• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Tahan Spermatozoa Sapi Pasundan dalam Proses Pembekuan menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur, Tris Soya dan

AndroMed® Persiapan Media Pengencer

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan modifikasi pengencer Tris yaitu Tris kuning telur (TKT), Tris soya (TS) dan pengencer paten AndroMed® (Minitub, German). Komposisi pengencer TKT dan TS terbuat dari buffer Tris (Tabel. 2) sesuai Arifiantini et al. (2010) dan AndroMed® sesuai petunjuk penggunaannya (Tabel 3).

14

Penggunaan fruktosa yang berbeda pada komposisi buffer Tris soya merupakan modifikasi perbaikan laporan Arifiantini dan Yusuf (2010).

Pengencer TKT dan TS terlebih dahulu disentrifius dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit dan supernatan dicampur dengan gliserol dan antibiotik digunakan sebagai bahan pengencer semen beku.

Koleksi dan Evaluasi Semen

Koleksi dan evaluasi semen baik secara makroskopis maupun mikroskopis sama dengan yang dilakukan pada tahap I.

Pengenceran, Pengemasan dan Thawing Semen Beku

Semen yang memiliki motilitas lebih dari 70% dengan konsentrasi lebih dari 800×106/ml dibagi ke dalam tiga tabung, masing-masing semen segar dicampur dengan pengencer TKT, TS dan AndroMed® dengan konsentrasi 100 juta spermatozoa per ml. Semen diekuilibrasi dalam cool top (5 oC) selama 4 jam (Leboeuf et al. 2000; Rizal et al. 2006), kemudian dikemas menggunakan automatic filling and sealing machine. Pembekuan dilakukan dengan cara menempatkan straw di atas uap nitrogen cair menggunakan boks styrofoam yang berukuran panjang × lebar × tinggi masing-masing 60×40×30 cm selama 10 menit. Semen yang telah dibekukan disimpan dalam kontainer nitrogen cair (-196 oC) untuk pengujian lebih lanjut (Purdy 2006).

Keberhasilan pembekuan semen dievaluasi dengan cara melakukan pencairan kembali (thawing) semen beku dengan air hangat (37 oC) selama 30 detik (Naing et al. 2010). Semen yang telah di-thawing dimasukkan ke dalam mikrotub. Semen diteteskan di atas gelas objek yang telah dihangatkan dan

Tabel 2 Komposisi buffer Tris

Komposisi Buffer

A B

Tris (hydroxymethyl) aminomethan (g) 3.03 3.03

Asam sitrat (g) 1.78 1.78

Fruktosa (g) 1.25 1.50

Aquabidest (ml) ad 100 100

Keterangan : A = Tris kuning telur; B = Tris soya

Tabel 3 Komposisi bahan pengencer semen beku sapi pasundan

Komposisi Pengencer TKT TS AndroMed® Buffer Tris A 74 - -Buffer Tris B - 74 -Kuning telur (ml) 20 - -Andromed (ml) - - 20

Sari kedelai (soya) (2.5% : w/v) - 2.5 -Penisilin (IU/ml) 1000 1000

-Streptomisin (mg/ml) 1 1

-Gliserol (%) 6 6

-Aquabidest (ml) 100* 100* 80

15 ditutup dengan gelas penutup, kemudian diamati menggunakan CASA. Cara menentukan jumlah pengencer dilakukan dengan persamaan sebagai berikut :

Daya Tahan Terhadap Proses Pembekuan

Pemeriksaan kualitas semen setelah thawing dengan parameter sebagai berikut :

Post Thawing Motility (PTM) Satu tetes semen diletakkan di atas gelas objek yang telah dihangatkan dan ditutup dengan gelas penutup. Motilitas spermatozoa dievaluasi menggunakan CASA dari 5 lapang pandang.

Longivitas Pengamatan longivitas spermatozoa mengadopsi metode BIB Lembang (water incubator test) yang dilakukan dengan mengamati motilitas spermatozoa pada semen yang telah di-thawing dan disimpan pada suhu 37 oC dan diamati setiap jam. Pengamatan dapat dilakukan sampai dengan 4 jam dengan motilitasnya masih 10%.

