• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASBABUN NUZUL, MUNASABAH DAN TAFSIR

C. Tafsir QS. Luqman Ayat 16

Dalam ayat ini berisi pesan yang dikisahkan Allah melalui Luqmanul

Hakim agar diteladani dan diikuti oleh manusia. Luqman berkata, “Hai anakku, sesungguhnya walaupun ia seberat biji sawi.” Maksudnya, jika kezaliman atau kesalahan itu seberat biji sawi,” niscaya Allah akan

menampilkannya pada hari kiamat, lalu membalasnya. Jika yang seberat biji sawi itu kebaikan maka dibalas dengan kebaikan dan bila berupa keburukan maka dibalas dengan keburukan pula. Penggalan ini seperti firman Allah,

“Barangsiapa yang melakukan kebaikan seberat zarah maka Dia akan melihatnya. Dan barangsiapa melakukan keburukan seberat zarah maka dia

akan melihatnya.” (az-Zalzalah: 7-8)

Walaupun zarah itu samar dan tersembunyi di pelataran langit dan bumi, niscaya akan ditampilkan oleh Zat yang tidak ada satu kesamaran pun bagi-Nya. Karena itu Dia berfirman, “Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”Yakni, Maha Halus pengetahuan-Nya atas berbagai perkara yang lembut dan halus, dan Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu, termasuk pada sayap nyamuk di malam gulita.Segala makhluk, naik yang terlihat manusia maupun tidak, adalah diketahui Allah. (Ar-Rifa’i, 2000: 792)

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy (2000: 3209-3210) menyatakan bahwa segala macam perbuatan, baik dan buruk, walaupun hanya seberat biji sawi, terletak di suatu tempat yang tersembunyi, misalnya, atau di tengah-tengah batu, di tempat yang paling tinggi, di langit atau di tempat yang paling bawah seperti di dalam perut bumi, atau bertempat di sudut dunia mana pun, Allah pasti menghadirkannya pada hari kiamat, yaitu ketika Allah menegakkan timbangan amal yang dilakukan dengan adil. Pada hari itu, Allah memberikan pembalasan sesuai dengan nilai perbuatan.

Sawi adalah suatu tanaman yang memiliki biji hitam yang sangat kecil, saking kecilnya biji ini seringkali dijadikan perumpamaan. Maksud perumpamaan itu merujuk pada kenyataan bahwa perbuatan manusia itu, baik dan jahat, yang paling kecil atau paling remeh sekalipun, bahkan hingga yang tersembunyi seperti biji sawi yang tersembunyi di balik batu atau kedalaman bumi atau sudut langit sekalipun, akan dihisab dan diberi ganjaran oleh Allah Swt yang maha lembut. Maha Mengetahui dan memahami segala sesuatu di seluruh penjuru dunia, baik besar atau pun kecil dan tak satu pun yang terluput (Imani dkk., 2008: 295).

Ketika menafsirkan kata (لدرخ)khardal pada QS. Al-Anbiya’ : 47,

penulis mengutip penjelasan tafsir Al-Muntakhob yang melukiskan biji tersebut. Disana, dinyatakan bahwa satu kilogram biji khardal/ moster terdiri atas 913.000 butir. Dengan demikian, berat satu biji monster hanya sekitar satu per seribu gram, atau ±1 mg., dan merupakan biji-bijian yang teringan yang diketahui umat manusia sampai sekarang. Oleh karena itu, biji ini sering digunakan oleh Al-Qur’an untuk menunjuk sesuatu yang sangat kecil dan halus (Shihab, 2002: 306).

Innallaha lathiifun khabiir yang berarti Sesungguhnya Allah itu maha

lembut lagi maha mengetahui. Maksudnya Allah itu Maha Lembut, ilmunya tembus kepada semua hal yang tersembunyi. Allah mengetahui semua permasalahan yang nyata (terlihat) dan yang tersembunyi.

Kata (فيطل) lathif terambil dari akar kata (فطل)lathafa yang huruf-hurufnya terdiri dari (ـل)lam, (ط)tha’, (ف)fa’. Kata ini mengandung makna

lembut, halus dan kecil.Dari makna ini kemudian lahir makna keterembunyian dan ketelitian (Shihab, 2002: 308).

