• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAPER EKONOMI INTERNASIONAL WORLD BANK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PAPER EKONOMI INTERNASIONAL WORLD BANK"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH EKONOMI INTERNASIONAL DOSEN : MUZANI MANSOER, SE, MPM

DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF LEMBAGA ASING WORLD BANK

Disusun oleh :

1. Yugi Triono 1121000178

2. Fauziah 1221072265

3. Monika Sihaloho 1021072096

4. Isnaeni 1221072447

5. Rina 1221072169

6. Gamal Marfan 1021000264

(2)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan catatan sejarah, Bank Dunia sendiri sebenarnya didirikan bersama-sama Dana Moneter Internasional (IMF) di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat pada tahun 1944. Tujuannya saat itu adalah menghindari terulangnya Great Depression akibat terjadinya perang dunia kedua. Dengan kata lain, awal pendiriannya ditujukan untuk ikut membangun stabilitas ekonomi global, terutama akibat peperangan ataupun bencana alam. Namun dalam perjalanannya, tujuan ini telah bergeser dan kini aktivitas Bank Dunia justru seringkali menimbulkan kontroversi.

Bagi Indonesia sendiri, pembangunan dalam negeri serta perekonomian dan perpolitikan nasional tidak dapat dipisahkan dari Bank Dunia. Sebagai contoh, kita tentu masih ingat beberapa waktu lalu polemik politik nasional seputar kasus “Century” diredam dengan terpilihnya Sri Mulyani sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia dengan gaji sebesar US$347.000 per tahun ditambah tunjangan pensiun sebesar US$52.752 dan tunjangan lain-lain sebesar US$76.698 (Susanto, 2010). Selain itu, jumlah pinjaman Bank Dunia kepada Indonesia juga cukup besar, apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Hingga tahun 1998 saja, nilai pinjaman Bank Dunia untuk Indonesia sudah menyentuh nilai 25,4 milliar dollar AS (Hutagalung, 2009). Dengan nilai pinjaman sebesar itu, bahkan lebih besar, tentu saja Bank Dunia dan kebijakan-kebijakannya menjadi bagian yang saling terikat erat dengan pembangunan Indonesia.

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BANK DUNIA

IBRD (International Bank for Reconstruction and Development) atau yang lebih dikenal Bank Dunia semula didirikan dalam rangka membantu negara-negara yang rusak akibat perang untuk melakukan transisi lewat rekonstruksi. Namun, dalam perkembangan situasi dunia yang relatif tidak diwarnai perang lagi, fungsi bank pun bergeser. Tidak lagi memprioritaskan proyek rekonstruksi, tetapi lebih sebagai channel untuk menyalurkan dana dari negara-negara kaya untuk pembangunan ekonomi negara-negara berkembang atau negara lebih misikin yang membutuhkan (Halwani, 2005).

Pentingnya keberadaan negara ini diakui sangat dirasakan negara berkembang yang pernah menerima bantuan atau pinjaman. Bukan saja karena dana yang disalurkan lebih besar dari lembaga keuangan internasional lainnya, tetapi dibandingkan dengan pinjaman lembaga keuangan komersial, pinjaman Bank Dunia bunganya relatif lebih rendah, yakni disesuaikan dengan bunga yang harus dibayar lembaga itu atas dana yang diperoleh dari pasar modal dunia. Selain itu, juga berjangka pengembalian lebih lama, yakni 20 tahun atau kurang dengan masa tenggang hingga lima tahun (Halwani, 2005).

Karena itu, pinjaman lembaga antarnegara yang didirikan sebagai hasil konferensi Bretton Woods (di New Hampshire, AS) tahun 1944 dan terikat dengan PBB ini sudah tentu relatif lebih aman bagi nasabah yang juga para anggota-anggota Bank Dunia (sekaligus harus juga menjadi anggota IMF), termasuk jika dibandingkan dengan pinjaman IMF. Selama tidak ada unsur perekonomian di dalamnya yang dianggap merugikan kepentingan dalam negeri, bantuan Bank Dunia tidak dianggap kontroversial sifatnya (Halwani, 2005).

