• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN

2. Tafsir Jalalain

}ْمِهْيَلِأ ْيِحْوُ ن ًلاَجِر الِّأ َكِلْبَ ق ْنِم آَنْل

ةكئلاملا

}ِرْكِّذلا َلْهَأ آوُلَ ئْساَف{

:

لينجلأاو ةاروتلاب ءاملعلا

}َنْوُمَلْعَ ت َلّ ْمُتْنُكْنِأ{

مهقيدصت لىأ متنأو هنوملعي منهأف كلذ :

ملسو هيلع للها ىلصدمحبم يننمؤلما قيدصت نم برقأ

} ِتَانِّيَ بْلاِب{

فوذحبم قلعتم :

ةحضاولا ججلحاب مﻫانلسرأ

}ِرُبُّزلاَو{

بتكلا :

}َرْكِّذلا َكْيَلِأ اَنْلَزْ نَأَو{

نآرقلا :

َنِّيَ بُتِل{

:}ْمِهْيَلِأ َلِّزُ ن َم ِساَّنلِل

مارلحاو للاح نم هيف

:}َنْوُرَّكَفَ تَ ي ْمُهَّلَعَلَو{

نوبرتعيف كلذ في

ةحفص( ۹۱۲ ) ْنِم اَنْلَسْرَأ اَمَو (

) ْمِهْيَلِأ ىِحْوُن ًلَّ اَجِر الَِّأ َكِلْبق “Dan tidaklah Kami mengutus sebelum kamu melainkan orang laki-laki yang Kami

beri wahyu” bukan malaikat.

( ِرْكِّذلا َلْهَأ اْوٌلاَئْس اَف ) “Maka bertanyalah kepada orang-orang

yang mempunyai pengetahuan”, yakni para ulama yang

mengusai Taurat dan Injil.

( َنْوُمَلْعَت َلَّ ْمُتْنُك ْنِأ ) “jika kamu tidak mengetahui” hal itu. Karena mereka mengetahuinya. Dan kamu lebih percaya kepada mereka daripada orang=orang mukmin tentang Muhammad. ( ِت اَنِّيَبْلا اِب ) “Dengan (membawa) bukti-bukti”, kata ini

75

(dihilangkan), maksudnya Kami mengutus mereka dengan membawa hujjah-hujjah yang jelas ( ِرُبُّزلاَو ) “dan zabur-

zabur”, yakni kitab-kitab.

( ِرْكِّذلا َك ْيَلِأ َانْلَزْنَأَو ) “Dan Kami turunkan kepadamu pelajaran”, yakni Al-Qur’an ( ْمِهْيَلِأ َلِّزُن اَم ِساانلِل َنِّيَبُتِل ) “agar kamu

menerangkan kepada manusia apa yang telah dirurunkan

kepada mereka” di dalam Al-Qur’an itu tentang halal dan

haram ( َنْوُراكَفَتَي ْمُك الَغَلَو ) “dan supaya mereka berpikir” tentang hal itu, lalu mengambil pelajaran yang berharga (Muhammad dan Abdirrahman, 2011: 265).

f. Penafsiran Q.S. An-Nahl Ayat 43-44 Awal ayat 43 yang berbunyi:































“Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang

lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”.

Allah menyatakan bahwa Dia tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum Nabi Muhammad kecuali manusia yang diberi- Nya wahyu. Ayat ini menggambarkan bahwa Rasul-rasul yang diutus itu hanyalah laki-laki dari keturunan Adam a.s. sampai Nabi Muhammad saw yang bertugas membimbing umatnya agar mereka

76

beragama tauhid dan mengikuti bimbingan wahyu (Departemen Agama RI, 2004: 327).