Recovery Rate adalah kemampuan pemulihan spermatozoa setelah pembekuan dengan cara membandingkan persentase spermatozoa motil pada spermatozoa pasca thawing dengan spermatozoa segar (Garner dan Hafez 2000).

Analisis Data

Pada percobaan tahap I data yang diperoleh disampaikan dalam bentuk rataan dan standard error mean (SEM), analisis korelasi menggunaakan software SPSS 20. Penelitian tahap II dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) repated measurement yang terdiri dari tiga perlakuan pengencer dengan 5 kali ulangan. Data dianalisis sidik ragam (ANOVA) menggunakan software SPSS 20, apabila terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie 1994).

Keterangan : V = Volume semen (ml); M = Motilitas spermatozoa (%) K = Konsentrasi spermatozoa (juta semen/ml)

Keterangan: (a) Persentase spermatozoa motil post thawing; (b) Persentase spermatozoa motil pada semen segar

16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi Potong Ciamis. Secara geografis lokasi dan letak BPPT Sapi Potong berada sekitar 7 Km dari kota Ciamis dan sekitar ±128 Km dari kota Bandung. Tepatnya berada di Dusun Kidul, Desa Cijeungjing, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis. BPPT Sapi Potong terletak pada ketinggian 312 m di atas permukaan laut, dengan suhu udara berkisar antara 28 sampai 32 oC dan kelembaban udara 62 sampai 71% serta curah hujan berkisar 22 414 mm per tahun.

Hijauan makanan ternak yang terdapat di BPPT Sapi Potong Ciamis berupa rumput Gajah (Pennisetum purpureum), yang ditanam di kebun-kebun milik BPPT Sapi Potong dengan area yang cukup luas yaitu 10 ha, dan pemberian konsentrat dilakukan pada pagi dan sore hari sesuai dengan bobot badan ternak, sehingga ketersediaan pakan ternak tersedia sepanjang tahun.

Keadaan Umum Ternak Penelitian

Selama penelitian berlangsung sapi pasundan jantan yang digunakan dalam keadaan sehat yakni tidak menunjukkan gejala terserang penyakit atau gangguan fisik lainnya, yang terlihat pada penampilan fisik dan berdasarkan recording. Hasil pengamatan, pengukuran, serta penilaian terhadap sapi pasundan jantan yang dilakukan di BPPT Sapi Potong ditampilkan pada Tabel 4.

Total jantan yang tersedia sebagai sampel dalam penelitian ini adalah 14 ekor sapi pasundan, namun hanya 4 ekor pejantan terpilih yang dapat digunakan untuk dilakukan pengamatan libido dan sebagai penghasil semen untuk produksi semen beku.

Umur, Bobot Badan dan Ukuran Tubuh

Data pada Tabel 4. memperlihatkan bobot badan dari 14 ekor sapi pasundan jantan adalah 306.08±10.86 kg pada kisaran umur 3 sampai 5 tahun. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan yang dilaporkan oleh Indrijani et al. (2012) yang mendapatkan bobot badan sapi pasundan 290 kg melalui pendugaan bobot badan menggunakan pita ukur Rondo® pada umur yang sama yaitu 24.35±3.38 bulan. Hasil penelitian ini juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan sapi lokal lainnya seperti sapi pesisir yang memiliki bobot badan yang relatif lebih kecil yaitu 186 kg pada jantan dewasa dengan umur 4 sampai 6 tahun. Terdapat perbedaan jika

Tabel 4 Morfometri testes dan ukuran tubuh sapi pasundan Parameter Rata-rata±SE Bobot badan (kg) 306.08±10.86 Panjang badan (cm) 119.46±1.72 Lingkar dada (cm) 151.84±1.96 Tinggi pundak (cm) 118.46±1.37 Lingkar skrotum (cm) 25.46±0.51

17 dibandingkan dengan sapi bali jantan pada umur 24 sampai 36 bulan memiliki bobot badan 350 sampai 400 kg dengan panjang badan 112.60±08.51 cm, lingkar dada 166.45±6.62 cm dan tinggi pundak 119.10±03.85 cm (Winaya 2010). Sama halnya pada sapi PO jantan dewasa yang memiliki bobot badan bervariasi yaitu 200 sampai 450 kg.