Bank Dunia dan IMF didirikan pada saat dan tempat yang sama, yaitu pada tahun 1944 di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat, sehingga keduanya sering juga disebut the Bretton Woods Institution (BWIs). Situasi perekonomian dunia yang tidak menentu selama berkecamuknya perang dunia kedua dan pascaperangnya menyebabkan adanya kecemasan akan berulangnya kembali Great Depression (1930). Dengan latar belakang inilah kedua lembaga tersebut dibentuk dengan tujuan utama untuk ikut membantu stabilitas ekonomi global (Hutagalung, 2009).

(4)

lebih lunak dari pinjaman komersial. Saat ini Bank Dunia lebih memfokuskan programnya pada upaya pengentasan kemiskinan global, terutama dalam rangka mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 (Hutagalung, 2009).

Selama rentang waktu tiga puluh tahun (1967-1998) dukungan Bank Dunia dalam pembangunan di Indonesia mencapai lebih dari 24 milliar dollar AS. Dari jumlah itu, sektor infrastruktur mengambil porsi pinjaman terbesar, yaitu 40 persen. Selanjutnya adalah sektor pertanian sebesar 19 persen, diikuti sektor pendidikan, kesehatan, gizi, dan kependudukan sebesar 13 persen, serta sektor pembangunan perkotaan, air bersih, dan sanitasi yang mencapai 10 persen (Hutagalung, 2009).

Hutagalung (2009) menyatakan bahwa pada dekade 80-an, Bank Dunia mengawali program bantuannya bagi restrukturisasi sektor keuangan, sejalan dengan upaya pemerintah menderegulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Sedangkan pada kurun waktu 1990-1998, Bank Dunia memberi perhatian yang lebih besar pada masalah lingkungan hidup. Dalam beberapa kasus, Bank Dunia menjadikan masalah lingkungan hidup sebagai prasyarat pinjaman di sektor tertentu. Misalnya, pada pinjaman untuk sektor pertanian, Bank Dunia mengaitkan pinjaman dengan masalah penghutanan kembali (reforestration) yang memang dipandang mendesak untuk segera dilakukan. Keberatan dari pihak Indonesia kemudian berujung pada pengurangan pinjaman di sektor pertanian (hal ini juga menjelaskan mengapa porsi pinjaman sektor pertanian semakin menurun). Perincian alokasi pinjaman Bank Dunia per sektor (tahun 1969-1998) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alokasi pinjaman Bank Dunia per sektor antara tahun 1969-1998 (Hutagalung, 2009)

Sektor US$ juta

1969-Perkotaan, sanitasi, dan air bersih 2,624 10,4 6,1 6,6 15,1

(5)

pembangunan pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, dan pembangunan sosial. Hal ini selaras dengan misi Bank Dunia untuk memerangi kemiskinan seperti yang tertuang dalam MDGs 2015. Selain itu, ada juga perubahan dalam hal pola pemberian pinjaman, terutama pada saat Indonesia dalam krisis keuangan, yaitu pinjaman yang diberikan tidak hanya untuk pinjaman proyek (project loan), tetapi juga semakin meningkatnya pinjaman program (program loan) yang porsinya cukup besar dan langsung masuk dalam APBN sebagai budgetary support (Hutagalung, 2009).

Untuk meningkatkan efektivitas pemanfaatan dana pinjaman, Bank Dunia terus melakukan perbaikan dalam mendesain proyek-proyeknya, memperkuat pengawasan dan good governance, mendukung reformasi di bidang pengadaan barang dan jasa (procurement), serta manajemen keuangan negara. Dari total utang Indonesia sejumlah 25,4 milliar dollar AS, 23,6 milliar dollar AS di antaranya telah dicairkan dan 12,4 milliar dollar AS telah dibayarkan kembali kepada Bank Dunia. Proyek pinjaman Bank Dunia yang sedang berjalan meliputi 39 proyek. Secara umum, jumlah utang Indonesia ke Bank Dunia telah menurun tajam dan tren ini diharapkan terus berlangsung sehingga ketergantungan pada pinjaman luar negeri dapat berkurang (Hutagalung, 2009). Kemudian, komitmen Bank Dunia untuk tahun fiskal 2000-2003 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komitmen Bank Dunia tahun fiskal 2000-2003 (Hutagalung, 2009)

