• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAFSIR Terkadang pengakuan bernilai baik

Teks Arab ayat 20

20. Dia (Musa) berkata, “Aku telah melakukannya, dan ketika itu aku termasuk orang yang salah.

TAFSIR Terkadang pengakuan bernilai baik.

Setelah mendengarkan kata-kata Firaun yang tajam, Musa as menjawab tiga tuduhan kesalahan yang dikemukakan Firaun tersebut. Tetapi ia menganggap tuduhan yang kedua lebih penting, saat menjawabnya sebelum menjawab tuduhan yang pertama (atau pada dasarnya tuduhan kesalahan yang pertama tidak perlu dijawab, sebab tindakan membesarkan seorang anak bukanlah alasan untuk tidak menyuguhkan hidayah kepada orang sesat yang telah membesarkannya itu). Bagaimanapun, inilah jawaban Musa as, Dia (Musa) berkata, “Aku telah melakukannya, dan ketika itu aku

Pustaka

Syiah

Dalam Tafsir Athyabul Bayan, kita membaca penafsiran-penafsiran yang berbeda tentang frase minadhdhâllîn. Sebagian ahli tafsir mengatakan Musa as mengatakan bahwa dirinya tidak bermaksud membunuh dan tidak tahu bahwa pukulannya akan membawa pada kematian. Sebagian lagi mengatakan bahwa Musa as mengatakan dirinya khilaf. Sebagian lagi mengatakan bahwa pembunuhan tersebut dilakukan karena kekeliruan.

Sebagian lain lagi mengatakan bahwa dirinya belum diangkat menjadi rasul ketika melakukan pembunuhan itu.

Tetapi semua penafsiran ini keliru. Sebab, kita tahu bahwa salah satu persyaratan utama para nabi, rasul, dan wali adalah sifat maksum (terjaga dari segala sifat-sifat hina). Mereka jauh dari dosa, kesalahan, kekeliruan, kebodohan, dan kekhilafan. Di samping itu, sebelum kejadian ini, Allah mengatakan, Dan ketika dia telah mencapai kematangannya dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya kebijaksanaan dan pengetahuan....7 Jadi, menisbatkan kebodohan, kelupaan, kesalahan, dan kekeliruan pada Musa as adalah keliru.

Di samping itu, Musa as sebelumnya sudah tahu bahwa dirinya akan menjadi Nabi, sebab telah diwahyukan kepada ibunya, Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dan akan menjadikannya salah seorang Rasul.8

Yang dimaksud dengan kata dhâllîn tampaknya adalah bahwa karena orang Koptik itu hendak membunuh lawannya dan lawannya itu meminta tolong kepada Musa as, dan juga demi mencegah kezaliman seorang penindas, adalah perlu menurut akal dan nalar (untuk melakukan pembelaan terhadap orang yang tertindas). Kemudian Musa as menambahkan bahwa dirinya mengira kalau menolong orang yang tertindas akan membuat Firaun senang dan bahwa Firaun akan menyukai apa yang diperbuatnya itu. Tetapi, setelah melihat bahwa Firaun marah, ia lalu melarikan diri, lantaran Firaun hendak membunuhnya. Dan menjadi jelas bagi Musa bahwa apa yang telah dilakukannya itu adalah salah menurut pandangan Firaun.

Penafsiran lain mengatakan bahwa kata dhâll yang disebutkan dalam ayat yang sedang kita bahas ini merujuk pada penyimpangan praktis yang tidak disengaja dan tidak merusak sifat maksum. Atau bahwa ia berarti keheranan, seperti ayat ke-7 surah adh-Dhuha (no.93) yang mengatakan, Dan Dia mendapatimu mencari-cari kian kemari, dan lalu membimbing (kamu).9

****

Teks Arab ayat 21

21. Lalu aku lari darimu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku menganugerahkan kebijaksanaan kepadaku serta Dia menjadikan aku salah seorang di antara rasul-rasul.

TAFSIR

Pustaka

Syiah

Dalam ayat mulia ini, Musa as mengemukakan alasannya melarikan diri setelah kejadian itu. Ia mengatakan, Lalu aku lari darimu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku menganugerahkan kebijaksanaan kepadaku serta Dia menjadikan aku salah seorang di antara rasul-rasul.

Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan kata hukm dalam ayat ini. Apakah yang dimaksud adalah kedudukan sebagai nabi ataukah pengetahuan? Tetapi dengan memberikan perhatian pada sisa ayat selebihnya yang menempatkan kedudukan kenabian di depan kedudukan kebijaksanaan, menjadi jelas bahwa yang dimaksud hukm adalah sesuatu yang lain daripada kenabian dan misi.

Bukti lain untuk masalah ini adalah ayat ke-79 surah Ali Imran (no.3), Tidaklah layak bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya al-Kitab, hukm, dan kenabian, lalu berkata kepada manusia, “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku, bukan sebagai penyembah Allah....”

Pada dasarnya, kata Arab, hukm, asalnya berarti mencegah untuk memperbaiki. Karena itu, tali kekang dalam bahasa Arab disebut hakamah.

Kemudian kata ini digunakan untuk mengatakan sesuatu yang merupakan kebijaksanaan, dan dalam kaitan ini, pengetahuan dan akal juga disebut hukm. Dapat dikatakan bahwa dari ayat ke-14 surah al-Qashash (no.28), dipahami bahwa Musa as telah mencapai kedudukan kebijaksanaan dan pengetahuan sebelum terjadinya pembunuhan atas orang Koptik itu, ketika dikatakan, Dan ketika dia telah mencapai kematangannya dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya kebijaksanaan dan pengetahuan....

Setelah ayat ini, urusan pembunuhan orang Koptik itu disebutkan dalam beberapa ayat setelahnya.

Jawaban bagi pertanyaan ini adalah bahwa pengetahuan dan kebijaksanaan memiliki berbagai tingkatan dan Musa as telah mencapai satu tingkat sebelumnya dan mencapai tingkatan lebih tinggi darinya saat diangkat menjadi Nabi.

Suatu ketika, Imam Ali as ditanya, mengapa sepeninggal Nabi saw, beliau tidak merebut hak kepemimpinannya dengan bantuan senjata dan mengapa tidak memerangi khalifah-khalifah sebelumnya, sebagaimana beliau memerangi Thalhah, Zubair, dan Muawiyah. Imam Ali as menjawab,

“Adakalanya diperlukan sikap berdiam diri. Bukankah Ibrahim as mengatakan kepada kaumnya, Dan aku akan menjauhkan diri dari kamu dan apa yang kamu seru selain Allah....?10 Tidakkah Harun as mengatakan, Sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku...?11 Tidakkah Yusuf as mengatakan, Tuhanku! Penjara lebih kusukai daripada apa yang mereka mengajakku kepadanya....?12 Tidakkah Musa as mengatakan kepada Firaun, Lalu aku pun melarikan diri darimu ketika aku takut kepadamu....?13 Tidakkah Luth as berkata ketika dia menghadapi tuntutan orang-orang yang zalim, Seandainya aku mempunyai kekuatan untuk melawan kamu semua atau aku

Pustaka

Syiah

Karena itu, sahabat-sahabat Allah terkadang harus bersikap diam atau mengundurkan diri dari orang banyak.

****

Teks Arab ayat 22

22. Dan itukah kebaikan yang telah engkau berikan kepadaku, bahwa engkau telah memperbudak Bani Israil.”

TAFSIR

Celaan dan arogansi harus dijawab dengan kasar dan keras. Untuk menjawab celaan Firaun bahwa ia telah membesarkan Musa di masa kanak-kanaknya, Musa as memprotes dan mengatakan dengan tajam, Dan itukah kebaikan yang telah engkau berikan kepadaku, bahwa engkau telah memperbudak Bani Israil.”

Benar, tangan peristiwa telah membawa Musa as ke istana Firaun dan beliau secara terpaksa dibesarkan di pangkuan Firaun, dan ini sekaligus menunjukkan kekuasaan Allah. Tetapi kita harus melihat, apa faktor utama urusan ini. Mengapa Musa as tidak dibesarkan di rumahnya sendiri dengan siraman kasih-sayang ayah dan ibunya?

Tidakkah benar bahwa Firaun telah menawan Bani Israil, membunuh anak-anak lelaki mereka, dan membiarkan anak-anak perempuan mereka hidup untuk menjadi budak-budak perempuan?

Penindasan besar yang dilakukan Firaun ini menyebabkan ibunda Musa as menempatkan anaknya dalam sebuah peti kayu dan menghanyutkannya di Sungai Nil untuk melindunginya. Adalah kehendak Allah bahwa perahu kecil itu sampai ke dekat istana Firaun. Ya, penindasan Firaunlah yang membuat Musa as berhutang budi kepada Firaun dan dicela olehnya, serta merampas darinya, rumahnya sendiri yang bersih dan menempatkannya di istana Firaun yang kotor.

