FEBRUARI 2021
Strategi
UMKM
Agrikultur
di Tengah
Hantaman
Pandemi
FEBRUARI 2021
Strategi UMKM Agrikultur di Tengah
Hantaman Pandemi
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN 5
1.1 Latar Belakang 6
1.2 Tujuan 7
1.3 Kerangka Sampel 7
1.4 Metode Pengumpulan Data 9
1.5 Pengolahan dan Analisis Data 9
1.6 Konsep Definisi 9
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN 13 2.1 UMKM Agrikultur di Indonesia 14
2.2 Profil UMKM Agrikultur 15
2.3 Dampak Pandemi 17
2.4 Kebutuhan Bantuan UMKM Di Masa Pandemi 19 2.5 Efektifitas Bantuan UMKM Di Masa Pandemi 21
2.6 Perubahan Selama Pandemi 25
2.7 Daya Tahan Menghadapi Pandemi 26
2.8 Digitalisasi 27
BAB III KESIMPULAN 33
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan krisis kesehatan dan juga ekonomi. Tak terkecuali berdampak terhadap kelangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan, sekurangnya terdapat 37 ribu pelaku UMKM yang terpukul selama pandemi. Padahal, UMKM merupakan salah satu penggerak utama perekonomian Indonesia. Pada 2018, sektor ini berkontribusi 60,34%
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Tak hanya itu, ada 116 juta orang atau 97,02% dari total pekerja terserap di sektor UMKM.
Pandemi menimbulkan kecemasan para pelaku UMKM, turunnya daya beli menyebabkan omzet mereka merosot. Merujuk data survei UMKM Katadata Insight Center (KIC) pada Juni 2020, tercatat hanya 5,9% UMKM yang mampu memetik untung ditengah pandemi. Sedangkan hampir 83%
pelaku usaha terkena dampak negatif ditengah pandemi. Bahkan 63,9%
mengalami penurunan omzet lebih dari 30%.
UMKM Agrikultur yang merupakan umkm berbasis Sumber Daya Alam (SDA) dan menjadi salah satu yang terpukul krisis akibat pandemi Covid-19.
Sebelum pandemi terjadi, kondisi mayoritas UMKM Agrikultur di tanah air masih berada pada kondisi yang baik. Namun situasinya berbalik seiring berkurangnya aktivitas ekonomi masyarakat. Meskipun demikian, UMKM berbasis SDA seperti sektor pertanian salah satu sektor yang cukup kuat bertahan selama pandemi.
Hasil survei KIC terhadap Pelaku Ekonomi Digital juga menyebutkan bahwa terjadi pergeseran pola konsumsi masyarakat menyesuaikan di tengah kondisi pandemi. Konsumsi berubah ke arah pola hidup sehat dan ramah lingkungan. Hal ini juga terlihat pada pertumbuhan ekonomi di subsektor tanaman pangan dan holtikultura yang tumbuh masing-masing 3,54 % dan 4,17 % sepanjang 2020. Hal ini juga yang menyebabkan UMKM Agrikultur kondisinya masih lebih baik dibandingkan UMKM di sektor lainnya.
Beberapa cara dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran, mulai dari pengurangan biaya operasional, promosi, dan produksi. Meskipun demikian tetap saja ada beberapa UMKM yang menyatakan hanya bisa bertahan kurang dari dari tiga bulan dan terpaksa harus gulung tikar jika kondisi masih belum membaik.
Pandemi menuntut digitaliasi karena adanya keharusan mengurangi interaksi, sayangnya kesiapan UMKM untuk go digital masih belum terlalu baik. Selain perubahan ke arah digitalisasi, di tengah situasi krisis saat ini, para pelaku UMKM juga berharap ada bantuan dari pemerintah. Selama pandemi pemerintah telah mengeluarkan bantuan untuk UMKM.
Survei UMKM Agrikultur merupakan upaya memetakan kondisi, peluang, dan tantangan UMKM Agrikultur di Indonesia untuk mendukung pemerintah dalam menyalurkan bantuan untuk UMKM. Diharapkan melalui pengumpulan data primer survei ini maka didapatkan gambaran kondisi UMKM Agrikultur terbaru dan mendukung penyusunan program bantuan untuk UMKM Agrikultur menjadi lebih tajam. Survei ini meliputi UMKM di sektor pertanian, perkebunan, holtikultura, peternakan, pemanenan hasil hutan, serta penangkapan dan budidaya ikan/biota air.
1.2 Tujuan
Tujuan survei ini adalah:
• Mengetahui dampak pandemi terhadap UMKM Agrikultur
• Memetakan kebutuhan UMKM untuk bertahan dalam masa pandemi (pendampingan, modal dll)
• Mengetahui efektivitas bantuan pemerintah kepada UMKM Agrikultur
• Mengetahui perubahan/shifting yang terjadi pada UMKM Agrikultur selama pandemi
1.3 Kerangka Sampel
Sampel utama dalam survei ini adalah UMKM Agrikultur, meliputi sektor pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan yang masih aktif. Jumlah sampel terdiri dari 214 orang pengelola UMKM Agrikultur yang tersebar di Indonesia. Sebaran untuk UMKM Agrikultur di masing-masing pulau seperti tercantum pada tabel berikut ini.
1 2 3 4 5 6
Sumatera Jawa
Bali dan Nusa Tenggara Kalimantan
Sulawesi
Maluku dan Papua
38 112 16 21 22 5
No. Pulau
Total 214
Sampel
1.4 Metode Pengumpulan Data
Survei dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstuktur yang hasilnya langsung diunggah ke dalam aplikasi atau Computer Assisted Personal Interviewing (CAPI).
Pertanyaan dalam kuesioner meliputi:
1. Dampak pandemi
2. Kebutuhan UMKM di masa pandemi
3. Efektifitas bantuan untuk UMKM Agrikultur 4. Perubahan yang dilakukan selama pandemi
5. Kepemilikan perangkat digital dan penggunaannya dalam menunjang usaha
6. Penggunaan transaksi digital
7. Tingkat optimisme bertahan dalam pandemi
1.5 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan Analisis Data hasil survei menggunakan metode statistika desriptif dan tabulasi silang untuk melihat beberapa poin berikut ini:
• Dampak pandemi
• Efektifitas bantuan untuk UMKM Agrikultur
• Penggunaan perangkat digital dan transaksi digital
• Perilaku penggunaan internet dan menjalankan usaha
• Kemampuan UMKM bertahan menghadapi pandemi
• Profil Responden
1.6 Konsep Definisi
Pengertian agrikultur secara luas adalah suatu upaya untuk memproduksi atau membuat makanan, pangan, serat dan hasil lainnya dalam bidang pertanian yang memerlukan tenaga manusia, yang di dalamnya pun termasuk berbagai jenis tanaman tertentu serta pertambahan pada berbagai hewan lokal.