Tahun Fiskal Nama Proyek IBRD IDA Total

2000 Decentralised Agriculture and Forestry Extension Project

13,0 5,0 18,0

Provincial Health Project 38,0 38,0

Second watersupply for low income community project

77,4 77,4

Total tahun fiskal 13,0 120,4 133,4

2001 Kecamatan Development Project 48,2 48,2

Library Development Project 4,1 4,1

Second Provincial Health Project 63,2 40,0 103,2

Second KDP 208,9 111,3 320,2

Western Java Environment Management Project 11,7 5,8 17,5

Total tahun fiskal 283,8 209,4 493,2

2002 Eastern Indonesia Region Transport Project 200,0 200,0 Global Development Learning Network Project 2,7 2,7 Second Urban Poverty Project 29,5 70,5 100,0

Total tahun fiskal 232,2 70,5 302,7

2003 Water Resources and Irrigation Sector Management Project

(6)

Healh workforce and service project 31,1 70,5 101,6

Hutagalung (2009) menyatakan bahwa dalam tahun fiskal 2002-2003, program Bank Dunia di Indonesia terfokus pada penurunan tingkat kemiskinan dengan pendekatan desentralisasi. Tiga area utamanya adalah: (1) melanjutkan pemulihan ekonomi, (2) menciptakan pemerintahan yang bertanggung jawab dan transparan, (3) menyediakan pelayanan umum yang lebih baik, terutama dari kelompok miskin. Pinjaman tersebut terutama difokuskan pada penyediaan pelayanan sosial dan infrastruktur untuk kaum miskin dengan keterlibatan pemerintah dan masyarakat lokal, melalui program Kecamatan Development Program (KDP).

Tabel 3. Fokus bantuan Bank Dunia tahun 2004-2007 (Hutagalung, 2009)

Fokus Capaian

Perbaikan Iklim Investasi  Menjaga stabilitas makro (debt/GDP < 60%, inflasi < 7 %, pendapatan pajak non-migas naik 1%.

 Perbaikan iklim investasi di daerah.

 Memperkuat dan mendiversifikasi sektor keuangan dengan akses yang lebih merata.

 Menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat.

 Perbaikan infrastruktur bisnis: pembenahan pengelolaan infrastruktur (jalan, produksi dan pemasaran migas, privatisasi infrastruktur kunci di BUMN, dan sebagainya.

 Menciptakan sumber pendapatan yang berlanjut bagi kelompok miskin.

Pelayanan publik berkualitas untuk kelompok

miskin

 Percepatan tercapainya target MDG di bidang kesehatan, pendidikan, dan pendapatan masyarakat.

(7)

kelompok.

 Menciptakan peraturan bagi sistem keuangan publik yang transparan di semua tingkat pemerintahan.

 Desentralisasi yang lebih efektif.

 Menciptakan sistem hukum dan peradilan yang lebih kredibel dengan memperbaiki langkah pencegahan korupsi, pengawasan kekayaan pejabat, memperbaiki sistem peradilan, dan sebagainya.

Hutagalung (2009) juga menyatakan bahwa program Bank Dunia tahun 2004-2007 untuk di Indonesia berfokus pada tiga hal, yaitu: (1) memperbaiki iklim investasi, (2) menyediakan pelayanan publik yang berkualitas bagi kelompok miskin, dan (3) good governance, sebagaimana tampak dalam Tabel 3 di atas.

