• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bencana Alam

2.1.1. Defensi Bencana Alam

Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana dapat disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan serius pada masyarakat sehingga menyebabkan korban jiwa serta kerugian yang meluas pada kehidupan manusia baik dari segi materi, ekonomi maupun lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi menggunakan sumber daya yang dimiliki (IDEP, 2007). Berdasarkan penyebabnya, bencana dapat dikatagorikan menjadi tiga, yaitu bencana alam, bencana sosial dan bencana campuran.

Bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh kejadian – kejadian alamiah, seperti gempa bumi, tsunami, gunung berapi, dan angin topan. (IDEP, 2007) Menurut UU No. 24 Tahun 2007, bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan

tanah longsor (UU No. 24 Tahun 2007). Menurut Priambido (2009) bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh perubahan kondisi alamiah alam semesta (angin : topan, badai, putting beliuang; tanah : banjir, tsunami, kekeringan, perembesan air tanah; api : kebakaran, letusan gunung api). Bencana alam juga didefenisikan sebagai peristiwa yang terjadi akibat kerusakan atau ancaman ekosistem dan terjadi kelebihan kapasitas yang terkena dampaknya. Dapat dijumpai terputusnya alat penunjang kehidupan (lifeline) dan tidak berfungsinya institusi medis (Zailani. Dkk, 2009)

2.1.2. Klasifikasi Bencana Alam

Klasifikasi bencana alam berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Bencana Alam Geologis

Bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal dari dalam bumi (gaya endogen). Yang termasuk dalam bencana alam geologis adalah gempa bumi, letusan gunung berapi, dan tsunami.

2. Bencana Alam Klimatologis

Bencana alam klimatologis merupakan bencana alam yang disebabkan oleh faktor angin dan hujan. Contoh bencana alam klimatologis adalah banjir, badai, banjir bandang, angin puting beliung, kekeringan, dan kebakaran alami hutan (bukan oleh manusia).

Gerakan tanah (longsor) termasuk juga bencana alam, walaupun pemicu utamanya adalah faktor klimatologis (hujan), tetapi gejala awalnya dimulai dari kondisi geologis (jenis dan karakteristik tanah serta batuan dan sebagainya). 3. Bencana Alam Ekstra-Terestrial

Bencana alam ekstra-terestrial adalah bencana alam yang terjadi di luar angkasa, contoh : hantaman/impact meteor. Bila hantaman benda-benda langit mengenai permukaan bumi maka akan menimbulkan bencana alam yang dahsyat bagi penduduk bumi (Ekawati, 2005)

2.1.3. Macam – macam Bencana Alam 2.1.3.1. Banjir

1. Pengertian Banjir

Banjir adalah bencana akibat curah hujan yang tinggi dengan tidak diimbangi dengan saluran pembuangan air yang memadai sehingga merendam wilayah-wilayah yang tidak dikehendaki oleh orang-orang yang ada di sana. Banjir bisa juga terjadi karena jebolnya sistem aliran air yang ada sehingga daerah yang rendah terkena dampak kiriman banjir (Purwono, 2006).

2. Penyebab Banjir

Menurut Priambodo (2009), secara umum, penyebab terjadinya banjir adalah sebagai berikut :

a.

c. Pembuangan sampah yang sembarangan, baik ke

d. Pembuatan

e. Pembuatan

f.

3. Masalah Kesehatan dan Kerugian yang Mungkin Timbul

Menurut Sukandarrumidi (2010), Apabila suatu wilayah permukiman dilanda banjir, beberapa masalah kesehatan yang mungkin dialami oleh masyarakat antara lain adalah :

a. Tengggelam

b. Gangguan pernapasan akibat masuknya air pada jalan napas

c. Penyakit diare, leptospirosis, dan gatal – gatal pada kulit akibat lingkungan yang tidak bersih.

d. Penyakit Malaria akibat terbentuknya genangan air yang mengundang nyamuk malaria.

e. Korban harta dan jiwa manusia

f. Munculnya penyakit yang tersebar melalui air

2.1.3.2. Gempa Bumi

1. Pengetian Gempa Bumi

Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, aktivitas gunung api atau runtuhan batuan. Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi

(pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba tiba (Cahanar, 2005). Priambodo (2009) mendefinisikan gempa bumi sebagai getaran sesaat, bersifat tidak menerus, akibat terjadinya pergeseran secara tiba-tiba pada kerak bumi. Pergeseran ini terjadi karena adanya sumber kekuatan (force) sebagai penyebabnya.