Rendahnya bobot badan sapi pasundan jika dibandingkan dengan sapi lokal lain seperti sapi bali disebabkan saat ini telah terjadi seleksi negatif dan inbreeding yang telah berlangsung lama. Menurut Hardjosubroto (2000) perbedaan berat badan ini disebabkan oleh perkawinan silang dalam (inbreeding) dan seleksi negatif yang terjadi dan sudah berlangsung lama. Warwick et al. (1983) menyatakan bahwa pengaruh silang dalam dapat meningkatkan proporsi lokus-lokus genetik yang homozigot, bersamaan dengan itu akan terjadi "depresi silang dalam" yang berakibat pada berkurangnya daya tahan, kesuburan dan bobot lahir ternak. Selanjutnya perkawinan silang dalam pada ternak sapi potong mengakibatkan penurunan bobot badan sebesar 2.5 sampai 5.0 kg setiap kenaikan 10% silang dalam. Oleh karena itu, dibutuhkan pengawasan dan strategi yang tepat dalam menjaga dan pengembangan kelestarian sumberdaya ternak lokal khususnya sapi pasundan. Salah satu starategi tersebut yaitu dengan adanya pengawasan dan recording reproduksi yang terstruktur, sehingga tidak terjadinya perkawinan antara saudara kandung atau anak dengan tetuanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Noor (2000) bahwa inbreeding dapat terjadi karena ketidak cermatan dalam pengaturan perkawinan antara pejantan dengan induk atau dara.

Hal lain yang dapat memengaruhi rendahnya performa kuantitatif yang merupakan hasil ekspresi gen yang bersifat aditif, dipengaruhi oleh lingkungan dan pengendalian gen sangat banyak sehingga dalam penurunannya membutuhkan kondisi lingkungan yang sesuai. Indrijani et al. (2012) memperoleh hasil penelitian yang menggambarkan sifat kuantitatif dibeberapa wilayah penyebaran sapi pasundan memiliki variasi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu yang pertama secara genetik tidak ada pengaturan pemuliaan ternak, seleksi negatif dan inbreeding. Kedua adalah lingkungan yang menggantungkan diri pada alam, dimana setiap wilayah memiliki vegetasi dan kontinuitas daya dukung pakan yang berbeda. Namun demikian, ketersediaan pakan dan sistem manajemen di BPPT Sapi Potong Ciamis cukup baik dalam menjamin pengembangan dan pelestarian sapi pasundan.

Sapi pasundan memiliki rata-rata ukuran tubuh seperti panjang badan, lingkar dada, dan tinggi pundak pada penelitian ini berturut-turut yaitu 119.46±1.72 cm, 151.84±1.96 cm, dan 118.46±1.37 cm pada kisaran umur 3 sampai 5 tahun. Hasil ini hampir sama dengan yang dilaporkan oleh Indrijani et al. (2012) yang mendapatkan rata-rata panjang badan, lingkar dada, dan tinggi pundak sapi pasundan jantan masing-masing 117.76±3.38 cm, 153.25±10.12 cm, dan 122.04±6.10 cm pada umur 24.35±3.38 bulan. Berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 1051/ Kpts/ SR. 120/ 10/ 2014, standar ukuran tubuh sapi pasundan jantan seperti panjang badan, lingkar dada, dan tinggi pundak adalah 120.09±9.80 cm, 150.22±11.74 cm, dan 115.74±8.40 cm. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan sapi bali jantan pada umur 1.5 sampai 2 tahun yang memiliki lingkar dada 185 cm, namun memiliki panjang badan dan tinggi pundak yang hampir sama yaitu 121 cm dan 111 cm (Permentan 2006). Lebih lanjut, hasil ini sama yang dilaporkan oleh Santi (2008) pada sapi PO dalam hal panjang badan

18

yaitu 116.59 cm, namun berbeda pada lingkar dada (185.44 cm) dan panjang badan (135.06 cm).

