• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

8 Tabel Silang

Tabel 4.23 Tabel Silang Sikap Perawat dengan Keterampilan Heimlich Manuver

dalam Kesiapsiagaan Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan akibat Bencana Alam di Wilayah Dinas Kesehatan Kab. Aceh

Tamiang Tahun 2013 Sikap Keterampilan Heimlich M Total Tdk Terampil Terampil N % n % N % a.Positif b.Negatif 12 6 36,4 85,7 21 1 63,6 14,3 33 7 100 100 Jumlah 18 45,0 22 55,0 40 100

Berdasarkan tabel 4.23 menunjukkan dari 33 responden yang bersikap positif 63,6% terampil dan 36,4% tidak terampil, dan dari 7 responden yang bersikap negatif 85,7% tidak terampil dan 14,3% terampil.

4.5.9. Tabel Silang Sikap dengan Keterampilan Resusitasi Jantung Paru

Tabel 4.24 Tabel Silang Sikap Perawat dengan Keterampilan Resusitasi Jantung Paru dalam Kesiapsiagaan Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem

Pernapasan akibat Bencana Alam di Wilayah Dinas Kesehatan Kab. Aceh Tamiang Tahun 2013 Sikap Keterampilan RJP Total Tdk Terampil Terampil N % n % N % a. Positif b. Negatif 15 6 45,5 85,7 18 1 54,5 14,3 33 7 100 100 Jumlah 21 52,5 19 47,5 40 100

Berdarkan tabel 4.24 menunjukkan dari 33 responden yang bersikap positif 54,5% terampil dan 45,5% tidak terampil, dan dari 7 responden yang bersikap negatif 85,7% tidak terampil dan 14,3% terampil.

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Kesiapsiagaan Perawat Berdasarkan Pengetahuan dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat yang terlibat dalam tim penanggulangan bencana di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Aceh Tamiang mayoritas memiliki pengetahuan yang baik yaitu 65,0%, sedangkan yang memiliki pengetahuan sedang 20,0%, hanya 15% responden yang memiliki pengetahuan kurang, berdasarkan skor jawaban responden manyoritas perawat pengetahuannya baik yaitu 78%. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar Tim Penanggulangan Bencana di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Aceh Tamiang telah memiliki pengetahuan yang baik tentang konsep – konsep penanggulangan kasus kegawatdaratan sistem pernapasan yang merupakan elemen terpenting dalam kesiapsiagaan.

Berdasarkan hasil tabel silang, umumnya yang berpegetahuan baik adalah berpendidikan tinggi dan pernah mengikuti pelatihan, dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa yang berpendidikan S1 Keperawatan 100% pengetahuannya baik dan yang berpendidikan D – III Keperawatan 63,6% pengetahuannya baik, sedangkan yang mengikuti pelatihan BTCLS 100% pengetetahuannya baik, Sedang pada katagori umur, jenis kelamin, dan masa kerja tidak ada perbedaan persentasi yang signifikan dari masing – masing katagori tersebut, hasil penelitian menunjukkan umumnya semua karakteristik responden berdasarkan katagori umur, jenis kelamin

dan masa kerja berpengetahuan baik. Sedangkan hasil penelitian tentang pendidikan dan pelatihan diatas menunjukkan bahwa pendidikan tinggi dan mengikuti pelatihan dapat mendukung meningkat pengetahuan perawat, ini artinya semangkin tinggi pendidikan dan adanya pelatihan akan semangkin baik pula pengetahuan seseorang.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Gultom (2012) tentang hubungan pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru dalam menghadapi bencana banjir di Kecamatan Medan Maimun, bahwa manyoritas responden yang berpendidikan tinggi dan pernah mengikuti pelatihan pengetahuannya baik tentang kesiapsiagaan.

