• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90



































“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (Q.S An-Nahl : 90)

b.Sejarah Surat An-Nahl

“Surat ini terdiri dari 128 ayat, termasuk kelompok surah-surah Makkiyah, kecuali tiga ayat yang terakhir. Ayat ini turun di antara Mekah dan Madinah, pada waktu Rasulullah SAW kembali dari perang Uhud”.1 Dalam buku Al-Bayan karangan Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy menjelaskan bahwa “Ibnu Abbas mengecualikan ayat

terakhir sementara Asy Sya’bi mengecualikan ayat 126 dan ayat 41.” 2

“Surat ini dinamakan an-Nahl yang berarti lebah karena di dalamnya terdapat firman Allah ayat 68 yang artinya, Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah”.3 Sementara Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy berpendapat bahwa “surat ini dinamakan an-Nahl mengingat ayat 68 yang mengisyaratkan bahwa Allah mungkin

1Hafizh Dasuki, dkk., Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf, 1995), h.325.

2Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Al Bayan Tafsir Penjelas Al Qur’anul Karim, Vol. 1, (Semarang: Pustaka Rizki, 2002), cet. 2, h. 601.

3Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid V, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h. 277.

mengilhamkan kepada sebagian hamba-Nya untuk mengeluarkan faedah-faedah yang manis lagi menyembuhkan dari al-Qur`ân dan untuk mengisyaratkan kepada nikmat Allah dan hikmah menjadikan lebah”.4

Lebah adalah makhluk yang sangat berguna bagi manusia. Ada persamaan hakikat antara madu yang dihasilkan lebah dengan intisari yang terdapat di dalam al-Qur`ân. Madu berasal dari sari bunga dan menjadi obat bagi manusia. Sedangkan al-Qur`ân mengandung intisari dari kitab-kitab yang telah diturunkan kepada para Nabi terdahulu ditambah dengan ajaran-ajaran yang diperlukan oleh semua bangsa sepanjang masa untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.5

Surat ini dinamakan pula surat an-Ni’am yang berarti nikmat-nikmat, karena di dalamnya Allah SWT menyebutkan beberapa nikmat untuk hamba-hamba-Nya. Nikmat-nikmat Allah yang diuraikan di dalam surat ini, seperti hujan, matahari, aneka buah dan tumbuhan, dan masih banyak kenikmatan-kenikmatan lainnya.6

Surat an-Nahl ini berisi petunjuk tentang apa yang harus dilakukan dan dihindari oleh seorang mukmin terhadap Allah, Nabi dan sesamanya demi terciptanya sebuah perdamaian. Adapun salah satu etika yang diusung untuk menciptakan sebuah perdamaian dan menghindari pertikaian yaitu dianjurkannya untuk berbuat adil. Perintah Allah SWT kepada umat Islam untuk berbuat adil terdapat dalam surat an-Nahl ayat 90.

c. Mufradât

Untuk lebih memahami kandungan surat an-Nahl ayat 90 ini, penulis akan menafsirkannya secara mufradât (kosa kata), sebagai berikut:

Kosa kata pertama yaitu

لْدعْلا

, kata

لْدعْلا

berasal dari kata kerja

لدع

لدْعي

, dalam kamus Al-Munawwir kata tersebut artinya

4Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, loc. cit. 5Departemen Agama RI, loc.cit.

38

meluruskan atau menyamakan.7 Sedangkan dalam buku Terjemahan Tafsir Al-Maragi

لْدعْلا

“secara bahasa berarti persamaan dalam segala

perkara, tidak lebih dan tidak kurang”.8

Selanjutnya M. Quraish Shihab

dalam Tafsir Al - Misbah menjelaskan bahwa “kata (

لدعلا

) al-‘adl

terambil dari kata (

لدع

) „adala yang terdiri dari huruf-huruf „ain, dâl, dan lâm. Rangkaian huruf ini mengandung dua makna yang bertolak

belakang, yakni lurus dan sama serta bengkok dan berbeda”.9

Kosa kata kedua yaitu

ناسْحاْلا

, kata

ناسْحاْلا

berasal dari kata kerja

نسح

نسْحي

, dalam kamus Al-Munawwir kata tersebut artinya

bagus, baik, cantik.10 Sedangkan dalam buku Terjemah Tafsir Al-Maragi

ناسْحاْلا

artinya “membalas kebaikan dengan yang lebih banyak

dari padanya, dan membalas kejahatan dengan memberi maaf”.11

Selanjutnya menurut ar-Râghib al-Ashfahâni sebagaimana dikutip oleh M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa “kata (