Terdapat hubungan korelasi positif antara bobot badan dengan ukuran tubuh lainnya seperti lingkar dada dan tinggi pundak, serta lingkar skrotum (P<0.05). Hal ini dikarenakan dengan kondisi tubuh atau bobot badan yang baik mampu meningkatkan ukuran tubuh dan lingkar skrotum. Hubungan ukuran tubuh maupun lingkar skrotum dengan bobot badan ini dipengaruhi oleh hormon testosteron yang dapat menstimulasi sintesis protein otot yang berlangsung di dalam otot. Hormon androgen dapat mengakibatkan pertumbuhan yang cepat pada ternak jantan seperti pertambahan ukuran tubuh, terutama setelah muncul sifat-sifat kelamin sekunder. Disamping itu juga, hubungan ini dikarenakan semua sapi pasundan tersebut memiliki kondisi yang sama baik ketersediaan pakan yang cukup dan manajemen pemeliharaan yang baik. Sugeng (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan ternak seperti ukuran eksterior dipengaruhi oleh sistem pemeliharaan, ketersediaan nutrisi dan lingkungan yang kondusif.

Hubungan Lingkar Skrotum dengan Produksi Spermatozoa dan Libido Sapi Pasundan

Pengukuran lingkar skrotum sapi pasundan merupakan hasil yang pertama kali dilaporkan. Hasil pengukuran menunjukkan lingkar skrotum sapi pasundan yaitu rata-rata 25.46±0.51 cm (Tabel 5). Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang telah dilaporkan oleh Ratnawati dan Affandhy (2013) pada sapi bali dan sama pada sapi PO yang memiliki lingkar skrotum masing-masing 22.1±2.7 cm dan 26.7±1.1 cm, namun lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan oleh Efendy dan Mariono (2013) mendapatkan kisaran lingkar skrotum sapi madura yaitu 28 sampai 32 cm pada kisaran umur 2.5 sampai 3 tahun. Menurut Achjadi (2003) perbedaan ukuran testis dan skrotum dikarenakan adanya perbedaan bangsa, tingkat kualitas pakan, umur dan manajemen ternak yang dilakukan secara keseluruhan.

Berdasarkan hasil analisis korelasi (Tabel 6), menunjukkan tidak terdapat hubungan antara lingkar skrotum dengan kualitas semen seperti volume semen, motilitas spermatozoa, konsentrasi spermatozoa serta libido. Hasil ini berbeda bila dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan oleh Soeroso dan Duma (2006) bahwa setiap kenaikan 1 cm ukuran lingkar skrotum maka terjadi peningkatan sebesar 0.18 unit skor warna dan konsistensi cairan epididimis, sedangkan konsistensi spermatozoa, viabilitas, abnormal dan motilitas spermatozoa berhubungan erat

Tabel 5 Rerata lingkar skrotum, kualitas semen, dan libido sapi pasundan Nomor Sapi Lingkar Skrotum (cm) Volume (ml) Motilitas Progresif (%) Konsentrasi (juta/ml) Libido R5 26 5.45±0.38 84.08±3.61 1368.46±6.78 3 R4 28 3.13±0.53 80.55±3.03 1358.66±6.61 3 R3 23 2.86±0.35 83.67±2.92 1339.34±7.07 3 R2 23 3.76±0.22 81.35±2.30 1356.94±5.64 3 Rerata±SE 25±2.45 3.80±0.58 82.41±2.97 1355.85±6.06 3.00±0.00

19 dengan ukuran lingkar skrotum pada sapi bali. Setiap kenaikan 1 cm ukuran lingkar skrotum maka konsentrasi sperma mengalami kenaikan sebesar 0.15×109 per ml, persentase spermatozoa mati menurun sebesar 0.22%, sperma abnormal primer menurun 0.25% dan skor gelombang massa sperma meningkat 0.18 unit.