1) لاجّرلا

Laki-laki yang dimaksud disitu adalah jenis manusia pilihan, bukan Malaikat (Shihab, 2012: 162). Adapun dalam tafsir Al-Misbah, para ulama menjadikan kata ( لاجر) rijāl sebagai alasan untuk menyatakan bahwa semua manusia yang diangkat Allah sebagai Rasul adalah pria, dan tidak satupun yang wanita! Memang, dari segi bahasa, kata rijal yang merupakan bentuk jamak dari kata (لجر) rajul seringkali dipahami dalam arti lelaki. Namun demikian, terdapat ayat- ayat Al-Qur’an yang mengesankan bahwa kata tersebut tidak selalu dalam arti jenis kelamin laki-laki. Ia digunakan juga untuk menunjuk manusia yang memiliki keistimewaan atau ketokohan atau ciri tertentu yang membedakan mereka dari yang lain (Shihab, 2012: 591). Ketika mengutus laki-laki sebagai utusan, menunjukkan bahwa Allah memilih laki-laki karena laki-laki merupakan simbol kekuatan dan kemampuan. Sehingga ketika ditarik dalam dunia pendidikan, maka seorang pendidik harus memiliki kapasitas profesional yang baik. Karena tidak sembarang orang bisa menjadi guru.

Ma’rifah Ilāhiyah tidak dapat diperoleh manusia tanpa

77

(manusia) untuk menjelaskan dan mengajar. Karena sesama manusia, maka akan lebih mudah dalam menjelaskan dengan bahasa kaumnya saat itu. Turunnya al-Qur’an kepada Nabi Muhammad sesuai dengan keadaan saat itu (Shihab, 2012: 592). Jika ditarik dalam dunia pendidikan ada poin-poin yang tersirat, yaitu bahwa dalam memberikan ilmu harus interaksi langsung antara pendidik dan peserta didik. Para Rasul diutus Allah di kaumnya agar ajaran kebenaran yang disampaikan sesuai dengan situasi dan kondisi kaumnya saat itu. Hal ini searah dengan salah satu konsep pendidikan yaitu pembelajaran kontekstual artinya bahwa materi pelajaran disesuaikan dengan situasi dunia nyata atau sesuai dengan konteks masyarakat yang ada (Trianto, 2007: 20).

2) ركّذلا لهأ

Jika mereka ragu-ragu tentang kebenaran masalah

diatas, hendaklah mereka bertanya kepada ahlu al-żikr.

Menurut tafsir al-Qur’anul Majid An-Nuur, ahlu al-żikr adalah

ahlu al-kitab yang telah lalu yaitu orang Yahudi atau Nasrani

(Ash-Shiddieqy, 2000: 2234). Dalam terjemah Tafsir Jalalain

(Junaidi, 2011: 265) disebutkan bahwa ahlu al-żikr adalah

orang yang mempunyai pengetahuan, yakni para ulama yang

78

1983: 247) ahlu al-żikr adalah ahli peringatan, yaitu orang-

orang Yahudi dan Nasrani yang telah menerima kitab-kitab

dan ajaran dari Nabi-nabi yang dahulu itu. Ahlu al-żikr

menurut Hamka (1983: 247) juga berarti orang yang ahli

peringatan atau orang yang berpengatahuan lebih luas.

Ada juga yang berpendapat bahwa al-żikr dalam ayat ini

merujuk pada Nabi Muhammad saw. Walaupun ditujukan

kepada ulama Yahudi dan Nasrani, tetapi ayat ini bisa berarti

umum lagi. Bagi mereka yang kurang memahami suatu hal,

perlu bertanya kepada ahlinya, termasuk diantarnya para ulama

Islam (Departemen Agama RI, 2004: 327). Dilihat dari segi

arti kalimatnya, ulama’ adalah ahli ilmu, terutama ilmu agama.

Untuk itu, tidak sembarang orang bisa disebut sebagai ulama’,

justru biasanya tidak ada ulama’ yang menyebut dirinya sebagai ulama’. Daripada ahli ilmu, tafsiran Ahl al-żikr sebagai

ahli peringatan atau orang yang mempunyai pengetahuan, jauh

mempunyai makna yang lebih luas. Salah satu yang bisa

disebut sebagai orang yang mempunyai pengetahuan adalah

79

keRasulan dan ahli waris para Nabi. Guru atau pendidik dalam

Islam merupakan pengemban amanat bersama orang tua dalam

melestarikan Risalah Allah SWT (Mahmud, 2011: 136).

