SKRIPSI
PENGARUH POSISI STUB ISOLATOR TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR PIRING GELAS DALAM KONDISI CURAH HUJAN RENDAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro Sub Konsentrasi
Teknik Energi Listrik
Oleh
AGUNG ABRAHAM ARITONANG NIM : 150402093
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
ABSTRAK
Isolator rantai merupakan suatu peralatan penting dalam jaringan transmisi.
Keandalan suatu isolator sangat penting untuk mendukung penyaluran listrik pada jaringan transmisi. Keandalan isolator dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, cuaca, dan iklim. Hujan menyebabkan arus mengalir melalui air hujan pada permukaan isolator dikarenakan tahanan air hujan lebih rendah dari udara. Kerusakan pada isolator piring berbahan gelas akan meninggalkan cap dan pin yang disebut stub.
Pengaruh stub jarak rambat isolator semakin pendek dan menyebabkan terjadinya perubahan besaran distribusi tegangan pada tiap unit isolator piring. Pada penelitian ini dilakukan percobaan terhadap letak posisi stub yang berbeda dalam kondisi hujan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap distribusi tegangan. Percobaan ini menggunakan 6 unit isolator piring gelas dan 1 unit stub dengan menggunakan elektroda bola-bola sebesar 2mm. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa impedansi total pada unit isolator rantai yang memiki stub dalam kondisi hujan mengalami penurunan. Stub dalam kondisi hujan menyebabkan persentase distribusi tegangan yang berada satu tingkat dan posisi isolator yang menuju ground dari isolator
meningkat. 2. Posisi stub semakin ke atas mendekati ground, maka tegangan yang dipikul stub semakin kecil. Tegangan terkecil dipikul stub pada
posisi 5 sebesar 0,83% dan terbesar pada posisi 1 sebesa 1,88%.
Kata kunci : Isolator piring gelas, stub, distribusi tegangan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Tugas Akhir ini merupakan bagian kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir ini adalah :
“PENGARUH POSISI STUB ISOLATOR TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR PIRING GELAS DALAM KONDISI
CURAH HUJAN RENDAH”
Penulis mengetahui bahwa suksesnya pengerjaan Tugas Akhir ini adalah berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, yaitu :
1. Teruntuk keluarga, terutama kepada kedua orang tua, Gumonggom Tigor Aritonang dan Farida Napitupulu, saudara kandung penulis Hanny Margaretha dan Theresia Aritonang yang telah meberikan dukungan financial, moril, dan semangat kepada penulis.
2. Bapak Ir. Syafruddin HS, M.Sc, Ph.D selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Dr. Fahmi, S.T, M.Sc, Ph.D selaku Ketua Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Sumatera Utara
4. Bapak Ir. Arman Sani, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Ir. Hendra Zulkarnain, MT selaku Dosen Penguji I yang telah memberi masukan dan arahan selama proses tugas akhir ini.
6. Bapak Ferry Rahmat A. Bukit , ST, MT selaku Dosen Penguji II yang telah memberi masukan dan arahan selama proses tugas akhir ini.
7. Seluruh staf pengajar dan administrasi Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
8. Teruntuk yang sudah wisuda terlebih dahulu Ketty Shintia Panggabean S.Pd. Disaat aku merasa semua harapan tak terlihat, saat waktu dimana semua tampak tidak bertujuan, ada momen dimana aku hanya ingin menyerah namun tidak jadi, karena kau selalu hadir memberi semangat, aku(penulis) bersyukur. Terima kasih penyemangatku.
9. Teman-teman angkatan 2015 yang banyak memberikan masukan dan semangat selama penyusunan Tugas Akhir ini.
10. Teman-teman dan adik-adik Asisten Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi yang telah membantu selama pengambilan data.
11. Seluruh Abang dan Kakak senior serta adik-adik junior yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penyelesaian Tugas Akhir ini.
