• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Tahan Menghadapi Pandemi

UMKM Agrikultur umumnya optimis bertahan dalam kondisi pandemi seperti sekarang. Pada Februari 2021 saat survei dilaksanakan, sebanyak 87,9% UMKM merasa optimistis bisa bertahan hingga lebih dari 1 tahun ke depan. 5,6% UMKM mengaku mampu bertahan hingga kuartal I 2022.

Sedangkan, 5,1% UMKM mampu bertahan hingga akhir Agustus 2021.

Sementara hanya 1,4% UMKM lainnya, yang tak mampu bertahan hingga Mei 2021.

Grafik 17. Lama Bertahan Menghadapi pandemi (Februari 2021)

41,6% Menerapkan Standar Keamanan

Produk dan Protokol Kesehatan

Saya Mampu Bertahan < 3 Bulan Menambah Variasi Produk

Mampu Bertahan 3-6 Bulan Mampu Bertahan 6-12 Bulan Memperbesar Porsi & Kanal Penjualan

Online dibandingkan Sebelum Pandemi Bekerjasama dengan Pemasok

untuk Stok Bahan Baku Memperbanyak Alat Transaksi Digital

Yakin, Bisa diatas 1 Tahun Beralih Menjual Produk Lain

Mengalihfungsikan Lahan/

Kolam/Ternak Lainnya Tidak Ada, Sama Saja Seperti Sebelumnys

Optimisme UMKM yang cukup tinggi bertahan dalam pandemi juga dipengaruhi oleh penilaian UMKM yang cukup optimis terhadap program yang dilakukan pemerintah untuk memulihkan ekonomi pasca pandemi, dengan mean score 7,12 dari skala 10.

2.8 Digitalisasi

Telah disebutkan sebelumnya bahwa sejumlah UMKM saat survei dilakukan dalam kondisi menurun. Penurunan ini yang akhirnya membuat UMKM Agrikultur memanfaatkan perkembangan teknologi dengan mengadopsi metode pemasaran online selama pandemi. Pelaku UMKM melakukan digitalisasi UMKM, untuk bisa memasarkan produknya, dengan begitu pangsa pasar UMKM jadi semakin luas, selain itu mereka juga bisa memangkas biaya distribusi, sehingga penjual dapat bertemu langsung dengan pembeli tanpa harus ke pengepul terlebih dahulu.

Survei ini menangkap 13,1% UMKM Agrikultur mulai mengadopsi penjualan online, dari yang sebelumnya hanya melakukan penjualan offline saat pandemi melakukan offline dan online. Sementara itu ada 3,3% UMKM yang menutup penjualan offline dan beralih seluruhnya ke online.

Meskipun demikian tidak sepenuhnya UMKM siap untuk serta merta beralih ke digital, terbukti 27,6% UMKM Agrikultir masih tetap bertahan berjualan secara offline selama pandemi.

Grafik 18. Metode Penjualan Sebelum dan Selama Pandemi

SEBELUM PANDEMI SELAMA PANDEMI

59 Offline

27,6%

Adopsi

13,1%

28 Online

13,1%

127 Online dan Offline

59,3%

90 Offline

42,1%

9 Online

4,2%

115 Online dan Offline

53,7%

Adopsi

3,3%

Penggunaan internet memang dirasa membantu UMKM ini untuk menjalankan usaha, terutama di masa pandemi. Digitalisasi pada UMKM Agrikultur diperkirakan akan terus berlanjut, minat pada pemasaran online cukup tinggi hal ini ditangkap dari 60% lebih UMKM yang berjualan secara offline minat beralih ke online. Manfaat digitalisasi sudah dirasakan oleh UMKM yang berjualan secara offline dan online. Pemasaran digital dinilai berpengaruh pada omzet. Bahkan 20,5% UMKM mengaku bahwa ozmet dari online lebih besar.

Grafik 19. Metode Penjualan Selama Pandemi

Dilihat berdasarkan kanal penjualan online, sebanyak 96,8% UMKM memasarkan produknya melalui media sosial seperti whatsapp, facebook, Instagram, youtube, dan lain-lain. Sementara hampir separuh UMKM Agrikultur sudah masuk ke marketplace. Perlu adanya trobosan dari pelaku UMKM mempercepat transformasi digital melalui terhubung dengan marketplace.

Saat ini, Kementerian Koperasi dan UKM mulai melakukan pelatihan dan edukasi kepada UMKM untuk melakukan adaptasi bisnis dengan menyediakan sarana transformasi bagi UMKM agar UMKM masuk ke marketplace. Sehingga belanja melalui marketplace akan jadi tren.

Pemerintah akan memberikan akses seluas-luasnya kepada UMKM agar tidak hanya jualan di sekitar tetangga, sekitar pasar, tapi juga terhubung dengan pasar yang lebih luas secara digital.

Lebih besar omzet dari online Seimbang antara keduanya Lebih besar omzet dari offline

Offline dan Online

Grafik 20. Kanal Penjualan Online

Salah satu masalah utama bagi UMKM dalam menjalankan usaha menggunakan teknologi digital adalah kurangnya pengetahuan untuk menjalankan usaha secara online oleh lebih dari 40% UMKM Agrikultur.

