BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Tahanan Isolator
Apabila isolator memikul tegangan searah, maka arus akan mengalir melalui permukaan dan bagian dalam isolator. Arus yang melalui permukaan disebut arus permukaan. Sedangkan hambatan yang dialami arus ini disebut tahanan permukaan.
Arus yang melalui bagian dalam isolator disebut arus volume dan hambatan yang dialami arus tersebut disebut tahanan volume. Besarnya tahanan volume dipengaruhi oleh bahan isolator yang digunakan. Sedangkan besarnya tahanan permukaan dipengaruhi oleh kondisi dari permukaan isolator. Jumlah arus volume dan arus permukaan disebut arus bocor. Pada Gambar 2.4 ditunjukkan arus permukaan, arus volume dan arus kapasitif yang mengalir pada suatu isolator
Gambar 2.4 Arus Bocor Pada Permukaan Isolator
Jika tegangan yang dipikul isolator adalah tegangan AC, maka selain kedua jenis arus tersebut, pada isolator juga mengalir arus kapasitif. Arus kapasitif terjadi karena adanya kapasitansi yang dibentuk isolator dengan elektroda. Rangkaian listrik ekivalen suatu isolator ditunjukkan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Rangkaian ekivalen arus bocor isolator
Menurut Gambar 2.5 arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator adalah sebesar :
IB = IP + IV + Ic ………(2.1)
Karena tahanan volume relatif besar dibandingkan dengan tahanan permukaan, maka menyebabkan arus volume dapat diabaikan. Sehingga, arus bocor total menjadi :
IB = IP + Ic ………(2.2) Dengan demikian, tahanan ekivalen isolator menjadi seperti pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Rangkaian ekivalen arus bocor pada isolator.
Keterangan:
Ip = arus permukaan isolator.
IV = arus volume isolator.
Ic = arus kapasitif yang timbul pada isolator.
IB = arus bocor isolator.
Rp = tahanan permukaan pada isolator.
Rv = tahanan volume pada isolator.
C = kapasitansi disekitar isolator.
Tahanan permukaan isolator dapat bervariasi, bergantung pada material yang menempel pada permukaan isolator. Keadaan iklim, daerah pemasangan isolator serta kelembaban udara menjadi faktor yang mempengaruhi besar dari tahanan permukaan isolator. Polutan yang menempel pada permukaan isolator akan menyebabkan tahanan permukaan isolator turun dan meningkatkan besar arus permukaan yang mengalir pada permukaan isolator sehingga arus bocor semakin besar.
2.3 Stub
Pada isolator piring berbahan kaca maupun porselen saat terjadi peristiwa abnormal, maka akan terjadi kerusakan pada lempeng isolator tersebut. Isolator piring dengan bahan porselen akan mengalami pecah dengan potongan besar yang berukuran acak. Isolator piring dengan bahan gelas ketika pecah akan meninggalkan cap dan pin isolator yang direkatkan oleh semen diantara keduanya.
Kondisi isolator berbahan gelas ini disebut dengan stub. Peristiwa ini meyebabkan jarak rambat yang semakin dekat antar dua lempengan logam pemisah sehingga
tahanan permukaan isolasi menjadi berkurang. Tahanan isolasi tersebut akan menyebabkan kenaikan arus bocor pada permukaan isolator sehingga memungkinkan terjadinya external arc[3]. Adapun stub isolator ditunjukan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Stub Isolator
Pada isolator piring dapat terjadi kerusakan yang diakibatkan oleh[7][8]:
- Unsur isolasi yang sudah tua, penuaan isolator disebabkan oleh besarnya tegangan yang dipikul isolator.
- Tembakan senapan
- Gangguan mekanis, seperti terkena benturan atau hentakan yang keras.
- Kesalahan dalam pemasangan.
- Pemuaian yang tidak merata dan kontraksi yang terjadi di dalam semen, baja, dan bahan dielektrik. Kegagalan ini juga bisa disebabkan pergantian musim yang mencolok dan pemanasan lebih.
- Ketidakmurnian bahan isolasi. Di tempat yang mengalami ketidakmurnian bahan isolasi pun akan terjadi kebocoran.