12. Serta untuk semua yang telah membantu dan mendukung penyelesaian Tugas Akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis dengan mengharapkan adanya kritik dan saran yang bertujuan untuk menyempurnakan dan memperkaya kajian Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, 30 Januari 2020 Penulis
Agung Abraham Aritonang NIM 150402093
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK……….………..i
KATA PENGANTAR……….…………...ii
DAFTAR ISI………..………iv
DAFTAR GAMBAR……….………vi
DAFTAR TABEL……….…..viii
BAB I PENDAHULUAN………...…1
1.1 Latar Belakang………...……1
1.2 Rumusan Masalah………..2
1.3 Tujuan Penelitian………...2
1.4 Batasan Masalah………....3
1.5 Manfaat Penelitian……….3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………...4
2.1 Isolator……….…..4
2.1.1 Umum………4
2.1.2 Isolator Piring……….4
2.1.3 Konstruksi Isolator Piring………....…..5
2.1.4 Bahan Dielektrik Isolator……….…..6
2.2 Tahanan Isolator……….……….…...9
2.2 Stub……….……….….11
2.3 Distribusi Tegangan Isolator Rantai……….……….…...15
2.4 Curah Hujan……….…………20
BAB III METODE PENELITIAN……….………21
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian……….……….21
3.2 Prosedur Penelitian ………..……...….21
3.3 Prosedur Pengujian……….…..27
3.3.1 Pengujian Dalam Kondisi Normal…...………..…...27
3.3.2 Pengujian Dalam Kondisi Stub………...28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………..31
4.1 Hasil Penelitian………31
4.2 Hasilperhitungan Perssentase Distribusi Tegangan……….……34
4.3 Analisis Perhitungan Distribusi Tegangan………..…….36
4.3.1 Analisis Perbandingan Kondisi Normal …………..……...….…36
4.3.2 Analisis Perbandingan Kondisi Normal Vs Stub Posisi 1………36
4.3.3 Analisis Perbandingan Kondisi Normal Vs Stub Posisi 2……....37
4.3.4 Analisis Perbandingan Kondisi Normal Vs Stub Posisi 3……....38
4.3.5 Analisis Perbandingan Kondisi Normal Vs Stub Posisi 4………38
4.3.6 Analisis Perbandingan Kondisi Normal Vs Stub Posisi 5………39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...40
5.1 Kesimpulan………..40
5.2 Saran……….40
DAFTAR PUSTAKA………..……….41
LAMPIRAN 1………...42
LAMPIRAN 2………...43
LAMPIRAN 3………...44
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Konstruksi Isolator Piring ……..……… 5
Gambar 2.2 Isolator Keramik……….…………7
Gambar 2.3 Isolator Gelas………….……….………8
Gambar 2.4 Arus Bocor Pada Permukaan Isolator………..………9
Gambar 2.5 Rangkaian ekivalen arus bocor isolator………...….……..10
Gambar 2.6 Rangkaian ekivalen arus bocor isolator…..…………...…..……..10
Gambar 2.7 Stub Isolator……….……..12
Gambar 2.8 Rangkaian Ekuivalen Isolator Piring………....13
Gambar 2.9 Rangkaian Ekuivalen Stub ………..………...…..14
Gambar2.10 Rangkaian ekuivalen isolator rantai………..……….16
Gambar 2.11 Rangkaian distribusi tegangan dengan metode Kirchoff…...…17
Gambar 3.1 Auto Transformator………...……21
Gambar 3.2 Trafo Uji………....…….22
Gambar 3.3 Elektroda Bola-Bola………..……….…..….22
Gambar 3.4 Tahanan Peredam……….…..……22
Gambar 3.5 Multimeter Digital………....23
Gambar 3.6 Barometer/humiditymeter digital………..……23
Gambar 3.7 Isolator Piring Kaca……….………..…23
Gambar 3.8 Stub ……….………..……24
Gambar 3.9 Mesin Hujan Buatan………...………..…24
Gambar 3.10 Wadah Penampung Air Hujan………..…24
Gambar 3.11 Rangkaian pengujian distribusi tegangan kondisi normal….……25
Gambar 3.12 Rangkaian pengujian distribusi tegangan kondisi stub...25
Gambar3.13 Diagram Alir Penelitian……….…27
Gambar3.14 Diagram Alir Prosedur Pengujian……….…………30