UMKM Agrikultur merupakan usaha bisnis yang memproduksi dan menjual hasil pertanian, perkebunan, kehutanan maupun peternakan.
UMKM agrikultur mencakup lima sektor saja secara umum, yang di Tanggal Survei : 6 – 15 Februari 2021
Metode Survei : Wawancara pengelola UMKM Agrikultur melalui telepon (telesurvei)
Jumlah Responden : 214 responden
dalamnya berisi sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, serta perikanan. Berikut ini adalah penjelasan dari kelima sektor tersebut:
1. Pertanian
Pertanian adalah suatu kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Padi adalah salah satu sektor tanaman yang termasuk dalam hasil pertanian. Padi adalah salah satu produk tanaman yang dengan hasil panen paling mendominasi di Indonesia. Selain padi, tanaman pangan lainnya yang besar juga adalah ubi, jagung, sayuran, buah-buahan, dll.
2. Perkebunan
Salah satu sektor yang paling banyak mengalami pertumbuhan konsisten daripada sektor lainnya adalah sektor perkebunan yang mana areal perkebunan selalu dan hasil produksi selalu hampir berbanding lurus antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk di Indonesia sendiri, sektor perkebunan ini mencakup komoditi ekspor, seperti kelapa sawit, coklat, karet, teh, dan juga kelapa.
3. Kehutanan
Salah satu hasil dari sektor kehutanan adalah kayu. Produk dari kayu di negara Indonesia ini mengikuti arus regulasi dari berbagai pihak terkait, seperti kementrian lingkungan hidup dan kehutanan. Karena, jika produksi kayu di Indonesia tidak dikendalikan secara sempurna atau sembarangan, maka dampaknya adalah punahnya kelestarian alam di Indonesia.
4. Peternakan
Peternakan merupakan sektor agrikultur yang menjadi salah satu usaha kecil yang banyak dilakukan oleh masyarakat. Untuk di Indonesia sendiri, peternakan dibedakan menjadi dua berdasarkan ukurannya, yaitu peternakan sapi, kuda, kerbau dan uyang sebagai peternakan besar, serta peternakan kecil yang mencakup ayam, bebek, angsa, burung, dan jenis unggas lain. Hasilnya bisa berbentuk daging, susu, dan telur.
5. Perikanan
Indonesia adalah salah satu negara maritim dengan luas perairan mencapai 3,25 juta km2. Karena itu, salah satu sektor agrikultur yang memiliki peranan penting dalam struktur sosial dan ekonomi di Indonesia adalah perikanan. Selain itu, ikan juga bisa dijadikan sebagai objek komoditas ekspor. Produk lainnya yang termasuk di dalamnya juga adalah udang, rumput laut, mutiara, dll.
Bab II
Hasil dan Pembahasan
2.1 UMKM Agrikultur di Indonesia
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor unggulan yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan perekonomian nasional. Kementerian Koperasi dan UKM melaporkan bahwa secara jumlah unit, UMKM memiliki pangsa sekitar 99,99%
(62.9 juta unit) dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia (2017), sementara usaha besar hanya sebanyak 0,01% atau sekitar 5400 unit.
UMKM bergerak di berbagai sektor ekonomi salah satunya adalah sektor pertanian. Menurut Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM, pelaku Usaha Mikro Kecil dan menengah (UMKM) didominasi sektor pertanian dan pangan. Proporsinya hampir mencapai 52%.
Pertanian juga menjadi salah satu sektor yang mendominasi struktur produk domestik bruto (PDB) Indonesia menurut lapangan usaha.
Kontribusi sektor pertanian (Agrikultur) terhadap produk domestik bruto (PDB) mengalami peningkatan pada kuartal II/2020. Pertanian juga menjadi satu-satunya sektor dari lima penyangga utama PDB yang tumbuh positif sepanjang periode ini. Kontribusi pertanian naik menjadi 15,46%
pada kuartal II 2020 dibandingkan dengan kontribusi pada kuartal II 2019 sebesar 13,57%. Struktur PDB Indonesia pada kuartal kedua tidak banyak berubah, sekitar 65% perekonomian dipengaruhi oleh lima sektor utama yaitu industri, pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan. Dari kelima sektor penopang ini, hanya pertanian yang tumbuh positif.
Meskipun demikian para pelaku usaha di sektor pertanian (Agrikultur), menghadapi rantai pasok komoditas yang rumit dan panjang sehingga kerap menekan harga petani atau nelayan pada satu sisi. Dan sisi yang lain, rentan berpengaruh pada harga produk pertaniaan saat sampai pada konsumen terutama saat ada masalah dalam rantai distribusi itu.
Pada saat pandemi datang, konsumsi masyarakat menurun. Ekonomi mengalami pelemahan akibat tekanan yang dialami secara global. Mau tak mau sektor Agrikultur juga ikut merasakannya. Pandemi menganggu pada bagian konsumsi juga distribusi. Rantai pasok yang panjang itu membuat sektor ini makin rentan.
Survei UMKM Agrikultur merupakan upaya KATADATA Insight Center menggali kondisi pelaku UMKM Agrikultur. Riset ini sekaligus berusaha memotret efektivitas bantuan pandemi dari pemerintah untuk mengurangi tekanan yang dialami UMKM pada sektor ini. Riset ini juga membahas adaptasi digitalisasi UMKM Agrikultur untuk memotong rantai pasok.
2.2 Profil UMKM Agrikultur
KATADATA Insight Center memotret kondisi di lapangan mengenai dampak pandemi terhadap UMKM Agrikultur dan efektivitas bantuan pandemi yang ditujukan kepada mereka melalui survei yang dilakukan kepada 214 pengelola UMKM Agrikultur di Indonesia.
Grafik 1. Sektor Usaha UMKM Agrikultur
Kelompok usaha tersebar pada semua sektor usaha UMKM Agrikultur.
Lebih dari 40% UMKM Agrikultur berasal dari sektor pertanian, disusul perkebunan dan perikanan dengan masing-masing 16%. Sedangkan kehutanan hanya 11,7% dari kelompok UMKM yang menjadi responden penelitian ini.