Al-Ghazali menjelaskan bahwa yang berhak menyandang sifat ini adalah yang mengetahui perincian kemaslahatan dan seluk-beluk rahasianya, yang kecil dan yang halus., kemudian menempuh jalan untuk menyampaikannya kepada yang berhak secara lemah lembut bukan kekerasan. Pada akhirnya tidak keliru jika dikatakan bahwa Allah Lathif, karena Dia selalu menghendaki untuk makhluk-Nya kemaslahatan dan kemudahan lagi menyiapkan sarana dan prasarana guna kemudahan meraihnya.

Dalam konteks ayat ini, agaknya perintah berbuat baik, apalagi kepada orang tua yang berbeda agama yang tertera pada ayat sebelumnya, merupakan salah satu bentuk Luthf Allah Swt. Karena betapapun perbedaan atau perselisihan antara anak dan ibu bapak, pasti hubungan darah yang terjalin antara mereka tetap berbekas di hati masing-masing. Dan dapat disimpulkan bahwa ayat ini menggambarkan kuasa Allah Swt melakukan perhitungan atas amal-amal perbuatan manusia di akherat nanti.Demikian, melalui keduanya tergabung uraian tentang keesaan Allah Swt dan keniscayaan hari kiamat. Dua prinsip dasar akidah islam yang sering kali mewakili semua akidahnya. (Shihab, 2003: 133-136)

BAB IV PEMBAHASAN

A. Implementasi Pendidikan Karakter Bertanggung Jawab yang

Terkandung dalam A-Qur’an Surah Luqman Ayat 16

Allah Swt tidak menjadikan sesuatu yang sia-sia dalam menciptakan makhluk di dunia ini. Begitu pula dalam menurunkan wahyu, tiap huruf dan kata yang tersusun dalam mushaf Al-Qur’an tersusun menjadi untaian kalimat

yang begitu indah dan bermakna hingga menjadi mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw.

Jika dicermati secara detail, tiap kata yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an, menganduk rahasia yang bisa dijadikan khasanah ilmu dalam kehidupan di dunia ini.Dalam penelitian ini, yang menjadi pokok pembahasan peneliti adalah implementasi pendidikan karakter bertanggung jawab yang terkandung dalam QS.Luqman ayat 16 dalam kehidupan sehari-hari.

Pesan-pesan yang tersirat untuk menjadi pegangan hidup dalam QS. Luqman ayat 16, antara lain:

1. Kasih sayang terhadap anak

Lafadz pertama dalam QS.Luqman ayat 16 adalah yaabunayya

secara ilmu nahwu adalah susunan dari huruf nida’(kata panggilan), isim

tasghir dari lafadz ibnu (anak) dan disandarkan pada ya’ mutakallim

wahdah menjadi panggilan penuh kasih sayang orang tua kepada anaknya

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Mustofa Al-Ghulayaini (2008: 243) bahwa tasghir lafadz ibnun berubah menjadi Bunayyun memiliki faedah tahbib ilaih (mencintai/ menyayanginya). Jadi lafadz bunayya

dalam awal ayat ke-16 dari surah luqman tersebut mengandung makna panggilan dengan penuh rasa kasih sayang dan mencintai

Orang tua memiliki tanggung jawab yang besar dalam mendidik anaknya dengan penuh kasih sayang. Hal itu dimulai dengan panggilan-panggilan sayang yang ditujukan dan akan menjadikan anak patuh dan membalas rasa kasih sayang yang diterimanya.

Penerapan panggilan sayang pun tidak hanya berhenti di kalangan keluarga, karena hubungan anak dan orang tua secara umum bisa merambah di masyarakat dan sekolah. Seyogyanya dalam menjalani kehidupan sehari-hari orang yang lebih tua memanggil dengan panggilan yang baik dan kasih sayang kepada orang yang lebih muda. Sehingga hal tersebut akan membuat mereka merasa dihargai dan menjadikan hubungan yang baik antara keduanya, menumbuhkan rasa simpati dansaling menghormati.