Gambar 4.1 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal . ………...….…...36
Gambar 4.2 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal vs stub pada posisi 1. ………..……..37
Gambar 4.3 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal vs stub pada posisi 2. ……….….……..37
Gambar 4.4 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal vs stub pada posisi 3. ……….…….…..38
Gambar 4.5 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal vs stub pada posisi 4. ………..…..39
Gambar 4.6 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal vs stub pada posisi 5. ……….…….…..39
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria Curah Hujan di Indonesia ……….……….……..20 Tabel 3.1 Hasil Percobaan ……….……..26 Tabel 4.1 Tegangan tembus sela bola pada kondisi normal………..…....31 Tabel 4.2 Tegangan tembus sela bola pada kondisi stub
posisi 1 dengan hujan intensitass rendah. ………..…....32 Tabel 4.3 Tegangan tembus sela bola pada kondisi stub
posisi 2 dengan hujan intensitass rendah. ………..………....32 Tabel 4.4 Tegangan tembus sela bola pada kondisi stub
posisi 3 dengan hujan intensitass rendah. ……….…....33 Tabel 4.5 Tegangan tembus sela bola pada kondisi stub
posisi 4 dengan hujan intensitass rendah. ………..…....33 Tabel 4.6 Tegangan tembus sela bola pada kondisi stub
posisi 5 dengan hujan intensitass rendah. ………...34
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan……….………..35
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada jaringan transmisi hantaran udara umumnya dijumpai isolator. Kinerja dari isolator sangat mempengaruhi keandalan sistem jaringan transmisi listrik.
Isolator rantai digunakan untuk mengisolasi antara konduktor fasa dengan manara dan menopang beban mekanik yang ditimbulkan oleh konduktor fasa. Hubungan setiap keping isolator dan isolator rantai dengan tiang menara membentuk susunan konduktor – dielektrik - konduktor yang merupakan suatu susunan kapasitor.
Susunan kapasitor ini menyebabkan distribusi tegangan pada setiap keping isolator piring menjadi tidak merata. Distribusi muatan yang tidak merata menyebabkan percepatan penuaan dan gangguan listrik[1].
Cuaca dan iklim akan mempengaruhi keandalan suatu isolator dan juga distribusi tegangan pada isolator rantai. Saat adanya pembasahan karena air hujan partikel air mengisi celah antara keping isolator dan meningkatkan nilai arus bocor pada isolator rantai[2]. Terjadinya arus bocor ini akan mengakibatkan lewat denyar(flashover) pada isolator dan hal tersebut dapat mengakibatkan piringan isolator akan mengalami kerusakan.
Kerusakan yang terjadi pada isolator berbeda-beda, pada isolator keramik akan mengalami pecah sebagian atau terkelupas, sementara pada isolator gelas hanya akan tertinggal cap dan pin disebut stub[3]. Penyebab kerusakan isolator dikarenakan pemuaian tidak merata, penumpukan secara mekanis, dan terjadinya tembus listrik. Pecahnya isolator tidak membuat isolator menjadi konduktor, ini dikarenakan adanya dielektrik yang tertinggal diantara pin dan cap yang masih
merekat karena adanya semen sebagai perekatnya. Peristiwa tersebut menyebabkan jarak rambat yang menjadi lebih pendek akibat lempeng piring isolator telah terpecah. Hal tersebut mempengaruhi formasi besarnya masing- masing distribusi tegangan yang dipikul akibat terpecahnya salah satu rentetan isolator pada setiap letak isolator piring gelas yang pecah[4].
