang dan Keterkaitan Ke Depan

Kode S e k t o r Multiplier Output Backward Linkage Forward Linkage

1 Padi 1.120733 0.829674 1.253994

2 Jagung 1.157530 0.856915 0.768168

3 Umbi-umbian, Kacang-kacangan, dan Sayur-sayuran 1.117007 0.826916 0.798755

4 Buah-buahan 1.092200 0.808552 0.784827

5 Jambu mete 1.068497 0.791004 0.752776

6 Kakao 1.144979 0.847623 0.755700

7 Tanaman Perkebunan Lainnya 1.094843 0.810508 0.750990

8 Ternak dan Hasil-hasilnya 1.104102 0.817362 0.945124

9 Unggas & Hasil-hasilnya 1.133126 0.838849 0.865308

10 Kayu 1.192251 0.882618 0.879755

11 Hasil Hutan Lainnya 1.200857 0.888990 0.797143

12 Perikanan Darat dan laut 1.386958 1.026760 0.977764

13 Nikel 1.219847 0.903048 0.909824

14 Aspal 1.523221 1.127634 0.743395

15 Penggalian Lainnya 1.151655 0.852566 0.867508

16 Pengilangan Minyak 1.000000 0.740296 1.514622

17 Industri Makanan dan Minuman & Tembakau 1.840865 1.362785 1.037253

18 Industri Tekstil, Kayu, Kertas, Pupuk, Semen, & sejenisnya 1.627620 1.204920 1.551699

19 Industri Feronikel dan Besi/baja lainnya 1.630989 1.207415 0.742093

20 Industri Lainnya 1.593943 1.179990 1.630670

21 Listrik 1.606169 1.189041 0.878207

22 Air Bersih 1.587861 1.175487 0.767285

23 Konstruksi/Bangunan 1.890457 1.399498 0.989509

24 Jasa Perdagangan 1.237011 0.915755 2.193461

25 Jasa Perhotelan dan Restoran 1.720581 1.273739 0.787052

26 Jasa Angkutan dan Jasa Komunikasi 1.598872 1.183639 1.884599

27 Bank dan Lembaga Keuangan lainnya 1.124735 0.832637 0.941289

28 Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 1.165701 0.862964 1.084336

29 Jasa Pemerintahan 1.374203 1.017317 0.740296

30 Jasa Pendidikan, Kesehatan & Kemasyarakatan Sosial 1.555633 1.151629 0.748985

31 Jasa Hiburan, Rekreasi & Kebudayaan Swasta 1.671720 1.237568 0.758642

32 Jasa Perorangan dan Rumahtangga 1.291778 0.956298 0.898970

4.5. Kebutuhan Nikel dan Kondisi Perekonomian Tahun 2006

Dokumen terkait