Hasil penelitian ini tentunya sangat selaras dengan kompetensi yang diharapkan kepada perawat gawat darurat yang bekerja di Puskesmas, dimana seorang perawat gawat darurat harus memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang baik sehingga mampu melaksanakan pelayanan kegawatdarutan dengan baik pula. Pengetahuan merupakan dasar utama dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan yang sifatnya teoritis dan patofisiologis. Seorang perawat pelaksana penanggulangan kegawatdaruratan sistem pernapasan harus benar – benar paham tentang teori bagaimana cara penilaian jalan napas, membuka dan membebaskan jalan napas, membersihkan jalan napas dan bagaimana memberikan napas buatan.

Dalam penanggulangan kegawatdarutan, kesiapan pengetahuan merupakan hal yang utama sebagai parameter pertama faktor kritis kesiapsiagaan. Pengetahuan teoritis dan patofisiologis berbagai gangguan sistem pernapasan sangat membantu dalam melakukan prosedur tindakan keperawatan. Seorang perawat gawat darurat

bukan sekedar tahu tentang kasus – kasus kegawatdaruratan, tapi juga harus memahami dan menjelaskan secara benar terhadap prosedur tindakan yang akan dilakukan. Pengetahuan menjadi fokus utama terkait dengan persiapan menghadapi tanggap darurat bencana alam, non alam maupun bencana campuran. Kesiapan pengetahuan sangat diperlukan guna untuk membantu memperbaiki perilaku (sikap) dan tindakan (keterampilan) seseorang, dan kesiapan pengetahuan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan menjadi hal yang sangat utama bagi seorang petugas yang memberikan pelayanan kegawatdaruratan, agar senantiasa pengetahuan yang dimiliki meningkat dan teruji. Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan menempuh pendidikan yang lebih tinggi dan sesuai (linier), artinya seorang perawat SPK harus melanjutkan pendidikan ke D – III Keperawatan, S1 Keperawatan dan seterusnya, begitu juga halnya dengan pelatihan, harus sesuai dengan kompetensi yang diharapkan sebagai seorang perawat gawat darurat, pelatihan yang sesuai seperti : pelatihan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT), pelatihan Satuan Penanggulangan Bencana (SATGANA), pelatihan Basic Life Support (BLS) dan pelatihan Basic Trauma/Cardio Life Support (BTCLS).

5.2 Kesiapsiagaan Perawat Berdasarkan Sikap dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap perawat tentang kesiapsiagaan dalam penanggulangan bencana di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Aceh Tamiang mayoritas memiliki sikap yang positif yaitu 82,5%, hanya 17,5%

yang masih memiliki sikap yang negatif, berdasarkan skor jawaban responden umumnya perawat bersikap positif yaitu 77,5%, ini artinya sebagian besar perawat yang tergabung dalam tim penanggulangan bencana di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Aceh Tamiang telah memiliki keyakinan, kepercayaan, emosional dan tindakan yang benar dan bersikap positif tentang prinsip – prinsip penanggulangan kasus kegawatdaratan sistem pernapasan.

Hasil tabel silang menggambarkan manyoritas responden yang bersikap positif adalah berumur 30 – 39 tahun yaitu 94,1%, usia 20 – 29 tahun 84,6%, ini menunjukkan bahwa perawat yang bersikap positif lebih banyak pada usia produktif yaitu 20 – 39 tahun, berdasarkan jenis kelamin manyoritas yang bersikap positif adalah perempuan yaitu 92,9% sedangkan laki – laki 76,9%. Hasil penelitian ini sejalan dengan studi – studi psikologis yang menyatakan bahawa perempuan lebih peka dan mematuhi wewenang serta memiliki pengharapan untuk sukses yang lebih tinggi dibandingkan laki – laki, tetapi perbedaan itu kecil, kita mengamsumsikan bahwa tidak ada perbedaan berarti dalam kesiapsiagaan antara laki – laki dan perempuan.