2. Penyebab Gempa Bumi

Menurut Primbodo (2009) gempa bumi disebabkan oleh :

a. Aktivitas tektonik, merupakan proses alamiah bumi yang disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik.

b. Aktivitas vulkanik, merupakan proses alamiah bumi yang disebabkan oleh aktivitas gunung api.

3. Masalah kesehatan dan bahaya yang sering timbul

Menurut Sukandarrumidi (2010), beberapa masalah kesehatan yang sering timbul mengikuti bahaya tektonik dan vulkanik adalah :

a. Keracunan makanan

b. Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) c. Gangguan pernapasan

d. Kematian dan luka

e. Penyakit psikis karna trauma

2.1.3.3. Tsunami

1. Defenisi Tsunami

Tsunami adalah ombak yang sangat besar yang menyapu daratan akibat adanya gempa bumi di laut, tumbukan benda besar/cepat di laut, angin ribut, dan

lain sebagainya (Rahayu, 2009). Menurut IDEP (2007) Tsunami adalah gelombang besar yang diakibatkan oleh pergeseran bumi di dasar laut.

2. Penyebab Tsunami

Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan

oleh gempa bumi dibawah laut (Cahanar, 2005) 3. Masalah kesehatan yang mungkin timbul.

Zailani. dkk (2009) mengatakan Tsunami mengakibatkan bangunan roboh. Reruntuhan bangunan yang menimpa manusia dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Tsunami juga dapat menimbulkan beberapa masalah kesehatan lainnya, antara lain :

a. Gangguan pernapasan b. Keracunan makanan

c. Korban meninggal akibat tenggelam

2.2 Kesiapsiagaan

2.2.1 Definisi Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna ( UU No. 24 Tahun 2007, BNPB, 2011, Depkes, 2007) Menurut IDEP (2007) Kesiapsiagaan (preparedness) adalah upaya untuk

memperkirakan kebutuhan dalam rangka menghadapi situasi kedaruratan dan mengidentifikasi kebutuhan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini bentujuan agar perawat mempunyai persiapan yang lebih baik untuk menghadapi bencana alam.

Menurut Depkes RI (2010), kesiapsiagaan dalam wilayah manajemen darurat dapat dinyatakan sebagai pernyataan kesediaan untuk berespon terhadap suatu bencana, krisis atau tipe situasi emergensi lainnya. Kesiapsiagaan bukan hanya pernyataan kesiapan tetapi juga suatu topik dimana didalamnya terdapat banyak aspek-aspek manajemen darurat.

Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana dan didalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadi bencana. Konsep kesiapsiagaan yang digunakan lebih ditekankan pada kemampuan untuk melakukan tindakan persiapan menghadapi kondisi darurat bencana secara cepat dan tepat (LIPI-UNESCO/ISDR dalam Rahayu, 2009).

Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Konsep kesiapsiagaan memiliki berbagai dimensi yang didukung oleh sejumlah aktifitas. Dimensi dari kesiapsiagaan mencakup berbagai tujuan atau pernyataan akhir bahwa kesiapsiagaan berusaha untuk dicapai. Kegiatan-kegiatan adalah tindakan-tindakan nyata yang perlu untuk diambil

dalam rangka menemukan tujuan-tujuan tersebut. Sumber-sumber bervariasi dalam hal bagaimana dimensi-dimensi tersebut dan aktifitas-aktifitas yang didefinisikan (IDEP, 2007).

