• Tidak ada hasil yang ditemukan

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PERKULIAHAN

ETIKA DAN

FILSAFAT

KOMUNIKASI

Etika

Komunikasi

Dalam

Konteks

Komunikasi Interpersonal dan Komunikasi

kelompok

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ilmu Komunikasi Broadcasting

14

SOFIA AUNUL MSI

Abstract

Kompetensi

Mata kuliah ini memperkenalkan pemahaman dan kompetensi tentang filsafat keilmuan khususnya dalam bidang komunikasi yang kali ini akan menjelaskan tentang etika komunikasi pada ranah komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok.

Dengan memperoleh materi ini, mahasiswa diharapkan mengerti dan memahami mengenai etika komunikasi pada ranah komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok.

(2)

Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak akan pernah lepas dari komunikasi. Dari mulai kita bangun tidur sampai kemudian tertidur kembali, komunikasi selalu menjadi kegiatan utama kita entah itu komunikasi verbal atau non verbal, entah itu komunikasi antar pribadi atau komunikasi organisasi.

Hal seperti ini memang telah menjadi kodrat kita sebagai seorang manusia yang memang tidak dapat hidup sendiri. Kita selalu membutuhkan orang lain disekitar kita, walaupun hanya untuk sekedar melakukan obrolan basa-basi karena manusia adalah makhluk sosial dan dari dalam interaksi itulah manusia lambat laun menciptakan nilai-nilai bersama yang kemudian disebut sebagai kebudayaan.

Dalam nilai-nilai yang terbentuk tersebut terdapat beberapa kaidah yang bertujuan mengatur tata cara kita berkomunikasi antar sesama tanpa menyakiti hati dan menjunjung tinggi etika sebagai sebuah tanda penghargaan pada lawan bicara kita. Namun terkadang pemakaian sesuatu yang kita anggap sebuah etika dapat berakibat pada sesuatu yang tidak menyenangkan dan menimbulkan kesalahpahaman antar sesama. Padahal tujuan kita menggunakan etika adalah untuk mencoba menghargai khalayak.

Pemakaian etika dalam konteks komunikasi antar pribadi memiliki paradoks tersendiri. Di lain pihak, hal ini dapat menjadi hal yang positif namun terkadang sesuatu yang negatif dan cenderung merusak dan memperburuk keadaan juga dapat terjadi. Berbagai hal dinilai bertanggung jawab atas hal ini. Dari mulai cara kita berkomunikasi antar sesama sampai pada saat kita menggunakan etika dalam berinteraksi.

(3)

Etika dalam Komunikasi Antar Pribadi

(Interpersonal)

Menyandang predikat sebagai mahkluk sosial, manusia selalu terlibat dan berinteraksi dengan orang lain baik secara kelompok maupun secara personal. Dalam keterlibatannya dalam interaksi antar pribadi, manusia melakukan pertukaran pesan melalui berbagai macam simbol yang disepakati bersama dimana penggunaan pancaindra yang dimiliki dapat secara maksimal dan saling memberikan umpan balik. Komunikasi yang memang terjadi di dalam lingkup kecil (hanya antara 2-3 orang) ini memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan psikologis dan mutu hubungan kita dengan orang lain.

Banyak orang beranggapan bahwa dalam sebuah pembicaraan, kita harus menggunakan etika untuk menghargai dan menghormati lawan bicara. Ada sebuah teori yang mendefinisikan etika sebagai, “sebuah cabang ilmu filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma, moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya”. Dalam teori ini, etika memiliki 3 tujuan, yaitu:

a) Membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggung jawabkan

b) Membantu manusia mengambil sikap dan tindakan secara tepat dalam hidup ini

c) Tujuan akhir untuk menciptakan kebahagiaan.

Terlepas setuju atau tidaknya kita dengan teori diatas, namun ada hal yang bisa kita sepakati bahwa etika berhubungan dengan moral,”sistem tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia.”

Persoalan etika yang potensial selalu melekat dalam setiap bentuk komunikasi antar pribadi sehingga komunikasi dapat dinilai dalam dimensi benar-salah, melibatkan pengaruh yang berarti terhadap manusia lain, sehingga komunikator secara sadar memilih tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai dan cara-cara komunikasi guna mencapai tujuan tersebut. Apakah seorang komunikator bertujuan menyampaikan informasi, meningkatkan pemahaman seseorang, memudahkan keputusan yang bebas pada orang lain, menawarkan nilai-nilai yang penting, memperlihatkan eksistensi dan relevansi suatu persoalan sosial, memberikan sebuah jawaban atau program aksi atau memicu pertikaian—persoalan etika yang

(4)

potensial terpadu dalam upaya-upaya simbolik sang komunikator. Demikianlah keadaannya pada sebagian besar komunikasi pribadi, baik komunikasi antara 2 orang, dalam kelompok kecil, dalam retorika gerakan sosial maupun dalam hubungan masyarakat.