Hasil penelitian juga menunjukkan, berpendidikan tinggi, mengikuti pelatihan sikapnya lebih positif dibandikan dengan responden yang berpendidikan rendah dan tidak mengikuti pelatihan, dari hasil penelitian terlihat bahwa 100% responden yang berpendidikan S1 Keperawatan bersikap positif dan 81,8% yang berpendidikan D – III Keperawatan bersikap positif, begitu juga dengan pelatihan 100% responden yang mengikuti pelatihan BTCLS bersikap positif dan 91,7% yang mengikuti pelatihan

BLS bersikap positif. Sedangkan responden yang berpengetahuan baik bersikap positif bersikap positif adalah 92,3%. Pengetahuan yang baik dan pendidikan tinggi, serta mengikuti pelatihan cenderung akan membuat seseorang bersikap positif.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Gultom (2012) tentang pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru dalam menghadapi bencana banjir di Kecamatan Medan Maimun, bahwa manyoritas responden yang berpendidikan tinggi, mengikuti pelatihan dan pengetahuan yang baik sikapnya positif .

Dalam kesiapsiagaan bencana sikap merupakan domain yang sangat penting bagi setiap perawat pelaksana terutama dalam melaksanakan tugas sabagai tim penanggulangan bencana. Sikap yang positif dalam melaksanakan tugas cenderung akan meningkatkan kualitas pelayanan kegawatdarutan di lokasi bencana, dan begitu juga sebaliknya sikap negatif cenderung akan menurunkan kualitas pelayanan, dalam dalam penanganan kasus – kasus kegawatdaruratan tentunya sangat berbahaya dan dapat menyebabkan korban meninggal yang seharusnya bisa diselamatkan. Sikap secara nyata menunjukkan reaksi terhadap stimulasi tertentu dalam kehidupan sehari – hari. Meningkatkan pengetahuan dan sikap dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, kursus, seminar dan lain sebagainya, dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan memegang peranan yang sangat penting, pengetahuan yang baik akan membuat sesorang lebih bersikap positif dalam melakukan suatu pekerjaan dan mengambil suatu keputusan.Menumbuhkan sikap positif merupakan hal terpenting dalam kesiapsiagaan bencana, seseorang yang bersikap positif akan merespon dengan

cepat dan mengerjakan tugas dengan baik serta bertanggung jawab terhadap apa yang diamanahkan kepadanya.

5.3 Kesiapsiagaan Perawat Berdasarkan Keterampilan Heimlich Manuver dan Resusitasi Jantung Paru dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya perawat terampil dalam melakukan tindakan Heimlich Manuver yaitu 55,0% dan 45,0% terampil melakukan Resusitasi Jantung Paru, berdasarkan skor jawaban responden manyoritas perawat terampil melakukan Heimlich Manuver yaitu 83%, dan berdasarkan skor jawaban responden untuk Resusitasi Jantung Paru manyoritas perawat juga terampil yaitu 86,5%. Ini menggambarkan bahwa umumnya perawat yang terlibat dalam tim penanggulangan bencana di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang terampil melakukan prosedur tindakan Heimlich Manuver dan Resusitasi Jantung Paru yang merupakan elemen yang paling utama dalam memberikan pertolongan kepada korban yang mengalami gangguan sistem pernapasan.

Hasil penelitian pada tabel silang tergambar bahwa responden yang terampil melakukan Heimlich Manuver adalah usia 30 – 39 tahun yaitu 82,4% dan 75,5% untuk Resusitasi Jatung Paru, ini menunjukkan bahwa umumnya perawat yang terampil melakukan prosedur Heimlich Manuver dan Resusitasi Jantung paru berada pada usia produktif, sedangkan pada katagori pendidikan yang terampil adalah berpendidikan S1 Keperawatan yaitu 100%, sedangkan masa kerja yang dominan terampil adalah 11 – 15 tahun yaitu 75,0% pada Heimlich Manuver dan 50,0% pada

RJP, sedangkan untuk pelatihan manyoritas yang terampil dalam melakukan kedua prosedur tindakan tersebut adalah yang mengikuti pelatihan BTCLS 80,0% dan BLS 83,3% yaitu terampil melakukan Heimlich Manuver sedangkan yang terampil melakukan RJP adalah yang mengikuti pelatihan BTCLS 80,0% dan BLS 75,0%, ini artinya perawat yang jarang mengasah keterampilannya dan tidak mengikuti pelatihan membuat perawat tersebut tidak terampil, berdasarkan pengetahuan dan sikap, umumnya yang terampil adalah berpengetahuan baik dan bersikap positif.