Kesiapsiagaan (preparedness) menghadapi bencana alam adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi bencana sehingga tindakan yang dilakukan pada saat dan setelah terjadi bencana dilakukan secara tepat dan efektif (Zailaini. dkk, 2009). Tujuan khusus dari upaya kesiapsiagaan bencana adalah menjamin bahwa sistem, prosedur, dan sumber daya yang tepat siap ditempatnya masing-masing untuk memberikan bantuan yang efektif dan segera bagi korban bencana sehingga dapat mempermudah langkah-langkah pemulihan dan rehabilitasi layanan (Purwono, 2006). Kesiapsiagaan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana agar korban dan dampak bencana dapat diminimalkan. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan dalam upaya kesiapsiagaan adalah melakukan inventarisasi sumber daya yang siap dimobilisasi dan menyiapkan lokasi evakuasi (BNPB, 2011) Fase kesiapsiagaan bencana adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik dengan mikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian yang timbul akibat terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agar dapat melakukan kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana ( Zailani. Dkk, 2009).

2.2.2. Kesiapsiagaan Perawat 2.2.2.1. Perawat

Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia khusus tenaga kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pelayanan, perawat selalu mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan dan lingkungannya di mana pelayanan tersebut dilaksanakan (Potter dan Perry, 2005).

Nursalam (2007), mendefinisikan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia.

2.2.2.2. Peran dan Fungsi Perawat Gawat Darurat

Menurut Musliha (2009) adapun peran dan fungsi perawat gawat darurat adalah:

1. Melakukan triage, mengkaji dan menetapkan dalam spektrum yang lebih luas terhadap kondisi klinis pada berbagai keadaan yang bersifat mendadak mulai dari ancaman nyawa sampai kondisi kronis.

3. Memfasilitasi rujukan dalam rangka menyelesaikan masalah kegawatdaruratan. 4. Jika terjadi bencana, komunikasi kepada seluruh tim pelayanan gawat darurat

terkait, baik pelayanan pra rumah sakit, maupun intra rumah sakit.

2.2.2.3. Kompetensi Perawat Gawat Darurat

Berdasarkan peran dan fungsinya, perawat gawat darurat yang bekerja di puskemas maupun di rumah sakit harus memiliki kompetensi khusus, yang diperoleh melalui pelatihan Basic Trauma Life Support (BTLS) dan Basic Cardiology Life Support (BCLS) atau Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD), sedangkan perawat yang bekerja di puskesmas menimal harus memiliki kompetensi Basic Life Support (BLS). Kompetensi tersebut meliputi : pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus ditingkatkan dan dipelihara sehingga menjamin perawat dapat melaksanakan peran dan fungsi secara professional ( Musliha, 2009).

Kompetensi yang harus dimiliki perawat dalam penanggulangan Kegawatdaruratan Sistem pernapasan adalah :

1. Mengatasi obstruksi jalan napas 2. Membuka jalan napas

3. Memberi napas buatan

4. Melakukan resusitasi jantung paru (RJP) dengan didahului penilaian ABC kasi eksternal dan internal

2.2.3. Pelayanan Gawat Darurat

2.2.3.1. Konsep Pelayanan Gawat Darurat

Pelayanan gawat darurat merupakan salah satu komponen pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan/perawat pada saat tanggap darutat. Adapun tugas dan peran pada situasi tanggap darurat bencana adalah memberikan pelayanan kegawatdaruratandi tempat kejadian bencana sebelum korban di rujuk ke puskesmas maupun rumah sakit (Depkes, 2008). Menurut Setiohaji (2012) Pelayanan gawat darurat merupakan suatu program respon kedaruratan perawat/bidan untuk korban yang cedera atau sakit dan memerlukan perawatan yang medesak (Thygerson.dkk, 2011).

Pelayanan keperawatan gawat darurat adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metodologi keperawatan gawat darurat yang berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif ditujukan kepada klien/pasien yang mempunyai masalah aktual atau resiko yang disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau kecacatan yang mungkin terjadi.

Kegiatan pelayanan keperawatan gawat darurat menunjukkan keahlian dalam pengkajian pasien, setting prioritas, intervensi krisis, dan pendidikan kesehatan masyarakat (Krisyanti, dkk, 2011). Sebagai seorang perawat gawat darurat harus memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk menangani respon pasien pada

resusitasi, syok, trauma, ketidakstabilan multisystem dan kewatdaruratan yang mengancam jiwa laiannya.

