• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ulangan Ciri Fisik Hari ke-1 % Hari ke-2 % Hari ke-3 % Hari ke-4 % Hari ke-5 % Hari ke-6 % Hari ke-7 %

U1

Kesegaran Segar 100 Segar 30 Layu 40 Layu 30 Layu 5 Mengkerut 100 Mengkerut 100

Layu 70 Mengkerut 60 Mengkerut 70 Mengkerut 95

Warna

Hijau 100 Hijau 75 Hijau 20 Hijau 10 Hijau 5 Hitam 90 Hitam 100

Kuning 25 Kuning 80 Kuning 85 Kuning 20 Kuning 10

Hitam 5 Hitam 75

U2

Kesegaran Segar 100 Segar 20 Layu 45 Layu 20 Mengkerut 90 Mengkerut 95 Mengkerut 100

Layu 80 Mengkerut 55 Mengkerut 80 Layu 10 Layu 5

Warna

Hijau 100 Hijau 90 Hijau 45 Hijau 20 Hijau 5 Hitam 95 Hitam 100

Kuning 10 Kuning 50 Kuning 70 Kuning 40 Kuning 5

Hitam 5 Hitam 10 Hitam 55

5

PEMBAHASAN

Pengendalian gulma di Sekunyir Estate pada umumnya telah dilaksanakan dengan baik. Rekapitulasi pengendalian gulma di Sekunyir Estate ditampilkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Rekapitulasi Sistem Pengelolaan Gulma di Perkebunan Kelapa Sawit Sekunyir Estate

No Tindakan Penilaian

Selalu Sering Jarang Tidak 1 Pengendalian gulma

a. Pengorganisasian X

b. Pelaksanaan pekerjaan X

2 Analisis target dan realisasi pada pengendalian gulma secara kimia

a. Pengendalian gulma pada piringan dan TPH X b. Pengendalian gulma pada gawangan dan pasar

rintis X

c. Pengendalian alang-alang X

3 Analisis target dan realisasi pada pengendalian gulma secara mekanis

a. Pengendalian gulma dengan manual pada

gawangan X

b. Pengendalian gulma dengan mesin pemotong

rumput pada TPH X

4 Analisis Vegetasi X

5 Pengamatan Asystasia intrusa X

Pengorganisasian pengendalian gulma secara kimia dan mekanis telah terbentuk dengan baik, dimana telah dibuat pembagian tugas dan wewenang mulai dari manajer sampai dengan karyawan. Pihak yang terlibat telah melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan baik. Sehingga pelaksanaan pengendalian gulma berjalan baik.

Target pengendalian gulma secara kimia pada TPH dan piringan sering berbeda dengan realisasinya yang ditampilkan pada Tabel 7. Realisasi pemakaian tenaga kerja lebih rendah 10 % dari target. Hal tersebut diakibatkan areal Sekunyir Estate yang datar sehingga memudahkan pergerakan tenaga kerja.

Realisasi penggunaan herbisida Audit lebih rendah 15 % dari target, sedangkan penggunaan herbisida Starane lebih tinggi 47.7 % dari target. Hal tersebut diakibatkan oleh perubahan konsentrasi herbisida Audit dan starane dalam herbisida campuran. Gulma berdaun lebar khususnya Asystasia intrusa, Ageratum conyzoides, dan Borreria alata menjadi lebih tahan terhadap konsentrasi herbisida Starane yang telah ditetapkan karena penggunaan herbisida yang sama secara terus menerus, sedangkan gulma memiliki gen ketahanan. Akan tetapi gulma berdaun sempit khususnya Centotheca lappacea, Axonopus compressus, dan Cyrtococcum acrescens dapat mati dengan konsentrasi herbisida Audit lebih rendah dari yang ditetapkan. Sehingga mandor menaikan konsentrasi herbisida Starane 0.04 % - 0.09 % dan menurunkan konsentrasi herbisida Audit 0.15 % - 0.2 %.

Target pengendalian gulma pada gawangan dan pasar rintis secara kimia sering berbeda dengan realisasinya seperti yang ditampilkan pada Tabel 8. Realisasi pemakaian herbisida Starane lebih rendah 28.9 % dari target. Hal tersebut diakibatkan sasaran pengendalian gulma tersebut adalah gulma berdaun lebar khususnya Asystasia intrusa, Ageratum conyzoides, dan Borreria alata. Sehingga pengendalian gulma yang dilakukan adalah spot weeding. Kanopi kelapa sawit yang semakin tertutup menyebabkan kerapatan gulma berdaun lebar semakin rendah. Realisasi penggunaan tenaga kerja lebih rendah 33.3 % dari target. Hal tersebut diakibatkan oleh areal Sekunyir Estate yang datar serta gulma yang tumbuh sedikit sehingga memudahkan dan mempercepat pergerakan tenaga kerja.

Realisasi pengendalian alang-alang secara kimia tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Hal tersebut diakibatkan karena tidak ada pengendalian alang-alang secara khusus. Pertumbuhan alang-alang di Sekunyir Estate sedikit, karena kanopi tanaman kelapa sawit semakin rapat.

Target pengendalian gulma pada gawangan secara manual jarang sesuai dengan realisasinya yang ditampilkan pada Tabel 9. Realisasi pemakaian tenaga kerja lebih besar 89 % dari target. Hal tersebut diakibatkan oleh gulma berkayu khususnya Ficus sp yang telah tumbuh besar karena telat dalam melakukan pengendalian gulma. Tenaga kerja yang digunakan sebagian besar merupakan

54

tenaga kerja perempuan yang tenaganya terbatas. Sehingga luas areal yang mampu dikerjakan oleh pekerja lebih kecil dari target yang telah ditetapkan.

