• Tidak ada hasil yang ditemukan

AL-FURQAN. Teks Arab Basmalah Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "AL-FURQAN. Teks Arab Basmalah Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang"

Copied!
234
0
0

Teks penuh

(1)

Pustaka

Syiah

(2)

AL-FURQAN Teks Arab Basmalah

Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang JUZ 19

Surah No. 25 AL-FURQAN

(Pembeda)

Diwahyukan di Mekkah

(Berjumlah 77 ayat dalam enam bagian) Bagian 3

Al-Quran Diwahyukan secara Berangsur-angsur

Hari datangnya hukuman bagi orang-orang jahat –Hari ketika Kerajaan akan menjadi milik Allah semata– Orang-orang jahat akan menyesal karena tidak mengikuti Jalan yang benar bersama Nabi Muhammad saw – Al- Quran diwahyukan secara berangsur-angsur.

Teks Arab Basmalah

Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang Teks Arab ayat 21

21. Dan berkatalah orang-orang yang tidak mengharapkan bertemu dengan Kami (untuk Pengadilan), “Mengapa tidak diturunkan malaikat kepada kita, atau (mengapa) kita tidak melihat Tuhan kita?” Sesungguhnya mereka sangat menyombongkan diri dan mereka benar-benar telah melampaui batas (dalam melakukan kezaliman).

TAFSIR

Kata ‘utuww berarti jenis penindasan yang paling buruk.1 Hari Kebangkitan disebut hari liqâ’ (perjumpaan). Sebab pada hari itu, semua ketidaktahuan, kelalaian, dan rintangan akan dihilangkan sepenuhnya dan manusia mampu melihat keagungan Allah. Al-Quran mengatakan, Dan mereka akan mengetahui bahwa Allah, Dialah Kebenaran yang [sangat] Nyata.2

Untuk menghindari kewajiban dan tanggung jawab dibebankan oleh keimanan kepada Allah dan Hari Kebangkitan ke pundaknya, orang-orang musyrik mengajukan beberapa dalih. Salah satunya adalah mengapa Nabi saw makan seperti halnya mereka makan dan berjalan di pasar-pasar; yang jawabannya telah kita baca dalam ayat-ayat terdahulu.

Pustaka

Syiah

(3)

Ayat di atas melengkapi dua bagian lain dari dalih mereka, dan menjawabnya. Mula-mula, ia mengatakan, Dan berkatalah orang-orang yang tidak mengharapkan bertemu dengan Kami (untuk Pengadilan), “Mengapa tidak diturunkan malaikat kepada kita, atau (mengapa) kita tidak melihat Tuhan kita?”

Pernyataan mereka ini berarti; andaikata diterima bahwa Nabi saw boleh menjalani kehidupan seperti biasa layaknya orang-orang lain, namun tidaklah dapat diterima bila sang pembawa wahyu (Jibril as) hanya datang kepadanya (Nabi saw) saja tapi tak dapat dilihat orang lain. Apa masalahnya jika malaikat muncul dan mempersaksikan kenabiannya atau menyampaikan sebagian wahyu kepadanya, sementara orang banyak menyaksikannya?

Apa masalahnya jika manusia melihat Allah dengan mata kepalanya sendiri? Jika hal itu terjadi, niscaya tidak akan ada lagi keraguan baginya (Nabi saw). Semua ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang memang sengaja mereka lontarkan, yang mencegah mereka menerima seruan Nabi saw.

Adalah penting bahwa al-Quran menyebut orang-orang yang mengemukakan dalih ini sebagai, ... mereka yang tidak mengharapkan perjumpaan dengan Kami ...3 Ini menunjukkan bahwa kata-kata yang tak berdasar tersebut bersumber dari kekafiran terhadap Hari Kebangkitan dan juga dari tidak adanya rasa tanggung jawab terhadap Allah Swt.

Dalam ayat ke-7 surah al-Hijr (no.15), kita membaca kata-kata mereka, Jika kamu termasuk orang-orang yang benar, mengapa kamu tidak mendatangkan malaikat-malaikat kepada kami?

Di permulaan surah ini, kita juga membaca, Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat, untuk menjadi pemberi peringatan bersamanya?4

Tetapi, orang yang mencari kebenaran hanya menuntut alasan untuk membuktikan suatu masalah dan tidak mempedulikan jenis alasan tersebut.

Manakala melalui mukjizat yang dipertunjukkan, termasuk al-Quran itu sendiri, Nabi saw telah membuktikan bahwa seruan dan ajakannya itu benar, lantas apa artinya dalih-dalih tersebut?

Alasan terbaik untuk menunjukkan kata-kata orang kafir itu tidak diucapkan demi meneliti kenabian Nabi suci saw adalah bahwa mereka meminta supaya dapat melihat Allah. Jelas, dengan tuntutan semacam ini, mereka menurunkan derajat Allah menjadi wujud yang dapat dilihat.

Tuntutan tak beralasan ini dikemukakan Bani Israil dan jawabannya yang mematahkan (dalih tersebut) telah dikemukakan kepada mereka dalam al- Quran, sebagaimana dijelaskan dalam surah al-A’raf (no.7) ayat ke-143.

Demikianlah, al-Quran menjawab tuntutan ini dengan cara berikut, Sesungguhnya mereka sangat menyombongkan diri dan mereka benar-benar telah melampaui batas (dalam melakukan kezaliman).

Kata ‘utuww bermakna tidak mau menaati perintah seraya bersikap sombong dan memusuhi. Frase Qurani, fi anfusihim barangkali berarti bahwa mereka menyombongkan diri dan juga congkak. Atau boleh jadi berarti

Pustaka

Syiah

(4)

bahwa mereka menyembunyikan kesombongan dan kebanggaannya dalam hatinya sendiri serta mengemukakan tuntutan dan dalih seperti itu.

Di masa kita sekarang ini, terdapat pula orang-orang yang mengulangi logika kaum musyrik zaman dahulu seraya mengatakan bahwa mereka tidak percaya kepada adanya Allah jika tidak melihat Allah di laboratorium tempat mereka bereksperimen dengan ruh yang bersama dengan-Nya dalam operasi pembedahan. Sumber dari sikap semacam ini hanya satu; yakni arogansi dan ketertipuan.

Pada dasarnya, semua orang yang menganggap panca indera dan pengalaman sebagai satu-satunya sarana mengetahui secara tidak langsung mengulangi sikap dan pernyataan kaum musyrik tersebut. Semua orang yang menganut ajaran materialisme dan menganggap uang sebagai satu-satunya hal terpenting, memiliki pandangan yang sama. Padahal panca indera kita hanya sanggup menjangkau sebagian kecil saja dari keberadaan alam ini (itu pun hanya menyangkut fenomenanya saja, bukan realitas atau hakikatnya—

peny.).

Bagaimanapun, seluruh penganut materialisme menganggap segala sesuatu bersifat non-spiritual dan duniawi. Karenanya, mereka berupaya melihat Allah dengan mata fisiknya sendiri. Ini merupakan kesalahan besar mereka yang benar-benar fatal.

****

Teks Arab ayat 22

22. Pada hari ketika mereka melihat para malaikat, pada hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa dan mereka (para malaikat) akan berkata, “Ia (surga itu) adalah (hal) yang terlarang, sama sekali terlarang.”

TAFSIR

Dalam ayat sebelumya disebutkan soal orang-orang arogan yang tidak mengharapkan Kebangkitan namun ingin melihat para malaikat. Dalam ayat di atas dikatakan bahwa para malaikat itu akan datang kepada mereka.

Tetapi, alih-alih menyampaikan cahaya wahyu, para malaikat itu akan mengemukakan ancaman yang paling keras kepada mereka. Hari itu, seperti dikatakan Imam Muhammad Baqir as, adalah hari kematian mereka dan Allah memerintahkan Malaikat Maut agar mencabut nyawa mereka. Tatkala ruh akan meninggalkan jasad mereka, beberapa orang malaikat memukuli punggung dan wajah mereka. Kemudian Imam Muhammad Baqir as membacakan ayat ini.5 Ayat di atas mengatakan, Pada hari ketika mereka melihat para malaikat,

Oleh karena itu, dalam ayat mulia ini, al-Quran mengatakan hal

Pustaka

Syiah

(5)

para malaikat dan akhirnya memang akan melihatnya. Tetapi ayat di atas mengatakan, pada hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa.

Ya, pada hari itu, mereka tidak akan bergembira. Sebabnya, mereka menyaksikan tanda-tanda hukuman bersamaan dengan kedatangan para malaikat itu. Lalu, mereka akan mengucapkan kata-kata yang biasa mereka ungkapkan saat menghadapi marabahaya di dunia ini, “Berilah rahmat kepada kami dan bebaskanlah kami!”6

Secara pasti, baik kalimat ini maupun kalimat-kalimat lainnya, tidak akan berpengaruh sedikit pun terhadap nasib mereka. Sebab, api neraka yang sesungguhnya telah mereka nyalakan sendiri itu akan membakar mereka, dan amal-amal kejahatan yang telah mereka kerjakan akan mewujud di hadapan mereka. Konsekuensi dari amal-amal buruk mereka akan kembali kepada diri mereka. Ayat di atas selanjutnya mengatakan, dan mereka (para malaikat) akan berkata, “Ia (surga itu) adalah (hal) yang terlarang, sama sekali terlarang.”

Kata hijr asalnya bermakna suatu daerah yang diberi batu-batu dan terlarang untuk dimasuki. Dalam hal ini, kita melihat bahwa Hijr Ismail disebut hijr, lantaran mencegah manusia dari tindakan-tindakan buruk.

Demikianlah kita membaca ayat ke-5 surah al-Fajr (no.89), Tidakkah pada yang demikian itu terdapat sumpah bagi orang-orang yang berakal?

Juga sebutan “penduduk al-Hijr” yang disebutkan dalam al-Quran (surah al-Hijr, ayat ke-80), digunakan untuk nama kaum Nabi Saleh as yang membuat rumah-rumah dari batu di gunung-gunung sehingga terlindungi dari marabahaya.