Oleh karena itu pada tugas akhir ini akan dibahas bagaimana pengaruh dari posisi pecahnya isolator piring terhadap distribusi tegangan isolator rantai pada kondisi hujan. Tugas akhir ini diharapkan mendapat penjelasan tentang pengaruh posisi stub isolator terhadap distribusi tegangan isolator rantai dalam keadaan hujan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana pengaruh hujan terhadap distribusi tegangan isolator rantai pada setiap kepingnya?2.
Bagaimana distribusi tegangan isolator rantai dengan tiap posisi kerusakan yang berbeda dalam kondisi hujan?1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1.
Mengetahui pengaruh hujan terhadap distribusi tegangan apabila isolator piring pecah.2.
Mengetahui presentase distribusi tegangan yang dipikul oleh setiap keping isolator dalam kondisi hujan tiap posisi kerusakan berbeda.1.4 Batasan Masalah
Untuk menjaga agar pembahasan materi dalam penelitian tugas akhir ini lebih terarah dan maksimal dalam mencapai hasil yang diharapkan, maka penulis membuat beberapa batasan masalah yaitu.
1.
Isolator yang digunakan pada percobaan ini adalah isolator piring berbahan gelas/kaca.2.
Pengujian menggunakan 6 unit isolator piring gelas dimana kondisi isolator seragam.3.
Isolator piring yang pecah/ stub adalah hanya 1 unit..4.
Kondisi hujan yang ditiru adalah hujan berupa curah hujan dengan intensitas 1mm.5.
Air hujan yang digunakan adalah air hujan alami, dengan menampung air hujan di sekitar Kec. Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara.6.
Simulator hujan diletakkan tegak lurus terhadap isolator agar sesuai dengan kondisi hujan sesungguhnya, dengan mengabaikan pengaruh angin yang dapat mengubah arah tetesan air hujan.1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan penjelasan tentang pengaruh stub/pecah isolator terhadap distribusi tegangan isolator rantai kondisi basah dan memberikan kesempatan untuk mahasiswa mempelajarinya lebih lanjut.
BAB II DASAR TEORI
2.1 Isolator 2.1.1 Umum
Pada sistem transmisi dan distribusi hantaran udara, suatu konduktor dengan konduktor lainnya diisolir oleh udara, sedangkan konduktor dengan menara atau tiang pendukung diisolir dengan bahan isolasi padat yang disebut isolator. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi aliran arus yang tidak semestinya ada antara satu bagian dengan yang lainnya.
Adapun fungsi utama isolator adalah:
1. Untuk penyekat/mengisolasi penghantar dengan tanah dan antara penghantar dengan penghantar.
2. Untuk memikul beban mekanis yang disebabkan oleh berat penghantar dan/ atau gaya tarik penghantar.
3. Untuk menjaga agar jarak antar penghantar tetap (tidak berubah).
2.1.2 Isolator Piring
Dua konduktor yang dipisahkan oleh suatu dielektrik atau susunan
“konduktor-dielektrik-konduktor” merupakan suatu susunan kapasitor. Semua isolator merupakan dua konduktor yang diisolasi oleh suatu dielektrik. Pada
Dalam jaringan transmisi hantaran udara, isolator yang umumnya dipakai adalah isolator rantai yang terdiri dari beberapa isolator piring yang dihubung seri.
Jumlah piringan tersebut ditentukan oleh tingkat isolasi yang diperlukan dan tingkat polusi daerah yang dilaluinya.
2.1.3 Konstruksi Isolator Piring
Umumnya bagian utama isolator piring adalah dielektrik, kap, dan fitting.