Bahkan muncul ungkapan bahwa manusia adalah satu-satunya hewan” yang secara harfiah dapat disebut memiliki nilai”. Lebih khusus lagi, barangkali esensi tertinggi manusia adalah homo ethicus, manusia adalah pembuat penilaian etika. Tetapi muncul pertanyaan, mengapa mempersoalkan etika dalam komunikasi antar pribadi? Jelas, dengan menghindari pembicaraan mengenai etika dalam komunikasi, orang akan bersandar pada berbagai macam pembenaran:

(1) setiap orang tahu bahwa teknik komunikasi tertentu adalah tidak etis jadi tidak perlu dibahas;

(2) karena yang penting dalam komunikasi hanyalah masalah kesuksesan maka masalah etika tidak relevan;

(3) penilaian etika hanyalah masalah penilaian individu secara pribadi sehingga tak ada jawaban pasti; dan

(4) menilai etika orang lain itu menunjukkan keangkuhan atau bahkan tidak sopan.

Secara potensial timbul ketegangan antara ” kenyataan” dan “keharusan”, antara yang aktual dan yang ideal. Mungkin terdapat ketegangan antara apa yang dilakukan setiap orang dengan apa yang menurut kita harus dilakukan oleh orang tersebut. Mungkin terdapat konflik antara komunikasi yang kita pandang berhasil dan penilaian teknik tersebut tidak boleh digunakan karena cacat menurut etika. Kita mungkin terlalu menekankan pemahaman tentang sifat dan efektivitas teknik, proses dan metode komunikasi dengan mengorbankan perhatian pada masalah etika tentang penggunaan teknik-teknik seperti itu. Kita harus menguji bukan hanya bagaimana, melainkan juga apakah kita secara etis harus , memakai berbagai macam metode dan pendekatan. Masalah “apakah”, jelas bukan hanya penyesuaian khalayak, melainkan maslah etika. Kita boleh merasa bahwa tujuan-tujuan etika itu tidak dapat dicapai secara nyata sehingga tidak banyak manfaatnya.

Bagaimana para peserta dalam sebuah transaksi komunikasi pribadi menilai etika dari komunikasi itu, atau bagaimana para pengamat luar menilai etikanya, akan berbeda-beda tergantung pada standar etika yang mereka gunakan. Sebagian diantara bahkan mungkin akan memilih untuk tidak mempertimbangkan etika.

(5)

Namun demikian, masalah etika yang potensial tetap ada meskipun tidak terpecahkan atau tidak terjawab.

Apakah seorang komunikator menginginkan penilaian etika atau tidak? Komunikan umumnya akan menilai, secara resmi ataupun tidak resmi, upaya komunikator berdasarkan standar etika yang relevan menurut mereka. Jika bukan karena alasan lain, selain alasan pragmatik, yakni untuk kesempatan meningkatkan kesuksesan, komunikator perlu mempertimbangkan kriteria etis para khalayaknya.

Pemahaman yang berbeda mengenai nilai-nilai etika yang ada membuat setiap orang dapat memiliki penilaian yang berbeda terhadap setia etika komunikasi. Dalam komunikasi antar pribadi penggunaan etika haruslah berhati-hati karena bukanlah tidak mungkin bahwa pemahaman etika kita berbeda dengan komunikan. Kurangnya pemahaman antar sesama dapat memunculkan miss komunikasi yang akan berujung pada timbulnya berbagai macam prasangka dan salah paham.

Dalam berbagai macam perbedaan tersebut, kita harus mampu beradaptasi dengan cepat. Nilai-nilai yang membentuk etika harus kita pahami dengan benar karena sebenarnya tidak ada komunikasi yang tidak menggunakan nilai-nilai etika di dalamnya, setiap bentuk komunikasi selalu menggunakan etika walaupun dalam kadarnya masing-masing sesuai dengan konteks, tujuan dan situasi yang ada.