Keterampilan berhubungan erat dengan karakteristik individu itu sendiri, berdasarkan umur yang lebih terampil adalah yang berusia produktif, usia yang produktif dapat meningkatkan semangat, motivasi dan kemampuan yang tinggi dibandikangkan dengan usia tua atau muda, berdasarkan masa kerja yang lebih terampil adalah yang masa kerjanya 11 – 15 tahun, hal ini dapat terjadi mengingat dapat masa kerja berhubungan dengan pengalaman kerja yang tentunya berperan secara dominan pada perawat tersebut dalam melakukan pekerjaannya sehari hari, tetapi bukan berarti bahwa pengalaman yang dimiliki oleh perawat selalu dapat dipergunakan dalam melaksanakan tugas, hal ini selalu dipengaruhi oleh perubahan – perubahan dan perkembangakan yang selalu terjadi. Perawat yang banyak pengalamannyapun tetap memerlukan tambahan pendidikan dan pelatihan. Pendidikan tinggi juga akan meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, bila pendidikan yang ditempuh sesuai dengan jalur atau kompetensi lulusan yang diharapkan, maka seseorang akan terampil dibidang yang mereka pelajari, bila seseorang ingin memberikan pelayanan kegawatdaruratan secara professional,

tentunya orang tersebut harus kuliah di fakultas kedokteran atau fakultas keperawatan/kebidanan kerena hanya di fakultas tesebut mempelajari tentang materi kegawatdaruratan. Peningkatan kemampuan dan keterampilan dapat dilakukan melalui pelatihan, pelatihan yang dilakukan secara kontinyu akan membuat seseorang terampil.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Dewi (2010) tentang kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di provinsi DKI Jakarta yang hasil diperoleh bahwa manyoritas yang memiliki kesiapan adalah yang berumur diatas 30 tahun, berpendidikan tinggi, masa kerja diatas 5 tahun serta sering mengikuti pelatihan.

Perawat yang memberikan pelayanan bencana, khusus kegawatdarutan dituntut terampil dan professional serta memiliki kompetensi khusus dalam hal penanganan kasus – kasus kegawatdaruratan. Selain pengetahuan yang baik dan sikap yang positif, perawat gawat darurat juga dituntut harus memiliki keterampilan. Keterampilan adalah suatu yang dimiliki oleh seseorang untuk melaksaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya (Gordon, 1988). Bila seorang perawat terampil dalam melakukan suatu prosedur tindakan, tentu akan dapat mengerjakan suatu pekerjaan dengan mudah, efektif, dan efesien, serta professional. Peningkatan keterampilan dapat lakukan melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan sehingga seorang perawat pelaksana benar – benar terasah kemampuannya dalam melakukan Heimlich Manuver dan Resusitasi Jantung Paru,

sesuai hasil penelitian bahwa orang berpendikan tinggi dan mengikuti pelatihan lebih terampil dibandingkan dengan yang tidak mengikuti pelatihan.

Peningkatan keterampilan merupakan strategi yang diarahkan untuk meningkatkan efesiensi, efektivitas dan sikap tanggap dalam menghadapi bencana.

5.4. Kesiapsiagaan Perawat dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan Akibat Bencana

Kesiapsiagaan merupakan salah satu dari proses manajemen bencana, kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa (LIPI-UNESCO/ISDR, 2009). Fase kesiapsiagaan perawat dalam manajemen gawat darurat bencana adalah fase dilakukan persiapan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang baik oleh perawat guna untuk menjalan peran dan fungsinya sebagai perawat gawat darurat.