Di sekolah pun, esensi perasaan yang dirasakan murid akan berbeda ketika guru memanggilnya antara dengan panggilan kasar dan panggilan penuh kasih sayang. Panggilan-panggilan kasar yang diterima akan menjadikan mereka malah membangkang dan malas untuk melaksanakan tugas-tugas yang diberikan gurunya. Sebaliknya, jika guru menerapkan panggilan-panggilan penuh rasa kasih sayang kepada muridnya, akan

menjadikan mereka tunduk, patuh dan menumbuhkan semangat menuntut ilmu kepada gurunya tersebut.

2. Selalu waspada dan hati-hati.

Sekecil apapun amal perbuatan manusia kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt di akherat kelak. Hal tersebut dilukiskan Allah swt dalam lafadz “Innahaa intaku mitsqoola Habbatin min khordalin” (sesungguhnya, jika ada sesuatu perbuatan seberat biji sawi).

Sawi adalah suatu tanaman yang memiliki biji hitam yang sangat kecil, saking kecilnya biji ini seringkali dijadikan perumpamaan. Maksud perumpamaan itu merujuk pada kenyataan bahwa perbuatan manusia itu, baik dan jahat, yang paling kecil atau paling remeh sekalipun, bahkan hingga yang tersembunyi seperti biji sawi yang tersembunyi di balik batu atau kedalaman bumi atau sudut langit sekalipun, akan dihisab dan diberi ganjaran oleh Allah Swt yang maha lembut. Maha Mengetahui dan memahami segala sesuatu di seluruh penjuru dunia, baik besar atau pun kecil dan tak satu pun yang terluput (Imani dkk., 2008: 295).

Dari keterangan tersebut sudah jelas, manusia harus selalu berhati-hati dalam melangkah dan beramal. Tiap hal yang dikerjakan akan selalu mendapat pengawasan dari Allah Swt.

3. Bertakwa kepada Allah Swt.

Segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah ciptaan Allah Swt. Kemanapun manusia melangkah, yang dipijaknya tak akan pernah lepas

dari pengawasan Allah Swt. Dari ujung barat hingga ujung timur, dari pucuk atas hingga bawah tanah pun, Allah Swt selalu mengetahui perbuatan makhluknya.

Dalam hal tersebut, disebutkan dalam lafadz “fa takun fii shokhrotin aw fissamaawaaati wal ardhi” (berada dalam batu atau di langit atau di bumi).

Shokhrotin (batu) adalah sesuatu yang keras dan

padat.Fissamaawaati (di langit) adalah sesuatu yang sangat jauh dan belum ada manusia yang mampu menembusnya kecuali Nabi Muhammad Saw, wal Ardhi (Di bumi) adalah sedalam dan segelap mungkin mengerjakan amal. Ini dimaksudkan sepadat dan seaman mungkin usaha manusia dalam menutup-nutupi perbuatannya, sejauh mungkin dan sedalam apapun hingga tak ada manusia lain yang bisa melihatnya. Tapi bagi Allah Swt tak ada kesulitan tuk mengetahui perbuatan tersebut.

Maka dari itu, manusia harus selalu bertakwa dan beribadah kepada Allah Swt sebagai bentuk penghambaan dan rasa syukur telah diberikan hidup dan kenikmatan dalam menjalani kehidupan di mana pun mereka berada.

4. Beribadah tekun kepada Allah swt

Manusia diciptakan di dunia ini, tidak lain hanyalah untuk beribadah kepada-Nya. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, baik itu amal akherat maupun amal duniawi, hendaknya selalu disertai niat beribadah pada Allah Swt. Karena dengan hal tersebut, Allah akan

memberikan balasan berupa surga di akherat atau menambahkan nikmat di dunia karena bentuk rasa syukur manusia dalam beribadah kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt “ya’tii biha Allah” (Allah akan mendatangkannya/ membalasinya)

Contoh penerapan amal yang disertai niat ibadah, ketika siswa belajar maka hendaknya mereka menanamkan dalam hatinya bahwa menuntut ilmu adalah suatu kewajiban dan menjadi tanggung jawabnya

yang telah diwajibkan dalam hukum syar’i. Contoh lain adalah seorang

ayah yang mencari nafkah untuk keluarganya, dalam bekerja jika diserta niat ibadah maka akan mencegah dari perkara-perkara haram, dan selalu berusaha mencari rizki yang halal. Hingga dalam lingkungan pemerintahan, ketika seorang pemimpin menyertai niat ibadah kepada Allah Swt, dia akan mempergunakan amanah yang diterimanya sebaik mungkin, tidak akan mendholimi rakyatnya serta tidak mengambil barang haram yang bukan menjadi haknya.