Tetapi frase al-Quran, hijran mahjûrâ (larangan yang mencegah), adalah suatu ekspresi yang digunakan orang-orang Arab tatkala berjumpa dengan orang-orang yang mereka takuti. Mereka biasanya mengucapkan frase ini untuk melindungi diri mereka.

Lebih khusus lagi adalah tradisi bangsa Arab dalam bulan-bulan suci, manakala berlaku larangan untuk menggelar peperangan. Saat menghadapi seseorang lalu merasa khawatir kalau-kalau tradisi (larangan) ini tidak ditaati, mereka kontan mengucapkan frase ini agar terlindungi. Mendengar frase ini, orang itu biasanya akan langsung melindungi dan menenangkan hati mereka. Jadi, arti frase suci ini adalah “aku mencari perlindungan, yang stabil dan tak berubah.”

Sementara itu, dari kata-kata di atas, dapat dipahami bahwa orang- orang yang mengucapkan kata-kata ini adalah orang-orang jahat. Proporsi kata kerja yang ada dalam ayat ini, proses sejarah, dan latar belakang frase ini di kalangan bangsa Arab menuntut hal ini. Meskipun demikian, sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa adalah mungkin dalam ayat di atas, sosok yang mengucapkan kata-kata itu adalah para malaikat, yang bertujuan untuk mencegah rahmat Allah Swt dari orang-orang musyrik.

Pustaka

Syiah

(6)

Beberapa ahli tafsir juga mengatakan bahwa kata-kata ini diucapkan orang-orang jahat satu sama lain. Tetapi tampaknya, arti pertamalah yang benar. Sebab, banyak ahli tafsir yang menerimanya atau menyebutkannya sebagai penafsiran yang pertama.7

Tetapi, kapan (hari) orang-orang zalim itu bertemu malaikat-malaikat?

Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa hari itu adalah hari kematian mereka;

ketika manusia melihat Malaikat Maut. Ini sebagaimana dikatakan dalam surah an-Nisa (no.4) ayat ke-97, Sesungguhnya orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri....

Beberapa ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Hari Kebangkitan; hari ketika orang-orang zalim berjumpa malaikat-malaikat Tuhan yang bertugas menghukum dan mengawasi mereka.

Penafsiran kedua tampaknya lebih layak, mengingat ayat-ayat selanjutnya berbicara tentang Kebangkitan dan terutama dengan adanya kata yauma’idzi(n) yang merujuk kepadanya.

****

Teks Arab ayat 23

23. Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan.

TAFSIR

Kata haba’ berarti ‘debu yang halus’ dan kata mantsur bermakna

‘bertebaran’.

Dalam ayat mulia ini, digambarkan kondisi amal-amal orang-orang zalim di akhirat.

Dikatakan, Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan.

Kata ‘amal, sebagaimana dikatakan Raghib dalam Mufradat, dalam ayat ini berarti “setiap pekerjaan yang dilakukan dengan sengaja.” Tetapi kata fi’l bersifat umum dan berlaku bagi setiap pekerjaan yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak disengaja.

Kata qadimnâ berasal dari kata qudûm, yang berarti “masuk atau berpaling kepada sesuatu.” Di sini, kata ini digunakan untuk memberikan penekanan pada masalah, bahwa secara pasti, mereka telah mengerjakan semua perbuatannya dengan sengaja; meskipun perbuatan-perbuatan mereka itu tampaknya saja baik dan benar. Jadi, dikarenakan kemusyrikan dan kekafiran mereka, Allah akan berpaling dari segenap amal yang mereka kerjakan dan menjadikannya laksana debu yang bercerai-berai.

Dalam sejumlah riwayat, cakupan dari mereka yang amal

Pustaka

Syiah

(7)

orang yang melaksanakan salat dan puasa namun tidak mencegah diri dari makanan yang haram, atau membenci dan memusuhi Imam Ali bin Abi Thalib as dan para pengikutnya.

Kata Arab haba’ berarti partikel-partikel debu teramat kecil yang tidak dapat dilihat secara biasa. Kecuali jika ada sinar matahari yang memasuki sebuah kamar gelap, sehingga partikel-partikel tersebut menjadi tampak jelas dan, dengan cara ini, kita dapat melihatnya.

Kalimat ini menunjukkan bahwa amal-amal mereka akan menjadi sedemikian tidak berharga dan tidak efektif sehingga tampak seolah-olah tidak memiliki amal sama sekali, meskipun mereka telah mengusahakan dan mengupayakannya selama bertahun-tahun.

Ayat ini seperti ayat ke-18 surah Ibrahim (no.14) yang mengatakan, Amal-amal mereka adalah seperti abu yang dihembus angin dengan keras pada hari yang penuh badai....

Alasan logisnya juga jelas. Sebab, segenap apa yang memberi makna dan arti kepada amal manusia adalah niat, motivasi, dan tujuan akhir yang layak dari dilakukannya amal tersebut. Orang-orang yang beriman dan setia akan mengerjakan amal-amalnya dengan motif-motif Ilahi dan mengejar tujuan-tujuan suci serta mengerjakan program-program yang baik dan benar.

Sedangkan orang-orang munafik kebanyakannya bersikap sombong, menipu, dan congkak. Karena itu, amal-amal mereka tidak akan bernilai.

Sebagai contoh, terdapat mesjid-mesjid yang telah dibangun ratusan tahun lalu dan rentang waktu selama berabad-abad itu tidak sedikit pun memengaruhi mereka. Sebaliknya, kita saksikan rumah-rumah yang baru saja dibangun sebulan atau setahun lalu, telah mengalami beberapa kerusakan di dalamnya. Mesjid-mesjid itu dibangun dengan kuat dan dengan konstruksi dan bahan paling baik, seraya mempertimbangkan semua kejadian di masa depan. Ini dikarenakan mereka (para pembangunnya) memiliki motivasi yang suci. Sedangkan berkenaan dengan rumah-rumah rapuh itu, perhatian para pembangunnya hanya difokuskan pada warna dan penampilannya saja.

Sebab, tujuannya adalah memperoleh kekayaan dan uang dengan cara menipu dan memalsu.

Pada dasarnya, menurut logika Islam, amal-amal saleh bisa terkena penyakit, yang karenanya harus segera dilindungi. Adakalanya amal tersebut sudah salah sejak awal, sebagaimana amal yang dikerjakan secara munafik.

Terkadang manusia menjadi sombong, congkak, dan mengagumi diri sendiri dalam melaksanakan suatu amal, dan karena itu, amalnya tersebut menjadi tak berharga sama sekali.

Dan terkadang, setelah suatu amal dikerjakan, nilainya akan terhapus karena pelakunya melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan amal tersebut. Seperti amal sedekah dan kemurahan hati yang diikuti celaan, atau amal-amal baik yang diikuti kekufuran dan kemurtadan.

Pustaka

Syiah

(8)

Bahkan, menurut beberapa riwayat, adakalanya mengerjakan dosa- dosa sebelum mengerjakan amal kebajikan akan memengaruhi amal kebajikan tersebut. Seperti, misalnya, orang yang menenggak minuman keras.

Kita membaca bahwa barangsiapa menenggak minuman keras, amal kebaikannya selama 40 hari tak akan diterima Allah Swt.8

Bagaimanapun, Islam memiliki program yang sangat ketat, penuh perhitungan, dan tepat berkenaan dengan sifat-sifat amal kebajikan.

Imam Muhammad Baqir as mengatakan, “Pada Hari Kebangkitan kelak, Allah Swt akan mendatangkan sekelompok orang yang di depan mereka terdapat cahaya, bagaikan pakaian putih cemerlang (ini adalah cahaya amal kebajikan mereka). Kemudian Allah akan memerintahkan agar amal-amal kebajikan mereka itu dijadikan partikel-partikel debu yang berserakan (maka, semua amal kebajikan itu pun hilang). Mereka itu adalah orang-orang yang dulu mengerjakan salat dan puasa, tetapi ketika diberi sesuatu yang tidak halal, mereka mengambilnya. Dan ketika dikatakan sesuatu kepada mereka tentang keutamaan Imam Ali bin Abi Thalib as, mereka mengingkarinya.”9

****

Teks Arab ayat 24

24. Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling baik tempat istirahatnya.

TAFSIR

Peringatan dan nasihat harus dibarengi sejenis kabar baik dan pemberian semangat. Oleh karena itu, al-Quran suci biasanya mendampingkan kebaikan dengan keburukan, sehingga dengan membandingkan keduanya, situasinya akan menjadi jelas. Ayat ini berbicara tentang situasi orang-orang yang masuk surga, dengan mengatakan, Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling baik tempat istirahatnya.

Ayat ini tidak mengatakan bahwa para penghuni neraka berada dalam situasi yang baik dan para penghuni surga berada dalam situasi lebih baik dari itu. Sebagai contoh, kita baca dalam surah Fushshilat (no.41) ayat ke-40, Maka apakah orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik, ataukah orang yang datang dengan aman sentosa pada Hari Kebangkitan ....

Kata mustaqarr berarti ‘tempat tinggal’ dan kata maqil bermakna

‘tempat beristirahat di tengah hari’ (kata ini berasal dari kata qaylulah yang berarti ‘tidur di tengah hari’).

Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, “Ketika Allah

Pustaka

Syiah

(9)

pernah dilihat atau dibayangkan seorang pun. Kemudian Dia memerintahkan surga agar berbicara. Maka surga pun mulai berbicara dan berkata, ‘Sungguh telah berjaya orang-orang beriman.’”10

****

Teks Arab ayat 25-26

25. Dan pada hari ketika langit pecah hancur dan mengeluarkan awan-awan dan para malaikat diturunkan (secara bergelombang). 26. Kerajaan pada Hari itu benar-benar milik Tuhan Yang Maha Pengasih. Dan itu adalah hari yang sulit bagi orang-orang kafir.

TAFSIR

Sekali lagi, pembahasan tentang Kebangkitan dan nasib orang-orang zalim pada hari itu dilanjutkan. Ayat di atas mengatakan, Dan pada hari ketika langit pecah hancur dan mengeluarkan awan-awan dan para malaikat diturunkan (secara bergelombang).

Kata ghamam berasal dari kata gham, yang berarti menutupi sesuatu.

Karena awan menutupi matahari, maka disebut ghamam. Juga kesedihan yang menutupi hati disebut gham.