Hasil survei juga menunjukkan hampir 40% UMKM bergerak di bidang pengolahan seperti UMKM pembuat keripik pisang, pembuat cabai kering, dan sebagainya. Disusul bidang produksi 35.5%, sementara bidang jasa penunjang yakni kegiatan penunjang dalam memproduksi hasil pertanian, perkebunan, hortikultura, peternakan, pemanenan hasil hutan serta penangkapan dan budidaya ikan/biota air hanya 3.7%.
Grafik 2. Bidang Usaha UMKM Agrikultur
Pertanian 42,5%
21,5
35,5 39,3%
21,5%
16,8
16,8%
16,4
16,4%
12,6
12,6%
11,7
3,7 Perkebunan
Perikanan
Peternakan
Kehutanan
Pengolahan
Produksi
Perdagangan Jasa Penunjang
Sementara berdasarkan usia usaha, hasil survei menunjukkan lebih dari 70% UMKM berusia lebih dari 3 tahun. Saat ini 80% lebih UMKM Agrikultur memiliki karyawan 1-30 orang, meskipun demikian masih terdapat 9,3%
UMKM yang tidak memiliki karyawan.
Grafik 3. Usia UMKM Agrikultur
Berdasarkan UU No 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Usaha dapat dikategorikan ke dalam Usaha Mikro apabila memiliki aset maksimal Rp 50 juta dan omzet maksimal Rp 300 juta per tahun; sementara batas atas omzet untuk Usaha Kecil adalah sekitar Rp 2,5 miliar per tahun; dan batas atas omzet Usaha Menengah adalah sekitar Rp 50 miliar per tahun.
Dilihat dari total omzet bulanan yang dihasilkan UMKM Agrikultur, mayoritas UMKM mengasilkan omzet bulanan kurang dari Rp 25.000.000 (Rp 300 juta per tahun) yang tergolong dalam skala usaha Mikro. Sementara UMKM yang tergolong dalam skala usaha menengah dengan omzet bulanan lebih dari Rp 200.000.000 hanya 11,7%.
Grafik 4. Skala Usaha UMKM Agrikultur
Dari sisi pemasaran produk, mayoritas UMKM Agrikultur masih memasarkan produk mereka di lingkungan sekitar dan di dalam kota/
kabupaten. Masih sedikit kelompok usaha yang memasarkan produknya ekspor (12,1%).
>10 Tahun
Mikro
23,8%
63,6%
47,7
24,7
23,4
11,7 5,1 4 - 10 Tahun
Kecil
1 - 3 Tahun
Menengah
<1 Tahun
Grafik 5. Jangkauan Pasar Usaha UMKM Agrikultur
2.3 Dampak Pandemi
UMKM menjadi salah satu sektor yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Dari survei Kementerian Koperasi dan UKM terjadi penurunan permintaan pada masa PSBB physical distancing sebesar 22,90%, juga akses permodalan 19,39%, dan distribusi yang turun 20,01%. Berdasarkan survei UMKM KIC, 82,9% dari pelaku usaha yang terkena dampak negatif pandemi ternyata 56,8% UMKM kondisi usahanya menjadi sangat buruk/
buruk.
Ditengah momentum pandemi covid-19, survei UMKM KIC menemukan bahwa UMKM berbasis sumber daya alam seperti sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang cukup kuat bertahan selama pandemi. Selama pandemi komoditi yang tetap unggul dan yang tetap diperlukan oleh masyarakat adalah pangan, sehingga momentum ini merupakan peluang bagi UMKM untuk eksis di dunia usaha. Bersama pertanian, UMKM sudah terbukti menjadi benteng kokoh saat perekonomian negara diterpa krisis.
Hasil survei ini menjawab seberapa besar pandemi memberikan dampak ekonomi dalam roda bisnis UMKM Agrikultur. Lebih dari 75%
UMKM Agrikultur mengalami penurunan volume penjualan dan omzet selama pandemi. Pandemi berdampak pada menurunnya volume penjualan dan omzet bagi UMKM mikro dan kecil. Namun sebaliknya bagi UMKM Menengah ada 24% UMKM yang mengalami peningkatan.
Antar Negara/
Internasional/Ekspor 12,1%
53,7 51,9
57,0 48,6
Antar Provinsi/
Nasional Antar Kota/
Kabupaten Dalam Kota/
Kabupaten Lingkungan Sekitar
Grafik 6. Dampak Pandemi terhadap UMKM Agrikultur
Hasil survei UMKM Agrikultur ini juga menunjukkan pelaku UMKM Agrikultur melakukan sejumlah upaya untuk mempertahankan kondisi usahanya. Mereka melakukan sejumlah langkah efisiensi seperti:
mengurangi produksi barang/jasa, saluran penjualan/pemasaran, mengurangi jam kerja, jumlah dan gaji karyawan. Lebih dari separuh UMKM mengurangi produksi dan saluran penjualan untuk bertahan selama pandemi. Meski begitu, ada juga UMKM yang mengambil langkah sebaliknya, menambah saluran pemasaran sebagai bagian strategi bertahan dan ada juga UMKM yang meningkatkan biaya promosi selama pandemi (22,4%).
Grafik 7. Usaha UMKM Agrikultur Bertahan Selama Pandemi Volume Produk
Produk Barang atau Jasa
54,2% 26,6 10,7 5,2 3,3
Total Nilai 2,8 Penjualan (Omzet)
Jenis Saluran Penjualan/
Pemasaran
50,9% 29,0 10,3 7,0
Jumlah Karyawan
Jumlah Jam Kerja
19,2% 22,4 54,2 1,4
3,8 2,8 Aset
Jumlah Karyawan Waktu Buka/
Beroperasi Biaya Karyawan (Gaji Karyawan) Biaya Promosi
Pengajuan ke Kredit Bank Pengajuan Penundaan
Pembayaran ke Pemasok/Supplier
15,0% 21,5 56,1 6,5 0,9
Sangat Menurun (>30)
Mengurangi
Menurun (>30)
Tidak Berubah
Sama Saja
Menambah Meningkat (<30) Sangat Meningkat (>30)
56,5% 33,2 10,3
18,7 4,2 6,5
5,2
22,4 6,1 9,8 29,0
51,4 51,9 56,5 59,8 44,9
66,4 70,1 52,3%
44,4%
41,6%
38,3%
36,4%
32,7%
27,5%
20,1%
Inovasi dari rata-rata UMKM Agrikultur selama ini dirasa masih minim sehingga bisnis UMKM kerap jalan ditempat. Belum lagi persoalan finansial atau modal usaha yang kerap menghambat pelaku UMKM untuk meningkatkan produktifitasnya. Persoalan lain yang harus diperhatikan adalah keterbatasan akses pemasaran, penyediaan bahan baku dan juga sarana prasarana yang kurang memadai jadi hambatan yang dialami UMKM selama pandemi. Hasil survei menangkap bahwa lebih dari separuh UMKM kesulitan modal usaha dan pemasaran/penjualan produk. Kesulitan modal ini merupakan keluhan utama UMKM Agrikultur di sektor Peternakan, Perikanan dan Kehutanan. Sedangkan UMKM Agrikultur di sektor usaha Perkebunan dan Pertanian mengeluhkan kesulitan pemasaran.
