• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

5.1.3. Tabel Tabulasi Silang

Tabel 5.4. Tabulasi silang antara umur dengan status pekerjaan ibu

Umur

Pekerjaan

Total

Tidak bekerja Bekerja

didalam rumah Bekerja diluar rumah 20-25 Tahun 26-30 Tahun 31-35 Tahun 8(15,4%) 16(30,8%) 28(53,8%) 1(12,5%) 4(50%) 3(37,5%) 3(30%) 5(50%) 2(20%) 12(17,1%) 10(35,7%) 33(47,1%) Total 52(100%) 8(100%) 10(100%) 70(100%)

Berdasarkan data tabulasi silang antara umur dan status pekerjaan ibu, didapatkan bahwa ibu-ibu yang memberikan MP-ASI terlalu dini yang tidak bekerja mayoritas berumur 31-35 tahun yaitu 53,8 %, sedangkan ibu yang bekerja di dalam rumah mayoritas berumur 26-30 tahun yaitu 50 %, begitu juga dengan ibu yang bekerja di luar rumah mayoritas berumur 26-30 tahun yaitu 50 %.

Tabel 5.5. Tabulasi silang antara umur dengan tingkat pengetahuan ibu

Umur

Tingkat

Pengetahuan Total

Kurang Cukup Baik

20-25 Tahun 26-30 Tahun 31-35 Tahun 7(19,4%) 17(47,2%) 12(33,3%) 3(15,8%) 3(15,8%) 13(68,4%) 2(13,3%) 5(33,3%) 8(53,3%) 12(17,1%) 25(35,7%) 33(47,1%) Total 36(100%) 19(100%) 15(100%) 70(100%)

Berdasarkan data tabulasi silang antara umur dan tingkat pengetahuan ibu yang memberiakan MP-ASI terlalu dini, didapatkan bahwa mayoritas ibu dengan tingkat pengetahuan kurang berumur 26-30 tahun yaitu 17 orang (47,2%), sedangkan ibu dengan tingkat pengetahuan cukup mayoritas berumur 31-35 tahun yaitu 13 orang (68,4%), dan ibu dengan tingkat pengetahuan baik mayoritas berumur 31-35 tahun yaitu 8 orang (53,3%).

Tabel 5.6. Tabulasi silang antara status pekerjaan ibu dengan tingkat pengetahuan ibu

Status pekerjaan

Tingkat Pengetahuan

Total

Kurang Cukup Baik

Tidak bekerja Bekerja didalam rumah Bekerja diluar rumah 25(69,4%) 6(16,7%) 5(13,9%) 14(73,7%) 2(10,5%) 3(15,8%) 13(86,7%) 0 2(13,3%) 52(74,3%) 8(11,4%) 10(14,3%) Total 36(100%) 19(100%) 15(100%) 70(100%)

Berdasarkan tabel tabulasi silang antara status pekerjaan ibu dengan tingkat pengetahuan ibu yang memberikan MP-ASI terlalu dini, didapatkan bahwa ibu dengan tingkat pengetahuan kurang mayoritas tidak bekerja yaitu 25 orang ( 69,4%), begitu juga pada ibu dengan tingkat pengetahuan cukup mayoritas

5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada tabel 5.1, ditemukan

mayoritas ibu-ibu yang memberikan MP-ASI pada bayi mereka usia 0-6 bulan adalah berusia 31-35 tahun, yaitu sebanyak 33 orang (47,1%). Sedangkan yang berusia 26-30 tahun sebanyak 25 orang (25,7%) dan yang berusia 20-25 tahun sebanyak 12 orang (17,1%). Berdasarkan data sekunder yang didapat dari puskesmas, memang mayoritas ibu-ibu yang memiliki bayi 0-6 bulan berumur di antara 25-35 tahun. Namun, umur bukan lah faktor yang paling berpengaruh terhadap ibu dalam pemberian MP-ASI yang terlalu dini, selain umur pengetahuan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap ibu. Meskipun umur ibu yang diatas 30 tahun cenderung memiliki pengalaman terhadap anak sebelumnya dalam pemberian ASI, apabila dasar pengetahuan ibu dalam pemberian MP-ASI pada bayi yang benar masih kurang, ibu akan tetap cenderung salah dalam pemberian MP-ASI pada bayi nya. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Soedibyo ( 2007 ) di Unit Pediatri Rawat Jalan RSCM Jakarta dimana umur > 30 tahun mayoritas responden telah mempunyai lebih dari satu orang anak sehingga sudah punya pengalaman tentang pemberian makanan pendamping ASI sesuai dengan umur bayi dan tidak lagi memberikan makanan pendamping ASI kepada bayi 0-6 bulan tetapi hanya memberikan ASI saja sebagai makanan terbaik bagi bayi.