- Tembus listrik (break down) dan lewat denyar (flashover). Lewat denyar, yaitu pelepasan muatan destruktif (bersifat merusak) yang melintasi pada seluruh bagian permukaan isolator
Tahanan permukaan isolator dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, maka tahanan permukaan dianggap sebagai sesuatu yang nilainya tidak tetap. Rangkaian ekuivalen pada kondisi kering dan bersih dapat digambarkan pada Gambar 2.8a, dan dikarenakan tahanan isolator sangat tinggi, maka rangkaian ekivalen dapat digambarkan pada Gambar 2.8b.
(a) Full circuit (b) Simplified circuit Gambar 2.8 Rangkaian Ekuivalen Isolator Piring
Nilai kapasitansi dan resistansi akan berubah karena adanya stub. Stub akan mengakibatkna timbulnya Cs dan Rs, Cs yaitu kapasitansi tambahan dan Rs yaitu tahanan yang timbul di dalam isolator. Rangakaian ekuivalen akibat stub ditunjukan pada Gambar 2.9 Sehingga besar komponen C dan R didefenisikan menjadi:
𝐶 = 𝐶𝑜+ 𝐶𝑠………...…..(2.3)
1
𝑅 = 1
𝑅𝑜+ 1
𝑅𝑠………...(2.4) Dimana: Cs = kapasitansi tambahan
Rs = Tahanan yang timbul di dalam isolator.
Gambar 2.9 Rangkaian Ekuivalen Stub
Nilai impedansi total dapat diturunkan sesuai dengan persamaan (2.3) dan (2.4).
𝑅 =
𝑅𝑆.𝑅𝑂2.4 Distribusi Tegangan Isolator Rantai
Isolator rantai adalah merupakan kumpulan dari beberapa isolator piring yang disusun secara berantai sehingga menjadi satu kesatuan isolator.
Dua konduktor yang dipisahkan oleh suatu dielektrik atau susunan
“konduktor-dielektrik-konduktor” merupakan suatu susunan kapasitor. Semua isolator merupakan dua konduktor yang dipisahkan oleh suatu medium dielektrik.
Oleh karena itu, suatu isolator merupakan suatu kapasitor. Pin isolator dengan menara dan pin dengan konduktor transmisi membentuk susunan kapasitor.
Kehadiran kedua kapasitansi terakhir mengakibatkan distribusi tegangan rantai tidak merata. Isolator tersebut membentuk suatu susunan “konduktor-dielektrik-konduktor” susunan ini dibentuk oleh [9] :
1. Jepitan logam isolator-dielektrik-isolator jepitan logam dibawahnya.
Susunan ini membentuk kapasitansi sendiri isolator (C1).
2. Jepitan logam isolator-udara-menara. Susunan ini membentuk kapasitansi jepitan logam isolator dengan menara yang ditanahkan (C2). Kapasitansi ini disebut kapasitansi tegangan rendah
3. Jepitan logam isolator-udara-konduktor transmisi. Susunan ini membentuk kapasitansi jepitan logam dengan konduktor tegangan tinggi, dan disebut kapasitansi tegagan tinggi (C3).
Perbedaan bahan pada unit isolator rantai mempengaruhi distribusi tegangan pada isolator rantai. Isolator rantai dengan bahan kaca memiliki distribusi tegangan yang lebih merata dibandingkan dengan berbahan porselen[10].
Gambar2.10 Rangkaian ekuivalen isolator rantai
Pada Gambar 2.10 terlihat adanya C2 dan C3 yang diperlihatkan rangkaian ekuivalen isolator rantai, maka tegangan pada setiap keping isolator yang pada awalnya sama rata menjadi berbeda-beda[11]. Metode yang digunakan untuk menghitung distribusi tegangan adalah metode Hukum Kirchoff.
Gambar 2.11 Rangkaian distribusi tegangan isolator rantai dengan metode Kirchoff
Pada Gambar 2.11 diperlihatkan arah arus untuk setiap titik.