Dalam kenyataannya, ayat mulia ini merupakan jawaban terhadap tuntutan kaum musyrik dan salah satu dalih mereka. Sebab, mereka mengharapkan Allah dan para malaikat berada di antara awan-awan, menurut dongeng-dongeng lama, lalu datang kepada mereka untuk mengajak pada Kebenaran. Dalam mitologi-mitologi kaum Yahudi, kita juga membaca bahwa Allah terkadang muncul di antara awan-awan.11

Al-Quran memberikan jawaban kepada mereka, dengan mengatakan bahwa suatu Hari nanti (di mana orang-orang zalim akan dihukum dan kata- kata mereka yang tak bermakna akan sirna), para malaikat (bukan Allah) akan dikirim turun kepada mereka.

Sekarang, apa yang dimaksud dengan terbelahnya langit? Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud adalah intuisi, diangkatnya selubung ketidaktahuan, dan diperlihatkannya alam gaib. Artinya, pada hari itu, manusia diberi kemampuan untuk melihat. Kemampuan ini berbeda dengan kemampuan mereka di dunia. Mereka akan sanggup melihat malaikat-malaikat yang turun dari alam atas (alam malakut).

Penafsiran lainnya adalah bahwa kata “langit” berarti benda-benda langit yang meledak susul-menyusul. Awan yang timbul dari ledakan- ledakan ini dan dari meletusnya gunung-gunung akan menutupi langit. Jadi, benda-benda langit akan meledak hancur dan di saat yang sama, awan-awan yang timbul darinya akan menyertainya.

Pustaka

Syiah

(10)

Banyak ayat al-Quran suci, terutama ayat-ayat dalam surah-surah pendek yang merupakan bagian akhir dari al-Quran, mengungkapkan kebenaran yang mengatakan bahwa di ambang Kiamat kelak, akan terjadi perubahan-perubahan besar dan revolusi, serta transformasi yang aneh akan terjadi di seluruh alam semesta. Gunung-gunung akan meletus dan berserakan di angkasa laksana debu. Matahari dan bintang-gemintang akan kehilangan cahayanya. Bahkan jarak antara bulan dan matahari akan hilang, dan goncangan serta gempa bumi dahsyat akan terjadi di seluruh penjuru bumi.

Ya, pada hari seperti itu, meledak-hancurnya langit (benda-benda langit) dan tertutupnya langit oleh awan pekat adalah hal alamiah.

Penafsiran ini sendiri bisa dikemukakan dengan cara lain, sebagai berikut:

Intensitas perubahan dan ledakan bintang-bintang dan planet-planet mampu menyebabkan langit tertutupi awan pekat. Namun begitu, adakalanya terdapat beberapa celah menganga pada selubung awan pekat ini. Dengan demikian, langit yang dalam keadaan biasa dapat dilihat mata telanjang, akan pecah berkeping-keping dengan disertai munculnya awan- awan akibat ledakan yang besar.

****

Selanjutnya, salah satu ciri paling jelas dari hari itu disebutkan dalam ayat berikutnya, yang mengatakan, Kerajaan pada Hari itu benar-benar milik Tuhan Yang Maha Pengasih.

Bahkan mereka yang di dunia ini memiliki kedaulatan bersifat sementara, fana, terbatas, dan semu akan meninggalkan tampuk kedaulatannya yang hanya bersifat lahiriah saja. Lalu, kedaulatan itu akan menjadi milik Zat-Nya Yang Mahasuci, dalam setiap aspek dan dimensi.

Karena itulah, al-Quran mengatakan, Dan itu adalah hari yang sulit bagi orang- orang kafir.

Ya, pada hari itu, kekuasaan-kekuasaan semu sama sekali akan lenyap dan kedaulatan hanya dikhususkan bagi Allah semata. Tempat berlindung orang-orang kafir akan dihancurkan, dan kekuasaan-kekuasaan tirani akan lenyap—meskipun kekuasaan-kekuasaan semacam itu juga tidak bermakna apa-apa di dunia ini di hadapan Kehendak-Nya. Di dunia ini, kekuasaan- kekuasaan itu tampaknya sangat kuat dan penting. Tetapi di hari Kebangkitan, kenyataan akan dimunculkan dan khayalan serta impian orang- orang tidak beriman akan menghilang. Lantas, kepada siapa mereka akan berlindung ketika menghadapi hukuman Tuhan? Itulah sebabnya, mengapa hari itu akan menjadi hari yang sangat menyulitkan bagi mereka, sementara bagi orang-orang beriman, justru menjadi mudah dan nyaman.

Abu Sa’id Khudhri mengatakan bahwa ketika membaca ayat yang mengatakan, Dalam satu Hari yang kadarnya lima puluh ribu tahun,12 yang

Pustaka

Syiah

(11)

saw berkata, “Alangkah aneh dan lamanya hari itu!” Nabi saw juga berkata,

“Aku bersumpah demi Zat yang hidupku berada di genggaman tangan-Nya, bahwa Hari itu akan terasa ringan bagi orang-orang beriman, sama singkatnya seperti waktu yang dihabiskan untuk melakukan satu kali salat wajib di dunia ini.”13

Kajian yang cermat atas ayat-ayat al-Quran yang lain menunjukkan mengapa hari itu sangat sulit bagi orang-orang kafir. Di satu sisi, kita membaca dalam surah al-Baqarah (no.2) ayat ke-166, (Pada hari) ketika orang- orang yang diikuti berlepas diri dari orang-orang yang mengikuti (mereka), dan mereka akan melihat siksa, dan ikatan-ikatan (di antara mereka) terputus sama sekali.

Di sisi lain, kita membaca dalam surah al-Lahab (no.111) ayat ke-2, Harta bendanya tidak berguna baginya, juga apa yang dia usahakan.

Juga kita membaca dalam surah ad-Dukhan (no. 44) ayat ke-41, Pada hari ketika seorang teman tidak dapat memberi manfaat sedikit pun kepada temannya, dan mereka tidak akan mendapat pertolongan.

Bahkan syafaat yang merupakan satu-satunya jalan keselamatan hanyalah diperuntukkan bagi orang-orang berdosa yang memiliki hubungan dengan Allah dan wali-Nya, Siapa yang bisa memberi syafaat di sisi-Nya kecuali dengan izin-Nya?14

Mereka juga tidak akan diizinkan meminta ampun pada hari itu, apalagi mengajukan dalih-dalih yang tak beralasan, Dan tidak diizinkan kepada mereka untuk meminta uzur sehingga mereka (dapat) meminta uzur.15

****

Teks Arab ayat 27-29

27. Dan pada hari ketika orang yang zalim menggigit kedua tangannya seraya berkata, “Duhai! Sekiranya dulu aku mengambil jalan bersama Rasul. 28. Duhai, celaka aku! Sekiranya dulu aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku, 29.

Sungguh, dia telah menyesatkan aku dari Peringatan ketika ia datang kepadaku. Dan setan memang pengkhianat manusia.”

SEBAB TURUNNYA AYAT

Para ahli tafsir meriwayatkan penyebab turunnya ayat-ayat tersebut, yang akan kami ringkaskan di bawah ini.

Pada masa hidup Nabi saw, terdapat dua sahabat yang masing-masing bernama Uqbah dan Ubay di kalangan kaum musyrik. Setiap kali kembali dari perjalanan, Uqbah menyiapkan makanan dan mengundang orang-orang kaya dari sukunya. Sementara itu, ia juga suka pergi menemui Nabi saw dan duduk bersama beliau walau untuk sesaat. Namun demikian, ia belum menerima Islam. Suatu hari, ia menyiapkan makanan seperti biasa dan

Pustaka

Syiah

(12)

Ketika makanan telah dihidangkan, Nabi saw berkata kepada Uqbah,

“Aku tidak akan memakan makananmu kecuali jika engkau bersaksi terhadap keesaan Allah dan bersaksi akan kebenaran risalahku.” Uqbah lalu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah.

Ubay mendengar berita ini. Ia lalu berkata kepada temannya itu,

“Engkau telah menyimpang dari agamamu, wahai Uqbah!” Uqbah menjawab, “Tidak, demi Tuhan. Tetapi seseorang telah datang kepadaku dan tak mau menyantap makananku kecuali jika mempersaksikan keesaan Allah dan kebenaran risalahnya. Aku malu jika ia meninggalkan rumahku tanpa mencicipi makanan yang kusuguhkan. Karenanya, aku kemudian bersaksi.”

Ubay berkata, “Aku tidak akan merasa senang kepadamu kecuali jika engkau berdiri di hadapannya dan menghinanya.” Uqbah menuruti kata-kata temannya itu dan dengan demikian menjadi murtad. Akhirnya ia terbunuh bersama orang-orang kafir lainnya dalam Perang Badar. Temannya, Ubay, juga terbunuh dalam Perang Uhud.16

Lalu, ayat di atas pun diturunkan, yang menjelaskan nasib seseorang yang mempunyai teman menyimpang dan menyebabkannya tersesat.

Kami telah berkali-kali mengatakan bahwa meskipun sebab-sebab turunnya ayat-ayat itu bersifat khusus dan tertentu, namun hal itu tidak sampai membatasi konsep ayat-ayat suci yang bersifat umum, sehingga dapat mencakupi pula semua orang atau karakter yang serupa.

TAFSIR

Seorang Teman yang Buruk Menyebabkan Aku Menyimpang!

Hari Kebangkitan menampilkan adegan-adegan yang aneh, yang sebagiannya disebutkan dalam ayat-ayat suci sebelumnya. Dalam ayat-ayat di atas disuguhkan bagian lainnya, yakni tentang penyesalan luar biasa para penindas perihal masa lampaunya. Mula-mula ayat di atas mengatakan, Dan pada hari ketika orang yang zalim menggigit kedua tangannya seraya berkata,

“Dahai! Sekiranya dulu aku mengambil jalan bersama Rasul.”