ناسحإا

) al-ihsân digunakan untuk dua hal; pertama, memberi nikmat

kepada pihak lain, dan kedua, perbuatan baik”.12

Kosa kata ketiga yaitu

ءاشْحفْلا

, kata

ءاشْحفْلا

berasal dari kata kerja

حف

ش

-شحْفي

, dalam kamus Al-Munawwir kata tersebut artinya

melampaui batas atau buruk, jelek, keji.13 Sedangkan dalam buku Terjemah Tafsir Al-Maragi

ءاشْحفْلا

mempunyai arti “perkataan dan perbuatan yang buruk, termasuk di dalam perbuatan zina, minum khamar, rakus, tamak, mencuri dan perkataan serta perbuatan lain yang

7Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Bahasa Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), cet. 14, h. 905.

8Ahmad Mustafa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh Bahrun Abu Bakar, dkk, Jilid. 14,(Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1992), cet. 2, h. 233. 9M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 6, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 698.

10Ahmad Warson Munawwir, op.cit., h. 264. 11Ahmad Mustafa Al Maragi, loc.cit.

12M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,op.cit, h. 699 13Ahmad Warson Munawwir, op.cit., h. 1036.

tercela”.14

Selanjutnya M. Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah

menjelaskan bahwa “ kata (

ءاشحفلا

) al-fahsyâ’/keji adalah nama bagi

segala perbuatan atau ucapan, bahkan keyakinan, yang dinilai buruk oleh jiwa dan akal yang sehat serta mengakibatkan dampak buruk bukan saja bagi pelakunya tetapi juga bagi lingkungannya”.15

Kosa kata keempat

يْغبْلا

dalam kamus Al Munawwir kata

يْغبْلا

memiliki kesamaan arti dengan

ملْظلا

yang berarti aniaya atau kelaliman.16 Sedangkan dalam buku Terjemah Tafsir Al Maragi

“menyombongkan diri kepada manusia dengan melakukan kezaliman

dan permusuhan”.17

Kemudian M. Quraish Shihab dalam Tafsir

Al-Misbah menjelaskan bahwa “kata (

يغبلا

) al-baghy/penganiayaan

terambil dari kata baghâ yang berarti meminta/menuntut, kemudian maknanya menyempit sehingga pada umumnya ia digunakan dalam arti menuntut hak pihak lain tanpa hak dan dengan cara aniaya/tidak

wajar”.18

d. Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90

1) Munâsabah Ayat

Masing-masing ayat dalam al-Qur`ân adalah suatu kesatuan dimana antara ayat satu dengan ayat lainnya tidak dapat dipisahkan pengertiannya. Sebagaimana di ketahui bahwa penyusunan ayat-ayat dalam al-Qur`ân tidak di dasarkan pada kronologis masa turunnya, melainkan pada korelasi makna ayat-ayatnya sebagai kandungan ayat terdahulu selalu berkaitan dengan ayat kemudian.

Dalam surat an-Nahl ayat 90 itu mempunyai munâsabah atau korelasi dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 89:

14Ahmad Mustafa Al Maragi, op.cit., h. 234.

15M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,op.cit., h. 701.

16Ahmad Warson Munawwir, op.cit., h. 98. 17Ahmad Mustafa Al Maragi, loc.cit.

18M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,op.cit., h. 702.

40























































“(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.

Dalam buku al-Qur`ân dan tafsirnya mejelaskan bahwa :

Dalam ayat-ayat yang lalu Allah SWT menjelaskan azab yang akan menimpa orang-orang kafir pada hari kiamat serta kesaksian Nabi-nabi atas umatnya pada saat itu. Al-Qur`ân sebagai petunjuk bagi umat Islam dalam menghadapi kehidupan yang terakhir yaitu hari kiamat, adalah alasan bagi Nabi SAW terhadap umatnya untuk mengemukakan kesaksiannya. Dalam surat an-Nahl ayat 90, Allah SWT menguraikan lagi pokok-pokok isi al-Qur`ân untuk dijadikan pegangan bagi umat Islam, hidup dalam dunia ini menuju kebahagiaan akhirat.19

Pada surat an-Nahl ayat 89 menjelaskan tentang keutamaan al-Qur`ân serta berisikan penjelasan dan petunjuk bagi umat manusia, maka di dalam surat an-Nahl ayat 90 menjelaskan rincian pokok-pokok petunjuk yang terdapat dalam al-Qur`ân.