BAB III PEMBAHASAN

3.1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BANK DUNIA

(8)

Entah karena pihak sekutu (yang saat itu sudah didukung oleh Amerika Serikat pascapengeboman Pearl Harbour oleh Jepang) merasa perang tidak akan berlangsung lama lagi ataupun karena alasan lain, tetapi yang jelas setahun setelah didirikannya Bank Dunia perang dunia kedua benar-benar berakhir. Sesuai prediksi, negara-negara korban perang, terutama di Eropa, segera membutuhkan aliran dana segar untuk merekonstruksi perekonomian mereka pascaperang. Prancis tercatat sebagai negara pertama yang mendapatkan pinjaman dari Bank Dunia senilai 250 juta dolar AS.

Dalam perkembangannya, semakin sedikit negara yang mengalami peperangan, sehingga kebutuhan untuk rekonstruksi pascaperang pun semakin kecil. Pada saat itu, Bank Dunia di bawah kepemimpinan Mc-Namara menggeser fokusnya ke arah pembangunan infrastruktur, pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik, terutama di negara-negara dunia ketiga yang notabene tertinggal dari negara maju.

3.2. PERAN BANK DUNIA TERHADAP INDONESIA

Kebijakan politik pemerintahan Presiden Soekarno yang mendekat ke blok Uni Soviet menyulitkan Bank Dunia yang memiliki paham berseberangan untuk mengambil peran lebih banyak bagi Indonesia. Oleh karena itu, Bank Dunia baru mulai berperan sebagai lembaga pemberi pinjaman bagi Indonesia pada saat awal masa pemerintahan Presiden Soeharto, yaitu sekitar tahun 1968. Namun sebelum memberikan pinjaman, Bank Dunia “menjajaki” Indonesia dengan memberikan bantuan teknis untuk identifikasi kebijakan makro ekonomi, kebijakan sektoral yang diperlukan, dan kebutuhan pendanaan yang kritis (Hutagalung, 2009).

Di masa-masa awal pemberian pinjaman, Indonesia masih dianggap sebagai negara yang memiliki nilai credit worthiness yang rendah. Oleh karena itu, pinjaman yang diberikan oleh Bank Dunia pada saat itu menggunakan skema IDA atau pinjaman tanpa bunga, kecuali administrative fee ¾ persen per tahun dan jangka waktu pembayaran 35 tahun dengan masa tenggang 10 tahun. Dana pinjaman pertama yang diberikan kepada Indonesia adalah sebesar 5 juta dolar AS pada September 1968 (Hutagalung, 2009).

(9)

dekade 80-an, pinjaman uang Bank Dunia terlihat lebih terarah pada masalah deregulasi sektor keuangan, selain masih tetap digunakan bagi pengembangan sektor-sektor sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Dana hutang yang diberikan kepada Indonesia, antara lain dalam bentuk hutang proyek dan hutang dana segar.

a. Hutang Proyek.

Hutang proyek adalah hutang dalam bentuk fasilitas berbelanja barang dan jasa secara kredit. Namun, sayangnya, hutang ini justru menjadi alat bagi Bank Dunia untuk memasarkan barang dan jasa dari negara-negara pemegang saham utama, seperti Amerika, Inggris, Jepang dan lainnya kepada Indonesia.

b. Hutang Dana Segar

Hutang dana segar bisa dicairkan bila Indonesia menerima Program Penyesuaian Struktural (SAP). SAP mensyaratkan pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang bentuknya, antara lain:

1) Swastanisasi (Privatisasi) BUMN dan lembaga-lembaga pendidikan

2) Deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sector 3) Pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti: beras, listrik, pupuk dan rokok

4) Menaikkan tarif telepon dan pos

5) Menaikkan harga bahan bakar (BBM).

Anggoro (2008), peneliti dari Institute of Global Justice, menulis, kerugian yang diderita Indonesia karena menerima pinjaman dari Bank Dunia adalah sebagai berikut a. Kerugian dalam bidang ekonomi

1) Indonesia kehilangan hasil dari pengilangan minyak dan penambangan mineral (karena diberikan untuk membayar hutang dan karena proses pengilangan dan penambangan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan transnational partner Bank Dunia)

2) Jebakan hutang yang semakin membesar, karena mayoritas hutang diberikan dengan konsesi pembebasan pajak bagi perusahaan-perusahaan AS dan negara donor lainnya. 3) Hutang yang diberikan akhirnya kembali dinikmati negara donor karena Indonesia harus

membayar “biaya konsultasi” kepada para pakar asing, yang sebenarnya bisa dilakukan oleh para ahli Indonesia sendiri.