Grafik 8. Kesulitan yang dialami UMKM Agrikultur Selama Pandemi
2.4 Kebutuhan Bantuan UMKM Di Masa Pandemi
Di tengah situasi krisis saat ini, ada beberapa langkah yang harus diperhatikan untuk mendongkrak UMKM sebagai kekuatan ekonomi baru.
Survei Katadata Insight Center memotret tiga bantuan langsung yang dibutuhkan UMKM untuk bertahan menghadapi pandemi adalah bantuan modal usaha, pelatihan pemasaran produk online dan sarana prasarana.
Pelaku usaha UMKM Agrikultur menyadari penggunaan internet dapat membantu menjalankan usaha khususnya untuk memasarkan produk di masa pandemi saat ini. Hal ini yang mendorong UMKM Agrikultur di sektor perikanan, pertanian dan peternakan membutuhkan pelatihan untuk dapat memanfaatkan internet dalam memasarkan produknya secara online.
56,0 48,1 51,4 44,0
Perkebunan (n=36)
Pertanian (n=91)
Peternakan (n=27)
Perikanan (n=35)
Kehutanan (n=25) Kurangnya
Modal Faktor Musim yang
Tidak Menentu Mahalnya Biaya
Pemeliharaan
Tidak Mengalami Kesulitan Ketersediaan
Bahan Baku Pemasaran/
Promosi Sarana Prasarana
Kurang Memadai 41,7%
30,6 37,0 34,3 24,0
44,4 28,6 40,0
36,3
33,3 18,7
33,3 30,8 25,9 40,0 28,0
25,0 31,9 29,6 45,7 40,0
52,8
2,8 1,1 3,7
72,0
55,6 57,1 53,8%
Grafik 9. Bantuan Langsung Yang Dibutuhkan UMKM Agrikultur
Selain bantuan langsung, agar UMKM tangguh dalam menghadapi pandemi harus ada kerja sama yang baik antara pemerintah dan pelaku usaha para pelaku UMKM. Strategi awal yang harus diperhatikan adalah pemerintah dapat memberikan stimulus yang mampu meningkatkan daya beli masyarakat. Bantuan semacam ini setidaknya diharapkan oleh hampir 70% UMKM Agrikultur. Selain peningkatan daya beli masyarakat, bantuan lainnya yang diharapkan adalah berupa kebijakan yang dapat langsung dirasakan, seperti dukungan pembiayaan modal dan pinjaman yang mudah serta sarana transportasi yang baik demi menunjang produk dapat terdistribusikan dengan baik ke konsumen. Strategi selanjutnya mendorong UMKM agar memiliki standar kualitas mutu baik dengan memberikan pelatihan keterampilan teknis dan teknologi yang sesuai dengan usaha.
Grafik 10. Bantuan Tidak Langsung (Kebijakan) Yang Dibutuhkan UMKM Agrikultur
Perkebunan (n=36)
Pertanian (n=91)
Peternakan (n=27)
Perikanan (n=35)
Kehutanan (n=25) Bantuan
Modal Usaha
Pelatihan Keterampilan Bantuan Langsung Tunai
(BLT) untuk kebutuhan Sehari-hari
Tidak Membutuhkan Bantuan Pelatihan
Pemasaran Produk ( Online)
Pelatihan Pemasaran Produk (Offline) Bantuan Sarana
Prasarana
63,9% 65,7% 67,0% 72,0% 77,8%
33,3 54,3 52,7 44,0 59,3
36,1 45,7 31,9 52,0 40,7
41,7 54,3 39,6 48,0 44,4
25,0 51,4 31,9 48,0 33,3
16,7 51,4 27,5 44,0 55,6
2,8 3,3
Meningkatkan Daya Beli
Masyarakat 69,6%
61,7 46,7
45,8 38,8 37,9 Kemudahan Memperoleh
Pembiayaan Modal dan Pinjaman Peraturan/Regulasi yang Mudah dan Jelas Adanya Pelatihan Keterampilan Teknis dan Manajerial yang Sesuai dengan Usaha Dapat Terhubung Teknologi yang Sesuai dengan Usaha Transportasi yang Baik (Jalan, Pelabuhan, dll)
2.5 Efektifitas Bantuan UMKM Di Masa Pandemi
Pemerintah memberikan fokus dan perhatian lebih besar bagi penguatan UMKM di Indonesia demi mendorong pertumbuhan ekonomi.
Beberapa strategi bantuan diberikan untuk meningkatkan kualitas UMKM diantaranya bantuan pelatihan dan dukungan pembiayaan yang mudah dengan pemberian kredit usaha rakyat.
Hasil survei UMKM Agrikultur menunjukkan lebih dari setengah UMKM Agrikultur telah mengakses bantuan usaha sebelum pandemi, bantuan yang paling banyak didapatkan dalam bentuk pelatihan (34%).
Selain bantuan dari pemerintah pelaku UMKM juga membutuhkan sejumlah bantuan dari pihak luar, misalnya pihak swasta, organisasi non-profit, dan sebagainya. Sebelum pandemi setidaknya 15% UMKM Agrikultur sudah mendapatkan bantuan pinjaman modal dari bank, selain itu ada juga bantuan pelatihan dari pihak swasta yang sudah dirasakan oleh 11% UMKM Agrikultur. Meskipun demikian masih terdapat 42% UMKM yang belum tersentuh bantuan baik dari pemerintah maupun pihak swasta.