Selain itu akses internet serta kurangnya pemahaman terhadap penggunaan teknologi dari pelaku usaha ini menunjukkan bahwa UMKM ini tidak sepenuhnya siap untuk serta merta beralih ke digital.

Grafik 21. Kendala Penjualan Online

Selain kurangnya pemahaman terhadap penggunaan teknologi maupun pengetahuan dalam menjalankan usaha online. Ada beberapa hal yang juga menjadi kekhawatiran UMKM menjalankan usaha online. Mulai dari kekhawatiran pembeli hit and run dan adanya biaya administrasi tambahan yang diakui oleh 39,3% UMKM, hingga 17,3% UMKM yang khawatir akan keamanan pembayaran secara online.

Media Sosial (Whatsapp, Facebook, Instagram, Youtube)

Marketplace (Shopee, Tokopedia, dll)

Website/Aplikasi Milik Sendiri

Kurangnya Pengetahuan menjalankan Usaha Online Tidak Paham Teknologi (Gaptek) Akses Internet Sulit

Dana Tidak Memadai

Tenaga Kerja yang Tidak Siap Infrastruktur Telekomunikasi yang Tidak Layak Konsumen Belum Mampu

Menggunakan Internet Tidak Punya Alat/Gadget

Lainnya

Grafik 22. Kelemahan Penjualan Online

Lebih dari 90% UMKM yang mengakses internet baik menggunakan smartphone maupun PC/Laptop. Namun tak semua menggunakannya untuk memasarkan produk secara digital. Hanya 73,3% UMKM yang menggunakan internet untuk memasarkan produknya melalui media sosial.

Grafik 23. Tujuan Akses Internet

Dalam survei UMKM Agrikultur ini menemukan bahwa sebagian besar UMKM Agrikultur telah memanfaatkan transaksi non tunai. Lebih dari 70% UMKM Agrikultur sudah menggunakan transaksi non tunai. Sebanyak 82,1% sudah menggunakan mobile/internet banking. Sementara yang sudah menggunakan e-wallet hanya 30,8%.

Banyak ditemui Pembeli yang Tiba-tiba Membatalkan Pesanan (Hit and Run)

Komunikasi Mengakses Media Sosial Memasarkan produk Melalui Media Sosial Mencari Informasi untuk Mengembangkan Usaha Mencari Informasi Suplier Mencari Informasi Bahan Baku

Mengikuti/Bergabung dengan Komunitas di Media Sosial Memasarkan Produk Melalui Marketpace Mencari dan Bertukar Informasi Seputar Agrikultur di Media Sosial

Lainnya Adanya Biaya Tambahan

(Administrasi) Pembayaran Tidak Langsung diterima Prosedur Penjualan Menjadi Panjang dan Merepotkan

(Membungkus Barang, Mengirim, dsb)

Lainnya

Tidak Ada Kendala Keamanan Pembayaran Secara Online

39,3%

Grafik 24. Transaksi Digital

Transfer, Pembayaran, Pembelian Melalui Handphone/Komputer (Mobile/Internet Banking)

Sebagai Tunai, Sebagai Non

Tunai

Sepenuhnya

Non Tunai Sepenuhnya Tunai

Kartu Debet

Transfer Uang Melalui Kantor Bank (Kliring/RTGS/Over Booking) Uang Elektronik - Non Kartu/Mobile (Misal:Go-Pay,OVO, Dana, i.Saku, dll) Uang Elektronik - Kartu

(Misal:Flazz, Brizzy, e-Money, e-Toll) 82,1%

63,6%

9,3

27,1 42,9

39,7

30,8 15,4

Bab III

Kesimpulan

UMKM menjadi salah satu sektor yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Survei UMKM KIC (2020) menemukan bahwa UMKM berbasis sumber daya alam seperti sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang cukup kuat bertahan selama pandemi. Untuk itu di tahun 2021 KATADATA Insight Center Kembali melakukan survei kepada pelaku UMKM secara khusus kepada UMKM di sektor pertanian (Agrikultur) untuk menggali kondisi terkini dari UMKM Agrikultur dan mengukur efektifitas bantuan selama pandemi yang diterima oleh mereka.

Hasil survei menemukan lebih dari 75% UMKM Agrikultur berbasis sumber daya alam mengalami penurunan volume penjualan dan omzet selama pandemi Covid-19. Jika dilihat berdasarkan skala UMKM, maka terbanyak yang terpukul adalah UMKM Mikro (total omzet bulanan kurang dari 25 juta). Tidak semua UMKM mengalami dampak buruk selama pandemi. UMKM yang total omzet bulanan lebih dari 200 juta (UMKM Menengah), paling banyak bertahan dan memetik dampak baik pandemi.

Ada 24% UMKM Menengah yang mengalami peningkatan.

Sebagai strategi bertahan lebih dari separuh UMKM mengurangi produksi dan saluran penjualan. Meskipun demikian ada juga 22,4% UMKM yang memilih strategi dengan meningkatkan biaya promosi selama pandemi.