Kata ya’adhdhu berasal dari kata ‘adhdh yang berarti cengkeraman dengan gigi. Kata ini biasanya dipakai berkenaan dengan orang-orang yang marah karena menyesal dan sedih. Dalam peribahasa Persia, dikatakan bahwa seseorang menggigit jari karena menyesal. Tetapi dalam Bahasa Arab, alih-alih jari, yang digunakan adalah tangan. Barangkali ini lebih ekspresif, sebab dalam situasi seperti itu, orang tidak menggigit jari, melainkan menggigit punggung tangannya. Dalam Bahasa Arab, ungkapan “menggigit kedua tangan” seringkali digunakan. Dengan cara ini, intensitas penyesalan dan kesedihan dapat diungkapkan dengan lebih baik.

Tindakan menggigit tangan ini barangkali dilakukan karena ketika

Pustaka

Syiah

(13)

dirinya sendiri bertanggung jawab dan bersalah, tentu ia akan memutuskan untuk membalas dendam dengan cara menggigit tangannya sendiri sehingga dapat merasa agak tenang.

Sesungguhnya Hari Kebangkitan itu harus disebut ‘Hari Kekecewaan’, dan dalam kenyataannya al-Quran menyebut dengan nama ini.17 Sebabnya, orang-orang yang zalim menyaksikan dengan mata kepala sendiri tentang adanya kehidupan yang kekal dengan kondisi paling buruk. Padahal mereka bisa menukarnya dengan kehidupan yang berbahagia dan terhormat dengan cara bersabar sementara waktu, berjuang dengan jiwa yang penuh semangat, berjihad dan menginfakkan harta di jalan Allah.

Bahkan, bagi para pelaku amal kebajikan, Hari itu juga merupakan Hari penyesalan. Mereka akan menyesal mengapa mereka dulu di dunia tidak mengerjakan kebajikan lebih banyak lagi!

Kemudian dalam ayat selanjutnya, si penindas ini, yang benar-benar menyesal, mengatakan, Duhai, celaka aku! Sekiranya dulu aku tidak menjadikan si fulan itu teman karibku,

Jelas bahwa yang dimaksud dengan ‘si fulan’ adalah orang yang sama, entah itu kerabat yang menyimpang, setan, atau teman yang menyeleweng seperti Ubay yang menyimpangkan Uqbah, sebagaimana disebutkan dalam uraian seputar penyebab turunnya ayat di atas.

Sesungguhnya ayat ini dan ayat sebelumnya mempertentangkan dua posisi, penafian dan pengukuhan, di mana yang satu berhadapan dengan yang lain. Dalam ayat yang satu dikatakan, “Wahai, celaka aku! Sekiranya dulu aku tidak menjadikan si fulan itu teman karibku! (Sebab semua penderitaanku sekarang ini disebabkan aku meninggalkan Nabi dan memilih orang menyimpang ini sebagai temanku.)

Sekali lagi, hal itu dilanjutkan dalam ayat berikut, Sungguh, ia telah menyesatkan aku dari Peringatan ketika ia datang k epadaku.

Seandainya dirinya dahulu sangat jauh dari kebahagiaan yang kekal dan iman, tentu ia tak akan begitu menyesal. Tetapi ia dulu sudah dekat dengannya, hanya tinggal satu langkah untuk mencapai kebahagiaan yang kekal. Tetapi teman yang degil, menyimpang, dan berhati gelap itu menjadikannya kembali merasakan dahaga akan air kehidupan dan menyeretnya ke pusaran derita.

Kata dzikr dalam ayat ini mempunyai arti luas dan mencakupi semua ayat Tuhan yang ada dalam kitab-kitab suci. Di samping itu, ia juga meliputi apa saja yang membuat manusia tersadar, terbangun, dan memiliki keterangan.

Di akhir ayat di atas, al-Quran mengatakan, Dan setan memang pengkhianat manusia.

Karena setan akan menyesatkan manusia dan membawanya ke tempat-tempat yang berbahaya. Kemudian, setelah meninggalkannya

Pustaka

Syiah

(14)

Kita mesti mencatat bahwa kata khadzul mempunyai bentuk pembesaran, yang berarti ‘orang yang sangat sering tidak menolong seseorang lainnya manakala pertolongannya itu sangat dibutuhkan’, dan hakikat khidzlan (meninggalkan) adalah bahwa seseorang mengharapkan pertolongan seseorang yang lain, tetapi orang yang diharapkan pertolongannya itu meninggalkannya di saat-saat yang sangat kritis.

Apakah kalimat terakhir dari ayat di atas, yang mengatakan, Dan Setan memang pengkhianat manusia, dikatakan Allah sebagai peringatan bagi semua penindas dan orang-orang menyimpang? Ataukah itu merupakan sisa dari pernyataan yang diucapkan orang-orang yang menyesal pada Hari Kebangkitan? Dalam hal ini, para ahli tafsir telah mengemukakan dua penafsiran, yang kedua-duanya sejalan dengan makna ayat tersebut. Tetapi penafsiran yang mengatakan bahwa kalimat tersebut adalah kata-kata Allah tampaknya lebih konsisten.

Peran Teman dalam Nasib Manusia

Tak syak lagi, faktor-faktor yang membentuk kepribadian manusia itu berbeda-beda, termasuk kehendak dan keputusannya sendiri. Dan yang paling penting adalah teman dan sahabatnya. Sebab, manusia adalah makhluk yang dapat menerima kesan, baik diinginkannya maupun tidak.

Kebanyakan pikiran dan karakter moralnya terbentuk dalam pergaulan bersama teman-temannya. Kenyataan ini telah dibuktikan secara ilmiah dan eksperimental.

Dari sudut pandang Islam, mudahnya manusia menerima kesan ini merupakan hal yang logis. Sedemikian rupa, sampai-sampai kita membaca dalam sejumlah riwayat bahwa Nabi Sulaiman as pernah mengatakan,

“Janganlah kau menilai seseorang kecuali jika kau tahu siapa teman- temannya. Sebab manusia itu diketahui melalui teman-teman dan sahabat- sahabatnya.”18

Imam Ali bin Abi Thalib as berkata, “Apabila kau ragu-ragu tentang seseorang dan kau tidak tahu agamanya, maka cari tahulah siapa teman- temannya. Jika mereka itu orang-orang beriman, berarti ia juga seorang beriman. Jika mereka bukan orang-orang beriman kepada agama Allah, maka mungkin ia juga bukan orang beriman.”19

Sesungguhnya peran yang dimainkan seorang teman dalam kebahagiaan dan penderitaan seseorang terkadang lebih penting daripada faktor-faktor lainnya. Terkadang seorang teman bisa membawa seseorang pada kehancuran dan kematian; dan adakalanya pula seorang teman membawanya pada puncak keberhasilan dan kesejahteraan.

Ayat-ayat di atas dan penyebab diturunkannya menunjukkan dengan jelas bahwa mungkin saja seseorang mendekati kebahagiaan, tetapi godaan temannya mampu membawanya kembali ke kegelapan dan mempersiapkan

Pustaka

Syiah

(15)

nasib yang buruk baginya sehingga akhirnya ia menggigit kedua tangannya pada Hari Kebangkitan dan berkata, “Duhai, celakalah aku!”

Dalam Kitab al-‘Isyrah (Peran Pergaulan), terdapat banyak riwayat mengenainya. Ini menunjukkan betapa ketat dan disiplinnya Islam dalam memilihkan teman.

Kita tutup pembicaraan ini dengan meriwayatkan dua hadis. Pembaca yang ingin membaca lebih banyak [hadis] dipersilahkan merujuk pada kitab Bihârul Anwâr, jilid ke-74.

Imam Muhammad Taqi Jawad as berkata, “Hindarilah teman yang buruk. Sebab, ia bagaikan sebilah pedang yang tercabut dari sarungnya, yang penampilannya indah tapi efeknya sangat buruk.”20

Nabi suci saw berkata, “Terdapat empat hal yang membawa kematian dalam hati manusia: mengulangi perbuatan dosa dan bergaul dengan orang- orang mati.” Seseorang bertanya kepada beliau, “Siapa orang-orang mati itu?” Nabi saw menjawab, “Orang-orang kaya yang bergelimang kemewahan.”21

Beberapa Hadis tentang Teman dalam Islam

1. Imam Ali bin Abi Thalib as berkata, “Teman seseorang adalah tanda akalnya, dan pembicaraannya adalah tanda kebajikannya.”22

2. Nabi saw berkata, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan menjadi teman dari keluarga Nabi saw, berarti mati sebagai syahid.”23

3. Nabi saw berkata, “Orang yang paling berbahagia adalah orang yang bergaul dengan orang-orang yang terhormat dan mulia.”24

4. Imam Ja’far Shadiq as berkata, “Saudara-saudaraku yang paling kusukai adalah mereka yang menunjukkan kepadaku cacat-cacatku (dan memperingatkan aku akan cacat-cacat itu).”25

5. Imam Ali as kembali berkata, “Temanmu yang paling baik adalah yang membuatmu suka kepada akhirat dan acuh terhadap dunia serta membantumu dalam menaati Allah.”26

6. Nabi saw berkata, “Hindarilah bergaul dengan teman yang buruk, sebab engkau dikenal dengan temanmu itu.”27

7. Imam Ali as berkata, “Pergaulan dengan orang-orang yang buruk menyebabkan kecurigaan terhadap orang-orang yang baik.”28

8. Imam Ja’far Shadiq as berkata, “Acap kali Imam Ali as menaiki mimbar, beliau berkata, ‘Adalah selayaknya bahwa seorang Muslim menghindari berteman dengan tiga macam orang: orang yang kurang ajar dan jangak, orang yang sangat bodoh, dan orang pendusta.’”29

9. Imam Ali as juga berkata, “Berbaik-budilah terhadap temanmu, meskipun ia tidak taat kepadamu, dan tetaplah berhubungan dengannya, meskipun ia memperlakukanmu dengan kasar.”30

10. Suatu ketika, Nabi saw ditanya tentang teman yang paling baik. Beliau

Pustaka

Syiah

(16)

dengannya membuat kau ingat kepada Allah, kata-katanya menambah pengetahuanmu, dan perilakunya membuatmu ingat akan akhirat.”31 Islam memiliki banyak nasihat tentang pertemanan dan memilih teman. Islam mendorong persahabatan dengan orang-orang tertentu dan melarang bersahabat dengan orang-orang tertentu, dan ini membutuhkan pembahasan tersendiri. Beberapa sub-judul tentang masalah ‘teman dan persahabatan’ adalah sebagai berikut: cara-cara mengenali teman, batas-batas persahabatan, kelanjutan persahabatan, pemutusan persahabatan, motivasi yang layak dalam persahabatan, dan aturan-aturan bergaul dengan sahabat dan hak-hak sahabat. Dalam masing-masing sub-judul tersebut terdapat banyak ayat dan riwayat. Kami telah menyebutkan sebagian ayat dan riwayat yang berkaitan dengannya.