Berdasarkan hasil penelitian tentang kesiapsiagaan perawat berdasarkan gabungan variabel pengetahuan dan sikap, menunjukkan bahwa sebagian besar responden kesiapsiagaannya baik yaitu 65,0%, sedangkan kurang hanya 10,0%, berdasarkan gabungan keterampilan Heimlich Manuver dan Resusitasi Jantung Paru, manyoritas responden kesiapsiagaannya kurang yaitu 60,0%, umumnya responden yang memiliki kesiapsiagaan pengetahuan dan sikapnya baik adalah yang berada pada usia produktif yaitu umur 20 – 29 tahun 69,2% dan umur 30 – 39 tahun 76,5%, berdasarkan jenis kelamin, tidak terdapat perbedaan antara laki – laki dan perempuan, dan manyoritas kesiapsiapsiagaannya baik, sedangkan katagori pendidikan responden yang kesiapsiagaannya baik adalah S1 Keperawatan yaitu 100% dan D –

III keperawatan 63,6%, untuk masa kerja perawat yang kesiapsiagaannya baik adalah responden yang masa kerja 11 – 15 tahun yaitu 100% masa kerja 0 – 5 tahun yaitu 80,0%, sedangkan pada katagori mengikuti pelatihan, responden yang memiliki kesiapsiagaan baik adalah yang pernah mengikuti pelatihan BTCLS yaitu 100,0% dan yang mengikuti pelatihan BLS 66,7%. Berdasarkan kesiapsiagaan keterampilan Heimlich Manuver dan Resusitasi Jatung Paru, kesiapsiagaan yang baik sangat dipengaruhi oleh pendidikan perawat tersebut, umumnya pendidikan tinggi lebih baik kesiapsiagaannya dibandingkan dengan pendidikan rendah, ( S1 Keperawatan 100% dan D – III keperawatan 63,6% kesiapsiagaannya baik), begitu pula halnya dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan. ( BLS 66,7% dan BTCLS 80,0% kesiapsiagaannya baik), pendidikan, mengikuti pelatihan mempengaruhi kesiapsiagaan perawat dalam memberikan pelayanan Kegawatdaruratan Sistem pernapasan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Dewi (2010) tentang kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di provinsi DKI Jakarta yang hasil diperoleh secara signifikan adanya pendidikan dan mengikuti pelatihan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan.

Kesiapsiagaan dalam menghadapi darurat bencana, terutama persiapan dalam memberikan pelayanan Kegawatdaruratan Sistem pernapasan dituntut seluruh perawat pelaksana yang terlibat secara langsung harus professional dan memiliki kesiapsiagaan yang sangat baik, sehingga tidak berdampak terhadap korban bencana,

kesalahan sekecil apapun bisa berakibat fatal dan menyebabkan kecacatan dan korban meninggal, oleh karena itu diharapkan petugas yang memberikan pertolongan Kegawatdaruratan Sistem pernapasan harus benar – benar siap baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Perawat yang bertugas dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratanharus professional dalam mengkaji dan menetapkan masalah, merencanakan tindakan keperawatan berdasarkan rasionalisasi (teoritis) dan melaksakan prosedur tindakan sesuai dengan SOP serta mampu mengevaluasi dari semua proses asuhan keperawatan yang dilakukan.

Untuk terwujudnya kesiapsiagaan yang sangat baik, perlu ditingkatnya kompetensi perawat gawat darurat (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi perawat yang berkesinambungan tentang kegawatdaruratan seperti : pendidikan/seminar tentang Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu/Gawat Darurat Sehari – hari, pelatihan BLS dan BTCLS serta simulasi/gladi yang berhubungan dengan penanganan kasus kegawaatdaruratan dilapangan. Pendidikan dan pelatihan serta simulasi dan gladi merupakan bentuk kesiapsiagan yang sangat baik, semangkin sering individu mengikuti pendidikan dan pelatihan maka akan semangkin meningkatkan kesiapsiagaan individu tersebut.

Pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan akan sangat membantu guna untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat, sehingga kesiapannya akan benar – benar teruji dengan sangat baik.

Berdasarkan hasil penelitian, manyoritas perawat masih berpendidikan D – III Keperawatan yaitu 85,0% dan belum mengikuti pelatihan tentang kegawatdaruratan

yaitu 57,5%, ini tentu sangat mempengaruhi sekali terhadap pelayanan yang akan diberikan oleh perawat Brigade Siaga Bencana, karena belum semua perawat tersebut memilki kesiapan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan.

Hasil wawancara terhadap 40 responden, mayoritas responden sangat mengharapkan adanya perhatian dari Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang, khususnya Dinas Kesehatan untuk memprogramkan pendidikan dan pelatihan tentang kegawatdaruratan secara berkesimbungan, seperti : SPGDT, BLS, BTCLS dan lain sebagainya bagi seluruh perawat yang bertugas dalam tim penanggulangan bencana di Puskesmas, mengingat Indonesia, khususnya Aceh adalah daerah yang sangat rawan terhadap bencana, maka sangat dibutuhkan tenaga perawat yang professional yang senantiasa siap memberikan pelayanan secara efektif dan efesian.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa :

1. Pengetahuan, sikap, dan keterampilan merupakan bagian dari kesiapsiagaan perawat dalam memberikan pelayanan kegawatdarutan sistem pernapasan. Dari tiga domain kesiapsiagaan tersebut, mayoritas perawat berpengetahuan baik, bersikap positif, namun masih banyak yang belum terampil melakukan prosedur Heimlich Manuver dan Resusitasi Jatung Paru.

2. Kesiapsiagaan perawat yang terdiri dari komponen pengetahuan, sikap dan keterampilan (Heimlich Manuver dan Resusitasi Jantung Paru) dalam memberikan pelayanan Kegawatdaruratan Sistem pernapasan akibat bencana di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang mayoritas baik, akan tetapi dalam kesiapsiagaan bencana khusus dalam penanganan kasus kegawatdaruratan diperlukan kesiapsiagaan dalam baik, baik pengetahuan, sikap maupun keterampilan guna untuk menghindari dan mencegah terjadinya kecacatan, komplikasi (kondisi lebih buruk) dan korban meninggal akibat salah penanganan korban.

6.2. Saran

1. Pihak Pimpinan Puskesmas maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang agar meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan tenaga kesehatan terutama perawat yang bertugas dalam penanggulangan bencana melalui pendidikan dan pelatihan kegawatdarutan guna mengotimalkan kesiapsiagaan perawat yang bertugas dipuskesmas.

2. Mengingat Wilayah Kabupaten Tamiang merupakan daearah yang rawan terhadap bencana, maka diperlukan kesiapsiagaan yang baik dari semua elemen yang terlibat dalam penanggulangan bencana, khususnya kesiapsiagaan dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratanpada saat tanggap darurat bencana sehingga kecacatan dan korban meninggal dapat dimenimalkan. Kesiapsiagan dapat ditingkatkan dengan kegiatan simulasi/gladi, pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan.

3. Perawat yang terlibat di Brigade Siaga Bencana harus memilki kompetensi khusus yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (PGDT), Basic Life Support (BLS) dan Basic Trauma/Cardio Life Support (BTCLS).