Sementara strategi dari sisi SDM dilakukan terbanyak dengan mengurangi jumlah dan gaji karyawan. Namun terdapat 6,5% UMKM yang menambah jumlah karyawannya.

Dampak pandemi ini membuat 54,7% UMKM kesulitan modal usaha dan 52,3% UMKM kesulitan memasarkan/penjualan produk. Ketersediaan bahan baku dan kendala pendistribusian barang juga dirasakan UMKM selama pandemi. Pandemi membuat UMKM menerapkan standar keamanan

produk dan protokol Kesehatan yang juga berimbas pada peningkatan biaya oprasional UMKM.

Berdasarkan sektor usaha, menurunnya volume produk dan total omzet terbesar dialami sektor peternakan dan perikanan. Sektor usaha yang cukup tangguh adalah Pertanian dan Kehutanan. Saat pandemi rata-rata dapat bertahan bahkan ada yang mengalami peningkatan.

UMKM di sektor usaha Perkebunan dan Pertanian kesulitan pemasaran/promosi produk. Sementara UMKM di sektor Pertenakan, Perikanan dan Kehutanan kesulitan modal selama pandemi. Dilihat dari skala usahanya UMKM Kecil mengalami kesulitan ketersediaan bahan baku dan, sementara kendala pendistribusian barang dirasakan UMKM Menengah selama pandemi.

Sebagian besar UMKM Agrikultur mengharapkan bantuan dalam bentuk bantuan dana modal usaha, pelatihan pemasaran produk online disusul perbaikan sarana prasarana. Hanya 31,3% yang mengharapkan bantuan kredit berbunga ringan dan 30,8% membutuhkan bantuan proses perizinan usaha. Sementara bantuan tidak langsung dalam bentuk kebijakan dari pemerintah yang diharapkan ada tiga hal yang dapat membantu UMKM bertahan yaitu peningkatan daya beli masyarakat, kemudahan pinjaman modal serta peraturan/regulasi yang mudah dan jelas. Sedangkan dari segi infrastruktur, yang paling diharapkan adalah dapat terhubung teknologi yang sesuai dengan usaha serta perbaikan sarana transportasi untuk pendistribusian barang.

Dilihat dari sektor usahanya Sektor Peternakan membutuhkan pendampingan untuk memasarkan produknya baik melalui online maupun

offline. Sementara sektor perkebunan dan kehutanan membutuhkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk bertahan.

Sebagian besar UMKM belum mendapatkan Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM)/BLT UMKM selama pandemi, hanya 18,2% UMKM yang sudah mendapatkan BPUM meskipun demikian masih ada responden yang menerima dana BPUM jumlahnya tidak sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah. Ada 7 UMKM, yang menerima BPUM dengan jumlah berkisar 300 ribu – 2 juta, dengan 1-3 kali penerimaan. Hanya 10,2% UMKM yang mendapatkan bantuan berupa dana justru menggunakan bantuan tersebut seluruhnya untuk kebutuhan keluarga sehari-hari bukan untuk menambah modal usaha. Dari bantuan yang sudah diperoleh, UMKM menilai bahwa proses untuk mendapatkan bantuan tersebut sudah cukup mudah skor 6,89 (skala 1-10). Meskipun demikian masih ada UMKM yang mengeluhkan proses mendapatkan bantuan yang berbelit-belit serta kurangnya sosialisasi bantuan dari pemerintah yang mengakibatkan 49,5% UMKM tidak mendapatkan bantuan sama sekali selama pandemi.

Berdasarkan temuan survei seperti yang disebutkan diatas bahwa sejumlah UMKM saat survei dilakukan dalam kondisi menurun. Penurunan ini yang akhirnya membuat UMKM melakukan perubahan metode penjualan dalam hal peralihan menuju digitalisasi. Riset ini juga membahas adaptasi digitalisasi UMKM Agrikultur,

Beberapa UMKM akhirnya beralih ke penjualan online demi bertahan selama pandemi. Kebanyakan pelaku UMKM yang memasarkan produk secara online melalui media sosial seperti whatsapp, facebook, Instagram, dll), namun yang masuk marketplace hampir sengahnya, sementara yang memiliki website/aplikasi sendiri kurang dari 35%. Pelaku UMKM yang memasarkan produk secara online dan offline kebanyakan mengakui bahwa penghasilan dari offline masih lebih besar daripada online. Kekhawatiran pembeli hit and run, serta adanya biaya administrasi tambahan menjadi kelemahan dari penjualan online.

72,9% UMKM sudah menggunakan transaksi non tunai, dengan yang terbanyak digunakan adalah mobile/internet banking, disusul kartu debet, sementara untuk dompet digital seperti gopay, ovo dan dana baru 30%.

Lebih dari 85% pelaku UMKM yakin mampu bertahan di masa pandemi lebih dari 1 tahun. Namun sebelum September terdapat 6,5 % UMKM berpotensi kolaps. UMKM cukup optimis skor 7,12 (skala 1-10) terhadap program yang dilakukan pemerintah untuk memulihkan ekonomi pasca pandemi.

Dokumen terkait