Pelayanan gawat darurat dilokasi bencana dilakukan pada fase akut atau tanggap darurat, pelayanan diberikan langsung ditempat kejadian berupa pertolongan terhadap luka ( menghentikan perdarahan) dan evakuasi dari lokasi bahaya ke tempat yang aman dan memberikan pelayanan bantuan hidup dasar untuk menyelamatkan korban, masa pencarian dan penyelamatan pada pase akut adalah 48 jam (Zailani. Dkk, 2009).

Menurut Setiohaji (2012) Dalam kegawatdaruratandiperlukan 3 kesiapan, yaitu :

1. Siap mental, dalam arti bahwa ”emergency can not wait”. Setiap unsur yang terkait termasuk perawat harus menghayati bahwa aritmia dapat membawa kematian dalam 1 – 2 menit. Apnea atau penyumbatan jalan napas dapat mematikan dalam 3 menit.

2. Siap pengetahuan dan keterampilan. Perawat harus mempunyai bekal pengetahuan teoritis dan patofisiologi berbagai penyakit organ tubuh penting. Selain itu juga keterampilan manual untuk pertolongan pertama.

3. Siap alat dan obat. Pertolongan pasien gawat darurat tidak dapat dipisahkan dari penyediaan/logistik peralatan dan obat-obatan darurat.

Menurut Musliha (2010), persyaratan dan kesiapan yang harus dimiliki oleh perawat pelaksana gawat darurat adalah :

2. Beriijazah formal keperawatan dari semua tingkat pendidikan yang disahkan oleh pemerintah

3. Memiliki sertifikat pelatihan gawat darurat

4. Tanggap dan cekatan terhadap masalah yang dihadapi

2.2.3.2. Tujuan Pelayanan Gawat Darurat

Menurut Kriyanti,dkk (2011), Tujuan dari penanggulangan gawat darurat adalah :

1. Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat

2. Merujuk pasien gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih memadai

3. Penanggulangan korban bencana

2.2.3.3. Penatalaksanaan Gawat Darurat Sistem Pernapasan 2.2.3.3.1. Penilaian Jalan Napas

1. Jalan Napas yang Normal

Pada orang yang sadar dan dapat berbicara dengan suara yang jelas, dapat dianggap bahwa airway dalam keadaan baik, pada penderita yang tidak sadar penilaian airway dapat dilakukan dengan cara melihat, mendengar dan meraba.

Taruhlah kepala kita (pemeriksa) diatas mulut penderita, dengan melihat mering ke arah kaki penderita. Mata kita melihat naik turunnya dada penderita, pipi kita merasakan adanya hembusan udara dari mulut penderita. Telinga kita

mendengarkan apakah ada bunyi pernapasan. Cara ini kita lakukan selama 5 detik, dan lakukan hitungan : satu, dua, tiga, empat dan lima (Depkes RI, 2008)

Cara lain adalah dengan menaruh punggung tangan kita di depan hidung penderita untuk merasakan adanya hembusan udara.

2. Jalan Napas yang Tidak Normal

Pernapasan yang berbunyi berarti airway tersumbat, tetapi belum sepenuhnya (belum total), karena ada penyempitan pada airway maka timbul suara saat bernapas. Jenis – jenis bunyi yang dapat timbul adalah :

a. Mengorok (snoring), karena airway tersumbat oleh lidah atau jaringan – jaringan di tenggorokan. Perhatikan bahwa bunyi mengorok terutama terjadi saat mengeluarkan napas.

b. Bunyi kumur – kumur (gurgling), disebabkan adanya muntahan isi lambung, darah atau cairan lain yang mungkin ada di airway. Bunyi ini terjadi saat mengeluarkan dan menarik napas.

c. Stridor adalah suara yang keras dalam menarik napas (inspirasi), kemungkinan karena laring yang membengkak dan menyumbat airway bagian atas. Bisa juga karena tersumbat sebagian (parsial) oleh benda asing.