Grafik 11. Bantuan Yang Diterima UMKM Agrikultur Sebelum Pandemi
Dengan besarnya jumlah UMKM, dampak pandemi yang sangat dirasakan sebagian besar pelaku UMKM yang kemudian menghambat pertumbuhan perekonomian secara nasional. Pertumbuhan ekonomi pada Triwulan II/2020 adalah minus 5,32%. Di tengah krisis akibat pandemi
Pelatihan dari Pemerintah Pinjaman Modal
dari Bank Kredit Usaha Rakyat Pelatihan dari Non Pemerintah (Swasta) CSR dari Perusahaan Pinjaman Modal dari Koperasi/Komunitas Dana Bergulir (LPDB)
Bantuan dari LSM
Lainnya Tidak Mendapatkan Bantuan
33,6%
15,0 15,0 10,7 6,1 5,1 3,7 3,3
12,1
41,6
saat ini, pembangunan ekonomi melalui Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) diharapkan mampu menjadi sumber kekuatan baru perekonomian nasional. Sudah sewajarnya jika berbagai kebijakan menunjukkan keberpihakan kepada UMKM.
Dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan mengingat perannya sebagai motor penggerak ekonomi nasional, pemerintah saat ini tengah serius meningkatkan UMKM melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mengalokasikan anggaran bagi koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan total Rp124 triliun.
Anggaran tersebut mencakup insentif pajak, relaksasi dan restrukturisasi kredit dan perluasan modal kerja UMKM untuk menekan dampak pandemi, khususnya pada masyarakat menengah ke bawah. Dalam aspek insentif pajak, target alokasi anggaran sebesar Rp2,4 triliun relaksasi dan restrukturisasi sebesar Rp114,06 triliun. Sementara perluasan modal kerja UMKM sebesar Rp7 triliun.
Berbagai strategi kebijakan dibuat, anggaran dana juga telah dipersiapkan demi menyelamatkan sekaligus membantu UMKM dalam mempertahankan serta mengembangkan usahanya. Kementerian Koperasi dan UKM akan memberikan bantuan kepada UMKM menyesuaikan dengan kondisi yang dihadapi UMKM. Bagi UMKM yang memang terdampak sangat ekstrem, maka diberikan bansos. Sementara, UMKM yang mengalami kesulitan pembiayaan sementara kegiatan usahanya masih berjalan, diberikan restrukturisasi pinjaman subsidi bunga 6 bulan dan keringanan pajak, serta pinjaman dengan bunga 3 persen.
Tidak sampai di situ, untuk UMKM yang belum tersentuh perbankan (unbankable) bentuk kontribusi bantuan pemerintah berikutnya adalah dengan memberikan Bantuan Presiden Produktif untuk UMKM atau BLT UMKM. Di tahun 2020 UMKM yang terdapak pandemi akan mendapatkan dana hibah senilai Rp 2.4000.000. Bantuan ini diberikan kepada 14 juta UMKM. Tingginya antusias UMKM untuk menerima bantuan ini, mendorong Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) untuk melanjutkan program ini di tahun 2021. Mulai bulan Maret ini, program BLT UMKM tahap 2 akan diberikan kepada 9,8 juta pengusaha UMKM yang terdampak Covid-19. Hanya saja nilai BLT ini lebih kecil dibadingkan tahun lalu. BLT UMKM yang akan diterima pada tahap 2 ini hanya sebesar Rp 1.200.000.
Hasil survei UMKM Agrikultur menangkap selama pandemi bantuan reguler dan bantuan pemerintah khusus pandemi Covid-19 berimbang jangkauannya. Terdapat kurang dari separuh UMKM Agrikultur yang terdampak pandemi namun mengaku tak mendapat bantuan sama sekali.
Dan hanya 18% UMKM Agrikultur yang merasakan dana hibah program BLT UMKM. Selain BLT, pemerintah juga memberikan bantuan subsidi listrik bagi pelaku industri kecil yang merupakan pelanggan listrik 450VA dan 900 VA hingga Maret 2021.
Sementara itu khusus di bidang pertanian, Kementerian Pertanian memberikan bantuan kepada para petani di masa pandemi covid-19 saat ini. Bantuan yang dikucurkan bukan dalam bentuk uang tunai. Bantuan akan berbentuk sarana produksi (saprodi) pertanian seperti benih, pupuk, dan obat-obatan dengan nilai kurang lebih Rp 300.000. Bantuan tersebut rencananya akan diberikan kepada 2,7 juta petani. Bantuan ini sudah dirasakan oleh 3 % UMKM Agrikultur berdasarkan temuan hasil survei.
Selain sarana produksi ada juga bantuan untuk nelayan dan petani yang disalurkan secata tunai senilai Rp 300.000. Pemerintah mencatat, ada 2,7 juta petani dan juga 1,1 juta nelayan yang perlu diberikan bantuan dari pemerintah di tengah pandemi Covid-19.
Grafik 12. Bantuan Yang Diterima UMKM Agrikultur Selama Pandemi
Dari 18% UMKM Agrikultur yang menerima Bantuan Presiden Produktif untuk UMKM atau BLT UMKM tahap 1 saat survei dilakukan, lebih dari 80% mengaku menerima dana insentif ini secara utuh yakni
Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM)/BLT UMKM Subsidi Listrik untuk Pelanggan 450 VA dan 900 VA Penundaan Cicilan Pokok + Subsidi Bungan Tidak Langsung Insentif & Pengurangan Pajak Bantuan Sarana &
Prasarana dari Pemda Bantuan Pertanian: Tunai dari Pemerintah Bantuan SAPRODI (Sarana Produksi Padi) dari Pemerintah BSIMU untuk KPM PKH Graduasi Terpilih BSIMU untuk 10.000KPM
PKH Graduasi Bantuan Reguler/Non Covid
Tidak Mendapat Bantuan
18,2%
7,0 5,6 5,6 3,7 3,3 2,8 1,4 0,9
46,7 43,0
sebesar Rp 2.400.000. Bantuan ini diberikan satu kali dalam bentuk uang sejumlah Rp 2,4 juta. Seluruh dana bantuan UMKM disalurkan melalui perbankan, BPD, BPR, koperasi simpan pinjam dan koperasi melalui LPDB.
Proses pencairan dana insentif dikirimkan atau ditransfer secara langsung ke rekening masing-masing pengusaha. Uang tersebut disalurkan oleh bank penyalur yang telah ditunjuk pemerintah, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), dan Bank Syariah Mandiri (BSM). Tidak ada biaya administrasi dan pengembalian terhadap Banpres Produktif karena bantuan ini merupakan dana hibah, bukan pinjaman ataupun kredit. Meskipun demikian dalam survei UMKM Agrikultur ini menemukan adanya UMKM yang menerima bantuan tunai ini dengan nominal yang tidak sesuai/kurang dari jumlah yang ditetapkan, namun UMKM tersebut mengaku tidak ada potongan atau biaya tambahan dalam menerima bantuan tersebut.