Pada tabel 5.2 diketahui bahwa ibu-ibu yang memberikan MP-ASI kepada bayi mereka yang berusia 0-6 bulan mayoritas tidak bekerja, yaitu sebanyak 52 orang (74,3%) dan hanya terdapat 10 orang (14,3%) ibu yang bekerja diluar rumah, sedangkan ibu-ibu yang bekerja di dalam rumah hanya 8 orang (11,4%). Tapi meskipun ibu tidak bekerja dan di rumah saja, ibu tidak memberikan ASI saja kepada bayi nya usia 0-6 bulan, tapi menambahkan makanan-makanan padat seperti pisang, beras tumbuk, biskuit. Dari data sekunder yang diperoleh dari pemerintah setempat, bahwa mayoritas penduduk Kecamatan Jorlang Hataran memiliki pekerjaan sebagai petani, begitu juga dengan ibu-ibu rumah tangga di daerah tersebut. Namun apabila ibu sedang mengandung atau sedang menyusui, ibu akan berhenti untuk sementara dari pekerjaan nya sebagai petani, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk mengasuh dan memberi makan bayinya. Namun, bukan berarti ibu memberikan ASI saja setiap kali ingin memberi makan bayi nya, tapi justru menambahkan makanan lain pada bayi nya setelah pemberian ASI. Status pekerjaan ibu yang tidak bekerja atau berada di rumah tidak dapat dijadikan sebagai acuan untuk memastikan bahwa ibu akan memberikan ASI saja pada bayi nya yang berusia 0-6 bulan, tapi adanya anggapan ibu yang salah atau pengaruh budaya setempat juga berpengaruh pada pemberian MP-ASI yang terlalu dini. Misalnya adanya anggapan ibu bahwa dengan memberikan makanan lain sebagai tambahan akan menigkatkan BB bayi, membuat bayi menjadi tidak cengeng, dan dapat menghindari bayi dari penyakit. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2000), tentang pemberian ASI eksklusif pada bayi dan hubungannya dengan tumbuh kembang anak pada keluarga miskin. Dimana lebih dari 50 % responden tidak bekerja, di rumah saja

namun tidak memberikan ASI saja pada bayi tetapi menambahnya dengan makanan padat seperti pisang, beras tumbuk, biskuit. Namun hal ini tidak sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa mayoritas ibu-ibu yang sedang menyusui yang bekerja di luar rumah, apalagi yang memiliki tempat bekerja jauh dari rumah akan membuat ibu tidak dapat menyusui bayinya dan cenderung mengganti ASI dengan makanan padat (Soedibyo, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, bahwa mayoritas ibu-ibu yang memberikan makanan pendamping ASI kepada bayi mereka yang berusia 0-6 bulan, memiliki tingkat pengetahuan kurang tentang pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan, yaitu sebanyak 36 orang (51,4%) dan hanya terdapat sebagian kecil ibu-ibu tersebut yang memiliki pengetahuan baik atau cukup tentang pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan, yaitu terdapat 19 orang (27,1%) yang memiliki pengetahuan cukup dan 15 orang (21,4%) yang memiliki pengetahuan baik. Jika dilihat dari data sekunder yang diperoleh dari pemerintah Kecamatan Jorlang Hataran, mayoritas penduduk Kecamtan Jorlang Hataran memiliki tingkat pendidikian tertinggi sampai tingkat SD. Menurut (Soedibyo, 2007), bahwa pendidikan memiliki peranan penting dalam menentukan kwalitas manusia dengan kata lain bahwa pendidikan ibu yang lebih tinggi akan membuat pemahaman yang lebih baik tentang pemberian makanan pada bayinya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Munawaroh (2006), bahwa ditemukan sebanyak 58,8 % responden memiliki tingkat pengetahuan kurang tentang pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai umur, dimana pada bayinya terdapat pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini.

Namun berdasarkan hasil penelitian, selain faktor-faktor diatas yang mempengaruhi ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI sesuai umur yaitu faktor pekerjaan, pengetahuan dan umur ibu, terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi ibu dalam pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan, yaitu ASI yang keluar hanya sedikit atau ASI tidak keluar sama sekali, adanya anggapan ibu yang salah tentang pemberian makanan tambahan kepada bayi yaitu anggapan supaya BB bayi lebih cepat bertambah, tidak mudah terkena penyakit, dan tidak cengeng. Padahal ASI telah mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi 0-6 bulan

untuk membangun dan penyediaan energi dalam susunan yang diperlukan. ASI tidak memberatkan fungsi traktus digestivus dan ginjal yang belum berfungsi dengan baik pada bayi yang baru lahir, serta menghasilkan pertumbuhan fisik yang optimum. Lagipula ASI memiliki berbagai zat anti infeksi, yang dapat menigkatkan sistem imun bayi (Pudjiadi, 2003).

BAB 6

Dokumen terkait