Hasil berbeda juga dilaporkan oleh Hastono dan Arifin (2008) yang menunjukkan adanya hubungan antara lingkar skrotum dengan kapasitas testis pada sapi, hal ini berhubungan dengan semakin tinggi konsentrasi tubuli seminiferi maka produksi substrat-substrat yang mengatur dan menjalankan kegiatan reproduksi menjadi lebih baik. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa ukuran lingkar skrotum tidak berhubungan positif terhadap volume semen, konsentrasi, dan motilitas spermatozoa pada sapi Limousin dan Simental (Prayogo et al. 2013). Lebih lanjut tidak adanya korelasi antara lingkar skrotum dengan konsentrasi spermatozoa pada domba garut, namun adanya korelasi antara bobot badan dengan lingkar skrotum yang mana semakin besar bobot badan, semakin besar pula lingkar skrotum tetapi tidak berdampak terhadap kualitas semen dan kadar testosteron dalam darah domba Garut (Hastono dan Arifin 2008).

Hasil penelitian menunjukkan semua pejantan sapi pasundan memiliki libido dengan skor 3 (tinggi), namun memiliki respons seperti mencium atau mencumbu pemancing yang berbeda-beda dengan rata-rata 7.00 detik (1 sampai 10 detik), kemudian diikuti dengan tingkah laku menyengir (flehmen), dan menaiki pemancing serta melakukan ejakulasi. Waktu ejakulasi merupakan salah satu indikator yang menunjukkan tingginya libido. Reaction time (ejakulasi) pertama pada sapi pasundan berlangsung yakni rata-rata 79.00±1.77 detik (69 sampai 99 detik) dengan motilitas progresif sebesar 82.41±2.97%. Hasil ini lebih lama jika dibandingkan dengan sapi lokal lainnya seperti pada sapi madura dengan libido yang cepat yaitu 21.47 detik, memiliki motilitas sebesar 71.67% dan pada sapi bali yang memiliki libido 60.87 detik memiliki motilitas sebesar 67.33% (Herwijanti et al. 2004). Perbedaan ini dipengaruhi oleh peningkatan produksi hormon testosteron, sesuai dengan Hafez dan Hafez (2000) bahwa testosteron memiliki fungsi untuk mengatur tingkah laku seksual pejantan dan proses spermatogenesis serta aktivitas sekresi kelenjar aksesoris. Disamping itu, libido juga ditentukan oleh pakan dan manajemen (exercise) yang cukup.

Dari aspek pakan, lamanya respons libido pejantan sapi pasundan diduga masih mengalami defisiensi asupan mineral makro maupun mikro penting seperti Zink (Zn) yang dibutuhkan untuk majalankan fungsi normal reproduksi. Mineral Zn banyak berperan dalam proses fungsi fisiologis tubuh, metabolisme, sintesis hormon, dan kerja enzim. Mineral ini memengaruhi pematangan gonad dan menstimulasi pelepasan hormon testosteron yang dapat memengaruhi libido. Penambahan Zn dalam pakan dapat meningkatkan kualitas sperma seperti motilitas dan konsentrasi spermatozoa (Widhyari et al. 2015), peningkatan

Tabel 6 Korelasi antara lingkar skrotum dengan kualitas semen dan libido Variabel Variabel Korelasi (r) Lingkar skrotum

Volume semen 0.32 Motilitas spermatozoa 0.13 Konsentrasi spermatozoa 0.26

20

motilitas spermatozoa dikarenakan mineral Zn dapat membantu proses spermatogenesis yang normal. Selain itu penambahan mineral Zn juga dapat berpengaruh terhadap proses sintesa energi (ATP) yang dibutuhkan untuk pergerakan spermatozoa. Lebih lanjut manajemen exercise juga perlu dilakukan secara kontinyu. Pentingnya aspek libido pada sapi pasundan karena dapat berpengaruh terhadap kualitas dan daya tahan semen sapi pasundan, yang mana libido berkaitan dengan kecepatan ejakulasi. Jika memiliki libido yang tinggi maka proses ejakulasi dapat berlangsung dengan cepat, sehingga semen tidak terpapar dengan oksigen.