Hukum Kirchoff pada titik 6 adalah :
𝑖
16+ 𝑖
36= 𝑖
26+ 𝑖
15 ……….…...(2.12) Jika tegangan pada suatu C adalah V dan frekuensi tegangan adalah f, maka arus pada suatu kapasitor dirumuskan dengan 𝑖c= 2𝜋𝑓CV,maka rumus persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:𝑗2𝜋𝑓𝐶1𝑉6+ 𝑗2𝜋𝑓𝐶3(𝑉ln− 𝑉6) = 𝑗2𝜋𝑓𝐶2𝑉6+ 𝑗2𝜋𝑓𝐶1𝑉5……….(2.13)
𝐶1𝑉6+ 𝐶3(𝑉ln− 𝑉6) = 𝐶2 𝑉6+ 𝐶1𝑉5 …..…...….…(2.14)
Hukum Kirchoff pada titik 5 adalah:
𝑖
15+ 𝑖
35= 𝑖
25+ 𝑖
14……….…..…..(2.15)𝑗2𝜋𝑓𝐶1𝑉5+ 𝑗2𝜋𝑓𝐶3(𝑉ln− 𝑉6− 𝑉5) = 𝑗2𝜋𝑓𝐶2(𝑉6+ 𝑉5) + 𝑗2𝜋𝑓𝐶1𝑉4...(2.16)
𝐶1𝑉5+ 𝐶3(𝑉ln− 𝑉6− 𝑉5) = 𝐶2(𝑉1+ 𝑉2) + 𝐶1𝑉4...(2.17) Hukum Kirchoff pada titik 2 adalah:
𝑖
12+ 𝑖
32= 𝑖
22+ 𝑖
11……..…...(2.18)𝑗2𝜋𝑓𝐶1𝑉2+ 𝑗2𝜋𝑓𝐶3(𝑉ln− 𝑉6− 𝑉5− ⋯ − 𝑉2)
= 𝑗2𝜋𝑓𝐶2(𝑉1+ 𝑉2+ ⋯ + 𝑉(n-1)) + 𝑗2𝜋𝑓𝐶1𝑉1……...(2.19)
𝐶1𝑉2+ 𝐶3(𝑉ln− 𝑉6− 𝑉5− ⋯ + 𝑉2)
= 𝐶2(𝑉6+ 𝑉5+ ⋯ + 𝑉2)………...…..…...(2.20)
Jika jumlah isolator piring sebanyak 6, maka Hukum Kirchoff akan memberikan persamaan sebanyak 5 persamaan. Dari banyak 5 persamaan diperoleh satu persamaan tegangan.
𝑉ln = 𝑉1+ 𝑉2+ 𝑉3+ ⋯ + 𝑉6 …………....……..(2.21)
Sehingga ada sebanyak 6 persamaan dengan 6 tegangan yang tidak diketahui. Dengan demikian 𝑉1, 𝑉2, 𝑉3, … … , 𝑉5, 𝑉6 dapat dihitung.
Nilai persentase distribusi tegangan pada tiap isolator piring ditentukan berdasarkan persamaan dibawah ini:
𝑉6 = 𝑉𝐴𝐴
𝑉𝐴𝑁 𝑥 100%...(2.22) 𝑉5 = 𝑉𝐴𝐴
𝑉𝐴𝐸 𝑥 100% − 𝑉6...(2.23) 𝑉4 = 𝑉𝐴𝐴
𝑉𝐴𝐷𝑥 100% − (𝑉6+ 𝑉5) ...(2.24) 𝑉3 = 𝑉𝐴𝐴
𝑉𝐴𝐶 𝑥 100% − (𝑉6+ 𝑉5+ 𝑉4)...(2.25) 𝑉2 = 𝑉𝐴𝐴
𝑉𝐴𝐵 𝑥 100% − (𝑉6+ 𝑉5+ 𝑉4+ 𝑉3)...(2.26) 𝑉1 = 100% − (𝑉6+ 𝑉5+ 𝑉4+ 𝑉3+ 𝑉2)...(2.27) Keterangan:
𝑉𝐴𝐴 = Tegangan standar sela bola pada saat tembus listrik
𝑉𝐴𝑁 = Tegangan terminal P pada A dan terminal Q pada N saat tembus listrik 𝑉𝐴𝐸 = Tegangan terminal P pada A dan terminal Q pada E saat tembus listrik 𝑉𝐴𝐷 = Tegangan terminal P pada A dan terminal Q pada D saat tembus listrik 𝑉𝐴𝐶 = Tegangan terminal P pada A dan terminal Q pada C saat tembus listrik 𝑉𝐴𝐵 = Tegangan terminal P pada A dan terminal Q pada B saat tembus listrik 𝑉1 = Persentase distribusi tegangan pada posisi 1 dari kawat fasa
𝑉2 = Persentase distribusi tegangan pada posisi 2 dari kawat fasa 𝑉3 = Persentase distribusi tegangan pada posisi 3 dari kawat fasa 𝑉4 = Persentase distribusi tegangan pada posisi 4 dari kawat fasa 𝑉5 = Persentase distribusi tegangan pada posisi 5 dari kawat fasa 𝑉6 = Persentase distribusi tegangan pada posisi N dari kawat fasa
2.5 Curah Hujan
Presipitasi adalah bentuk air cair atau bentuk air padat yang jatuh sampai permukaan tanah. Jika sebelum mencapai permukaan, partikel air atau kristal es menguap, disebut virga atau stalaktit. Bentuk presipitasi adalah hujan, gerimis, salju, dan batu es hujan. Hujan adalah bentuk presipitasi yang sering dijumpai di bumi dan di Indonesia yang dimaksud dengan presipitasi adalah curah hujan.[12]