Juga, Imam Ali as mengatakan, “Sahabat yang baik adalah kerabat terbaik.” (Ghurârul Hikam).

Terdapat sebuah hadis yang mengatakan, “Ujilah sahabatmu dengan uang, kemarahan, harta, dan perjalanan. Jika ia lulus dalam keempat jenis ujian ini, maka ia adalah sahabat yang baik.”

Dalam berbagai syair juga banyak disebutkan tentang sahabat dan persahabatan serta saran agar kita bergaul dengan teman-teman yang baik.

Juga celaan terhadap pergaulan dengan teman-teman yang buruk. Teman yang buruk diserupakan dengan ular yang elok namun mempunyai racun mematikan. Seorang penyair Persia mengatakan,

Hindarilah teman yang buruk sebisa-bisamu, Teman yang buruk lebih buruk dari ular berbisa.

Ular berbisa hanya mengancam nyawamu saja,

Tetapi teman yang buruk mengancam nyawa dan juga imanmu.

Atau, teman yang buruk diserupakan awan gelap yang menutupi matahari yang besar,

Jangan banyak bergaul dengan orang-orang buruk,

Sebab kata-kata orang buruk membuatmu kotor, meskipun engkau suci.

Matahari yang begitu besar,

Hilang dari pandangan dengan adanya segumpal awan.

****

Teks Arab ayat 30

30. Dan Rasul akan berkata (pada Hari itu), “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Quran ini diabaikan.”

TAFSIR

Ya Allah! Manusia telah meninggalkan al-Quran suci.

Pustaka

Syiah

(17)

Karena ayat-ayat sebelumnya menyebutkan berbagai macam dalih dari kaum musyrik dan orang-orang kafir yang keras kepala, maka ayat ini menyebutkan keluhan Nabi saw tentang perilaku kelompok ini terhadap al- Quran. Ayat di atas mengatakan, Dan Rasul akan berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Quran ini diabaikan.”

Keluhan Nabi saw ini masih didengar. Beliau mengeluh kepada Allah Swt bahkan tentang sekelompok besar kaum Muslim yang telah mengabaikan al-Quran suci, yang merupakan rahasia kehidupan, sarana keselamatan, faktor kemenangan, perkembangan, dan gerakan, serta yang penuh dengan program-program kehidupan. Mereka telah mengabaikan kitab ini dan mengemis kepada orang lain untuk memperoleh hukum perdata dan pidananya!

Jika Anda mempelajari situasi bangsa-bangsa di negeri-negeri Islam, terutama mereka yang secara budaya berada di bawah kendali negara-negara Barat atau Timur, Anda akan melihat bahwa al-Quran telah diubah menjadi sebongkah buku upacara di kalangan mereka. Hanya kata-katanya saja yang disiarkan dengan manis oleh beberapa pembicara dan terlihat di dinding- dinding mesjid sebagai hiasan arsitektur. Ia digunakan untuk memberkati rumah yang baru, melindungi orang yang melakukan perjalanan, serta untuk menyembuhkan orang sakit, atau paling-paling dibaca untuk memperoleh pahalanya.

Bahkan, apabila beberapa orang berargumen dengan menggunakan al- Quran suci, tujuannya tak lain untuk membuktikan penilaian mereka dengan bantuan ayat-ayatnya, sementara penafsirannya disesuaikan dengan pendapat pribadinya.

Di beberapa negeri Islam, terdapat sekolah-sekolah besar yang dinamai

‘Sekolah Menghafal al-Quran Suci’. Di sekolah-sekolah ini, anak-anak lelaki dan perempuan dilatih menghafal al-Quran, sementara pikirannya tak jarang dipengaruhi negeri-negeri Barat dan Timur, dan hukum-hukum mereka dipinjam dari negara-negara non-Islam. Sementara itu, al-Quran hanya digunakan untuk menutupi tindakan-tindakan mereka yang keliru.

Ya, dewasa ini, Nabi saw juga berteriak, “Duhai Tuhanku!

Sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Quran ini diabaikan.”

Al-Quran diabaikan dari segi isi, pemikiran, dan program-program reformasinya.

Beberapa Hal Penting

1. Ayat mulia ini merujuk pada keluhan Nabi saw. Mengingat beliau merupakan ‘rahmat bagi dua dunia’, maka beliau tidak mengutuk.

2. Imam Ali Ridha as berkata, “Alasan mengapa kita membaca al-Quran suci dalam salat ialah agar kita memberikan perhatian pada al-Quran.”

3. Sebuah hadis menganjurkan agar kita membaca 50 ayat al-Quran

Pustaka

Syiah

(18)

surah. Bacalah dengan perlahan dan pukullah hati Anda dengan membaca al-Quran. Manakala Anda dikelilingi godaan-godaan, sebagaimana malam meliputi Anda, berpalinglah kepada al-Quran.32 4. Di sini layak disebutkan beberapa pengakuan dari bebarapa orang

besar tentang al-Quran suci yang diabaikan.

a. Mulla Shadra (semoga ruhnya disucikan) mengatakan dalam pendahuluan komentarnya untuk surah al-Waqi’ah, “Aku membaca buku-buku dari banyak filosof sehingga aku mengira bahwa aku mengetahui semua hal dan telah menjadi orang yang penting. Tetapi ketika aku mulai meninjau sedikit dari situasi- situasi yang sebenarnya, aku menemukan bahwa aku tidak memiliki pengetahuan yang sebenarnya. Pada akhir masa hidupku, aku mulai merenungkan isi al-Quran suci dan riwayat-riwayat dari Nabi saw dan keluarganya. Aku menjadi yakin bahwa apa yang telah kulakukan hingga saat itu tidaklah berdasar. Sebab selama ini aku hanya berdiri di bawah bayang-bayang saja dan bukannya dalam sinaran cahaya. Aku menjadi benar-benar sedih, dan kemudian anugerah Ilahi dilimpahkan kepadaku dan aku menjadi akrab dengan rahasia-rahasia al-Quran suci dan mulai menafsirkan dan merenungkan al-Quran. Aku mengetuk pintu wahyu sampai tabir-tabir diangkat dan pintu-pintu dibuka dan aku melihat malaikat-malaikat berkata kepadaku, Semoga kedamaian dilimpahkan kepadamu! Kamu adalah manusia yang baik. Karena itu masuklah ke dalamnya untuk berdiam di dalamnya (selama-lamanya).33 34

b. Faidh Kasyani (semoga ruhnya disucikan) berkata, “Aku menulis buku-buku dan risalah-risalah serta melakukan penelitian. Tetapi tak satu pun dari karya-karyaku itu yang bisa mengobati rasa sakitku, dan aku tidak menemukan air untuk memuaskan dahagaku. Aku menjadi khawatir tentang diriku, dan aku berpaling kepada Allah dan bertaubat sehingga Allah membimbingku melalui perenungan terhadap al-Quran dan hadis-hadis.”35

c. Imam Khameini (semoga ruhnya disucikan) mengatakan bahwa beliau menyesal tidak menghabiskan seluruh hidupnya untuk al- Quran suci. Beliau menasihati siswa-siswa di pesantren-pesantren agar menjadikan al-Quran dan berbagai dimensinya sebagai tujuan akhir dalam semua pelajaran. Ini agar di akhir hidup, mereka tidak menyesali masa mudanya.36

Hubungan manusia dengan kitab suci haruslah kekal dan dalam semua aspek. Sebab kata ‘hijr’ digunakan manakala terjalin hubungan antara manusia dengan sesuatu. (Raghib, Mufradat). Jadi, kita harus berusaha sebisa- bisanya memberikan perhatian kepada al-Quran suci dan menjadikannya sebagai landasan ilmiah dan praktis bagi kita dalam semua dimensi

Pustaka

Syiah

(19)

Meninggalkan praktik membaca al-Quran, lebih mengutamakan buku- buku lain daripada al-Quran suci, tidak menjadikannya sebagai poros, tidak merenungkan isinya, tidak mengajarkannya kepada orang lain, dan tidak menerapkannya dalam praktik, merupakan perluasan dari arti ‘mengabaikan al-Quran’. Bahkan orang yang mempelajari al-Quran, tetapi tidak memberikan perhatian kepadanya dan tidak merasa bertanggung jawab terhadapnya, berarti juga telah melalaikan al-Quran.37

****

Teks Arab ayat 31

31. Dan demikianlah bagi setiap Nabi telah Kami jadikan seorang musuh dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah Tuhanmu sebagai Pembimbing dan Penolong.

TAFSIR

Seruan yang mengungkapkan dan menunjukkan kebenaran selamanya dihadapkan pada perlawanan. Dalam pergumulan antara kebenaran dan kebatilan, manusia membutuhkan dua hal: bimbingan dan kekuatan. Tentu saja, bimbingan dan pertolongan termasuk hak Ketuhanan Allah. Maka, dalam ayat mulia ini, untuk menunjukkan simpati kepada Nabi saw yang menghadapi musuh-musuhnya yang jahat, al-Quran mengatakan, Dan demikianlah bagi setiap Nabi telah Kami jadikan seorang musuh dari antara orang- orang yang berdosa, (Bukan hanya engkau saja yang menghadapi penentangan yang amat sangat dari musuhmu. Semua Nabi juga menghadapi situasi yang sama, yakni bahwa sekelompok orang zalim berdiri menentang mereka).

Tetapi Nabi suci saw tidaklah sendirian tanpa pendukung. Sebab, ayat di atas selanjutnya mengatakan, Dan cukuplah Tuhanmu sebagai Pembimbing dan Penolong.

Godaan-godaan mereka tidak mampu menyesatkan Nabi suci saw.