(10)

5) Sebagian hutang dipakai untuk membangun infrastuktur demi kepentingan perusahaan-perusahaan asing, seperti membangun fasilitas pengeboran di ladang minyak Caltex atau Exxon Mobil. Pembangunan infrastruktur itu dilakukan bukan di bawah kontrol pemerintah Indonesia, tetapi langsung dilakukan oleh Caltex dan Exxon.

b. Kerugian dalam bidang politik.

Keterikatan pada hutang membuat pemerintah menjadi sangat bergantung kepada Bank Dunia dan mempengaruhi keputusan-keputusan politik yang dibuat pemerintah. Pemerintah harus berkali-kali membuat reformasi hukum yang sesuai dengan kepentingan Bank Dunia.

Hal ini juga diungkapkan ekonom Rizal Ramli (2009), ”Lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, dan sebagainya dalam memberikan pinjaman, biasanya memesan dan menuntut UU ataupun peraturan pemerintah negara yang menerima pinjaman, tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial. Misalnya, pinjaman sebesar 300 juta dolar AS dari ADB yang ditukar dengan UU Privatisasi BUMN, sejalan dengan kebijakan Neoliberal. UU Migas ditukar dengan pinjaman 400 juta dolar AS dari Bank Dunia.”

Cara kerja Bank Dunia (dan lembaga-lembaga donor lainnya) dalam menyeret Indonesia (dan negara-negara berkembang lain) ke dalam jebakan hutang, diceritakan secara detil oleh John Perkins dalam bukunya, “Economic Hit Men”. Perkins adalah mantan konsultan keuangan yang bekerja pada perusahaan bernama Chas T. Main, yaitu perusahaan konsultan teknik. Perusahaan ini memberikan konsultasi pembangunan proyek-proyek insfrastruktur di negara-negara berkembang yang dananya berasal dari hutang kepada Bank Dunia, IMF, dll.

BAB IV KESIMPULAN

Keberadaan Bank Dunia sejak tahun 1944 telah mempengaruhi perekonomian global secara signifikan. Mulai dari rekonstruksi dan rehabilitasi negara-negara korban perang dunia kedua, hingga program-program pengentasan kemiskinan dan pembangunan berbagai negara berkembang di seantero dunia. Tampaknya kini tidak ada satu negara pun yang terbebas dari pengaruh Bank Dunia, baik kebijakannya, dana pinjamannya, maupun kapitalisme dan liberalisasi keuangan yang dikampanyekannya.

(11)

bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan publik, liberalisasi ekonomi dan keuangan, hingga lingkungan hidup menjadi fokus bagi pengucuran dana pinjaman berbunga rendah oleh Bank Dunia. Dengan modal pinjaman inilah, negara-negara berkembang yang notabene adalah negara miskin dan kekurangan modal, memiliki harapan untuk memperbaiki kondisi ekonominya dan mengejar ketertinggalan yang sangat jauh dari negara-negara maju. Bahkan tidak jarang, uang pinjaman inilah yang menjadi penyangga bagi “nafas” perekonomian negara peminjam yang kadang “tersengal-sengal” dihantam badai krisis.

Namun demikian, keberadaan Bank Dunia bukan tanpa kontroversi dan dampak negatif. Kemelut utang tak berujung yang meliputi berbagai negara peminjam seringkali justru menjadi “bumerang”. Alih-alih mengatasi masalah perekonomian dalam negeri, seringkali dana pinjaman dari Bank Dunia justru seperti menumpuk masalah di tahun-tahun mendatang yang suatu saat –cepat atau lambat- akan overload dan dapat mengakibatkan chaos. Apalagi banyak ahli ekonomi dari negara-negara peminjam (yang biasanya berdiri di luar pemerintahannya) berkomentar miring dan justru menuding Bank Dunia yang telah menganjurkan kebijakan ekonomi yang menyesatkan dan tidak menyelesaikan masalah. Salah satu penyebabnya adalah aliran uang pinjaman yang masuk seringkali justru kembali lagi ke negara-negara donor, sehingga menimbulkan kerugian yang tidak sedikit bagi negara peminjam.