Indonesia masuk dalaml kategori negara tropis dan memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Curah hujan yang terjadi di Indonesia berbentuk hujan.curah hujan. Rata-rata curah hujan tahunan di Indonesia berkisar antara 2.000-3000 mm [13].
Tabel 2.1 Kriteria Curah Hujan di Indonesia
Keadaan Air Hujan
Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
1 jam 24 jam
Hujan Ringan 1-5 5-20
Hujan Sedang 5-10 20-50
Hujan Lebat 10-20 50-100
Hujan Sangat lebat >20 >100
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departemen Teknik Elektro, Universitas Sumatera Utara. Penelitian akan dilaksanakan setelah proposal penelitian selesai dan disetujui. Lama penelitian direncanakan selama 3 (Tiga) bulan.
3.2 Prosedur Penelitian
Adapun prosedur yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Studi Literatur
Studi literature dilakukan dengan mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan topik penelitian yang terdiri dari buku-buku yang dimiliki oleh penulis atau dari perpustakaan, artikel-artikel, jurnal-jurnal, layanan internet, dan lain-lain.
2. Persiapan Alat dan Bahan
Untuk melakukan pengujian dibutuhkan peralatan-peralatan yang meliputi:
- 1 unit Auto Transformator seperti pada Gambar 3.1 Spesifikasi : 200/0-200volt; 10kVA
Gambar 3.1 Auto Transformator
- 1 unit Trafo uji seperti pada Gambar 3.2 Spesifikasi: 200/100.000Volt; 50Hz; 10kVA
Gambar 3.2 Trafo Uji - Elektroda bola-bola seperti Gambar 3.3
Spesifikasi: berbahan stainless steel
Gambar 3.3 Elektroda Bola-Bola - 1 unit tahanan peredam seperti pada Gambar 3.4
Spesifikasi: 10 MΩ
Gambar 3.4 Tahanan Peredam
- 1 unit Multimeter digital seperti pada Gambar 3.5 Spesifikasi: Tipe 3280-10F merek Hioki
Gambar 3.5 Multimeter Digital
- 1 unit barometer/ humiditymeter digital seperti pada Gambar 3.6
Spesifikasinya : merek Lutron PHB 318; range tekanan 7,5 – 825,0 mmHg; range kelembapan 10 – 110 % RH; range suhu 0 – 50 ˚C.
Gambar 3.6 Barometer/humiditymeter digital - 8 unit isolator piring gelas seperti pada Gambar 3.7
Spesifikasi isolator piring kaca dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 3.7 Isolator Piring Kaca
- 1 unit stub seperti pada Gambar 3.8
Gambar 3.8 Stub
- 1 unit mesin hujan buatan seperti pada Gambar 3.9
Gambar 3.9 Mesin Hujan Buatan
- Wadah penampung air hujan alami di sekitar Kec. Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara seperti pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Wadah Penampung Air Hujan 3. Pengujian objek uji
Pengujian dilakukan di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Universitas Sumatera Utara dengan rangkaian pengujian yang akan ditunjukan pada Gambar 3.11, Gambar 3.12 dan Lampiran 2.