Sedangkan dalam surat an-Nahl ayat 91 yaitu:











































“Dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.

Menurut A. Mujab Mahali ayat ke 91 diturunkan untuk memberi perintah agar kaum muslimin berbaiat kepada Rasulullah SAW yakni berjanji setia untuk mempertahankan panji-panji Islam dan memeluk Islam dengan penuh konsekuen.20

Penulis memahami bahwa munâsabah atau korelasi ayat 91 dengan ayat 90 adalah dalam ayat 90 merupakan uraian pokok-pokok isi al-Qur`ân untuk dijadikan petunjuk bagi umat Islam di dunia agar mendapatkan kebahagiaan di akhirat, isi ayat 90 yakni mengenai perintah dan larangan Allah SWT. Sementara dalam ayat 91 melanjutkan sebagaimana di pahami dari konteksnya kandungan ayat ini yaitu mengenai perintah Allah SWT agar manusia melaksanakan apa yang telah diperintahkan-Nya, jauhilah apa yang dilarangNya serta tepatilah perjanjian Allah apabila kamu berjanji. Kesimpulannya yaitu ayat 91 dan ayat 90 sebagai penjelas dari ayat 89.

2) Asbabun Nuzul

Sebagaimana penjelasan dari Ahmad Syadah dan Ahmad Rofi’i

bahwa “menurut bahasa sabab al-nuzûl berarti turunnya ayat-ayat

al-Qur`ân”.21 Sementara Rachmat Syafe’i menjelaskan bahwa “asbab an-nuzûl ialah ilmu yang membahas peristiwa-peristiwa yang terjadi, yang ada hubungannya dengan turunnya ayat al-Qur`ân, yang dapat dijadikan kasus dalam penjelasan ayat”.22

Jadi asbabun-nuzûl merupakan sebab-sebab turunnya sesuatu yang mana dalam kategori ini diprioritaskan dalam ayat suci al-Qur`ân yang artinya sebab-sebab diturunkannya ayat atau surat dari Allah pada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yang kemudian disampaikan kepada umat Nabi Muhammad SAW untuk

20A.Mujab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Quran (Al-Maidah – Al-Isra), Jilid. 2, (Jakarta: Rajawali, 1989), cet. 1, h. 257.

21Ahmad Syadah dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Quran, Jilid. I, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1997), cet. I, h. 89.

42

dijadikan pegangan atau pedoman dalam menempuh suatu kehidupan di dunia.

Menurut Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy ayat-ayat al-Qur`ân dibagi menjadi dua yaitu “ayat-ayat yang ada sebab nuzulnya dan ayat-ayat yang tidak ada sebab nuzulnya”.23 Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat ayat-ayat al-Qur`ân yang diturunkan tanpa di dahului oleh sebab dan ada ayat yang diturunkan di dahului oleh suatu sebab. Sebagaimana dalam surat an-Nahl ayat 90 yang penulis kaji, di turunkan tanpa di dahului oleh sebab dengan kata lain surat an-Nahl ayat 90 tidak mempunyai asbabun nuzûl.

3) Tafsir Ayat tentang Adil

Penulis akan memaparkan tafsir al-Qur`ân tentang adil dalam surat an-Nahl ayat 90 berdasarkan pendapat para mufassir dengan berbagai kitab tafsir. Antara lain sebagai berikut:

Secara etimologi atau bahasa, kata ‘adl adalah bentuk masdar

dari kata kerja „adala ya’dilu – adlan wa ‘udûlan – wa

‘adûlatan. Rangkaian huruf-huruf tersebut mengandung makna yang bertolak belakang, yakni lurus atau sama, dan bengkok atau berbeda.24

Menurut Quraish Shihab kata (

لدعلا )

al-‘adl terambil dari kata (

لدع

) „adala yang terdiri dari huruf-huruf „ain, dâl, dan lâm. Rangkaian huruf ini mengandung dua makna yang bertolak belakang, yakni lurus dan sama serta bengkok dan berbeda. Seorang yang adil adalah yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran yang ganda.

23Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (`Ulum al-Qur`an), (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h.18.

24Kementrian Agama RI, Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia: Tafsir Al-Qur’an Tematik, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2010), cet. 1, h. 2.

Persamaan itulah yang menjadikan seseorang yang adil tidak berpihak kepada salah seorang yang berselisih.25

Sedangkan menurut Syaikh asy-Syanqithi kata al-‘adl secara bahasa berarti: lurus, jujur dan tidak khianat. Pada dasarnya al-‘adl

adalah berada di tengah-tengah antara dua hal, yakni ifrâţ

(melampaui batas) dan tafrîţ (kesembronoan). Barang siapa yang mampu menjauhkan diri dari perbuatan ifrâţdan tafrîţ, maka ia telah berbuat adil.26

Adapun pendapat para mufassir dalam mendefinisikan kata adil dalam surat an-Nahl ayat 90 secara terminologi adalah sebagai berikut:

Pertama, menurut Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah, menjelaskan bahwa “adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Beliau juga memaknainya dengan memberikan kepada hak-haknya melalui jalan yang terdekat atau menuntut semua hak sekaligus menunaikan semua kewajiban”.27

Kedua, menurut Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (Hamka) menjelaskan bahwa “adil yaitu menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan mana yang benar, mengembalikan hak kepada yang punya dan jangan berlaku zalim”.28

Ketiga, menurut Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi menjelaskan “Adil adalah pertengahan dan persamaan yang tidak

memiliki kecenderungan, karena ia tidak ada kecuali di antara dua

sesuatu yang saling bertentangan”.29

25M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,op.cit., h. 698.

26Syaikh Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa’ul Bayan, Terj. dari Adhwa` Al Bayan fi Idhah Al

Qur`an bi Al Qur`an oleh Bari, dkk, Jilid. III, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 568. 27Quraish Shihab, Al-Lubâb: Makna, Tujuan, dan Pelajaran Surah-Surah Al-Qur’an, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), cet. 1, h. 189.

28Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar Juz XIII-XIV, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), h.283.

29Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi, Terj. dari Tafsir Sya’rawi oleh Tim Safir al-Azhar, Jilid 7, (Medan: Duta Azhar, 2007), cet. 1, h.698.

44

Keempat, menurut Muhammad Nasib ar-Rifa’i berpendapat bahwa adil yaitu sikap tengah-tengah dan seimbang. Sedangkan Sufyan bin Syainah memaknai kata adil sebagai sikap yang sama dalam melakukan amal untuk Allah, baik amal kalbu maupun amal lahiriah”.30

Kemudian ada beberapa ahli takwil yang menafsirkan kata adil dengan bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, seperti berikut: Ahmad Mustafa al Maragi menjelaskan bahwa sesungguhnya Allah di dalam kitab-Nya menyuruh Rasulullah untuk berlaku adil. Tidak ada keadilan yang lebih baik dari pada mengakui siapa yang telah melimpahkan nikmat-nikmat-Nya kepada kita, bersyukur kepada-Nya atas segala karunia-Nya, dan memuji-Nya karena Allah berhak atas semua itu. Maka tidak ada alasan bagi kita untuk menyembah patung-patung dan berhala-berhala yang tidak dapat memberikan nikmat juga tidak mendatangkan manfaat. Hanya Allah SWT yang patut kita sembah, maka dari itu kita wajib bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah SWT.31

Hal senada juga terdapat dalam kitab at-Thobari yang menjelaskan bahwa:

Keadilan disini adalah sesungguhnya Allah telah memerintahkan berbuat adil di dalam kitab yang diturunkan-Nya kepada-Mu ini, wahai Muhammad. Di antara keadilan-Nya adalah mengakui siapa yang menganugerahkan nikmat-Nya kepada kita, mensyukuri karunia-Nya, dan melayangkan pujian kepada yang berhak. Jika adil mencakup yang demikian, maka berhala-berhala itu tidak punya peran yang membuatnya patut dipuji.32

Kemudian Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi menjelaskan

bahwa adil dalam masalah akidah dapat dilihat dari keyakinan kaum kafir. Sebagian kaum kafir mengatakan tidak ada Tuhan di alam ini,

30Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir (Surat al-Maaidah-an-Nahl), Jilid 2, Terj. Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2001), cet. 1, h. 751. 31Ahmad Mustafa Al Maragi, op.cit., h. 238.