DAFTAR PUSTAKA

Aryani, R. dkk. 2009. Prosedur Klinik Keperawatan pada Mata Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : TIM

BNPB. 2011. Panduan Perencanaan Kontijensi Menghadapi Bencana. Edisi Kedua. Jakarta : BNPB.

http://www.anneahira.com

Cahanar, P. 2005. Bencana Gempa dan Tsunami. Jakarta : Kompas

Depkes RI. 2007. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana. Jakarta : Departemen Penanggulangan Krisis Kesehatan

_________. 2008. Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dalam Pengembangan Desa Siaga. Jakarta : PPSDM Kesehatan

_________. 2006. Pedoman Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana. Jakarta : PPSDM Kesehatan

Depsos RI. 2009. Studi Evaluatif Tentang Penanggulangan Bencana Alam. Jakarta : Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial.

Dewi,R.N.W, 2010, Kesiapsiagaan Sumber Daya Kesehatan dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan akibat Bencana Banjir di Provinsi DKI Jakarta. Thesis Ekawati, 2005. Gempa dan Tsunami Nanggroe : Jakarta : Kompas

IDEP. 2007. Panduan Umum Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat. Edisi Kedua. Bali : Yayasan IDEP.

_____. 2007. Panduan Kecil Pertolongan Pertama Gawat Darurat. Edisi Pertama. Bali : Yayasan IDEP

Gultom, A.B, 2012, Pengaruh Pengetahuan dan Sikap terhadap Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan Puskesmas Kampung Baru dalam Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun. Thesis

Krisanty. dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat, Jakarta : Trans Info Media

Mubarak,W.I,dkk. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Mengajar dalam Pendidikan. Edisi Pertama.Yogyakarta : Graha Ilmu.

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nusa Medika

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Cetakan Pertama. Jakarta : Rinika Cifta.

____________. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Renika Cifta Nursalam dan Effendi,F. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba

Medika.

Priambodo, S.A. 2009. Panduan Praktis Menghadapi Bencana. Yogyakarta : Kanisius Purwadianto, A dan Sampuna, B. 2013.Kedaruratan Medik. Edisi Revisi. Jakarta :

Binarupa Aksara.

Purwono, D. 2006. Banjir di Jakarta. Dalam Tempo 20/1/06 hlm. 28

Potter and Porry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi Keempat. Jakarta : EGC.

Rahayu, dkk. 2009. Pedoman Kesiapsiaagaan Menghadapi Bencana Alam. Jakarta : Binarupa Aksara.

Riwidikdo, H. 2008. Statistik Kesehatan Belajar Mudah Tehnik Analisis Data dalam Penelitian Kesehatan (Plus Aplikasi Sofware SPSS). Jogyakarta : Mitra Cendikia Pres.

Setiadi, 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu Setiohaji

http://Setiohaji.blogspot.com

Sukandarrumidi. 2010. Bencana Alam dan Bencana Anthtropogene. Yogyakarta : Kanisius

Suliha, U. dkk. 2001. Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC Sunyoto, D. 2012. Validitas dan Reliabilitas Asumsi Klasik untuk Kesehatan.

Supriyantoro, 2011. Kepmenkes dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu dan Bencana. diakses tanggal 12 Januari 2013. dari http://buk.depkes.go.id

Sutrisno,E. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama. Jakarta : Kencana

Syafrudin & Fratidhina. 2009. Promosi Kesehatan untuk mahasiswi Kebidanan. Jakarta : CV Trans Info Media.

Thygerson, A.dkk. 2011. Pertolongan Pertama. Edisi Kelima. Jakarta : EGC Undang – Undang No. 24 Tahun 2007. Tentang Penanggulanagn Bencana

Zailani. dkk. 2009. Keperawatan Bencana : Banda Aceh : Forum Keperawatan Bencana

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,

Bapak/Ibu ……….. Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan,

Nama : Ajmain

N I M : 11703210

Akan mengadakan penelitian tentang “Analisis Kesiapsiagaan Perawat dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang”. Untuk itu saya mohon kesedian Bapak/Ibu untuk berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini. Segala hal yang bersifat rahasia akan saya rahasiakan dan saya gunakan hanya untuk kepentingan penelitian.

Apabila Bapak/Ibu bersedia menjadi responden, maka saya bermohon untuk

Dokumen terkait