Gambar 3.11 Rangkaian pengujian distribusi tegangan isolator rantai kondisi normal.
Gambar 3.12 Rangkaian pengujian distribusi tegangan isolator rantai dengan 1stub
Keterangan:
S1 = saklar CB S2= Saklar High Voltage Tes Set
Rp = Tahanan Pengujian TU = Trafo Uji AT = Auto Tranformator V = Voltmeter
4. Hasil
Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh hasil untuk setiap posisi stub. Saat terjadi kesalahan pencatatan data akibat peralatan, maka dilakukan kembali ke tahap persiapan peralatan. Data akan dicatat pada tabel seperti pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Hasil Percobaan KONDISI ISOLATOR
No. Terminal Tegangan Tembus Bola(Kv)
Percobaan Ke- V.Rata-rata
P Q 1 2 3 4 5
1 Posisi A Posisi A
2 Posisi A Posisi B
3 Posisi A Posisi C
4 Posisi A Posisi D
5 Posisi A Posisi E
6 Posisi A Posisi F
5. Kesimpulan dan saran
Dari pengujian dan analisa yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan dan saran.
Secara umum, prosedur penelitian dapat dilihat pada diagram alir (flowchart) pada Gambar 3.13.
Gambar 3.13 Diagram alir penelitian
3.3 Prosedur Pengujian
Adapun prosedur penelitian yang akan dilakukan dalam proposal ini adalah:
3.3.1 Pengujian Dalam Kondisi Normal
1. Isolator dicuci sampai bersih, kemudian dikeringkan selama 24 jam dengan ditutupi plastik agar tidak terjadi pencemaran.
2. Rangkai peralatan seperti Gambar 3.11 untuk kondisi normal.
3. Terminal P dihubungkan pada posisi A dan terminal Q dihubungkan pada posisi A secara bergantian hingga posisi F.
4. Jarak sela bola dibuat 0,2cm.
5. Saklar primer (S1) ditutup dan AT diatur hingga tegangan keluarannya nol.
6. Saklar sekunder (S2) ditutup.
7. Tegangan keluaran TU dinaikan secara bertahap dengan kecepatan 1kv/detik, samapi udara pada sela bola tembus listrik.
8. Saat terjadi tembus listrik, dicatat tegangan sekunder trafo uji dan saklar high voltage tes set (S2) segera dibuka.
9. Turunkan AT sampai keluarannya nol 10. Ulangi prosedur 6 s/d10 sebanyak 5 kali.
11. Prosedur selanjutnya diulangi untuk posisi terminal P tetap dan terminal Q berpindah pada posisi B, C, D sampai F.
12. Pengujian selesai.
3.3.2 Pengujian Dalam Kondisi Stub
1. Isolator dicuci sampai bersih, kemudian dikeringkan selama 24 jam dengan ditutupi plastik agar tidak terjadi pencemaran.
2. Rangkai peralatan seperti Gambar 3.12 untuk posisi kerusakan posisi 1 bergantian hingga posisi 5.
3. Terminal P dihubungkan pada posisi A dan terminal Q dihubungkan pada posisi A secara bergantian hingga posisi F.
4. Jarak sela bola dibuat 0,2cm.
5. Saklar primer (S1) ditutup dan AT diatur hingga tegangan keluarannya nol.
6. Saklar sekunder (S2) ditutup.
7. Isolator dihujani dengan intensitas pembasahan rendah.
8. Tegangan keluaran TU dinaikan secara bertahap dengan kecepatan 1kv/detik, samapi udara pada sela bola tembus listrik.
9. Pada saat bersamaan, tegangan V dicatat dan saklar S2 dibuka.
10. Turunkan AT sampai keluarannya nol.
11. Ulangi prosedur 6 s/d10 sebanyak 5 kali.
12. Prosedur selanjutnya diulangi untuk posisi terminal P tetap dan terminal Q berpindah pada posisi B, C, D sampai F.
13. Perlakukan hal yang sama dari prosedur 1 s/d 12 dilakukan kembali dengan posisi stub isolator berpindah pada posisi 2,3,4, sampai posisi isolator ke 5.
14. Pengujian selesai.
Secara umum, prosedur pengujian dapat dilihat pada diagram alir (flowchart) pada Gambar 3.14.