Jadi kesimpulannya inti dari ayat ini adalah Allah swt.

memilih manusia-manusia pilihan sebagai Nabi dan Rasul (bukan

malaikat), untuk memberi mereka petunjuk dan bimbingan untuk

mereka sampaikan kepada masyarakat mereka masing-masing.

Tidak satupun diantara mereka yang bukan manusia (Shihab, 2012:

163). Jika mereka meragukan kebenarannya, maka Allah

memerintahkan untuk bertanya kepada ahlu al-żikr (ahli kitab

sebelum Muhammad). Menurut tafsir Nurul Qur’an yang

diterjemahkan oleh Salman Nano (2005: 522), kata-kata ini

dialamatkan pada orang-orang kafir. Sedangkan dalam tafsir

muyassar yang diterjemahkan oleh tim Qisthi Press (2007: 437),

yang dimaksud dengan mereka adalah kalian wahai kaum

Muslimin. Dengan ayat ini kita mendapat pengertian bahwasannya

kita boleh menuntut ilmu kepada ahlinya, dimana saja dan siapa

saja, sebab yang kita cari ialah kebenaran. Menurut Shihab (2002:

80

yakni objek pertanyaan, serta siapa yang ditanya tertentu pula,

tetapi karena redaksinya yang bersifat umum, dapat dipahami pula

sebagai perintah bertanya apa saja yang tidak diketahui atau

diragukan kebenarannya kepada siapapun yang tahu dan tidak

tertuduh objektifitasnya. Jika menemukan kesulitan, maka tanyalah

kepada ahlinya (Shihab,2012: 163). Dalam hal yang mengenai

ilmu-ilmu Agama Islam, niscaya bertanyalah kepada ahlu al-żikr

dalam hal Islam, dan ilmu-ilmu yang lain yang lebih umum,

bertanyalah pula kepada ahlu al-żikrinya sendiri (Hamka, 1983:

247).



























“Dengan keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan

kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”.

Maksudnya, Kami mengutus mereka dengan membawa hujjah- hujjah yang jelas dan zabur-zabur yakni kitab-kitab (Muhammad dan Abdirrahman, 2011: 265). Dan kami turunkan al-Qur’an kepadamu sebagai peringatan bagi manusia agar kamu memberi tahu mereka tentang apa yang telah diturunkan kepada mereka,

81

sulit oleh mereka, serta menguraikan apa yang diturunkan secara garis besar, sesuai dengan tingkt kesiapan dan pemahaman mereka

terhadap rahasia tasyri’ (Al-Maraghi, 1994: 162). Sesuai dengan sifat pendidik yaitu guru harus mengetahui tabiat peserta didik (Al- Abrasyi, 1970: 140), maka dapat dikatakan bahwa seorang pendidik dalam mengajar materi harus melihat kesiapan, dan kemampuan pemahaman peserta didik

3) ربّزلا

Selanjutnya Allah Ta’ala mengemukakan bahwa Dia mengutus para Rasul itu dengan membawa keterangan- keterangan dan kitab- kitab, yakni berbagai hujah, dalil, dan az-zubur (Ar-Rifa’i, 1999: 1031). Kata (ربّزلا) az-zubur adalah jamak dari kata (روبز) zabūr, yakni tulisan. Yang dimaksud disini adalah kitab-kitab yang ditulis, seperti Taurat, Injil, Zabur, dan Shuhuf Ibrahim as. Para ulama berpendapat bahwa

zubur adalah kitab-kitab singkat yang tidak mengandung

syariat, tetapi sekedar nasehat-nasehat (Shihab, 2002: 592). Jika kita kaitkan dengan dunia pendidikan, maka pembelajaran akan menjadi lebih bermakna jika selalu diisi dengan nasehat- nasehat. Hal ini searah dengan salah satu usaha untuk mengembangkan afektif peserta didik. Ranah afektif merupakan kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi yang berbeda-beda dengan penalaran. Kawasan

82

afektif yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral, dan lain sebagainya (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 298). Jadi pada intinya, dalam pembelajaram ranah afektif atau pembentukan sikap dan perilaku peserta didik juga harus lebih diperhatikan oleh pendidik. Terlebih lagi guru agama yang bertugas membimbing dan mengarahkan peserta didik agar menjadi pribadi yang lebih islami.