32Abu ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. dari Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an oleh Misbah, dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 281.

mereka mengingkari keberadaan Allah SWT secara mutlak. Sementara sebagian kaum kafir mengatakan banyak tuhan. Kemudian datang keadilan dalam Islam di mana Tuhan adalah satu dan tidak mempunyai sekutu, tidak menyerupai hal-hal yang baru sebagaimana Allah bersifat adil dalam sifat-sifat-Nya.33

Selanjutnya sebagian para mufassir menjelaskan perintah adil dalam surat an-Nahl ayat 90 digunakan dalam berbagai aktivitas sebagaimana pendapat Muhammad Ali Ash-Shabuny bahwa:

Keadilan yaitu menerapkan keadilan dalam segala aspek kehidupan. Kata adil dalam surat an-Nahl ayat 90 bersifat umum,

yang mencakup keadilan dalam bidang hukum, mu’amalah,

perkara wajib dan fardhu, keadilan terhadap anak laki-laki dan perempuan, keadilan terhadap teman dan lawan, keadilan terhadap kaum kerabat dan orang lain, keadilan terhadap istri, serta segala sesuatu yang kalimat adil bisa masuk di dalamnya.34 Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi berpendapat bahwa, adil mencakup seluruh aktivitas kehidupan, dari syahadat hingga ke tingkat menyingkirkan duri dari jalan. Adil dituntut dalam taklif akidah, juga dalam masalah amaliah yang merupakan pekerjaan anggota tubuh.35

Sebagaimana pendapat Muhammad Ali Ash-Shabuny bahwa: Keadilan yang diperintahkan Allah kepada manusia adalah

keadilan yang menyentuh setiap individu, jama’ah dan umat, yang

tegak lurus, tidak condong kepada hawa nafsu, tidak dipengaruhi rasa benci atau cinta, tidak berubah-ubah, yang tetap diterapkan walaupun kepada mertua ataupun keturunannya sendiri, kepada orang kaya maupun miskin, kepada orang kuat kuat maupun lemah.36

Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya Allah sangat menegaskan kepada kita untuk selalu bersikap adil terhadap

33Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, op.cit., h. 697.

34Muhammad Ali Ash-Shabuny, Cahaya Al-Qur’an: Tafsir Tematik Surat Huud – Al-Isra’,Terj. dari Qabas min nûri Qur’anil al-Kariim Dirâsatun Tahliiliyatun Mûsa`ah bi Ahdâfi wa

Maqâshidi al-Suwarial- Kariimah oleh Munirul Abidin, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), cet. 1, h.446-447.

35Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, op.cit., h. 696. 36Muhammad Ali Ash-Shabuny, op.cit., h. 447.

46

siapapun, dimanapun dan kapan pun. Karena itu patut kita sadari bahwa orang yang tidak berlaku adil sangatlah merugikan orang lain juga diri kita sendiri, maka mulailah berlaku adil terhadap diri kita sendiri kemudian kita mampu membiasakan diri untuk bersikap adil terhadap orang lain.

Macam-macam keadilan dalam Islam yang harus diterapkan antara lain yaitu keadilan dalam kepercayaan, keadilan dalam rumah tangga, keadilan dalam perjanjian dan keadilan dalam hukum. Keadilan tidak hanya dilakukan kepada manusia saja, namun keadilan dapat diaplikasikan kepada sang khalik dengan beribadah kepada-Nya berupa shalat, puasa, dan haji. Barang siapa yang beribadah hanya kepada Allah, maka dalam hidupnya ia akan merasa tenang karena ia menyadari bahwa ia selalu diawasi oleh Allah SWT dalam hidupnya. Sebaliknya, orang yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu selain-Nya, baik dalam ucapan, keyakinan maupun perbuatan, maka dengan sendirinya ia akan terbelenggu dengan segala hal yang menyesatkan sehingga ia berada dalam kerugian akibat perbuatannya.

2.Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 8

Dokumen terkait