5. Selalu bersyukur kepada Allah Swt.

Sungguh kenikmatan yang tiada bandingannya, manusia dalam menjalani kehidupan.Semua yang ada di dunia ini diciptakan untuk memenuhi segala kebutuhan manusia, setiap langkah yang dijalani selalu mendapat pengawasan dan perlindungan.Innallaha lathifun khobiirun

(sesungguhnya Allah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui).

Seandainya dalam beraktifitas manusia lepas dari pengawasan Allah Swt, tentunya mereka akan kesusahan dalam menjalaninya. Karena

dimulai nafas, gerak tubuh, langkah kaki, mata mampu menatap hingga detak jantung berdenyut semuanya adalah kehendak dari Allah Swt. Maka dari itu, jika Allah sedetik saja melepas pengawasan-Nya, maka kehidupan manusia akan tamat.

Dalam ayat tersebut Allah Swt menyanding kan lafadz Lathif dan

Khabiir ada maksud tertentu di dalamnya, Al-Ghazali menjelaskan bahwa

yang berhak menyandang sifat ini adalah yang mengetahui perincian kemaslahatan dan seluk-beluk rahasianya, yang kecil dan yang halus., kemudian menempuh jalan untuk menyampaikannya kepada yang berhak secara lemah lembut bukan kekerasan. Pada akhirnya tidak keliru jika dikatakan bahwa Allah Lathif, karena Dia selalu menghendaki untuk makhluk-Nya kemaslahatan dan kemudahan lagi menyiapkan sarana dan prasarana guna kemudahan meraihnya.

Secara balaghah dalam lafadz Innallaha lathiifun khobiirun

mengandung badi’ tasaabuhul athrof (adanya keserasian antara awal dan akhirnya kalam dalam makna).

نىعلا فِ هرخاو لوأ ينب بسانتلا وهو فارطلِا هباست

(

يرضخلِا

,

:

494

)

Keserasian tersebut dilihat dari lafadz lathifun yang mensifati Allah Swt dalam pengetahuan-Nya pada perkara makhluknya sekecil dan selembut apapun (inntaku mitsqoola habbatin min khordalin), dan lafadz

khobiirun mensifati Maha Mengetahui-Nya Allah Swt di mana saja

Setelah Allah Swt memberikan segala kenikmatan tersebut, maka Dia mengawasi dan selalu mengetahui, dipergunakan untuk apakah segala yang diberikan-Nya, apakah manusia membalas dengan rasa syukur, dan apakah kenikmatan tersebut menjadi alat dalam meningkatkan ibadah kepada-Nya.

Untuk menjadikan seseorang memiliki karakter tanggung jawab, sebagaimana yang telah diperintahkan Allah Swt dalam QS. Luqman ayat 16 tersebut, maka perlu adanya pendidikan di mulai sejak dini serta memberikan nasehat pentingnya melaksanakan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab dan menakut-nakuti dengan akibat-akibat yang akan terjadi jika hal tersebut diabaikan.

Masnur Muslich (2011: 180-182) menyatakan bahwa untuk mewujudkan agar anak memiliki karakter bertanggung jawab ada tujuh cara, yaitu:

1. Memulai pada saat anak masih kecil

Memberi semangat pada anak melalui sesuatu yang kreatif seperti membersihkan pampers dan memasukkan air ke dalam botol yang mana hal tersebut biasa dikerjakan oleh anak kemudian memberinya penghargaan guna meningkatkan harga dirinya.

Rosulullah Saw bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori,

مبِدأ اونسحأ و مكدلَوأ اومركأ

(

ىراخبلا هاور

)

Artinya: “Muliakanlah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan

budi pekerti yang baik.” (HR. Bukhori)

Akhlak adalah hal pokok yang menjadi takaran seseorang berada pada jalan yang baik atau buruk, maka karena hal tersebut adalah suatu pokok atau dasar, harus dilatih sejak usia dini. Pendidikan usia dini ini menjadi tanggung jawab orang tua di lingkungan keluarga, sehingga akan menjadi pembiasaan ketika sudah berumur dan terjun di lingkungan yang lebih luas.