Grafik 13. Nominal Bantuan BPUM/BLT UMKM Yang Diterima
Dari semua bantuan tunai yang diterima UMKM Agrikultur selama pandemi, sebagian besar bantuan tunai tersebut menjadi modal usaha namun terdapat sekitar 10% UMKM Agrikultur yang justru menggunakan bantuan tersebut seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Grafik 14. Alokasi Bantuan Tunai Yang Diterima UMKM Agrikultur Rp 2.400.000
32 Orang, 1 kali
Penerimaan 7 Orang, Jumlah Lain (300 ribu - 2 juta), 1 - 3
Kali Penerimaan
Rp 2.000.000 Rp 1.800.000 Rp 300.000 82,1%
2,6 2,6
12,7
Seluruhnya untuk Modal
& Sarana Usaha
Seluruhnya untuk Kebutuhan Sehari-hari
Sebagian Untuk Modal &
Sarana Usaha, Sebagian Lagi untuk Kebutuhan Sehari-hari
75,4% 73,1
63,6
15,4 27,3
14,8
9,8 11,5 9,1
Mikro
(n=31) Kecil
(n=26) Menengah
(n=11)
Di dalam kondisi yang penuh ketidakpastian pemerintah terus berkomitmen dalam memberikan bantuan untuk UMKM. Pelaku UMKM menilai proses untuk mendapatkan bantuan tersebut cukup mudah, dengan mean score 6,89 dari skala 10.
Meskipun demikian sampai saat ini, masih ada pelaku usaha yang merasa kesulitan untuk menerima bantuan dari pemerintah. Hal ini dikarenakan sosialisasi bantuan Pandemi Covid-19 yang dapat mereka akses masih kurang. Selain itu prosedur untuk mendapatkan bantuan tersebut juga dirasa berbelit-belit. Pemerintah perlu melakukan perbaikan sistem birokrasi guna memberikan kemudahan akses pelaku usaha terhadap program-program insentif yang telah disiapkan pemerintah.
Grafik 15. Kendala Mendapatkan Bantuan
2.6 Perubahan Selama Pandemi
Pandemi COVID-19 kebutuhan belanja masyarakat terbatas pada kebutuhan pokok dan alat perlindungan. Hal ini merupakan momentum UMKM Agrikultur untuk terus tumbuh. Komoditi kebutuhan pokok yakni pangan tetap unggul selama pandemi. Pandemi membuat masyarkat menjadi lebih peduli terhadap kesehatan. Masyarakat mulai membentengi diri, menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi makanan sehat seperti sayur, buah, telur, daging dan ikan. Tentu saja ini menjadi angin segar bagi pelaku UMKM Agrikultur.
61,7%
41,6 35,7 33,1 31,2 29,9 14,9
3,2
17,5 Kurangnya Sosialisasi
dari Pemerintah Prosedur Pengajuan Berbelit-belit Dokumen Persyaratan
Sulit Dipenuhi Kriteria Penerima Bantuan Tidak Tepat Pendataan Daftar Penerima Bantuan Tidak Tepat Proses Mengurus Dokumen Persyaratan Lama Proses Pencairan Sulit
Lainnya
Tidak Mengalami Kesulitan
Beberapa UMKM mengadaptasi inovasi baru menyesuaikan keadaan bisnis selama pandemi, diantaranya dengan menerapkan standar kemanan produk dan protokol kesehatan, memperbesar kanal penjualan online serta memperbanyak transaksi digital demi mengurangi kontak fisik dengan konsumen. Penerapan standar keamanan produk dan protokol kesehatan sudah dilakukan oleh 41,6% UMKM Agrikultur. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) akan terus mendampingi para pelaku usaha untuk memenuhi dan mengikuti standar WHO.
Grafik 16. Inovasi Yang Dilakukan UMKM Agrikultur Selama Pandemi
2.7 Daya Tahan Menghadapi Pandemi
UMKM Agrikultur umumnya optimis bertahan dalam kondisi pandemi seperti sekarang. Pada Februari 2021 saat survei dilaksanakan, sebanyak 87,9% UMKM merasa optimistis bisa bertahan hingga lebih dari 1 tahun ke depan. 5,6% UMKM mengaku mampu bertahan hingga kuartal I 2022.
Sedangkan, 5,1% UMKM mampu bertahan hingga akhir Agustus 2021.
Sementara hanya 1,4% UMKM lainnya, yang tak mampu bertahan hingga Mei 2021.
Grafik 17. Lama Bertahan Menghadapi pandemi (Februari 2021)
41,6%
1,4%
87,9
5,1%
36,0
5,6 Menerapkan Standar Keamanan
Produk dan Protokol Kesehatan
Saya Mampu Bertahan < 3 Bulan Menambah Variasi Produk
Mampu Bertahan 3-6 Bulan Mampu Bertahan 6-12 Bulan Memperbesar Porsi & Kanal Penjualan
Online dibandingkan Sebelum Pandemi Bekerjasama dengan Pemasok
untuk Stok Bahan Baku Memperbanyak Alat Transaksi Digital
Yakin, Bisa diatas 1 Tahun Beralih Menjual Produk Lain
Mengalihfungsikan Lahan/
Kolam/Ternak Lainnya Tidak Ada, Sama Saja Seperti Sebelumnys
3,7
19,2
34,6 26,2 23,4
5,6
15,9
Optimisme UMKM yang cukup tinggi bertahan dalam pandemi juga dipengaruhi oleh penilaian UMKM yang cukup optimis terhadap program yang dilakukan pemerintah untuk memulihkan ekonomi pasca pandemi, dengan mean score 7,12 dari skala 10.
2.8 Digitalisasi
Telah disebutkan sebelumnya bahwa sejumlah UMKM saat survei dilakukan dalam kondisi menurun. Penurunan ini yang akhirnya membuat UMKM Agrikultur memanfaatkan perkembangan teknologi dengan mengadopsi metode pemasaran online selama pandemi. Pelaku UMKM melakukan digitalisasi UMKM, untuk bisa memasarkan produknya, dengan begitu pangsa pasar UMKM jadi semakin luas, selain itu mereka juga bisa memangkas biaya distribusi, sehingga penjual dapat bertemu langsung dengan pembeli tanpa harus ke pengepul terlebih dahulu.
Survei ini menangkap 13,1% UMKM Agrikultur mulai mengadopsi penjualan online, dari yang sebelumnya hanya melakukan penjualan offline saat pandemi melakukan offline dan online. Sementara itu ada 3,3% UMKM yang menutup penjualan offline dan beralih seluruhnya ke online.