4) انلزنأ dan لّزن ام

Dan Kami turunkan kepadamu pelajaran, yakni al-Qur’an sebagai peringatan bagi manusia agar kamu memberi tahu mereka tentang apa yang telah diturunkan kepada mereka (Al- Maragi, 1987: 162). Pengulangan kata turun dua kali, yakni

)كيلأ انلزنأ(anzalnā ilaika/Kami turunkan kepadamu dan (لّزن ام)

mā nuzzila ilaihim/apa yang telah diturunkan kepada mereka

mengisyratkan perbedaan penurunan yang dimaksud. Yang pertama adalah penurunan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw. yang bersifat langsung dari Allah swt. dan dengan redaksi pilihan-Nya sendiri, sedangkan yang kedua adalah yang ditujukan kepada manusia seluruhnya (Shihab, 2002: 593). Sudah menjadi kewajiban Nabi saw. untuk menjelaskan apa yang telah diturunkan kepadanya, sementara kewajiban

83

manusia adalah menerima penjelasan-penjelasan tersebut atas dasar pemikiran yang sehat (Imani, 2005: 526).

5) ركّذلا

Yang dimaksud al-żikr disitu adalah al-Qur’an. Al-żikr merupakan salah satu nama al-Qur’an yang dari segi bahasa adalah antonim kata lupa. Al-Qur’an dinamai demikian karena ayat-ayatnya berfungsi mengingatkan manusia apa yang berpotensi dilupakannya dari kewajiban, tuntunan, dan peringatan (Shihab. 2012: 163). Al-żikr secara etimologi bermakna ingat/pengingat. Namun lebih jauh dari itu, al-żikr bisa dimaknakan yang lebih spesifik yaitu pelajaran. Jadi bisa berarti bahwa dalam pembelajaran, guru harus memperhatikan pelajaran/materi yang dibahas. Dimana materi yang akan disampaikan selalu bersumber dari al-Qur’an.

6) نّيبتل

Kalimat selanjutnya mengandung perintah untuk menjelaskan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepadanya (al-Qur’an). Dengan ayat ini teranglah bahwa kewajiban Nabi Muhammad saw. menyampaikan peringatan (Al-Qur’an bukanlah kewajiban yang baru sekarang, melainkan sambungan mata rantai saja dari rencana Tuhan membimbing dan memberi petunjuk ummat manusia yang telah dimulai sejak Adam sampai kepada berpuluh Rasul

84

sesudahnya, sampai kepada Nabi Muhammad saw. (Hamka, 1983: 247). Nabi Muhammad diberi al-Qur’an dan Beliau bertugas menjelaskan kepada manusia mengenai ajaran, perintah, larangan serta menjelaskan kandungannya, baik berupa ucapan, perbuatan, maupun pembenaran atas apa yang dilakukan orang lain, (Shihab, 2012: 163).

ِل dalam kata نّيبتل mengandung sebuah perintah. Ini berarti ada unsur kesengajaan untuk mengajar dan mendidik. Sebagaimana makna mengajar merupakan perbuatan yang disengaja oleh pendidik dengan sebuah kesadaran. Maka sebaiknya jika melakukan sesuatu dimulai dengan rencana, baik itu rencana dengan apa yang disampaikan maupun bagaimana menyampaikan. Sesuai dengan standar formal mengajar, maka harus ada rencana pembelajaran, baik itu muatan materi, proses ataupun evaluasi.

7) نورّكفتي

Di akhir ayat, Allah menegaskan agar mereka memikirkan kandungan isi al-Qur’an dengan pemikiran yang jernih untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat, terlepas dari berbagai macam azab dan bencana seperti yang menimpa umat-umat sebelumnya (Departemen Agama RI, 2004: 328). (نورّكفتي مهّلعلو) “agar mereka berfikir”, dalam kalimat ini mengandung makna secara tersirat, yaitu agar

85

berfikirharus tumbuh kesadaran. Makasecara teknisnya, peran guru adalah mampu menumbuhkan kesadaran tentang apa yang ada dalam al-Qur’an. Selain itu, mengandung makna tersirat bahwa untuk mengetahui sejauh mana siswa berfikir dan faham, maka seorang guru juga perlu membuat evaluasi pembelajaran.