Realisasi pemakaian tenaga kerja pada pengendalian gulma gawangan secara kimia lebih kecil 89.4 % daripada secara manual, dimana pengendalian gulma pada gawangan secara kimia adalah 0.2 HK/ha sedangkan secara manual 1.89 HK/ha.

Target pengendalian gulma pada TPH dengan mesin pemotong rumput sering berbeda dengan realisasinya seperti yang ditampilkan pada Tabel 10. Realisasi pemakaian tenaga kerja lebih besar 5 % dari target. Hal tersebut diakibatkan karena jarak antar TPH yang berjauhan sehingga memerlukan waktu untuk berpindah tempat. Realisasi penggunaan bensin dan oli lebih rendah dari target 33.7 % untuk bensin dan 33.3 % untuk oli. Hal tersebut diakibatkan rumput yang tumbuh pada TPH tidak merata dan gundul akibat ternaungi oleh pelepah, sehingga areal yang dipotong rumputnya sedikit.

Sekunyir Estate tidak melakukan analisis vegetasi untuk mengetahui gulma yang tumbuh dominan pada setiap tahun tanamnya. Berdasarkan Tabel 11 menunjukan bahwa komposisi gulma yang tumbuh dominan pada setiap tahun tanamnya mengalami perubahan. Gulma yang tumbuh dominan pada tahun tanam 1995 - 1992 (TM 15 - 18) adalah Centotheca lappacea, Cyrtococcum acrescens, Axonopus compressus, Ageratum conyzoides, Asystasia intrusa, dan Borreria alata. Sedangkan gulma yang tumbuh dominan pada tahun tanam 2005 (TM 5) dan 2007 (TBM 3) adalah Asystasia intrusa, Ageratum conyzoides, Borreria alata, Phyllathus niruri, Emilia sonchifolia, dan Digitaria adscendens.

Centotheca lappacea merupakan gulma yang tumbuh dominan pada tahun tanam 1995 - 1992 (TM 15 - 18) dengan nilai Summed Dominance Ratio (SDR) tertinggi 12.06 % pada tahun tanam 1992 (TM 18). Hal tersebut diakibatkan Centotheca lappacea tergolong tumbuhan C3 yang resisten terhadap naungan. Menurut Soerjandono (2004) jenis gulma berdaun sempit memiliki perakaran yang melekat kuat pada tanah dan sangat kompetitif dan efisien dalam menyerap unsur hara dibandingkan jenis gulma berdaun lebar. Asystasia intrusa merupakan gulma yang tumbuh dominan pada tahun tanam 2007 (TBM 3) dan 2005 (TM 5) dengan nilai SDR tertinggi 16.36 % pada tahun tanam 2007 (TBM 3).

Menurut Prawirosukarto et al. (2005) Asystasia intrusa pada areal yang terbuka akan lebih banyak menghasilkan organ generatif, sedangkan pada areal yang ternaung lebih banyak menghasilkan organ vegetatif. Asystasia intrusa berkembang biak melalui biji dan tunas pada ruas batang. Menurut Lee (1984) Asystasia intrusa tergolong jenis gulma jahat (noxius weed) karena sekalinya populasi terbangun pada suatu lokasi akan sulit dikendalikan karena kemampuannya menghasilkan biji dalam jumlah banyak.

Jenis gulma rumput dominansinya semakin bertambah seiring dengan semakin bertambahnya usia tanaman kelapa sawit, sedangkan gulma berdaun lebar dominansinya semakin bertambah seiring dengan semakin mudanya usia tanaman kelapa sawit. Pemakaian herbisida harus disesuaikan dengan dominansi gulma yang tumbuh dominan. Herbisida Audit dosis untuk setiap hektarnya harus meningkat seiring dengan semakin bertambahnya usia tanaman kelapa sawit, sedangkan herbisida Starane dosis untuk setiap hektarnya bertambah seiring dengan semakin mudanya usia tanaman kelapa sawit.

Sekunyir Estate masih jarang dalam melakukan pengamatan terhadap Asystasia intrusa. Asystasia intrusa mati setelah 1 MSA (minggu setelah aplikasi) penyemprotan herbisida Audit dan Starane. Sekunyir Estate melakukan pengendalian Asystasia intrusa pada fase generatif setelah terbentuknya biji. Biji Asystasia intrusa yang telah terjatuh ke tanah akan tumbuh kembali setelah 4 MSA yang merupakan new growth, sehingga perkembangbiakan Asystasia intrusa tinggi kembali. Menurut Prawirosukarto et al. (2005) biji Asystasia intrusa mampu tumbuh dalam waktu 30 hari dengan viabilitas 85 %. Sedangkan tunas pada ruas batang akan mampu tumbuh setelah tunas tersebut menyentuh tanah.

Pertumbuhan kembali Asystasia intrusa diikuti oleh gulma Cleome rutidosperma. Menurut Nurjannah (2003) setelah aplikasi herbisida dapat terjadi pergeseran gulma yang tumbuh. Hal tersebut diakibatkan dari biji gulma yang dorman di dalam tanah yang akan tumbuh ketika lingkungannya sesuai. Ketika Asystasia intrusa mati semua maka sinar matahari yang masuk ke tanah intensitasnya akan meningkat. Sehingga dapat mengakibatkan biji yang dorman dapat tumbuh. Sehingga merubah status Asystasia intrusa dari noxious weeds menjadi soft weeds.

56

Dokumen terkait