2. Jangan menolong dengan hadiah

Mengajarkan pada anak keinginan untuk berbagi dengan sesama, membangun keinginan anak untuk membantu tanpa melalui pemberian hadiah sehingga muncul rasa empati dalam diri anak.

Dalam hal ini, orang tua melatih anak pentingnya sifat ikhlas dan tidak mengharapkan imbalan ketika membantu orang lain. Hubungannya dengan sikap tanggung jawab adalah, ketika orang tua membutuhkan bantuan, ketika sifat ikhlas tersebut telah tertanamkan pada diri anak. Maka tanpa menunggu iming-iming hadiah yang akan diberikan orang tua, anak akan menyadari tanggung jawabnya untuk membantu orang tua dengan sifat ikhlas tersebut.

3. Biarkan konsekuensi alamiah menyelesaikan kesalahan anak

Tujuan orang tua adalah mengajarkan kepada anak menjadi anak yang baik, anak yang bertanggung jawab.Ketika anak membuat kesalahan, biarkan anak untuk belajar menjadi bertanggung jawab

Seumpama anak sedang dalam masalah, janganlah orang tua ikut terjun langsung dalam membantu menyelesaikan masalah anaknya tersebut.Karena hal itu memicu sifat manja anak, dan membuat mereka selalu bergantung pada orang tuanya dalam berbagai hal.Sehingga kemandirian dan sikap tanggung jawab sulit terbentuk.

4. Ketahui ketika anak berperilaku bertanggung jawab.

Setiap orang menyukai pengakuan.Ketika anak menggunakan pakaian yang pantas, maka diberi semangat untuk memakainya di kemudian hari.

Dengan mendukung tingkah anak ketika mereka bersifat baik, melakukan perbuatan yang terpuji dan mampu menghindari suatu kesalahan dan dosa. Maka akan membuat, anak memiliki semangat dalam melakukan hal-hal positif tersebut.

Sebaliknya, ketika anak melakukan hal-hal yang baik tetapi orang tua tidak memberikan sedikit pun respon, maka anak akan merasa kurang dihargai dan akan mencari hal lain untuk dilakukan, yang ditakutkan hal lain tersebut adalah hal yang buruk dan tercela. 5. Jadikan tanggung jawab sebagai sebuah nilai dalam keluarga.

Mendiskusikan tentang tanggung jawab dengan anak, biarkan anak mengetahui sesuatu yang orang tua anggap bernilai, serta memberikan contoh langsung dalam bertanggung jawab.

anak akan meniru setiap hal yang dilakukan oleh orang tuanya. Sebagaimana sebuah ungkapan, “buah jatuh tak jauh dari

pohonnya.”Maka sebagai orang tua, hendaknya selalu melakukan pekerjaannya dan memamerkan hasil yang bagus ketika pekerjaan dengan penuh tanggung jawab. Sehingga anak akan berasumsi, nilai-nilai positif yang terkandung dalam karakter bertanggung jawab. 6. Berikan anak ijin.

Memberikan anak mengambil keputusan dengan uang yang dimilikinya pada saat anak masih kecil. Ini akan menjadi pelajaran bagi anak tentang apa yang akan terjadi jika salah menggunakan uang tersebut seperti menghambur-hamburkan dan menjadi pembelajaran di saat anak nanti hidup di masyarakat.

Tanggung jawab lahir karena adanya kebebasan. Dengan kebebasan yang diberikan pada anak, anak akan mengetahui dan membandingkan hasil yang diperolehnya ketika dia mengabaikan dan melaksanakan dengan sikap tanggung jawab.

7. Berikan kepercayaan pada anak.

Anak tidak subyektif, tetapi mereka memandang dirinya dari lingkungan sekitar yang merespon kepadanya. Jika orang tua memandang diri anak bertanggung jawab, maka dia akan tumbuh sesuai harapan. Di sisi lain, jika orang tua menyuruh anak, biarkan anak memahami instruksi tersebut, maka anak akan memenuhi harapan orang tua. Dan jika orang tua yakin bahwa anak mampu menjaga komitmen dan berperilaku bertanggung jawab, anak akan menjadi pribadi yang bertanggung jawab.

Dokumen terkait