Meskipun demikian tidak sepenuhnya UMKM siap untuk serta merta beralih ke digital, terbukti 27,6% UMKM Agrikultir masih tetap bertahan berjualan secara offline selama pandemi.
Grafik 18. Metode Penjualan Sebelum dan Selama Pandemi
SEBELUM PANDEMI SELAMA PANDEMI
59 Offline
27,6%
Adopsi
13,1%
28 Online
13,1%
127 Online dan Offline
59,3%
90 Offline
42,1%
9 Online
4,2%
115 Online dan Offline
53,7%
Adopsi
3,3%
Penggunaan internet memang dirasa membantu UMKM ini untuk menjalankan usaha, terutama di masa pandemi. Digitalisasi pada UMKM Agrikultur diperkirakan akan terus berlanjut, minat pada pemasaran online cukup tinggi hal ini ditangkap dari 60% lebih UMKM yang berjualan secara offline minat beralih ke online. Manfaat digitalisasi sudah dirasakan oleh UMKM yang berjualan secara offline dan online. Pemasaran digital dinilai berpengaruh pada omzet. Bahkan 20,5% UMKM mengaku bahwa ozmet dari online lebih besar.
Grafik 19. Metode Penjualan Selama Pandemi
Dilihat berdasarkan kanal penjualan online, sebanyak 96,8% UMKM memasarkan produknya melalui media sosial seperti whatsapp, facebook, Instagram, youtube, dan lain-lain. Sementara hampir separuh UMKM Agrikultur sudah masuk ke marketplace. Perlu adanya trobosan dari pelaku UMKM mempercepat transformasi digital melalui terhubung dengan marketplace.
Saat ini, Kementerian Koperasi dan UKM mulai melakukan pelatihan dan edukasi kepada UMKM untuk melakukan adaptasi bisnis dengan menyediakan sarana transformasi bagi UMKM agar UMKM masuk ke marketplace. Sehingga belanja melalui marketplace akan jadi tren.
Pemerintah akan memberikan akses seluas-luasnya kepada UMKM agar tidak hanya jualan di sekitar tetangga, sekitar pasar, tapi juga terhubung dengan pasar yang lebih luas secara digital.
Lebih besar omzet dari online Seimbang antara keduanya Lebih besar omzet dari offline Ya, Tapi Belum
Tahu Kapan
Ya, Dalam Waktu Dekat
Tidak
48%
42,4%
20,3
37,3
31,5
20,5
Offline dan Online Online
Offline
59,3%
13,1%
27,6%
Grafik 20. Kanal Penjualan Online
Salah satu masalah utama bagi UMKM dalam menjalankan usaha menggunakan teknologi digital adalah kurangnya pengetahuan untuk menjalankan usaha secara online oleh lebih dari 40% UMKM Agrikultur.
Selain itu akses internet serta kurangnya pemahaman terhadap penggunaan teknologi dari pelaku usaha ini menunjukkan bahwa UMKM ini tidak sepenuhnya siap untuk serta merta beralih ke digital.
Grafik 21. Kendala Penjualan Online
Selain kurangnya pemahaman terhadap penggunaan teknologi maupun pengetahuan dalam menjalankan usaha online. Ada beberapa hal yang juga menjadi kekhawatiran UMKM menjalankan usaha online. Mulai dari kekhawatiran pembeli hit and run dan adanya biaya administrasi tambahan yang diakui oleh 39,3% UMKM, hingga 17,3% UMKM yang khawatir akan keamanan pembayaran secara online.
Media Sosial (Whatsapp, Facebook, Instagram, Youtube)
Marketplace (Shopee, Tokopedia, dll)
Website/Aplikasi Milik Sendiri
Kurangnya Pengetahuan menjalankan Usaha Online Tidak Paham Teknologi (Gaptek) Akses Internet Sulit
Dana Tidak Memadai
Tenaga Kerja yang Tidak Siap Infrastruktur Telekomunikasi yang Tidak Layak Konsumen Belum Mampu
Menggunakan Internet Tidak Punya Alat/Gadget
Lainnya
Tidak Ada
Tidak Tahu
96,8%
43,0%
36,0 34,6 32,7 29,9 21,5 15,9 13,1 10,7 8,9 1,4
49,0 34,8
Grafik 22. Kelemahan Penjualan Online
Lebih dari 90% UMKM yang mengakses internet baik menggunakan smartphone maupun PC/Laptop. Namun tak semua menggunakannya untuk memasarkan produk secara digital. Hanya 73,3% UMKM yang menggunakan internet untuk memasarkan produknya melalui media sosial.
Grafik 23. Tujuan Akses Internet
Dalam survei UMKM Agrikultur ini menemukan bahwa sebagian besar UMKM Agrikultur telah memanfaatkan transaksi non tunai. Lebih dari 70% UMKM Agrikultur sudah menggunakan transaksi non tunai. Sebanyak 82,1% sudah menggunakan mobile/internet banking. Sementara yang sudah menggunakan e-wallet hanya 30,8%.
Banyak ditemui Pembeli yang Tiba-tiba Membatalkan Pesanan (Hit and Run)
Komunikasi Mengakses Media Sosial Memasarkan produk Melalui Media Sosial Mencari Informasi untuk Mengembangkan Usaha Mencari Informasi Suplier Mencari Informasi Bahan Baku
Mengikuti/Bergabung dengan Komunitas di Media Sosial Memasarkan Produk Melalui Marketpace Mencari dan Bertukar Informasi Seputar Agrikultur di Media Sosial
Lainnya Adanya Biaya Tambahan
(Administrasi) Pembayaran Tidak Langsung diterima Prosedur Penjualan Menjadi Panjang dan Merepotkan
(Membungkus Barang, Mengirim, dsb)
Lainnya
Tidak Ada Kendala Keamanan Pembayaran Secara Online
39,3%
87,7%
78,5 73,3 70,3 60,0 59,5 53,3 51,3 50,3 0,5
39,3 32,7
28,0 17,3
7,9
21,5
Grafik 24. Transaksi Digital
Transfer, Pembayaran, Pembelian Melalui Handphone/Komputer (Mobile/Internet Banking)
Sebagai Tunai, Sebagai Non
Tunai
Sepenuhnya
Non Tunai Sepenuhnya Tunai
Kartu Debet
Transfer Uang Melalui Kantor Bank (Kliring/RTGS/Over Booking) Uang Elektronik - Non Kartu/Mobile (Misal:Go-Pay,OVO, Dana, i.Saku, dll) Uang Elektronik - Kartu
(Misal:Flazz, Brizzy, e-Money, e-Toll) 82,1%
63,6%
9,3
27,1 42,9
39,7
30,8 15,4
Bab III
Kesimpulan
UMKM menjadi salah satu sektor yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Survei UMKM KIC (2020) menemukan bahwa UMKM berbasis sumber daya alam seperti sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang cukup kuat bertahan selama pandemi. Untuk itu di tahun 2021 KATADATA Insight Center Kembali melakukan survei kepada pelaku UMKM secara khusus kepada UMKM di sektor pertanian (Agrikultur) untuk menggali kondisi terkini dari UMKM Agrikultur dan mengukur efektifitas bantuan selama pandemi yang diterima oleh mereka.