Etika dalam Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. Bila dibandingkan antara komunikasi antar pribadi dengan komunikasi kelompok memiliki persamaan. Komunikasi antarpribadi maupun komunikasi kelompok melibatkan dua atau lebih individu yang secara fisik berdekatan dan yang menyampaikan serta menjawab pesan- pesan baik secara verbal maupun non verbal. akan tetapi, ada yang membedakan antara komunikasi antarpribadi dengan komunikasi kelompok. Komunikasi kelompok terjadi dalam

(6)

suasana yang lebih berstruktur di mana para pesertanya lebih cenderung melihat dirinya sebagai kelompok serta mempunyai kesadaran tinggi tentang sasaran bersama. Komunikasi kelompok lebih cenderung dilakukan secara sengaja dibandingkan dengan komunikasi antarpribadi, dan umumnya para pesertanya lebih sadar akan peranan dan tanggung jawab mereka masing-masing. dalam kelompok tatap muka yang lebih besar dan kelompok-kelompok tersebut lebih bersifat permanen daripada kelompok-kelompok yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi.

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konferensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok. Dan B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerril L. Winsor (2005: 149) menyatakan komunikasi kelompok terjani ketika tiga orang atau lebih bertatap muka, biasanya di bawah pengarahan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama dan mempengaruhi satu sama lain. Lebih mendalam ketiga ilmuwan tersebut menjabarkan sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:

1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka; 2. Kelompok memiliki sedikit partisipan;

3. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin; 4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama;

5. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain

Etika komunikasi kelompok dikaitkan dengan watak atau kesusilaan yang menentukan benar atau tidaknya cara penyampaian pesan kepada orang lain

(7)

sebagai anggota kelompok tersebut yang dapat mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik secara lisan ataupun tidak langsung. Etika komunikasi kelompok memiliki standar perangkat-perangkat kriteria etika yang secara khusus telah disarankan guna meningkatkan komunikasi etis dalam kelompok. Maksud dari perangkat-perangkat ini adalah kriteria etika yang biasa dan standar dalam etika komunikasi. Cheney dan Tompskins merujuk pada Henry W. Johnstone Jr., untuk mengingat standar-standar etika yang mereka anjurkan guna memandu komunikasi kelompok. Empat tugas keetikaan Johnstone: Keteguhan hati, keterbukaan, kelemah lembutan, dan keharuan, dimodifikasi oleh Cheney dan Tompkins untuk diterapkan dalam konteks komunikasi kelompok antara lain:

1) Kehati-hatian, Komunikator dalam kelompok seharusnya menggunakan kemampuan persuasifnya sendiri untuk menilai secara menyeluruh pesan-pesan yang jelas dan yang tersembunyi dari kelompok tersebut dan harus menghindari penerimaan atas pandangan konvensional secara otomatis dan tanpa berpikir.

2) Mudah untuk dicapai, Komunikator dalam organisasi harus terbuka terhadap kemungkinan diubahnya pesan dari orang lain dari orang yang dibujuk. Keyakinan yang kita pegang secara dogmatis atau pandangan berfokus sempit yang membutakan kita terhadap informasi yang berguna, pandangan yang berbeda tentang suatu masalah, atau penyelesaian alternatif,perlu diseimbangkan atau dikurangi.

3) Tanpa kekerasan, penipuan, terang-terangan atau pun tidak, terhadap orang lain berdasarkan etika tidak diinginkan. Anggota juga harus menghindari penggunaan sudut pandang persuasif yang menganjurkan suatu sikap yang masuk akal.

4) Empati, Komunikator empatis benar-benar mendengarkan argumen, opini, nilai dan asumsi orang lain, terbuka terhadap perbedaan pendapat, mengesampingkan cetusan streotip berdasarkan julukan atau isyarat non verbal, dan menghargai hak semua orang sebagai pribadi untuk memegang pandangan yang berbeda. Dalam latar kelompok Empati melibatkan keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan kelompok. Gary Kreps menganjurkan apa yang ia sebut “tiga prinsip penutup banyak hal” yang ia anggap berguna “untuk mengevaluasi etika relative komunikasi organisasi

(8)

internal dan eksternal. Prinsip penutup ini berakar pada nilai kejujuran, menghindari dan menyakiti, dan keadilan.

5) Anggota kelompok tidak boleh dengan sengaja menipu satu sama lain, seperti contohnya memalsukan laporan dan menyembunyikan informasi yang relevan dari badan-badan pengaturan pemerintah.