Hopkins (2003) menyatakan bahwa lingkar skorotum biasanya digunakan sebagai parameter untuk memprediksi kualitas dan kuantitas produksi spermatozoa. Ukuran testis atau lingkar skrotum merupakan salah satu variabel yang harus diperhatikan dalam memilih pejantan yang baik pada berbagai hewan ternak. Lingkar skrotum mempunyai korelasi positif (r=0.98) terhadap umur pubertas ternak betina saudaranya (Taylor dan Swanepoel 2005) dan pengaruh terhadap berat sapih yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Crew dan Porteous 2003).

Kualitas Semen Segar Sapi Pasundan

Pemeriksaan kualitas semen segar dilakukan untuk mengetahui kelayakan semen untuk diproses lebih lanjut. Hasil evaluasi semen segar pada 4 ekor sapi pasundan, secara makroskopis menunjukkan volume semen 3.80±0.58 ml, berwarna putih susu sampai krem, konsistensi sedang sampai kental dengan derajat keasaman (pH) 6.43±0.08. Secara mikroskopis menunjukkan gerakan massa ++ sampai +++ dengan persentase motilitas progresif sebesar 82.41±2.97%. Konsentrasi spermatozoa sebanyak 1355.85±6.06 juta/ml dengan nilai spermatozoa hidup (viabilitas) sebesar 84.37±1.05%. Keutuhan membran plasma 84.89±1.00% dan persentase spermatozoa abnormal sebesar 11.13±0.39% (Tabel 7).

Berdasarkan hasil yang diperoleh, kualitas semen segar sapi pasundan secara makroskopis berada pada kisaran normal. Volume semen sapi pasundan adalah 3.80±0.58 ml, menurut Arifiantini (2012) kisaran volume semen sapi antara 2 sampai 15 ml dengan rata-rata 4 sampai 8 ml. Mengingat sapi pasundan adalah sapi lokal maka volume semen tersebut, hampir sama dengan sapi lokal lainnya seperti sapi bali, madura, jawa dan PO yaitu berkisar antara 3.00 sampai 6.30 ml.

Warna semen yang diperoleh masih dalam kisaran normal yaitu putih susu sampai krem, sesuai dengan pendapat Garner dan Hafez (2000) bahwa ejakulat normal semen sapi berwarna krem sampai putih susu, semen dengan konsentrasi spermatozoa yang rendah akan memperlihatkan warna yang keruh. Konsistensi atau derajat kekentalan semen sapi sapi pasundan adalah encer sampai sedang dengan pH 6.43±0.01, semen sapi yang normal memiliki konsistensi dari sedang sampai kental dengan pH sapi normal berkisar antara 6.4 sampai 7.8 (Garner dan Hafez 2000).

Secara mikroskopis, semen sapi pasundan menunjukkan gerakan massa spermatozoa yang normal yaitu ++ sampai +++, hasil yang diperoleh dalam kisaran normal gerakan massa spermatozoa sapi. Tidak terdapat perbedaan nilai

21 motilitas progresif pada keempat sapi tersebut (Tabel 7) dan masih berada dalam kisaran normal menurut Hafez dan Hafez (2000) nilai motilitas spermatozoa sapi berkisar antara 70% sampai 80%. Konsentrasi spermatozoa sapi pasundan adalah 1355.85±6.06 juta/ml, nilai ini masih berada dalam kisaran normal spermatozoa sapi dewasa yaitu berkisar antara 800 sampai 1200 juta/ml spermatozoa. Jika dibandingkan sapi lokal lainnya, hasil yang diperoleh Arifiantini et al. (2006) pada sapi bali, tidak terdapat perbedaan antara motilitas dan konsentrasi yaitu 71.04±3.69% dan 1340±447.85 juta/ml. Viabilitas dan abnormalitas spermatozoa sapi pasundan adalah 84.37±1.05% dan 11.13±0.39%. Jika dibandingkan dengan viabilitas dan abnormalitas sapi lokal lainnya seperti sapi bali memiliki nilai yang sama yaitu 84.60±2.04% dan 10.00±1.22% (Matahine et al. 2014).