Diantara dielektrik dengan kap dan dielektrik dengan fitting diberikan semen sebagai perekat. Konsttruksi isolator piring dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Konstruksi Isolator Piring
Persyaratan umum yang harus dipenuhi dalam merancang isolator adalah sebagai berikut:
1. Setiap lubang pada bahan isolasi harus memiliki sumbu yang sejajar dengan sumbu memanjang atau sumbu tegak isolator.
2. Isolator harus memiliki kekuatan mekanis yang tinggi untuk menahan beban konduktor, terpaan angin, dan lain lain.
3. Isolator harus terbuat dari bahan padat dan tidak memilik celah udara karena dapat menyebabkan peluahan sebagian.
4. Tidak memiliki lekukan yang runcing agar pada isolator tidak terjadi medan listrik yang tinggi.
5. Permukaan isolator harus licin dan bebas dari partikel-partikel runcing.
6. Tidak ada resiko meledak dan pecah
7. Isolator tidak boleh mengandung rongga udara, untuk menghindari terjadinya peluahaan sebagian.
8. Dimensi sirip dan jarak rambat diatur agar isolator mudah dibersihkan secara alami oleh air hujan atau pembersihan rutin.
9. Jarak rambat isolator harus diperbesar, jika isolator pada kawasan yang dihuni banyak burung.
10. Bahan perekat harus memiliki kekuatan adhesi yang tinggi.
2.1.4 Bahan Dielektrik Isolator
Bahan dielektrik adalah suatu bahan yang memiliki daya hantar arus yang sangat kecil atau bahkan hampir tidak ada. Bahan dielektrik ini dapat berwujud padat, cair dan gas. Ketika bahan ini berada dalam medan listrik, muatan listrik yang terkandung di dalamnya tidak mengalami pergerakan sehingga tidak akan timbul arus seperti bahan konduktor ataupun semikonduktor, tetapi hanya sedikit bergeser dari posisi setimbangnya yang mengakibatkan terciptanya pengutuban dielektrik.
Fungsi dari bahan listrik dielektrik diantaranya:
- Menyimpan energi (dalam bentuk muatan) misalnya pada kapasitor.
- Memisahkan bagian bertegangan dengan bagian yang tidak bertegangan (isolator). Misal: plastik, celah udara, mika, gelas, porselen, kayu, karet, dan lain-lain.
Bahan dielektrik isolator banyak berbahan organic dan anorganik, bahan anorgnaik yang biasa digunakan sebagai bahan dielektrik isolator adalah keramik dan kaca, sementara bahan organik yang biasa digunakan adalah Polivinil Chloride (PVC), polyethylene (PE) atau Cross-Linked polyethylene (XLPE). Kertas Kraft, karet alam, karet silikon dan karet polypropylene [5][6].
Adapun beberapa bahan dielektrik isolator yang paling sering digunakan pada isolator piring yaitu:
1. Porselen
Bahan dielektrik untuk isolator umumnya adalah porselen, karena kekuatan dielektriknya tinggi dan tidak dipengaruhi oleh kondisi udara disekitarnya. Sampel uji porselen yang tebalnya 1,5 mm, dalam medan elektrik seragam, mempunyai kekuatan dielektrik sebesar 22-28 kVrms/mm. Jika tebal porselen bertambah maka kekuatan elektriknya berkurang, karena medan elektrik didalam isolator semakin tidak seragam. Bila tebal bertambah dari 10 mm hingga 30 mm, kekuatan dielektrik berkurang dari 80 kVrms/mm menjadi 55 kVrms/mm. Kekuatan mekanik porselen bergantung pada cara pembuatannya. Kekuatan mekanik porselen suatu isolator bergantung pada konstruksi jepitan, cara menghubungkan porselen dengan jepitan, dan luas penampang porselen. Kekuatan mekanik porselen berkurang dengan penambahan luas penampang porselen dan pengurangan itu lebih besar pada kekuatan mekanik beban tarik dan beban tekuk. Isolator berbahan porselen dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Isolator Keramik
2. Gelas/Kaca
Isolator gelas lebih murah daripada porselen, sedangkan karakteristik elektrik mekanisnya tidak jauh berbeda dari isolator porselen. Karakteristik elektrik dan mekanik dari isolator gelas bergantung pada kandungan alkali pada isolator tersebut. Semakin tinggi kandungan alkali pada isolator maka kemampuan dielektrik isolator akan semakin menurun hal ini dikarenakan isolator memiliki konduktivitas lebih tinggi.