6) Komunikasi anggota kelompok tidak boleh dengan sengaja menyakiti anggota kelompok lain atau anggota lingkungan organisasi yang relevan. 7) Anggota kelompok harus diperlukan secara adil. Pepatah “perlakuan yang

sama bagi semua” mungkin tidak cocok dengan setiap situasi. Kreps menyatakan,“keadilan, seperti prinsip kejujuran dan menghindari kerusakan”, merupakan prinsip etika relative yang harus dievaluasi dalam konteks kelompok tertentu.

Contoh Kasus

Rapat atau sidang Dewan Perwakilan Rakyat merupakan salah satu contoh pelaksanaan komunikasi kelompok. Berikut merupakan kasus pelanggaran standar etika pada komunikasi kelompok yang terjadi pada sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat tanggal 28 Oktober 2014 dan Rabu, 1 Oktober 2014.

“Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Hasrul Azwar, melakukan aksi anarkis dengan membanting meja di dalam ruang sidang paripurna DPR. Tindakan ini dilakukan Hasrul setelah pemimpin sidang menutup sidang paripurna dengan penetapan anggota komisi dan alat kelengkapan dewan. Kisruh tersebut diawali ketika pemimpin sidang, Agus Hermanto, menyampaikan susunan anggota komisi dan alat kelengkapan dewan yang diserahkan oleh ketua fraksi versi Suryadharma Ali (SDA) dan diketok palu. Tarik ulur dan hujan interupsi pun terjadi terkait legitimasi penetapan anggota komisi dan alat kelengkapan dewan yang diserahkan. Hingga akhirnya, pimpinan sidang lainnya, Fahri Hamzah, mengusulkan karena ada masalah internal di PPP maka susunan anggota komisi dan alat kelengkapan dewan PPP diberi tenggat waktu untuk di revisi dan sidang sedianya ditunda hingga Rabu 29 Oktober 2014. Hasrul yang masih berada di meja pimpinan tampak berang lantaran merasa tidak diakomodasi dan langsung turun dan ia

(9)

langsung mengobrak-abrik meja anggota sidang paripurna. Hal ini sontak menarik perhatian dan menyarankan agar tidak perlu melakukan hal tersebut.”

“Sidang paripurna kedua anggota Dewan yang baru dilantik diwarnai kericuhan. Sejumlah anggota Dewan memaksa maju ke meja pimpinan. Sebabnya, mereka meyakini rapat konsultasi yang digelar sebelum paripurna belum usai. "Interupsi pimpinan, interupsi. Konsultasi belum selesai," ujar salah satu anggota di ruang rapat paripurna, pada Rabu, 1 Oktober 2014. Anggota lainnya yang tergabung dalam koalisi Prabowo berteriak meminta anggota tersebut diam dan kembali ke tempat. Bukannya kembali malah semakin banyak anggota Dewan yang maju ke meja pimpinan. Bahkan, Masinton Pasaribu dari PDI Perjuangan, mengepalkan tangan sambil berteriak-teriak ke arah Wakil Sekretaris Jenderal DPR Ahmad Juned. Lantaran situasi tidak kondusif, pimpinan sidang, Popong Otje Djundjunan, menskors sidang. "Dengan ini, sidang saya skors," ujar Popong. Perempuan yang sudah lima kali menjadi anggota DPR ini langsung diamankan petugas. Situasi tidak kondusif sebenarnya sudah terjadi sejak sidang dimulai. Beberapa kali anggota sidang maju ke meja pimpinan untuk protes. Salah satunya saat pimpinan bertanya apakah waktu sidang mau diperpanjang. Fraksi koalisi Prabowo sepakat sidang dilanjutkan dengan perpanjangan waktu, sementara koalisi Jokowi menolak perpanjangan waktu. Setelah itu, tak terhitung banyaknya anggota Dewan saling berteriak meminta interupsi dan seruan untuk melanjutkan atau menyudahi sidang dengan berbagai alasan.”