Hasil survei menemukan lebih dari 75% UMKM Agrikultur berbasis sumber daya alam mengalami penurunan volume penjualan dan omzet selama pandemi Covid-19. Jika dilihat berdasarkan skala UMKM, maka terbanyak yang terpukul adalah UMKM Mikro (total omzet bulanan kurang dari 25 juta). Tidak semua UMKM mengalami dampak buruk selama pandemi. UMKM yang total omzet bulanan lebih dari 200 juta (UMKM Menengah), paling banyak bertahan dan memetik dampak baik pandemi.
Ada 24% UMKM Menengah yang mengalami peningkatan.
Sebagai strategi bertahan lebih dari separuh UMKM mengurangi produksi dan saluran penjualan. Meskipun demikian ada juga 22,4% UMKM yang memilih strategi dengan meningkatkan biaya promosi selama pandemi.
Sementara strategi dari sisi SDM dilakukan terbanyak dengan mengurangi jumlah dan gaji karyawan. Namun terdapat 6,5% UMKM yang menambah jumlah karyawannya.
Dampak pandemi ini membuat 54,7% UMKM kesulitan modal usaha dan 52,3% UMKM kesulitan memasarkan/penjualan produk. Ketersediaan bahan baku dan kendala pendistribusian barang juga dirasakan UMKM selama pandemi. Pandemi membuat UMKM menerapkan standar keamanan
produk dan protokol Kesehatan yang juga berimbas pada peningkatan biaya oprasional UMKM.
Berdasarkan sektor usaha, menurunnya volume produk dan total omzet terbesar dialami sektor peternakan dan perikanan. Sektor usaha yang cukup tangguh adalah Pertanian dan Kehutanan. Saat pandemi rata- rata dapat bertahan bahkan ada yang mengalami peningkatan.
UMKM di sektor usaha Perkebunan dan Pertanian kesulitan pemasaran/promosi produk. Sementara UMKM di sektor Pertenakan, Perikanan dan Kehutanan kesulitan modal selama pandemi. Dilihat dari skala usahanya UMKM Kecil mengalami kesulitan ketersediaan bahan baku dan, sementara kendala pendistribusian barang dirasakan UMKM Menengah selama pandemi.
Sebagian besar UMKM Agrikultur mengharapkan bantuan dalam bentuk bantuan dana modal usaha, pelatihan pemasaran produk online disusul perbaikan sarana prasarana. Hanya 31,3% yang mengharapkan bantuan kredit berbunga ringan dan 30,8% membutuhkan bantuan proses perizinan usaha. Sementara bantuan tidak langsung dalam bentuk kebijakan dari pemerintah yang diharapkan ada tiga hal yang dapat membantu UMKM bertahan yaitu peningkatan daya beli masyarakat, kemudahan pinjaman modal serta peraturan/regulasi yang mudah dan jelas. Sedangkan dari segi infrastruktur, yang paling diharapkan adalah dapat terhubung teknologi yang sesuai dengan usaha serta perbaikan sarana transportasi untuk pendistribusian barang.
Dilihat dari sektor usahanya Sektor Peternakan membutuhkan pendampingan untuk memasarkan produknya baik melalui online maupun
offline. Sementara sektor perkebunan dan kehutanan membutuhkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk bertahan.
Sebagian besar UMKM belum mendapatkan Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM)/BLT UMKM selama pandemi, hanya 18,2% UMKM yang sudah mendapatkan BPUM meskipun demikian masih ada responden yang menerima dana BPUM jumlahnya tidak sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah. Ada 7 UMKM, yang menerima BPUM dengan jumlah berkisar 300 ribu – 2 juta, dengan 1-3 kali penerimaan. Hanya 10,2% UMKM yang mendapatkan bantuan berupa dana justru menggunakan bantuan tersebut seluruhnya untuk kebutuhan keluarga sehari-hari bukan untuk menambah modal usaha. Dari bantuan yang sudah diperoleh, UMKM menilai bahwa proses untuk mendapatkan bantuan tersebut sudah cukup mudah skor 6,89 (skala 1-10). Meskipun demikian masih ada UMKM yang mengeluhkan proses mendapatkan bantuan yang berbelit-belit serta kurangnya sosialisasi bantuan dari pemerintah yang mengakibatkan 49,5% UMKM tidak mendapatkan bantuan sama sekali selama pandemi.
Berdasarkan temuan survei seperti yang disebutkan diatas bahwa sejumlah UMKM saat survei dilakukan dalam kondisi menurun. Penurunan ini yang akhirnya membuat UMKM melakukan perubahan metode penjualan dalam hal peralihan menuju digitalisasi. Riset ini juga membahas adaptasi digitalisasi UMKM Agrikultur,
Beberapa UMKM akhirnya beralih ke penjualan online demi bertahan selama pandemi. Kebanyakan pelaku UMKM yang memasarkan produk secara online melalui media sosial seperti whatsapp, facebook, Instagram, dll), namun yang masuk marketplace hampir sengahnya, sementara yang memiliki website/aplikasi sendiri kurang dari 35%. Pelaku UMKM yang memasarkan produk secara online dan offline kebanyakan mengakui bahwa penghasilan dari offline masih lebih besar daripada online. Kekhawatiran pembeli hit and run, serta adanya biaya administrasi tambahan menjadi kelemahan dari penjualan online.
72,9% UMKM sudah menggunakan transaksi non tunai, dengan yang terbanyak digunakan adalah mobile/internet banking, disusul kartu debet, sementara untuk dompet digital seperti gopay, ovo dan dana baru 30%.
Lebih dari 85% pelaku UMKM yakin mampu bertahan di masa pandemi lebih dari 1 tahun. Namun sebelum September terdapat 6,5 % UMKM berpotensi kolaps. UMKM cukup optimis skor 7,12 (skala 1-10) terhadap program yang dilakukan pemerintah untuk memulihkan ekonomi pasca pandemi.