3. PENYAJIAN DATA BERDASARKAN HASIL PENELITIAN a. Kebijakan kepala sekolah terkait dengan Guru PAI

Posisi seorang guru sangat dipengaruhi oleh kebijakan kepala sekolah. Kepala sekolah menetapkan beberapa kebijakan terkait dengan standarisasi pengangkatan Guru PAI. Salah satunya adalah kesesuaian ijazah dengan materi yang akan diajarkan. Kemudian juga ada kriteria-kriteria yang dipertimbangkan, yaitu kemampuan dasar al-Qur’an dan softskill yang dipunyai. Sebelum menerima/mengangkat Guru PAI, secara prosedural tetap dilakukan test terlebih dahulu. Diantaranya adalah test baca al-

Qur’an, sikap dan kepribadian serta motivasi mengajar.

Untuk selanjutnya peneliti ingin mengetahui tentang kebijakan kepala sekolah dalam memaksimalkan peran guru sebagai pengajar dan pembimbing. Kebijakan yang dilakukannya adalah dengan cara sebagai berikut:

“Kalau terkait peran guru sebagai pengajar, saya lebih memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada guru untuk mengembangkan metode mengajar sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Saya juga mewajibkan Guru PAI

86

untuk menyusun RPP di awal tahun pelajaran. Dan juga memfasilitasi media pembelajaran yang membutuhkan praktek, misalnya perawatan jenazah (dengan menyediakan peraga yang dibutuhkan), haji dengan mengadakan manasik haji, qurban dengan mengadakan pelatihan qurban, dsb. Kemudian sebenarnya saya juga ingin memberi kesempatan kepada guru untuk mengajar sesuai dengan bidang keahlian atau yang lebih dikuasai oleh masing-masing guru. Namun karena situasi, kondisi dan faktor lain sehingga saat ini yang terpenting adalah jam mengajarnya terpenuhi, karena mereka sudah sertifikasi

semua” (W/K/KH/12-02-2018/13.28WIB).

“Kalau terkait dengan guru sebagai pembimbing, saya

memberikan tugas-tugas tambahan kepada Guru PAI, baik

itu menjadi wali kelas, pembina ekstrakurikuler

keagamaan, pramuka, dan lain sebagainya sesuai dengan

bidang keahliannya” (W/K/KH/12-02-2018/13.31).

Sesuai dengan hasil observasi, juga menunjukkan bahwa semua Guru PAI di sekolah ini merupakan lulusan PAI dan sudah ter-sertifikasi (O/G/KF-NA-IS/PA/LH). Selain itu, beberapa Guru PAI disini juga lulusan dari pondok pesantren (O/G/KF-PA-LH).

Pertanyaan selanjutnya adalah tentang pembiasaan keagamaan yang diterapkan di sekolah ini. KH memaparkan bahwa kebiasaan keagamaan yang diterapkan diantaranya adalah: Tadarus

juz’amma setiap pagi, membaca asma’ul husna setiap hari jum’at,

infaq dan shodaqoh, sholat dhuha, sholat dzuhur berjama’ah, dan praktek-praktek ibadah lain seperti zakat, praktek qurban, perawatan jenazah, serta manasik haji.

b. Motivasi dan pemahaman mengenai peran sebagai Guru PAI Motivasi diri dan pemahaman mengenai peran yang harus dilakukannya sangat mempengaruhi seorang guru dalam

87

menjalankan tugas dan kewajibannya. Dengan motivasi dan pemahaman mengenai peran sebagai Guru PAI, akan membuat seorang guru sadar dengan posisinya. Motivasi dan pemahaman tugas masing-masing guru tentu saja berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai berikut:

“Motivasi saya sebagai Guru PAI adalah ikut menyampaikan/dakwah agama sesuai dengan hadis Rasulullah, sampaikanlah walau satu ayat. Dan juga karena sesuai dengan apa yang saya pelajari di Perguruan Tinggi. Kalau terkait dengan peran Guru PAI, menurut saya Guru PAI itu bertugas membentuk karakter anak dan

menebalkan keimanan anak, yang nantinya akan

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dari usaha ini, diharapkan akan muncul anak sholeh”

(W/G/NA/13-02-2018/13.30WIB).