Gambar 3.14 Diagram Alir Prosedur Pengujian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Data hasil penelitian pengukuran distribusi tegangan didapatkan dengan percobaan di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Departemen Teknik Elektro USU dengan mengggunakan Pembangkit Tegangan Tinggi AC dengan jarak sela bola 2mm. Hasil dari percobaan penelitian untuk kondisi normal dan setiap posisi kerusakan/stub isolator dalam kondisi hujan intensitas rendah diperlihatkan pada Tabel 4.1 sampai dengan Tabel 4.9.
Tabel 4.1 Tegangan tembus sela bola pada kondisi normal.
KONDISI NORMAL
No. Terminal Tegangan Tembus Bola(Kv) Percobaan
Ke-
V.Rata-rata
P Q 1 2 3 4 5
1 Posisi A Posisi A 6.07 6.25 6.04 6.05 6.15 6.112 2 Posisi A Posisi B 14.21 14.13 14.29 14.39 14.3 14.264 3 Posisi A Posisi C 22.65 21.88 22.08 21.97 21.9 22.096 4 Posisi A Posisi D 30.24 29.94 30.33 30.3 29.96 30.154 5 Posisi A Posisi E 40.33 39.95 39.74 39.68 39.75 39.89 6 Posisi A Posisi F 53.8 53.6 53 52.5 53.1 53.2
Tabel 4.2 Tegangan tembus sela bola pada kondisi stub posisi 1 dengan hujan intensitass rendah.
KONDISI STUB POSISI 1
No. Terminal Tegangan Tembus Bola(Kv) Percobaan
Ke-
Tabel 4.3 Tegangan tembus sela bola pada kondisi stub posisi 2 dengan hujan intensitass rendah.
KONDISI STUB POSISI 2
No. Terminal Tegangan Tembus Bola(Kv) Percobaan
Ke- V.Rata
Tabel 4.4 Tegangan tembus sela bola pada kondisi stub posisi 3 dengan hujan intensitass rendah.
KONDISI STUB POSISI 3
No. Terminal Tegangan Tembus Bola(Kv) Percobaan
Ke-
Tabel 4.5 Tegangan tembus sela bola pada kondisi stub posisi 4 dengan hujan intensitass rendah.
KONDISI STUB POSISI 4
No. Terminal Tegangan Tembus Bola(Kv) Percobaan
Ke-
Tabel 4.6 Tegangan tembus sela bola pada kondisi stub posisi 5 dengan hujan intensitass rendah.
KONDISI STUB POSISI 5
No. Terminal Tegangan Tembus Bola(Kv) Percobaan
Ke-
4.2 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan
Nilai dari kapasitansi C1, C2, dan C3 sulit untuk dihitung sehingga perhitungan tegangan pada setiap unit isolator hasilnya kurang akurat. Oleh karena itu distribusi tegangan pada isolator rantai biasanya ditentukan dengan percobaan di laboratorium. Namun pada percobaan di laboratorium nilai C2 dan C3 diabaikan disebabkan arus bocor yang terjadi sangat kecil sehingga komponen kapasitansi yang diperhatikan adalah C1.
Air hujan memiliki tahanan yang lebih rendah dibandingkan dengan udara dikarenakan kontaminan yang terkandung di dalam air, sehingga saat kondisi hujan arus lebih mudah mengalir melalui air dibandingkan melalui udara sekitar. Pada saat hujan nilai resistansi permukaan isolator rantai akan turun yang disebabkan air hujan melapisi permukaan isolator. Demikian halnya pada isolator piring gelas yang mengalamai kerusakan juga menyebabkan penurunan nilai resistansi tetapi menyebabkan nilai kapasitansi isolator meningkat. Nilai tahanan permukaan isolator juga turun akibat jarak rambat yang semakin dekat.
Berdasarkan penurunan rumus 2.11 dapat dibuktikan bahwa dengan naiknya nilai C dan turunnya nilai R mengakibatkan impedansi isolator akan menjadi berkurang. Dengan mengasumsikan bahwa arus pada masing-masing isolator adalah sama, maka nilai tegangan pikul yang dimiliki isolator dapat didapatkan dengan menggunakan persamaan:
𝑉 = 𝐼. 𝑍 ………(4.1)
Persamaan diatas terbukti berdasarkan hasil percobaan bahwa tegangan tembus elektroda bola-bola akan turun ketika isolator dalam kondisi hujan ringan dan dihubungkan dengan stub. Hal tersebut disebabkan telah menurunnya nilai impedansi pada isolator, dimana pada persamaan diatas nilai impedansi berbanding lurus dengan nilai tegangan.