Pada penderita yang kesadarannya menurun, lidahnya dapat jatuh ke belakang dan menyumbat airway, kemudian timbul bunyi seperti mengorok. Usaha penderita untuk bernapas kemudian menghasilkan tekanan negatif yang menarik lidah, epiglotis atau keduanya kedalam tenggorokan. Apabila kemudian dilakukan pernapasan buatan, maka lidah akan bertambah jatuh ke belakang,

sehingga semangkin tersumbat, oleh karna itu apabila akan dilakukan pernapasan buatan, airway selalu harus tetap terbuka (Depkes RI, 2008)

Menurut Sampurna (2013) Pada orang dewasa yang airway tersebut sepenuhnya, warna kulit akan membiru (sianosis) lama kelamaan akan kehilangan kesadaran dan jatuh. Apabila tidak segera ditangani, penderita akan meninggal. Pada anak kecil, akan terlihat gelisah, berusaha bernapas tetapi sia – sia, kulit membiru, kehilangan kesadaran dan kemudian meninggal.

2.2.3.3.2. Membebaskan Jalan Napas (Airway)

Menurut AGD 118 (2012), untuk membebaskan jalan napas, terlebih dahulu harus diketahui sumbatan yang terjadi atau yang mungkin akan terjadi. Ada 2 (dua) cara yang umumnya digunakan untuk membebaskan jalan napas yaitu :

1. Dengan cara mendongakkan kepala (head-tilt) sambil mengangkat dagu (chin lift). Cara mendongakkan kepala sambil mengangkat dagu adalah cara utuk membuka airway pada penderita yang tidak cedera. Apabila penderita cedera jangan menggerakkan kepala tetapi dapat dilakukan dengan cara mengangkat dagu (chin- lift). Cara melakukannya adalah sebagai berikut :

a. Letakkan tangan kiri anda pada dahi korban (bila berada pada sisi kanan kepala korban)

b. Letakkan ujung jari telunjuk dengan jari tangan anda dari tangan kanan di bawah ujung dagu korban.

c. Angkat dagu ke atas pada saat yang sama tekan dahi ke bawah

2. Mendorong rahang bawah ke depan (jaw thrust)

Gerakan ini lebih aman dibandingkan cara head tilt dan chin lift, terutama pada korban dengan cedera, namun lebih sulit dan lebih melelahkan. Gerakan ini sekaligus dapat menstabilkan kepala.

Cara melakukannya :

a. Berlutut di bagian kepala korban, letakkan siku anda di atas permukaan dimana penderita berbaring. Letakkan tangan maisng masing disamping korban.

b. Pegang sudut bagian bawah rahang pada kedua sisinya. (jika penderita bayi atau anak, letakkan 2 atau 3 jari masing masing tangan pada sudut rahang). c. Gunakan gerakan mengangkat untuk menggerakkan rahang ke arah depan

dengan kedua tangan. Kedua tehnik tersebut diatas mendorong pangkal lidah ke depan, dan melepaskannya dari dinding belakang.

2.2.3.3.3. Membebaskan Jalan Napas (Airway) dari Sekret

Ada dua cara untuk membersihkan airway dari sekret/cairan. Dengan posisi miring dan sapuan jari. Tehnik – tehnik tersebut dapat dilakukan sendiri – sendiri, ataupun secara bersamaan, tergantung kondisi korban.

1. Posisi miring

Posisi ini digunakan pada penderita bukan trauma yang tidak sadar tetapi masih bernapas dengan baik. Cara ini tidak mungkin digunakan bila kita hendak melakukan pernapasan buatan atau kompresi jantung.

2. Sapuan jari

Muntah yang banyak atau benda padat yang ada dalam rongga mulut/faring dapat mengakibatkan kematian kerena airway tersebut.

Sapuan jari dilakukan hanya pada korban yang kesadarannya sama sekali hilang, karena kita akan memasukkan jari kedalam mulut korban. Sapuan jari dapat dilakukan sampai daerah faring, namun hal ini jangan dilakukan pada anak – anak, karena dapat mencederai faring yang lembut , selalu menggunakan sarung tangan ketika melakukan sapuan jari.

Cara melakukan sapuan jari pada korban yang tidak sadar, adalah :

a. Miringkan kepala korban kearah penolong (bila bukan korban cedera), posisi ini dapat mengalirkan/mengeluarkan benda asing, juga membantu pangkal lidah jatuh kebelakang tenggorokan.

b. Buka mulut korban dan lihat kedalam, jika terlihat cairan atau setengah cairan, tutuplah ujung jari telunjuk dan jari tengah anda dengan kain/kasa (jangan memakai sarung tangan)

c. Masukkan jari telunjuk anda dengan menelusuri bagian dalam pipi dan tenggorokan sampai di pangkal lidah (gunakan jari kelingking untuk bayi atau anak) lalu kait semua benda asing keluar. Jangan sampai anda mendorong benda lebih ke dalam tenggorokan korban.