Motivasi saya ingin menjadi Guru PAI adalah untuk

memanfaatkan ilmu yang saya dapatkan. Kalau peran Guru PAI menurut saya, lebih sebagai pembimbing dalam rangka pembentukan akhlaqul karimah peserta didik”

(W/G/LH/13-02-2018/20.00WIB).

“Kaitannya dengan PAI tentu banyak tantangan, halangan dan permasalahan yang dihadapi, terutama menyangkut pada masalah-masalah immateri, misalnya aqidah, keimanan/kepercayaan dan ibadah. Sebagai Guru PAI saya ingin menjembatani peserta didik anatara pemahaman yang bersifat materi dan immateri. Menurut saya, Guru PAI selain mempunyai peran terhadap pemahaman aqidah, keimanan, dan ibadah, juga sangat berperan dalam pembentukan watak, perilaku, serta sikap yang m,engarah pada internalisasi nilai dan diwujudkan dalam akhlaqul

karimah” (W/G/KF/13-02-2018/13.00WIB).

Jadi kesimpulannya, sebagian besar Guru PAI mempunyai motivasi religi yang cukup mulia. Dan juga sudah cukup memahami mengenai peran yang harus dilakukannya. Pada intinya peran Guru PAI adalah untuk membimbing, dan membentuk

88

karakter peserta didik agar menjadi anak yang ber-akhlaqul karimah.

c. Implementasi peran guru sebagai pengajar

Untuk memaparkan mengenai peran guru sebagai pengajar, peneliti menggunakan teknik wawancara dengan indikator-indikator pertanyaannya, diperoleh dari hasil analisis peran pendidik menurut Q.S. An-Nahl ayat 43-44. Indikator-indikatornya adalah sebagai berikut:

1) Penyampaian materi dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa serta menyesuaikan materi pelajaran dengan situasi, kondisi, dan konteks yang ada dalam masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari (pembelajaran kontekstual).

Menurut KF cara menyampaikan materi adalah dihubungkan dengan suasana pemikiran siswa yang nyata. Yaitu memberikan analogi dan contoh-contoh yang dapat dilogika dan dinalar oleh siswa, khususnya materi tentang aqidah dan iman. Sedangkan menurut NA juga sama, dengan memberi contoh dengan apa yang ada dalam masyarakat/kehidupan sehari-hari, kemudian anak digiring pada titik materi sehingga mampu memahami. Sedangkan kalau menemukan istilah yang asing/sulit, menurut IS caranya adalah dengan menuliskan di papan tulis, kemudian dibaca berulang-ulang.

89

Jadi pada intinya, dalam mengajarkan materi PAI guru sering menggunakan pendekatan kontekstual, yaitu mengkaitkan materi dengan konteks yang ada dalam masyarakat dan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa keseharian, diharapkan siswa lebih mudah memahaminya. 2) Persiapan materi yang akan dibahas dan membuat rencana

pembelajaran

Menurut KF untuk persiapan mengajar adalah dengan membuat rencana pembelajaran sebagai desain dan panduan agar apa yang disampaikan tidak keluar dari materi pokok. Sedangkan menurut NA, adalah dengan membuat rencana pembelajaran yang sederhana, misalnya kelas mana yang diajar, materi apa yang akan disampaikan, dan juga metodenya bagaimana.

Sesuai dengan hasil pengamatan peneliti, guru-guru disini memang mempersiapkan materi dan membuat rencana pembelajaran (RPP).

3) Kewajiban menjelaskan kepada manusia mengenai ajaran, perintah, dan larangan yang terkandung dalam al-Qur’an. Ini artinya dalam mengajar guru menerapkan pembelajaran tekstual.