Dengan menggunakan persamaan (2.22) sampai dengan (2.27), maka diperoleh hasil distribusi tegangan seperti pada Tabel 4.7. Perhitungan distribusi tegangan ditunujkan pada Lampiran 3.
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Persentase
4.3 Analisis Perhitungan Distribusi Tegangan 4.3.1 Analisis Perbandingan Kondisi Normal
Gambar 4.1 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal Dari Gambar 4.1 ditunjukan bahwa persentase tegangan isolator 1 pada kondisi normal memikul tegangan lebih besar dibanding isolator lain. Besarnya persentase distribusi tegangan pada isolator 1 dikarenakan adanya kapasitansi sasar yang menyebabkan distribusi tegangan tidak merata.
4.3.2 Analisis Perbandingan Kondisi Normal Vs Stub Posisi 1
Dari Gambar 4.2 ditunjukan bahwa persentase tegangan isolator pada posisi 1 turun disebabkan isolator piring posisi 1 diganti dengan stub. Persentase tegangan isolator yang paling dekat dengan ground meningkat disebabkan air hujan yang menurunkan tahanan permukaan seluruh isolator. Penurunan persentase distribusi tegangan isolator posisi 1 sebesar 55.27% dari isolator kondisi normal.
57.15
57.15
Gambar 4.2 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal vs stub pada posisi 1.
4.3.3 Analisis Perbandingan Kondisi Normal Vs Stub Posisi 2
Gambar 4.3 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal vs stub pada posisi 2.
Dari Gambar 4.3 ditunjukan bahwa persentase tegangan isolator 1 turun disebabkan tahanan permukaan isolator 1 turun akibat air hujan yang membasahi isolator. Isolator posisi 2 mengalami penurunan distribusi tegangan disebabkan isolator piring posisi 2 diganti dengan stub, sehingga isolator 1 tingkat diatasnya mengalami peningkatan persentase distribusi tegangan. Penurunan persentase distribusi tegangan isolator posisi 2 sebesar 13.82% dari isolator kondisi normal.
57.15
4.3.4 Analisis Perbandingan Kondisi Normal Vs Stub Posisi 3
Gambar 4.4 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal vs stub pada posisi 3.
Dari Gambar 4.4 ditunjukan bahwa persentase tegangan isolator 1 turun disebabkan tahanan permukaan isolator 1 turun akibat air hujan yang membasahi isolator. Isolator posisi 3 mengalami penurunan distribusi tegangan disebabkan isolator piring posisi 3 diganti dengan stub, sehingga isolator 1 tingkat diatasnya mengalami peningkatan persentase distribusi tegangan. Penurunan persentase distribusi tegangan isolator posisi 3 sebesar 5.97% dari isolator kondisi normal.
4.3.5 Analisis Perbandingan Kondisi Normal Vs Stub Posisi 4
Dari Gambar 4.5 ditunjukan bahwa persentase tegangan isolator 1 turun disebabkan tahanan permukaan isolator 1 turun akibat air hujan yang membasahi isolator. Isolator posisi 4 mengalami penurunan distribusi tegangan disebabkan isolator piring posisi diganti dengan stub, sehingga isolator 1 tingkat diatasnya mengalami peningkatan persentase distribusi tegangan. Penurunan persentase distribusi tegangan isolator posisi 4 sebesar 3.97% dari isolator kondisi normal.
57.15
Kondisi Normal Vs Stub Posisi 5
Normal Stub Posisi 5
Gambar 4.5 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal vs stub pada posisi 4.