Menurut Gordon (2004) warna, jumlah, volume, konsentrasi, konsistensi, gerakan massa, pH, dan motilitas spermatozoa segar dari seekor pejantan sangat bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kondisi masing-masing individu, seperti kualitas organ reproduksi, umur ternak, kondisi manajemen peternakan, jenis pakan yang diberikan, dan bangsa sapi.

Penggunaan CASA dalam pengujian motilitas spermatozoa dimaksud untuk mengatasi tingkat subjektivitas dalam penilaian. Metode ini didasarkan atas pengembangan digital image technology untuk mendapatkan hasil analisis spermatozoa yang cepat, akurat, mampu meningkatkan dan menstandarkan pengujian parameter motilitas spermatozoa yang relevan untuk menilai fertilitas.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kondisi semen segar tidak ada perbedaan gerakan motilitas (P>0.05) antara sapi R5, R4, R3, dan R2 (Tabel 8). Nilai rata-rata progressive motility sapi pasundan adalah 82.41±2.97%, nilai ini merupakan salah satu syarat yang dapat menentukan tingkat fertilitas betina dan sebagai pertimbangan untuk proses pembuatan semen beku. Menurut Hafez (2000), persentase motilitas minimal semen segar adalah 80% dengan gerakan massa ++ sampai +++.

Tabel 7 Kualitas semen segar sapi pasundan Parameter Rata-rata±SE

Makroskopis

Volume (ml) 3.80±0.58

Warna Putih susu sampai krem Konsistensi Sedang sampai kental

pH 6.43±0.01

Mikroskopis

Gerakan massa ++ sampai +++ Motilitas spermatozoa progresif (%) 82.41±2.97 Konsentrasi spermatozoa (juta/ml) 1355.85±6.06 Viabilitas spermatozoa (%) 84.37±1.05 Membran plasma utuh (%) 84.89±1.00 Abnormalitas spermatozoa (%) 11.13±0.39

22

Kualitas Semen Beku Sapi Pasundan

Pada penelitian ini kualitas semen beku (motilitas progresif) sapi pasundan post thawing menggunakan pengencer TKT, TS dan AndroMed® berturut-turut adalah 49.45±1.22%, 39.34±6.33%, dan 58.64±0.72%. Hasil ini tidak berbeda pada sapi bali dengan perlakuan ultrasentrifugasi pengencer kuning telur mampu meningkatkan motilitas progresif yaitu 51.5±10.10% demikian juga bila dibandingkan dengan pengencer komersial AndroMed® yaitu 46.4±11.00% (Mohamad et al. 2006). Penggunaan pengencer AndroMed® dan Tris kuning telur dalam penelitian ini terlihat dapat melindungi membran spermatozoa selama proses pembekuan.

Diliyana et al. (2014) melaporkan penggunaan pengencer AndroMed® dan kuning telur dapat melindungi integritas membran spermatozoa. Integritas membran spermatozoa yang baik dipengaruhi oleh kandungan fosfolipid yang berfungsi untuk memelihara integritas membran dan membentuk permukaan yang dinamis antar sel sebagai perlindungan terhadap kondisi lingkungan. Integritas membran terganggu disebabkan oleh lepasnya sebagian fosfolipid yang dapat berpengaruh pada viabilitas spermatozoa.