Bagi Indonesia sendiri, peran Bank Dunia mulai tampak jelas setelah masa pemerintahan Presiden Soekarno yang cenderung dekat dengan poros Uni Soviet berakhir. Hingga saat ini, Indonesia masih menjadi salah satu negara yang dipercaya oleh Bank Dunia untuk meminjam dana untuk berbagai keperluan, terutama untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, pelayanan publik, pertanian dan lingkungan hidup.

Namun demikian, sama seperti banyak negara peminjam lainnya, hal ini justru dapat membahayakan perekonomian dalam negeri di masa mendatang jika peminjaman yang dilakukan tidak efisien, tidak bermanfaat, dan juga boros dalam penggunaannya. Bagaimanapun, utang tersebut –beserta bunganya- dapat terus menumpuk hingga Indonesia tak mampu lagi membayarnya jika dibiarkan dilakukan terus menerus tanpa upaya pengurangan utang yang sistematis.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Halwani, H. 2005. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi (Edisi Kedua). Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor.

Hutagalung, Jannes. 2009. Peran Bank Dunia dan IMF dalam Perekonomian Indonesia Dulu dan Sekarang. Di dalam: Abimanyu, A. dan A. Megantara. 2009. Era Baru Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep, dan Implementasi. PT Kompas Media Nusantara, Jakarta.

Perkins, John. 2005. Confessions of an Economic Hit Men, Pengakuan Seorang Ekonom Perusak (Edisi Bahasa Indonesia). Penerbit Abdi Tandur, Jakarta.

Purwoko, Krisman. Bank Dunia Setujui Pinjaman 800 Juta Dolar AS. www.republika.co.id [18 Desember 2010]

(13)

Susanto, Heri. 2010. Gaji Sri Mulyani di Bank Dunia Rp 3 Miliar. www.vivanews.com [18 Desember 2010]

Gambar

Tabel 1. Alokasi pinjaman Bank Dunia per sektor antara tahun 1969-1998 (Hutagalung, 2009)
Tabel 2. Komitmen Bank Dunia tahun fiskal 2000-2003 (Hutagalung, 2009)
Tabel 3. Fokus bantuan Bank Dunia tahun 2004-2007 (Hutagalung, 2009)

Referensi

Dokumen terkait

Perancangan sistem informasi praktek kebidanan pada Prodi DIII Kebidanan akan menghasilkan sebuah sistem yang dapat mempermudah kegiatan operasional praktek klinik

Penuntun Praktikum Farmasi Praktis, Fakultas Farmasi, Universitas Andalas Page 6 RESEP YANG LENGKAP1. Suatu resep disebut lengkap apabila

Terbaru, pada Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU pada 27 Februari-1 Maret 2019 di Banjar, Jawa Barat, gagasan politik kebangsaan NU dinarasikan lebih

Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mukhlisoh(2016) yang menyatakan bahwa hasil penelitian pada 250 responden yang dibagi ke

Dalam penelitian ini gaya belajar yang dimaksudkan adalah kecendrungan masing masing individu untuk menggunakan perangsang atau alat indra tertentu untuk menyerap

Perawat mengadministrasi Antiemetik awal, seperti yang diperintahkan, untuk mencegah muntah-muntah yang berhubungan dengan muntah untuk mengurangi timbulnya rasa sakit yang

Kondom (&#34;karet&#34;) memberikan perlindungan terhadap HPV.Pria yang menggunakan kondom kurang mungkin terinfeksi dengan HPV dan menularkannya kepada pasangan perempuan

Untuk elektron yang bergerak tegak lurus garis medan magnet dapat ditentukan bahwa gaya Lorentz yang terjadi selalu tegak lurus terhadap kecepatan. Dengan demikian