Dengan penafsiran ini, kaitan antara Musa as dengan pertanyaan Firaun menjadi jelas.

Penafsiran lain yang mungkin adalah bahwa yang dimaksud Musa as dengan dibesarkannya dirinya oleh Firaun bisa jadi merupakan nikmat bila dibandingkan dengan tirani serta kekejaman Firaun terhadap Bani Israil, dan dipahami bahwa nikmat tersebut hanyalah setetes air dibandingkan lautan.

Nikmat apakah yang disebut-sebut oleh Firaun itu, sedangkan dirinya telah melakukan begitu banyak penindasan dan kejahatan di baliknya?

Penafsiran ketiga yang bisa disebutkan bagi jawaban Musa as kepada Firaun adalah, jika Musa as dibesarkan di istana Firaun dan menikmati berbagai kesenangan, maka tidaklah boleh dilupakan bahwa yang

Pustaka

Syiah

Musa as, dan yang menghasilkan nikmat-nikmat tersebut adalah tawanan-tawanan dari Bani Israil. Bagaimana Firaun dapat mencela Musa as karena menikmati apa yang telah dihasilkan kaumnya sendiri?

Ketiga penafsiran di atas bukanlah tidak konsisten satu sama lain;

tetapi penafsiran pertama tampaknya lebih jelas ditinjau dari beberapa aspek.

Sambil lalu, frase Qurani, minal-mursalin, yang digunakan dalam ayat sebelumnya, merujuk pada kenyataan bahwa Musa as bukanlah satu-satunya rasul Allah. Sebelumnya telah ada banyak nabi, dan Musa adalah salah satu dari nabi Tuhan, dan Firaun lupa akan hal ini.

****

Teks Arab ayat 23-26

23. Firaun bertanya, “Dan apa Tuhan seru sekalian alam itu?” 24. Dia (Musa) menjawab, “(Dia adalah) Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, jika kamu memiliki iman.” 25. Dia (Firaun) berkata kepada orang-orang di sekelilingnya, “Apakah kamu tidak mendengar (apa yang dikatakannya)?” 26. Dia (Musa) berkata, “(Dia itu) Tuhanmu dan juga Tuhan nenek moyangmu yang terdahulu.”

TAFSIR

Al-Quran mengatakan bahwa tesis para nabi terhadap lawan-lawan mereka adalah seputar rububiyah (ketuhanan) Allah, yakni manajemen dan legislasi Allah serta perlunya taat kepada segenap perintah-Nya. Lawan-lawan para nabi hanya mengakui Allah sebagai pencipta alam semesta.

Dewasa ini pun, sebagian orang mengatakan bahwa agama terpisah dari politik. Pernyataan ini seperti kata-kata orang yang mengatakan bahwa penciptaan dunia oleh Allah adalah sesuatu yang berbeda dan terpisah dari pengelolaan dunia (Allah yang menciptakannya tapi kita yang mengaturnya).

Menurut al-Quran suci dan akal, hak rububiyah, hak memberikan kewajiban-kewajiban, dan hak untuk ditaati hanyalah milik Dia yang adalah Sang Pencipta, bukan milik yang lain. Dia yang menciptakan, pasti tahu hukum-hukum apa yang mesti diberlakukan.

Musa as mengatakan bahwa pertanyaan Firaun bukanlah untuk dipahami. Ia (Firaun) hanya berbicara secara berputar-putar saja. Jika Firaun benar-benar mencari kebenaran, niscaya ia akan memahami keesaan dan ketuhanan-Nya dengan merenungi tatatertib dan sistem penciptaan.

Bagaimanapun, ketika Musa as menjawab kata-kata Firaun dengan tajam dan kuat, dan Firaun menjadi tidak berdaya dalam hal ini, ia (Firaun) lalu mengubah arah pembicaraan. Ia bertanya kepada Musa as yang telah mengatakan bahwa Tuhannya, yang adalah Tuhan semesta alam, telah

Pustaka

Syiah

mengangkatnya sebagai salah seorang rasul. Al-Quran menyatakan, Firaun bertanya,”Dan apa Tuhan seluruh alam itu?”

Tampaknya, sangat tidak mungkin bahwa Firaun mengemukakan pertanyaan ini dengan tujuan untuk memahami masalah. Tampaknya ia mengemukakan pertanyaan ini karena pura-pura bodoh dan juga untuk mengejek.