Menurut NA, untuk materi fiqih lebih menekankan pada penjelasan mengenai ibadah dan aplikasinya dalam kehidupan

90

sehari-hari. Sedangkan menurut PA adalah caranya adalah dengan menjelaskan makna dalam al-Qur’an. Menurut LH cara mengajarkannya adalah dengan pemahaman konsep mengenai materi yang dibahas.

Jadi bisa bisa disimpulkan bahwa Guru PAI disini mengajarkan pelajaran sesuai dengan teks/bahan materi yang ada. Ini artinya guru menerapkan pembelajaran tekstual.

4) Perhatian menyangkut kemampuan pemahaman siswa

Menurut NA menekankan perbedaan kemampuan anak adalah hal penting. Untuk mengecek pemahaman siswa biasanya dengan mengulas mengenai materi yang telah dipelajari, jika sudah faham saya lanjutkan, jika belum maka saya ulas kembali. Dengan hal ini diharapkan akan ada kesamaan kemampuan anak dalam menerima pelajaran. Sedangkan menurut IS, guru harus memahami perbedaan kemampuan anak. Ada yang sedang, menengah, dan tinggi. Sehingga kalau mengetahui perbedaan anak, maka dapat menentukan strategi yang berbeda-beda dalam mengajar.. 5) Pengadaan evaluasi pembelajaran untuk mengetahui tingkat

pemahaman siswa.

Menurut KH penilaian pemahaman dapat dilakukan dengan tanya jawab tentang materi. Untuk penguatan pemahaman siswa, guru bisa memberikan tugas tambahan

91

terkait dengan materi. Kemudian guru juga memberikan ulangan harian, dan dari hasil ini dapat dijadikan kesimpulan apakah siswa faham atau tidak, perlu adanya remedial dan pengayaan atau tidak. Sedangkan menurut PA adalah dengan melakukan penilaian pengetahuan, sikap, dan keterampilan. d. Implementasi guru sebagai pembimbing

1) Guru selalu mengingatkan siswa dari hal-hal yang dilarang oleh agama dan menganjurkan kebaikan.

Menurut PA cara untuk mengingatkan peserta didik adalah dengan konsisten memberi peringatan. Dan memberikan contoh nyata, tidak hanya mengingatkan lewat lisan saja, tetapi juga sambil melakukan tindakan secara langsung. Contohnya tidak hanya menyuruh sholat, tetapi juga ikut mengontrol/mendampingi anak agar segera bergegas melaksanakan sholat dzuhur berjama’ah. Sedangkan menurut NA, untuk menganjurkan kebaikan selain dengan memberikan nasehat atau pesan-pesan, juga dengan memberi contoh yang baik. Dengan uswah hasanah diharapkan anak dapat terinspirasi untuk selalu berbuat kebaikan.

92

2) Guru selalu menyampaikan nasehat-nasehat kepada siswa. Ini merupakan salah satu usaha guru dalam mengembangkan afektif siswa.

Menurut LH, cara menasehati dalam pembelajaran adalah dengan menyampaikan nasehat yang bisa langsung bisa dikaitkan dengan materi. Sedangkan menurut KF cara menyampaikan nasehat-nasehat adalah dengan memberikan motivasi dan pemahaman nilai-nilai kehidupan.

3) Guru mampu menumbuhkan kesadaran peserta didik untuk memahami, mengingat, dan mengamalkan apa yang terkandung dalam al-Qur’an.

Menurut KF caranya adalah dengan menanamkan kepada peserta didik bahwa belajar agama adalah belajar tentang aturan dan tata cara hidup yang terdapat dalam al-

Qur’an dan Hadis. Belajar agama secara tidak langsung akan

memberikan pemahaman kepada siswa tentang aturan yang ada didunia ini, sehingga bisa membedakan yang haq dan bathil, yang baik dan buruk, serta mengetahui hakikat kebenaran dan kesalahan. Sedangkan menurut PA adalah dengan cara menekankan kepada siswa untuk menghayati pemaknaan dalam al-Qur’an. Maksudnya adalah tidak hanya membaca al-Qur’annya saja, tetapi juga difahami maknanya.

Dokumen terkait