2.2.3.3.4. Sumbatan Benda Asing pada Jalan Napas

Sumbatan jalan napas karena benda asing sangat berbahaya dalam harus dibersihkan karena apabila korban tidak dapat bernapas, anda tidak dapat memberikan pernapasan buatan.

Sumbatan jalan napas pada korban yang sadar dapat menyebabkan henti jantung. Pada sumbatan total, pernapasan akan berhenti karena benda asing tersebut menyumbat jalan napas sepenuhnya. Beberapa menit kemudian korban yang sadar akan menjadi tidak sadar (karena kekurangan oksigen) dan kematian akan terjadi jika sumbatan tidak diatasi. Sumbatan jalan napas yang paling sering ditemukan adalah disebabkan oleh makanan, penyebab umum lainnya gigi palsu yang lepas (Depkes RI, 2008)

Sumbatan benda asing pada jalan napas dapat parsial (sebagian) dan total. Pada sumbatan parsial korban masih dapat bernapas karena tidak sepenuhnya menyumbat pernapasan. Walaupun penderita tersebut mempunyai pertukaran udara yang bagus, kita tidak boleh meninggalkan korban dengan sumbatan parsial, karna bisa saja berubah menjadi sumbatan total (AGD 118, 2012)

Penatalaksanaan pra rujukan rumah sakit pada korban dengan sumbatan jalan napas dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Sumbatan parsial ( korban masih bernapas cukup baik)

Penderita dengan sumbatan parsial dapat diminta untuk batuk. Pada keadaan ini lakukan hal – hal sebagai berikut :

b. Jangan pernah meninggalkan korban sampai kita tahu pasti bahwa jalan napas korban sudah bersih.

c. Jika korban tidak dapat mengeluarkan benda sendiri mintalah pertolongan sesuai dengan prosedur rujukan pada SPGDT.

2. Sumbatan total (tidak dapat bernapas), atau parsial dengan pernapasan lemah (penderita masih sadar)

Pada keadaan ini harus dilakukan manuver dan heimlich atau dorongan perut (Abdominal thrusts) Tindakan heimlich akan mendorong diafragma dengan cepat keatas, dan juga memperkecil rongga toraks dengan cepat, sehingga terjadi semacam proses pengeluaran napas paksa yang kemudian diharapkan dapat mengeluarkan benda asing. Jangan lakukan pemukulan punggung (back blow) pada orang dewasa.

Tindakan heimlich dilakukan sebagai berikut :

a. Berdiri di belakang penderita dan peluklah dari belakang, selipkan satu lutut diantara ke dua tungkai korban. Hal ini akan membantu jatuh lebih perlahan apabila kehilangan kesadaran.

b. Kepalkan satu tangan dan letakkan di tengah perut di atas pusar tetap di bawah xifoid.

c. Letakkan tangan yang lain diatas kepalan tangan pertama d. Lakukan pendorongan perut (abdominal thrusts)

Hati – hati pada posisi anda, jika tidak benar atau anda terlalu cepat, anda dapat kehilangan keseimbangan dan jatuh menimpa korban. Jika posisi tangan

anda terlalu tinggi, anda dapat menyebabkan luka bagian dalam. Pada korban yang hamil dan sangat gemuk lakukan manuver ini dengan meletakkan kepalan tangan di tengah tulang dada korban dan lakukan hentakan dada (chest thrusts)

3. Orang dewasa, sumbatan airway total dan tidak sadar

Penderita tidak sadar seperti ini biasanya terjadi pada keadaan :

a. Sudah dilakukan tindakan heimlich tetapi tidak berasil, dan kemudian korban jatuh dan menjadi tidak sadar.

b. Penderita tidak sadar dan pada saat dilakukan pernapasan buatan, tiupan kita

Dokumen terkait