Dalam ayat kedua, sebagai pembicara yang sadar dan penuh perhatian, Musa as tidak punya cara lain kecuali memperlakukan masalah dengan penuh semangat dan menjawab pertanyaan Firaun dengan serius.

Mengingat kenyataan bahwa Zat Allah berada di luar jangkauan pemikiran dan persepsi manusia, maka Musa as lalu menggunakan tanda-tanda dan efek-efek-Nya yang terdapat di mana-mana dan berbicara tentang tanda-tanda lahiriah, sebagai berikut, Dia (Musa) menjawab, “(Dia adalah) Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, jika kamu memiliki iman.”

Langit dengan kebesarannya, bumi dengan keluasannya, serta berbagai makhluk yang ada di dalamnya, yang di hadapannya kerajaan Firaun bukanlah apa-apa, merupakan ciptaan Tuhannya Musa as. Pencipta, Perancang, dan Pengurus seperti itu, yakni Allah Swt, itulah yang berhak disembah, bukan makhluk yang kecil dan lemah seperti Firaun.

Juga perlu diperhatikan bahwa para penyembah berhala meyakini bahwa setiap makhluk di dunia ini memiliki tuhan tertentu, dan menganggap alam semesta ini sebagai campuran sistem-sistem yang berserakan. Tetapi kata-kata Musa as merujuk pada kenyataan bahwa sistem tunggal yang bersatu ini, yang mengatur alam semesta, adalah bukti bahwa dirinya memiliki satu Allah yang tunggal dan unik.

Kalimat Qurani, in kuntum mûqinîn (jika kau punya iman), mungkin merujuk pada masalah bahwa Musa as secara tidak langsung ingin membuat Firaun dan sahabat-sahabatnya memahami bahwa tujuan pertanyaan mereka bukanlah untuk memahami kebenaran. Sekiranya mereka benar-benar mencari kebenaran dan mempunyai akal dan kebijaksanaan, niscaya argumen yang dikemukakannya sudahlah mencukupi. Musa as mengatakan secara tersirat bahwa mereka harus membuka mata dan melihat tanda-tanda-Nya di langit dan bumi yang membentang luas untuk mengetahui apa yang harus mereka ketahui dan mengoreksi pandangan-dunia mereka sendiri (yang telah keliru dan sesat selama ini).

Tetapi Firaun tidak bangun dari tidur bodohnya oleh pembicaraan Musa as yang kuat itu dan terus menertawakan dan mengejeknya. Ia menggunakan metode kuno para tiran yang sombong, dan berbicara kepada para sahabatnya, sebagaimana dikatakan al-Quran, Dia (Firaun) berkata kepada orang-orang di sekelilingnya, “Apakah kamu tidak mendengar (apa yang dikatakannya)?”

Pustaka

Syiah

Adalah jelas, siapa sahabat-sahabat Firaun itu. Mereka adalah orang seperti Firaun sendiri. Mereka terdiri dari para penindas dan orang-orang kaya yang mendukung tirani.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa sahabat-sahabat Firaun itu, yang hadir saat itu, berjumlah 500 orang, yang merupakan tokoh-tokoh khusus dan orang-orang penting dari kaumnya.15

Tujuan Firaun adalah menjadikan pembicaraan Musa as yang logis menjadi tidak efektif terhadap hati yang gelap dari kelompok ini, dan menunjukkan bahwa pembicaraan tersebut tidak bermakna dan isinya tidak bisa dimengerti.

Kemudian Musa as melanjutkan kata-katanya yang logis, seraya tidak takut kepada siapa pun, Dia (Musa) berkata, “(Dia itu) Tuhanmu dan juga Tuhan nenek moyangmu yang terdahulu.”

Sebagai kenyataan, Musa as yang memulai pembicaraannya dengan tanda-tanda lahiriah pada tahap pertama, kemudian dalam tahap kedua, berlanjut ke tanda-tanda batiniah dan menyinggung misteri penciptaan dalam diri manusia sendiri, serta tanda-tanda pemeliharaan Tuhan dan rububiyah Allah dalam jiwa dan jasad manusia untuk membuat orang-orang bodoh yang sombong ini memikirkan dirinya sendiri agar mengenal Tuhan mereka.