Tabel 8 Karakteristik gerakan spermatozoa semen segar sapi pasundan

Parameter Nomor Sapi Rataan±SE

R5 R4 R3 R2 TM 90.53±2.74 a 87.61±2.34a 89.44±2.35a 89.91±1.80a 89.37±2.32a PM 84.08±3.61 a 80.55±3.03a 83.67±2.92a 81.35±2.30a 82.41±2.97a RM 77.24±4.08a 73.01±3.58a 73.93±3.23a 71.08±5.02a 73.82±398a SM 6.79±1.55a 7.16±1.37a 9.03±1.42 a 10.04±3.16a 8.26±1.88a CM 0.05±0.23a 0.39±0.22a 0.72±0.63a 0.22±0.13a 0.35±0.30a LM 6,44±1,93a 7,09±0,98a 5,45±1,19a 8,58±3,09a 6.89±1.80a Immotile 9.27±2.27a 12.39±2.34a 10.56±2.35a 10.09±1.83a 10.58±2.20a

Keterangan : huruf berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama, menunjukan berbeda nyata (P<0.05); R5, R4, R3, R2 (identitas sapi); TM (total motility); PM (progresive motility); RM (rapid motility); SM (slow motility); CM (circle motility); LM (local motility)

Tabel 9 Kualitas semen beku post thawing menggunakan CASA Parameter

Jenis Pengencer (Rata-rata±SE)

TKT TS AndroMed® ...………..%... Total motility 62.59±2.12a 52.79±6.50a 71.64±0.78a Progresive motility 49.45±1.22ab 39.34±6.33b 58.64±0.72a Rapid Motility 40.65±1.35ab 32.18±5.91b 51.05±1.53a Slow Motility 8.42±0.22a 9.02±1.42a 5.96±0.58a Circle Motility 0.02±0.01a 0.01±0.004a 0.03±0.01a Local Motility 11.25±2.04a 11.02±1.02a 7.94±0.93a Immotile 37.62±2.18ab 48.16±6.58b 28.36±0.78a

Keterangan : huruf berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama, menunjukan berbeda nyata (P<0.05); TKT (Tris kuning telur); TS (Tris soya)

23 Kualitas Semen Beku Sapi Pasundan pada Berbagai Tahapan Pengolahan

Agar dapat memudahkan untuk melakukan evaluasi keberhasilan dan mengetahui kerusakan spermatozoa setiap tahapan maka pada penelitian ini, dilakukan evaluasi persentase motilitas progresif pada semen segar, setelah pengenceran, setelah ekuilibrasi dan post thawing (Tabel 10). Tanpa memperhatikan jenis bahan pengencer semen beku yang digunakan, penurunan persentase motilitas progresif pada penelitian ini dari semen segar ke setelah pengenceran sebesar 1.45±0.60%. Setelah pengenceran ke setelah ekuilibrasi terjadi penurunan yang besar yaitu 7.69±3.16%, sedangkan dari setelah ekuilibrasi ke postthawing terjadi penurunan sebesar 22.56±1.73%, sehingga total penurunan persentase motilitas progresif dari semen segar ke post thawing sebesar 33.27±5.57%.

Penurunan persentase motilitas progresif sebesar 33.27±5.57% ini mengindikasikan bahwa telah terjadi penurunan yang drastis mulai dari pengenceran sampai dengan post thawing. Penurunan motilitas pada ternak lain berkisar antara 10 sampai 40%, bahkan dapat mencapai 50% (Sorenson 1979). Penurunan persentase motilitas progresif pada pembekuan semen domba adalah 27.42% (Herdis 2005) dan kambing 33.05% (Tambing 2004) lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil yang didapatkan. Hal ini disebabkan karena selama proses pengolahan terjadi perubahan suhu yang ekstrim yang mengakibatkan spermatozoa mengalami cold shock atau kejutan dingin. Cold shock terjadi karena adanya penurunan temperatur secara mendadak dari temperatur tubuh ke temperatur rendah (di bawah suhu 0 oC) yang mengakibatkan terjadi penurunan

Dokumen terkait