Sebab Allah selalu membimbingnya. Tidak pula rencana jahat mereka sanggup mengalahkannya. Karena Allah merupakan pendukung dan penolongnya: Dia-lah yang pengetahuan-Nya paling unggul dan kekuatan- Nya mengatasi segala kekuatan lain.

Ringkasnya, kita harus mengatakan,

Jika seribu orang musuh berniat membunuhku, Aku tak akan takut pada musuh,

sebab Engkau adalah Sahabatku.

****

Teks Arab ayat 32

Pustaka

Syiah

(20)

32. Dan orang-orang kafir itu berkata, “Mengapa al-Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?” Demikianlah (ia diwahyukan) agar Kami memperteguh hatimu dengannya dan Kami membacakannya kepadamu secara tartil (perlahan- lahan, berangsur-angsur, dan benar).

TAFSIR

Setiap saat, para pencari dalih menemukan dalih-dalih yang baru.

Terkadang mereka mengatakan, “Mengapa wahyu tidak diturunkan kepada kami?” Atau, kadangkala mereka mengatakan, “Mengapa kami tidak melihat malaikat yang membawakan wahyu?” “Mengapa Nabi tidak mempunyai uang, istana, dan emas?” Dan adakalanya pula mereka mengatakan,

“Mengapa al-Quran tidak diwahyukan kepadanya sekaligus?”

Al-Quran diwahyukan dengan dua jenis wahyu:

1. Wahyu [yang diturunkan] seketika dan sekaligus ke dalam hati Nabi saw yang terjadi pada malam Lailatul Qadar.

2. Wahyu dalam bentuk ayat-ayat al-Quran yang diturunkan sedikit demi sedikit (secara bertahap) pada peristiwa-peristiwa khusus sepanjang kurun 23 tahun.

Bagaimanapun, kata kadzalika (demikianlah) adalah jawaban kepada mereka, yang mengatakan bahwa manfaat dan kebijaksanaan yang terkandung dalam pewahyuan al-Quran secara berangsur-angsur adalah untuk lebih menguatkan hati Nabi saw dan memudahkan hafalan dan pemeliharaan al-Quran. Di samping itu, dalam al-Quran, terdapat ayat-ayat yang menghapuskan (naskh—peny.) dan yang dihapuskan (mansukh), dan setiap jawaban yang dikemukakan al-Quran haruslah tepat bagi sebuah pertanyaan, dan ini tidak akan sejalan dengan pewahyuan secara sekaligus.

Sebagai tambahan, Nabi saw adalah manusia buta huruf yang tidak dapat membaca dan menulis. Jadi untuk menjadikan beliau memahami wahyu tersebut, al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur, sedangkan Nabi Musa as dan Nabi Isa as adalah nabi-nabi yang dapat membaca dan menulis.

Penjelasan:

1. Pewahyuan al-Quran secara berangsur-angsur merupakan faktor dalam hubungan yang berkelanjutan dan permanen antara Nabi saw dan Sumber wahyu, serta membuat beliau stabil menempuh jalannya.

Ini menunjukkan bahwa kenabian bukanlah masalah yang bersifat sementara.

2. Sebuah agama komprehensif dan hidup memiliki kaitan yang kuat dengan pelbagai peristiwa. Dan peristiwa-peristiwa itu terjadi secara berangsur-angsur, tidak secara sekaligus.

Pustaka

Syiah

(21)

3. Menaati semua perintah dan menjauhi semua larangan secara sekaligus tentunya sulit bagi orang kebanyakan dan itu dapat menjadikan mereka mengalami stres dan kesempitan.

4. Karena masing-masing surah dan ayat al-Quran itu dengan sendirinya adalah sebuah mukjizat, maka pewahyuannya secara berangsur- angsur merupakan mukjizat berkelanjutan dan masing-masing mukjizat mendatangkan ketenangan dalam hati Nabi saw dalam menghadapi penindasan musuh.

5. Terdapat perbedaan besar antara pewahyuan masing-masing ayat sesuai dengan situasi khusus dan pewahyuan sekaligus tanpa memandang situasi-situasi yang ada.

6. Beberapa ayat merupakan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan orang banyak. Karena itu, sebuah pertanyaan haruslah diajukan lebih dahulu, baru kemudian jawabannya diberikan. Beberapa ayat dan hukum diturunkan untuk periode tertentu. Jadi, sebuah ayat harus diturunkan untuk menghapuskan ayat-ayat dan hukum-hukum tersebut.

Membaca al-Quran secara Perlahan dan Jelas (Tartil)

Nabi saw bersabda, “Tartil adalah membaca al-Quran dengan jelas (tidak seperti membaca puisi dan prosa). Manakala kau bertemu dengan ayat- ayat yang menunjukkan kebijaksanaannya, hendaklah kau berhenti seraya menyucikan hati dan jiwamu. Tujuanmu membaca janganlah agar kau (cepat- cepat) mencapai akhir surah.”38

Imam Ali as berkata, “Yang dimaksud dengan Tartil adalah berhenti ketika perlu berhenti sepenuhnya dan mengucapkan huruf-huruf dengan jelas.”39

Imam Ja’far Shadiq as berkata, “Tartil adalah membaca al-Quran dengan indah dan lambat. Tartil berarti berhenti dan berlindung kepada Allah manakala membaca ayat-ayat tentang neraka dan hukuman. Tartil berarti berdoa dan memohon surga kepada Allah manakala membaca ayat- ayat tentang surga.”40

Akhirnya, dari semua riwayat dan ucapan para ahli tafsir, kita pahami bahwa Tartil adalah membaca al-Quran suci dengan selayaknya, lambat, dan tertib.

Membaca al-Quran hendaklah dilakukan ayat demi ayat, dan ayat-ayat itu tidak boleh dicampuradukkan agar bisa memasuki kesadaran masyarakat dan dimanfaatkan generasi-generasi mendatang. Karenanya, abad-abad yang akan datang dapat menggunakan cahaya petunjuknya dan menjadikan tempat-tempat gelap dalam kehidupan mereka diterangi olehnya.

****

Pustaka

Syiah

(22)

33. Dan mereka tidak akan datang kepadamu dengan membawa tamsil apa pun, melainkan Kami datangkan kepadamu kebenaran dan penjelasan yang paling baik (tentangnya).

TAFSIR

Berbicara kepada Nabi saw, al-Quran mengatakan bahwa saat kata- kata dari lawan-lawan beliau itu salah, Allah akan menyuguhkan kata-kata yang benar kepada beliau. Atau saat kata-kata mereka itu benar, Allah tetap akan mendatangkan kata-kata yang lebih baik dan lebih komprehensif tentang kebenaran kepada Nabi saw. Untuk memberikan penekanan lebih besar pada jawaban ini, al-Quran mengatakan bahwa mereka tidaklah mendatangkan tamsil kepada beliau, atau tidak mengucapkan kata-kata untuk melemahkan seruannya, melainkan Allah mendatangkan kebenaran terhadapnya, dan sebagai argumen yang lebih baik daripada tamsil mereka.

Ayat di atas mengatakan, Dan mereka tidak akan datang kepadamu dengan membawa tamsil apa pun, melainkan Kami datangkan kepadamu kebenaran dan penjelasan yang paling baik (tentangnya).

Penjelasan:

1. Al-Quran adalah kitab komprehensif yang menjawab semua tuduhan tentang adanya kelemahan di dalamnya, yang dilontarkan lawan- lawannya.

2. Para nabi berjuang menghadapi lawan-lawannya dan memperlakukan mereka dengan argumentasi yang masuk akal.

3. Kata-kata dan keluhan-keluhan orang lain hendaklah dijawab dengan kata-kata yang lebih baik.

****

Teks Arab ayat 34

34. Orang-orang yang dikumpulkan di Neraka Jahannam dengan diseret pada wajahnya, mereka itulah yang paling buruk tempatnya dan paling sesat jalannya.

TAFSIR

Orang paling sesat adalah orang yang mencari-cari kesalahan para nabi dan menimbulkan kesulitan bagi mereka. Oleh karena itu, dalam ayat mulia ini, dikatakan bahwa setelah mencari-cari kesalahan Nabi saw, lawan- lawan beliau yang keras kepala dan menyimpang itu mengatakan bahwa Muhammad saw dan para pengikutnya, dengan Kitab dan program-program

Pustaka

Syiah

(23)

mengulangi kata-kata mereka itu tidaklah konsisten dengan kefasihan dan kata-kata al-Quran yang sopan, maka Allah menjawabnya tanpa mengulangi perkataan mereka. Ayat di atas mengatakan, Orang-orang yang dikumpulkan di Neraka Jahannam dengan diseret pada wajahnya, mereka itulah yang paling buruk tempatnya dan paling sesat jalannya.

Ya, hasil dari program-program dan amal-amal manusia akan diperlihatkan di akhirat, tatkala sebagian manusia menjadi tinggi seperti pohon sedar dan wajah mereka bersinar laksana bulan. Mereka pergi ke surga dengan langkah-langkah yang panjang dan cepat. Sebaliknya, terdapat orang- orang yang terkapar di atas tanah dan para malaikat penghukum menyeret mereka ke neraka. Nasib yang berbeda ini menunjukkan siapa yang telah tersesat dan jahat dan siapa yang telah terbimbing dan mereguk kebahagiaan!

Di samping itu, para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai apa yang dimaksud oleh frase al-Quran yang mengatakan, Dengan diseret pada wajahnya....

Sebagian ahli tafsir mengartikan kata-kata ini secara harfiah. Mereka mengatakan bahwa para malaikat penghukum menyeret mereka ke neraka sementara muka mereka berada di atas tanah. Di satu pihak, hal ini menunjukkan betapa hina dan sengsaranya mereka, sebab di dunia dulu mereka sangat sombong dan memandang dirinya lebih baik dari orang lain.

Di lain pihak, hal itu merupakan perwujudan dari penyimpangan mereka di dunia ini. Sebab, orang yang diseret dengan cara seperti itu tidak dapat melihat ke depan dan tak mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya.