****

Teks Arab ayat 27-30

27. Dia (Firaun) berkata, “Sungguh, Rasulmu yang diutus kepadamu ini benar-benar orang gila.” 28. Dia (Musa) berkata, “(Dialah) Tuhan (yang mengusai) timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya; jika kamu mengerti.” 29. Dia (Firaun) berkata, “Sungguh, jika engkau menyembah Tuhan selain aku, pasti aku masukkan engkau ke dalam penjara.” 30. Dia (Musa) berkata, “Apakah (engkau akan melakukan itu) sekalipun aku tunjukkan kepadamu sesuatu (bukti) yang nyata?”

TAFSIR

Fitnah tidak menyebabkan sahabat-sahabat Allah bergeser dari tujuan-tujuan sucinya.

Salah satu senjata musuh-musuh para nabi adalah tuduhan bahwa nabi-nabi tersebut adalah orang-orang gila. Ya, mereka yang tidak mampu menawarkan argumentasi yang masuk akal, akan berpaling pada tuduhan palsu dan bahasa yang kotor. Karena itu, Firaun terus bersikap keras kepala.

Ia melampaui tahap mengejek dan menertawakan Musa as dan melontarkan tuduhan kegilaan kepadanya. Ayat di atas mengatakan, Dia (Firaun) berkata,

“Sungguh, Rasulmu yang diutus kepada kamu ini benar-benar orang gila.”

Pustaka

Syiah

Tuduhan ini adalah tuduhan yang sama seperti yang dilontarkan semua penindas di dunia kepada para pembaru yang diutus Tuhan.

Adalah menarik bahwa penipu yang sombong ini bahkan tidak bersedia mengatakan ‘rasul kita’ atau ‘kepada kita’, melainkan mengatakan

‘rasulmu’ dan ‘kepadamu’. Sebab, frase ‘rasulmu’ memiliki aspek menertawakan. Ia adalah sejenis ejekan yang disertai penegasan diri, yang secara tidak langsung mengatakan bahwa dirinya begitu penting sehingga seorang nabi utusan Tuhan pun tidak bisa sembarangan datang kepadanya.

Tujuannya menuduh gila kepada Musa as adalah untuk menangkal efek dari logika kuat Musa terhadap sahabat-sahabatnya yang hadir pada waktu itu.

Akan tetapi, tuduhan tidak adil ini tidak memiliki efek terhadap jiwa Musa as yang suci. Musa as terus menempuh jalan utama tauhid dengan tanda-tanda Allah di alam semesta yang luas, di mikrokosmos dan makrokosmos. Ayat di atas mengatakan, Dia (Musa) berkata, “(Dialah) Tuhan (penguasa) timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya; jika kamu mengerti.”

Jika Firaun memiliki kekuasaan yang tak nyata di daerah kecil yang disebut Mesir, maka pemerintahan Allah yang nyata menguasai Timur dan Barat serta semua yang ada di antaranya. Tanda-tanda-Nya terlihat di mana-mana dan pada semua makhluk. Pada dasarnya, terbit dan terbenamnya matahari di timur dan di barat serta sistem yang bekerja di dalamnya merupakan tanda keagungan-Nya. Tetapi masalahnya, orang-orang seperti Firaun tidak pernah merenungkannya, bahkan tidak terbiasa berpikir (Anda harus memperhatikan bahwa kalimat Qurani, in kuntum ta’qilûn [jika kamu mengerti] merujuk pada masalah bahwa jika Firaun terbiasa berpikir di masa lalu dan di masa kini, niscaya ia akan memahami kenyataan ini).

Dalam kenyataannya, Musa as menjawab tuduhan kegilaan ini dengan sangat manis, dengan mengatakan bahwa dirinya tidak gila, dan orang yang tidak melihat semua tanda-tanda Allah, justru yang gila dan tidak waras.

Sebuah syair Persia mengatakan,

Meskipun dengan adanya tanda-tanda dan hal-hal yang ajaib yang ditemukan di tembok penciptaan,

jika orang tidak berpikir tentang-Mu, maka itu semua hanya merupakan gambar di tembok.

Benar, untuk pertama kalinya Musa as merujuk pada manajemen langit dan bumi. Tetapi, karena langit sedemikian tinggi dan bumi sedemikian misterius, maka akhirnya ia menunjuk pada masalah bahwa tak seorang pun dapat mengingkarinya karena manusia telah melihatnya setiap hari. Manajemen tersebut menyangkut terbit dan terbenamnya matahari serta program teliti yang dikandungnya, di mana tak seorang pun yang dapat mengklaim bahwa dirinyalah sang perancang program tersebut.