4.3.6 Analisis Perbandingan Kondisi Normal Vs Stub Posisi 5
Dari Gambar 4.6 ditunjukan bahwa persentase tegangan isolator 1 turun disebabkan tahanan permukaan isolator 1 turun akibat air hujan yang membasahi isolator. Isolator posisi 5 mengalami penurunan distribusi tegangan disebabkan isolator piring posisi diganti dengan stub, sehingga isolator 1 tingkat diatasnya mengalami peningkatan persentase distribusi tegangan. Penurunan persentase distribusi tegangan isolator posisi 5 sebesar 3% dari isolator kondisi normal.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Impedansi total isolator rantai menurun dikarenakan adanya stub sehingga nilai resistansi turun dan nilai kapasitansi meningkat. Demikian juga air hujan menyebabkan penurunan tahanan permukaan isolator.
2. Posisi stub semakin ke atas mendekati ground, maka tegangan yang dipikul stub semakin kecil. Tegangan terkecil dipikul stub
pada posisi 5 sebesar 0,83% dan terbesar pada posisi 1 sebesa 1,88%.
3. Hujan intensitas rendah yang membasahi isolator dan terpecahnya salah satu keping isolator (stub) pada isolator rantai mempengaruhi besarnya distribusi tegangan isolator rantai. Persentase distribusi tegangan isolator yang terdekat dengan konduktor menurun dan persentase distribusi tegangan isolator lain yang menuju ground akan meningkat.
5.2 Saran
Beberapa saran yang dapat dikemukakan pada penelitian diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut adalah :
1. Penelitian yang sama dapat dilakukan dengan menggunakan isolator terpolutan dan dengan menggunakan isolator berbahan porselen.
2. Penelitian yang sama dapat dilakukan dengan memperhitungkan nila C1, C2,
dan C3 agar memperoleh hasil yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
[1] N. A. Othman et al., “Characterization of charge distribution on the high voltage glass insulator string,” J. Electrostat., vol. 72, no. 4, pp. 315–321, 2014, doi: 10.1016/j.elstat.2014.05.003.
[2] J. He and R. S. Gorur, “Flashover of insulators in a wet environment,” IEEE Trans. Dielectr. Electr. Insul., vol. 24, no. 2, pp. 1038–1044, 2017, doi:
10.1109/TDEI.2017.005795.
[3] J. M. George, S. Prat, S. Tartier, and Z. Lodi, “Electrical Characteristics And Properties Of A Stub ( Damaged Toughened Glass Insulator ) OE1-03,” no.
OE1-03, pp. 1154–1159, 2013.
[4] N. A. Othman, M. A. M. Piah, and Z. Adzis, “Effect of broken skirts on voltage distribution along insulator strings,” Int. J. Simul. Syst. Sci. Technol., vol. 17, no. 41, pp. 16.1-16.4, 2017, doi: 10.5013/IJSSST.a.17.41.16.
[5] B. L. Tobing, Peralatan Tegangan Tinggi. Jakarta: Erlangga, 2012.
[6] K. M S, Naidu; V, High-voltage engineering, 5th ed., vol. 176, no. 6.
McGraw Hill Education (India), 2013.
[7] J. T. Burnham and R. J. Waidelich, “Gunshot damage to ceramic and nonceramic insulators,” IEEE Trans. Power Deliv., vol. 12, no. 4, pp. 1651–
1656, 1997, doi: 10.1109/61.634186.
[8] D. Suswanto, Sistem Distribusi Tenaga Listrik. Padang: Lembaga Universitas Negeri Padang, 2009.
[9] B. L. Tobing, Dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2012.
[10] E. Akbari and M. Mirzaie, “Investigating the effects of disc insulator type and corona ring on voltage distribution over 230-kV insulator string using 3-D FEM,” Int. J. Eng. Sci. Emerg. Technol., vol. 3, no. 1, pp. 1–8, 2012.
[11] S. Ilhan and A. Ozdemir, “Voltage distribution effects of non-uniform units in suspension strings,” 2007 IEEE Lausanne POWERTECH, Proc., pp. 801–
806, 2007, doi: 10.1109/PCT.2007.4538418.
[12] Bayong Tjasyono, Mikrofisika awan dan hujan. 2012.
[13] BMKG, “Kondisi cuaca ekstrem dan iklim tahun 2010-2011,” Press Release, pp. 7–9, 2010.
LAMPIRAN 1
Spesifikasi Isolator uji
LAMPIRAN 2
Dokumentasi Selama Pengujian
LAMPIRAN 3
Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan
Hasil Perhitungan Kondisi Normal
Hasil Perhitungan Kondisi Normal