Tetapi beberapa penafsir lain telah mengartikan frase tersebut dengan makna sindiran atau ironi. Terkadang mereka mengatakan bahwa frase tersebut secara ironis menyatakan kerinduan mereka kepada dunia. Artinya, karena hati mereka masih merindukan dunia ini, mereka diseret ke neraka.

1. Dalam sebuah hadis, Nabi saw bersabda, “Pada Hari Kebangkitan kelak, neraka akan berbicara kepada tiga orang: penguasa, penyanyi, dan orang kaya. Ia berkata kepada si penguasa, ‘Allah telah memberimu istana dan kekuasaan, tapi engkau tidak menghakimi dengan adil.’ Lalu neraka menelannya sebagaimana burung menelan bebijian. Kemudian neraka berkata kepada si penyanyi, ‘Engkau menghiasi dirimu untuk manusia dan berjuang menentang Allah dengan melakukan dosa dan bermaksiat terhadap-Nya,’ dan kemudia ia menelannya. Lalu neraka berkata kepada si orang kaya, ‘Allah telah memberikan banyak anugerah dan kekayaan kepadamu, tapi engkau tidak bersedekah kepada orang-orang fakir dan miskin yang menginginkan sedikit uang,’ dan kemudian ia juga menelannya.”41

2. Imam Ja’far Shadiq as meriwayatkan dari kakek-kakeknya bahwa Imam Ali as berkata, “Di neraka itu terdapat penggilingan yang menghancurkan lima jenis manusia menjadi tepung. Tidakkah kau

Pustaka

Syiah

(24)

tepung tersebut. Beliau menjawab, “Tepungnya itu adalah para ilmuwan yang rusak moralnya dan jahat, para penyanyi yang keji, para penguasa yang zalim, para menteri yang pengkhianat, dan para ahli ibadah yang berdusta. Sesungguhnya di neraka itu terdapat sebuah kota yang disebut Hashinah. Tidakkah kau menanyakan kepadaku, apa yang ada di kota itu?” Seseorang bertanya, “Apa yang ada di dalamnya, wahai Amirul Mukminin?” Beliau menjawab, “Di dalamnya terdapat tangan-tangan dari orang-orang yang melanggar sumpah setia.”42

3. Imam Ali as berkata, “Takutlah kepada neraka yang panasnya amat sangat dan sangat dalam. Hiasannya terbuat dari besi dan minumannya adalah nanah.”43

****

Bagian 4

Apa yang Terjadi pada Orang-orang Kafir di Masa Lalu

Nasib orang-orang kafir di masa lalu – Kebanyakan orang-orang kafir lebih buruk daripada binatang ternak.

***

Teks Arab ayat 35

35. Dan sungguh, Kami telah memberikan Kitab kepada Musa dan Kami telah menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai pembantu(nya).

TAFSIR

Ayat mulia ini di satu pihak bersimpati kepada Nabi saw dan orang- orang beriman, dan di lain pihak mengancam orang-orang musyrik yang selalu mencari dalih, yang ucapan-ucapannya disebutkan dalam ayat-ayat sebelumnya. Ayat ini juga merujuk pada sejarah bangsa-bangsa sebelumnya dan nasib mereka yang kelam. Ia juga secara khusus memberikan tekanan pada enam kaum (kaum Firaun, Nuh, ‘Ad dan Tsamud, Luth, dan para pembuat parit). Secara ringkas, ayat ini mengungkapkan pelajaran dari nasib kaum-kaum tersebut.

Ayat di atas mengatakan, Dan sungguh, Kami telah memberikan Kitab kepada Musa dan Kami telah menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai pembantu(nya).

Ini lantaran kedua Nabi tersebut mengemban tugas sulit dan penting di pundaknya untuk berjuang melawan kaum Firaun, dan mereka harus

Pustaka

Syiah

(25)

****

Teks Arab ayat 36

36. Kemudian Kami berfirman, “Pergilah kamu berdua kepada kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami.” Lalu Kami hancurkan mereka dengan sehancur- hancurnya.

TAFSIR

Sejarah dan penjelasan tentang nasib orang-orang kafir di masa dahulu dan pernyataan tentang kehancuran mereka, merupakan peringatan bagi orang-orang kafir di masa kini serta larangan bagi mereka terhadap segenap apa yang diharamkan. Karena itu, dalam ayat ini Allah mengatakan, Kemudian Kami berfirman, “Pergilah kamu berdua kepada kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami.”

Di satu pihak, mereka secara praktis mengingkari wahyu-wahyu Tuhan dan tanda-tanda Allah yang terdapat dalam makrokosmos dan mikrokosmos serta seluruh alam semesta, seraya pula menyembah patung- patung dan menjadi orang-orang musyrik. Di lain pihak, mereka mengabaikan ajaran-ajaran para nabi sebelumnya dan bahkan mengingkari mereka.

Meskipun Musa dan saudaranya telah berupaya sekuat tenaga, dan sekalipun mereka (kaum Firaun) telah menyaksikan berbagai mukjizat besar, mereka tetap berpegang pada kekafirannya dan mengingkari Kebenaran.

Karenanya, mereka kemudian dibinasakan. Ayat di atas selanjutnya mengatakan, Lalu Kami hancurkan mereka dengan sehancur-hancurnya.

****

Teks Arab ayat 37

37. Dan kaum Nuh, ketika mereka mendustakan para rasul, Kami tenggelamkan mereka dan Kami jadikan mereka sebagai tanda bagi manusia. Dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang zalim azab yang pedih.

TAFSIR

Pustaka

Syiah

(26)

Al-Quran mengatakan bahwa ketika kaum Nuh mengingkari rasul- rasul Tuhan, Allah langsung menenggelamkan mereka dan menjadikan nasib mereka sebagai pelajaran bagi umat manusia. Ayat di atas mengatakan, Dan kaum Nuh, ketika mereka mendustakan para rasul, Kami tenggelamkan mereka dan Kami jadikan mereka sebagai tanda bagi manusia.

Adalah menarik bahwa al-Quran suci mengatakan, ...mereka mendustakan para rasul (tidak hanya satu rasul saja). Sebab, tidak ada perbedaan prinsipil apa pun dalam seruan para rasul dan nabi Allah. Jika satu orang dari mereka diingkari, berarti mereka semua diingkari. Di samping itu, kaum tersebut pada dasarnya menentang seruan semua nabi Tuhan dan mengingkari semua agama. Bagaimanapun, pengingkaran terhadap para nabi akan mendatangkan siksa di dunia dan hukuman di akhirat. Ayat suci di atas selanjutnya mengatakan, Dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang zalim azab yang pedih.

****

Teks Arab ayat 38-39

38. Dan kaum ‘Ad dan Tsamud dan penduduk ar-Rass serta banyak generasi di antara mereka. 39. Dan kepada masing-masing dari mereka telah Kami berikan contoh-contoh, dan masing-masing (dari mereka) telah Kami hancurkan sehancur- hancurnya.

TAFSIR

Kata qurun adalah bentuk jamak dari kata qarn yang berarti orang- orang yang hidup bersama dalam satu waktu tertentu. Kata ini juga digunakan untuk waktu 40 hingga 100 tahun. Kata tatbir berarti kehilangan kemuliaan dan kehormatan serta dijatuhkan dengan cara yang membawa pada kehancuran.44 Maka, dalam ayat ini dikatakan, Dan kaum ‘Ad dan Tsamud dan penduduk ar-Rass serta banyak generasi di antara mereka.

Suku ‘Ad adalah kaum Hud as, nabi Tuhan yang ditunjuk untuk negeri Ahqaf (Yaman). Suku Tsamud adalah kaum Saleh as, nabi Tuhan yang ditunjuk untuk negeri Wadil Qura, sebuah tempat yang terletak di antara Madinah dan Damaskus.

Dalam kitab-kitab Tafsir, banyak hal yang disebut-sebut perihal penduduk ar-Rass: mereka adalah kaum Syuaib (Jethro) as. Ar-Rass adalah kota yang terletak di Yamamah. Atau, merupakan sebuah tempat di Antakiyah, Zakâkih, atau Sungai Aras di Iran. Tetapi, dalam kitab ‘Uyun Akhbâr ar-Ridha, kita membaca keterangan sebagai berikut.

Imam Ali Ridha as berkata, “Seseorang bertanya kepada Imam Ali as

Pustaka

Syiah

(27)

sebatang pohon yang dinamai Syah Drakht (Pohon Raja) ditanam. Orang- orang menganggap pohon ini suci dan mereka membangun 12 dusun kecil di sekitarnya. Nama dusun-dusun kecil itu sama dengan nama-nama bulan dalam kalender Iran, yaitu Farwardin, Ordibihisht, Khordad, Tir, Murdad, Syahriwar, Mihr, Aban, Azar, Day, Bahman, Isfand. Setiap bulan, mereka mengadakan perayaan di salah satu dusun kecil itu. Tentu saja, perayaan di dusun Isfand lebih meriah dan jumlah orang yang berkumpul lebih banyak.

Dalam perayaan itu, mereka menempatkan api di sebuah pohon dan manakala asapnya menjulang ke angkasa, mereka mulai menangis dan mencucurkan air mata. Allah lalu mengutus seorang Nabi yang membimbing dan menasihati mereka, tetapi mereka mengingkarinya. Maka Nabi itu mengutuk mereka dan pohon yang disucikan itu pun mati kering. Kemudian mereka menggali sumur yang dalam dan melemparkan Nabi Allah itu ke dalamnya, dan Nabi itu pun syahid dengan cara demikian.’”45

Tetapi, dari khotbah ke-180 dalam Nahjul Balâghah, dapat dipahami bahwa mereka tidak hanya mempunyai satu orang Nabi saja. Sebab, dalam khotbah tersebut Imam Ali as berkata, “Di mana penduduk kota-kota ar-Rass yang membunuh nabi-nabi dan menggantung tradisi rasul-rasul Tuhan serta menghidupkan kembali tradisi-tradisi para raja yang zalim....”

Ayat selanjutnya mengatakan bahwa Allah tidak menghukum mereka secara mendadak tanpa peringatan lebih dahulu. Ayat di atas mengatakan, Dan kepada masing-masing dari mereka telah Kami berikan contoh-contoh,

Allah menjawab segenap kritik mereka sebagaimana yang dilakukan terhadap kritik-kritik yang dilontarkan terhadap Nabi saw. Allah menjadikan ketentuan-ketentuan Tuhan jelas bagi mereka dan menjelaskan kebenaran- kebenaran agama. Allah memperingatkan mereka dan menceritakan kembali kisah-kisah dan nasib kaum-kaum yang terdahulu.