Frase Qurani, wama baynahumâ (dan apa yang ada di antara keduanya)

Pustaka

Syiah

juga berlaku pada langit dan bumi. Dan hubungan serta kesatuan generasi-generasi manusia telah dinyatakan dalam frase Qurani yang mengatakan, Tuhanmu dan Tuhan nenek-moyangmu yang terdahulu.16

Akan tetapi, logika kuat dan tinggi ini membuat Firaun sangat marah dan lalu menggunakan senjata yang sama seperti yang digunakan para penindas yang tak rasional manakala mereka kalah dalam beradu argumentasi. Al-Quran mengatakan, Dia (Firaun) berkata, “Sungguh, jika engkau menyembah Tuhan selain aku, pasti aku masukkan engkau ke dalam penjara.”

Firaun ingin mengatakan bahwa dirinya tidak bisa memahami apa yang dikatakan Musa as dan satu-satunya hal yang dijunjungnya adalah bahwa cuma ada satu tuhan besar yang harus disembah, dan itu adalah Firaun sendiri. Karenanya, barangsiapa berpendapat selain itu, harus dihukum mati atau dimasukkan ke dalam penjara yang mengerikan.

Beberapa ahli tafsir percaya bahwa karena kata Qurani, al-Masjûnîn, dalam ayat ini memiliki kata sandang alif lam (al), maka ia merujuk pada penjara khusus yang jika seseorang dimasukkan ke dalamnya, akan tetap tinggal di sana sampai mayatnya dibawa keluar.17

Sesungguhnya Firaun ingin menindas Musa as dengan ancaman dan kata-kata yang keras ini dan membuatnya diam. Sebab, terus berlanjutnya diskusi tersebut dapat mengakibatkan orang tersadar, dan tak ada sesuatu pun yang lebih berbahaya bagi para penindas ketimbang rakyatnya sadar dan mengetahui kebenaran.

Dalam ayat-ayat sebelumnya kita melihat bagaimana Musa as mempertahankan keunggulan logikanya atas Firaun dan menunjukkan kepada hadirin betapa agamanya banyak bergantung pada logika dan akal, serta betapa klaim Firaun tidak berdasar dan tak berarti apa-apa. Terkadang Firaun mengejek, terkadang menuduh Musa as gila, dan akhirnya berpaling pada kekuatan, kekerasan, dan mengancamkan kematian dan penjara atasnya.

Sekarang, Musa as harus memilih pendekatan baru yang membuat Firaun tak berdaya lagi. Dengan mengandalkan kekuasaan Allah yang bersumber dari suatu mukjizat yang jelas, Musa as berbicara kepada Firaun dan mengatakan apakah jika ia menunjukkan sesuatu yang nyata sebagai tanda kerasulannya, dirinya tetap akan dijebloskan ke penjara? Ayat di atas mengatakan, Dia (Musa) berkata, “Apakah (engkau tetap akan melakukannya) sekalipun aku tunjukkan kepadamu suatu (bukti) yang nyata?”

****

Teks Arab ayat 31

31. Dia (Firaun) berkata, “Tunjukkanlah sesuatu itu, jika engkau termasuk orang yang benar!”

Pustaka

Syiah

TAFSIR

Pada titik ini, Firaun menemui jalan buntu yang sulit. Sebab, Musa as secara tersirat merujuk pada sebuah program luar biasa dan menarik perhatian hadirin kepada dirinya. Jika Firaun mengabaikan kata-katanya, semua orang akan berkeberatan terhadapnya dan mengatakan bahwa dirinya harus mempersilahkan Musa menyuguhkan pekerjaannya yang penting. Jika Musa as mampu melakukannya, maka akan jelas bahwa beliau tak dapat ditangani. Tapi, bila Musa as tak mampu melakukannya, maka pembicaraannya yang kosong dan tak berisi akan menjadi jelas.

Bagaimanapun, kata-kata Musa as tidak dapat diabaikan begitu saja.

Firaun terpaksa mengucapkan kata-kata berikut, Dia (Firaun) berkata,

“Tunjukkanlah sesuatu itu, jika engkau termasuk orang yang benar!”

Manakala logika tidak berhasil mencapai sasaran, maka mukjizat merupakan keharusan. Sebab, mukjizat para nabi adalah nyata dan benar dan

Manakala logika tidak berhasil mencapai sasaran, maka mukjizat merupakan keharusan. Sebab, mukjizat para nabi adalah nyata dan benar dan

Dokumen terkait