Pada kedua kasus di atas terjadi beberapa pelanggaran etika komunikasi kelompok , diantaranya benar atau tidaknya cara penyampaian pesan kepada orang lain sebagai anggota kelompok tersebut yang dapat mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik secara lisan ataupun tidak langsung. Pada kasus pertama, tindakan anarkis Hasrul Azwar membanting meja di dalam ruang sidang yang merupakan ungkapan atau bentuk komunikasi atas perasaan tidak puas dengan hasil sidang serta pendapatnya tidak terakomodasi, tindakan tersebut sangat melanggar etika dalam komunikasi kelompok. Selain menyalahi etika komunikasi, penyampaian ketidakpuasan melalui kekerasan dan aksi anarkis di dalam kelompok juga melanggar norma sopan santun serta tata aturan sidang yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai aturan kelompok tersebut. Namun tindakan Agus Hermanto

(10)

sebagai pimpinan sidang juga dianggap melanggar standar etika komunikasi dalam kelompok, yaitu tidak menerapkan empati dalam pengambilan keputusan dalam kelompok yang notabene seharusnya menemukan mufakat dari seluruh anggota kelompok sebelum mengetuk palu. Komunikator empatis benar-benar mendengarkan argumen, opini, nilai dan asumsi orang lain, terbuka terhadap perbedaan pendapat, mengesampingkan cetusan streosip berdasarkan julukan atau isyarat non verbal, dan menghargai hak semua orang sebagai pribadi untuk memegang pandangan yang berbeda. Sedangkan pada kasus kedua, tindakan para peserta rapat yang merasa kecewa akan pimpinan rapat, ricuh dan berteriak-teriak, membuat kerusuhan di meja pimpinan sidang, bahkan melakukan aksi walk out di tengah berjalannya sidang sangat tidak mencerminkan etika dalam komunikasi kelompok. Tindakan anarkis tersebut selain melanggar norma sopan santun tidak menghormati jalannya sidang, juga tidak menghormati pimpinan sidang yang notabene adalah orang yang dituakan di kelompok tersebut (anggota DPR tertua periode 2014-2019). Anggota kelompok seharusnya diperlukan secara adil dan saling mendengarkan sesuai dengan kewajiban dan haknya masing-masing tanpa memihak pada kubu tertentu dalam kelompok.

Etika komunikasi kelompok dikaitkan dengan watak atau kesusilaan yang menentukan benar atau tidaknya cara penyampaian pesan kepada orang lain yang dapat mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik secara lisan ataupun tidak langsung pada kelompok maupun pada anggota kelompok.

Pada dasarnya etika komunikasi kelompok tidak berbeda begitu banyak dengan etika komunikasi antarpribadi ataupun organisasi, aturan-aturan etika seperti kejujuran dan kehati-hatian serta tidak kecurangan yang disengaja, merupakan hal krusial dalam etika komunikasi kelompok. Hanya dalam etika komunikasi kelompok harus diperhatikan patisipan yang disampaikan pesan. Diperlukan sikap adil dan saling mendengarkan diantara anggota partisipan agar komunikasi yang terjadi bisa berjalan dengan baik dan sehat

(11)

Daftar Pustaka

BLAKE, REED H. dan HAROLDSEN. EDWIN O. 2003. Taksonomi Konsep Komunikasi, Penerbit Papyrus: Surabaya

CUTLIP, SCOTT M. dan CENTER, ALLEN H. 2006. Effective Public Relation, Prenada Media Grup: Jakarta

L.JOHANSEN, RICHARD. 1996. Etika Komunikasi, Penerbit Rosda: Bandung

Referensi

Dokumen terkait

menyampaikan informasi tempat pariwisata, informasi lokasi pariwisata yang dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh wisatawan, atau masyarakat yang berkunjung di

3. Bahwa tuduhan Pengadu kepada Teradu yang diduga melakukan pengubahan Formulir DB-1 DPR hasil Rapat Pleno Terbuka KPU Kabupaten Tapin untuk perolehan suara

Sea como sea, queda el recurso de describir. Desde la “Ilustración”, todos los que dirigen proclaman que ejercen el poder en provecho del pueblo, gracias a la sutil solución

Tingginya rata-rata pertambahan berat badan babi bali pada pemberian 15% lumpur minyak sawit fermentasi juga disebabkan oleh konsumsi pakan yang lebih tinggi yang

Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari pe- nelitian, diperoleh pertumbuhan ha- rian rata-rata ikan nila dan ikan le- le sangkuriang adalah 0,011 g/hari ± 0,004 dan 0,002 g/hari

Setelah melakukan proses pendefinisian setiap sub proses yang ada, maka pada tahap ini adalah melakukan kontruksi dan evaluasi terhadap model framework

memerhatikan kebijakan Manajemen Risiko, prosedur Manajemen Risiko, serta penetapan limit Risiko kepatuhan dan tidak berdampak signifikan; - terdapat kejelasan wewenang

Semen Portland Tipe V merupakan jenis semen yang cocok dipakai untuk berbagai macam aplikasi beton dimana diperlukan daya tahan yang baik terhadap kadar sulfat