Tetapi, manakala tak satu pun dari peringatan-peringatan ini yang efektif, maka statusnya adalah seperti yang dikatakan ayat di atas, dan masing- masing (dari mereka) Kami hancurkan sehancur-hancurnya.

Ya, cara perlakuan Tuhan adalah mengirim rasul-rasul untuk membimbing manusia dan menghancurkan mereka yang menolak rasul-rasul tersebut.

****

Teks Arab ayat 40

40. Dan sungguh mereka telah melewati kota yang dijatuhi hujan yang buruk.

Tidakkah mereka menyaksikannya? Bahkan mereka itu sebenarnya tidak mengharapkan Hari Kebangkitan.

TAFSIR

Pustaka

Syiah

(28)

Yang dimaksud dengan ‘kota yang dijatuhi hujan yang buruk’ adalah kota yang dihuni kaum Nabi Luth as yang dihujani batu. Seperti dikatakan Imam Muhammad Baqir as, kota itu adalah daerah yang disebut Sodom.46 Karena itu, tempat-tempat kuno dapat memberi pelajaran kepada manusia (dan penuturan sejarah serta menceritakan kembali kisah orang-orang yang sesat dapat menjadi landasan bagi dakwah, pelatihan, dan pencegahan kemungkaran).

Akhirnya, reruntuhan kota-kota kaum Luth yang dilewati orang-orang yang pergi dari Hijaz ke Damaskus disebutkan dalam ayat ini. Kisah ini merupakan kisah yang hidup, yang menggambarkan nasib menyedihkan yang dialami orang-orang yang sesat dan musyrik tersebut. Ayat di atas mengatakan, Dan sungguh mereka telah melewati kota yang dijatuhi hujan yang buruk. Tidakkah mereka menyaksikannya? Bahkan mereka itu sebenarnya tidak mengharapkan Hari Kebangkitan.

Mereka menganggap kematian sebagai akhir kehidupan. Bahkan sekiranya mereka percaya pada kehidupan sesudah mati, maka kepercayaan mereka itu sangat lemah dan tak berdasar sehingga tidak memiliki efek terhadap jiwa mereka, termasuk pula kepada program-program kehidupan mereka. Karena itu, mereka meremehkan segala sesuatu dan tidak memikirkan apa-apa selain memuaskan hawa nafsunya belaka.

****

Teks Arab ayat 41

41. Dan apabila mereka melihat engkau, mereka hanya menjadikan engkau sebagai bahan ejekan (dengan mengatakan), “Inikah orangnya yang diutus Allah kepada kita sebagai rasul?”

TAFSIR

Menertawakan dan menghina nabi-nabi adalah cara yang biasa dilakukan orang-orang kafir. Orang keras kepala dan sombong tidaklah mau menerima kebenaran.

Ayat-ayat yang sedang kita bahas sekarang ini menyebutkan contoh lain dari logika kaum musyrik dan kualitas perlakuan mereka terhadap Nabi Islam saw serta dakwahnya yang haq.

Mula-mula ayat di atas mengatakan, Dan apabila mereka melihat engkau, mereka hanya menjadikan engkau sebagai bahan ejekan (dengan mengatakan),

“Inikah orangnya yang diutus Allah kepada kita sebagai rasul?”

Orang-orang musyrik berkata, “Alangkah besarnya klaim yang dibuatnya! Alangkah anehnya kata-kata yang diucapkannya! Betul-betul patut ditertawakan.”

Pustaka

Syiah

(29)

Tetapi kita tidak boleh lupa bahwa Nabi saw adalah sosok yang sudah hidup di tengah-tengah mereka selama 40 tahun sebelum beliau diangkat menjadi Nabi. Beliau terkenal dengan kecerdasannya, sifat amanahnya, keterus-terangan dan kejujurannya. Tetapi, ketika pemuka-pemuka kaum musyrik melihat bahwa kepentingannya terancam, mereka pun lupa akan semua itu. Mereka menertawakan seruan Nabi saw dan bahkan menuduh beliau gila: meskipun beliau menyuguhkan kepada mereka hal-hal yang sesuai dengan penalaran dan bukti-bukti yang jelas.

****

Teks Arab ayat 42

42. “Sungguh, hampir saja dia menyesatkan kita dari sembahan kita, seandainya kita tidak tetap bertahan (menyembah)nya.” Dan segera mereka akan mengetahui, pada saat mereka melihat azab, siapa yang paling sesat jalannya.

TAFSIR

Kesabaran dan perlawanan tidak selamanya menjadi nilai dan keutamaan. Terkadang kesabaran dan perlawanan seperti itu, dalam kesesatan dan penyimpangan, menjadi sikap keras kepala dan kebandelan.

Maka al-Quran menyebutkan apa yang dikatakan orang-orang kafir itu,

“Sungguh, hampir saja dia menyesatkan kita dari sembahan kita, seandainya kita tidak tetap bertahan (menyembah)nya.”

Tetapi al-Quran suci menjawab ucapan mereka itu. Mula-mula ia menjawab ucapan orang-orang ini, yang tidak logis, dengan kalimat mencengangkan, Dan segera mereka akan mengetahui, pada saat mereka melihat azab, siapa yang paling sesat jalannya.

Azab yang disebutkan di sini mungkin merujuk pada azab di akhirat, seperti dikatakan sebagian ahli tafsir, semisal Thabarsi dalam Majma’ul Bayan.

Atau itu adalah hukuman di dunia ini, seperti kekalahan dalam Perang Badar dan semacamnya, sebagaimana dikatakan Qurthubi dalam tafsirnya yang masyhur. Mungkin juga itu merujuk pada kedua-duanya.

Adalah menarik bahwa kelompok orang-orang tersesat ini mengucapkan kata-kata yang saling bertentangan. Di satu pihak, mereka menertawakan Nabi saw dan seruannya. Mereka ingin mengatakan bahwa klaim Nabi saw seperti itu tidak berdasar sehingga tak perlu ditangani dengan keras. Di lain pihak, mereka meyakini bahwa seandainya mereka tidak berpegang teguh pada tradisi-tradisi dan agama nenek-moyangnya, niscaya akan mungkin bahwa kata-kata Nabi suci saw akan menyimpangkan mereka dari agama nenek moyang itu. Ini menunjukkan bahwa mereka menganggap kata-kata Nabi saw sangat efektif, penuh perhitungan, dan

Pustaka

Syiah

(30)

serius. Tidaklah mustahil bahwa orang-orang yang kebingungan dan keras kepala akan berbicara sedemikian membingungkan.

Di samping itu, seringkali kita menyaksikan bahwa manakala para pengingkar kebenaran menghadapi logika para pemimpin Ilahi, mereka akan menggunakan cemoohan sebagai teknik menghina mereka (para pemimpin Ilahi), sementara dalam batinnya, mereka tidak memiliki keyakinan seperti itu. Dan adakalanya mereka menganggapnya serius dan berjuang keras menentangnya dengan sekuat jiwa dan raganya. Karena itu, Allah Yang Mahakuasa mengatakan, Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah- Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.47

Dalam ayat lain, Allah mengatakan, Ini adalah petunjuk. Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Tuhannya, bagi mereka azab, yaitu siksaan yang sangat pedih.48

Di tempat lain, Dia berfirman, Dan Kami timpakan kepada orang-orang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.49

Nabi saw bersabda, “Orang yang menindas orang lain di dunia ini, akan dihukum di hadapan Allah Swt secara lebih keras ketimbang siapa pun pada Hari Kebangkitan.”50

****

Teks Arab ayat 43

43. Sudahkah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya? Apakah engkau akan menjadi pengawalnya?

TAFSIR

Tuhan manapun selain Allah disebut ‘hawa’ (hawa nafsu).51 Akar utama penyembahan berhala juga adalah menuruti hawa nafsu. Karena itu, dalam ayat mulia ini, Allah mengatakan, Sudahkah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya? Apakah engkau akan menjadi pengawalnya?

Ini berarti bahwa jika mereka menertawakan, menentang, dan mengingkari seruan Nabi saw, itu bukanlah lantaran logika beliau lemah, alasan-alasannya tidak meyakinkan, dan agamanya bisa diragukan.

Melainkan karena mereka tidak mematuhi akal dan nalar, dan tuhan mereka adalah hawa nafsunya. Jadi, apakah beliau masih mengharapkan orang-orang seperti itu menerima dakwahnya, atau bahwa beliau merasa masih mampu memengaruhi mereka?

Para ahli tafsir besar mengemukakan berbagai pendapat tentang kalimat “sudahkah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya.”

Pustaka

Syiah

Referensi

Dokumen terkait

Namun dalam praktiknya sangat terkait dengan fitrah yang diberikan Allah Subhanahu wa ta’ala kepada setiap manusia.. Artinya, apabila fitrahnya belum disentuh oleh penyimpangan dan

Ekstrak etanol kunyit putih memiliki efek analgetik terhadap nyeri pada tikus yang diinduksi dengan metode Tail Immersion dengan dosis efektif adalah 80

1) Kehati-hatian, Komunikator dalam kelompok seharusnya menggunakan kemampuan persuasifnya sendiri untuk menilai secara menyeluruh pesan- pesan yang jelas dan yang

Rencana Strategis Pembangunan Jangka Menengah SKPK Tahun 2012-2017 yang selanjutnya disingkat RENSTRA SKPK Tahun 2012-2017 adalah Dokumen Perencanaan Sekretariat Daerah,

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, serta salam dan solawat kepada Nabi dan

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, serta sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah melimpahkan rahmat dan

Dengan Menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih dan maha penyayang, puji syukur kehadirat-Nya, serta sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga peneliti dapat

Dalam puisi yang berjudul “Luka-luka di Bahu Bangka” ia berziarah ke situs-situs sejarah, tampak penyair mencoba bercengkerama dengan tokoh-tokoh seperti Depati Hamzah,