Kekuatan dielektrik gelas alkali tinggi adalah 17,9 kVrms/mm sedangkan kemampuan dielektrik gelas alkali rendah adalah 48 kVrms/mm. Jika isolator gelas dipasangkan pada suatu sistem tegangan arus searah, arus bocor pada isolator tersebut menimbulkan penguraian kimiawi pada gelas. Hal ini akan menyebabkan penurunan kemampuan isolasi gelas. Pada tegangan bolak-balik, penguraian kimiawi karena arus bocor secara praktis tidak terjadi, sehingga penuaan isolator akibat arus bocor berlangsung lebih lama. Berdasarkan proses pembuatannya isolator gelas dibagi menjadi dua yaitu gelas yang dikuatkan (annealed glass) dan gelas yang dikeraskan (hardened glass). Isolator berbahan gelas dapat dilihat pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Isolator Gelas
2.2 Tahanan Isolator
Apabila isolator memikul tegangan searah, maka arus akan mengalir melalui permukaan dan bagian dalam isolator. Arus yang melalui permukaan disebut arus permukaan. Sedangkan hambatan yang dialami arus ini disebut tahanan permukaan.
Arus yang melalui bagian dalam isolator disebut arus volume dan hambatan yang dialami arus tersebut disebut tahanan volume. Besarnya tahanan volume dipengaruhi oleh bahan isolator yang digunakan. Sedangkan besarnya tahanan permukaan dipengaruhi oleh kondisi dari permukaan isolator. Jumlah arus volume dan arus permukaan disebut arus bocor. Pada Gambar 2.4 ditunjukkan arus permukaan, arus volume dan arus kapasitif yang mengalir pada suatu isolator
Gambar 2.4 Arus Bocor Pada Permukaan Isolator
Jika tegangan yang dipikul isolator adalah tegangan AC, maka selain kedua jenis arus tersebut, pada isolator juga mengalir arus kapasitif. Arus kapasitif terjadi karena adanya kapasitansi yang dibentuk isolator dengan elektroda. Rangkaian listrik ekivalen suatu isolator ditunjukkan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Rangkaian ekivalen arus bocor isolator
Menurut Gambar 2.5 arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator adalah sebesar :
IB = IP + IV + Ic ………(2.1)
Karena tahanan volume relatif besar dibandingkan dengan tahanan permukaan, maka menyebabkan arus volume dapat diabaikan. Sehingga, arus bocor total menjadi :
IB = IP + Ic ………(2.2) Dengan demikian, tahanan ekivalen isolator menjadi seperti pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Rangkaian ekivalen arus bocor pada isolator.
Keterangan:
Ip = arus permukaan isolator.
IV = arus volume isolator.
Ic = arus kapasitif yang timbul pada isolator.
IB = arus bocor isolator.
Rp = tahanan permukaan pada isolator.
Rv = tahanan volume pada isolator.
C = kapasitansi disekitar isolator.
Tahanan permukaan isolator dapat bervariasi, bergantung pada material yang menempel pada permukaan isolator. Keadaan iklim, daerah pemasangan isolator serta kelembaban udara menjadi faktor yang mempengaruhi besar dari tahanan permukaan isolator. Polutan yang menempel pada permukaan isolator akan menyebabkan tahanan permukaan isolator turun dan meningkatkan besar arus permukaan yang mengalir pada permukaan isolator sehingga arus bocor semakin besar.
2.3 Stub
Pada isolator piring berbahan kaca maupun porselen saat terjadi peristiwa abnormal, maka akan terjadi kerusakan pada lempeng isolator tersebut. Isolator piring dengan bahan porselen akan mengalami pecah dengan potongan besar yang berukuran acak. Isolator piring dengan bahan gelas ketika pecah akan meninggalkan cap dan pin isolator yang direkatkan oleh semen diantara keduanya.
Kondisi isolator berbahan gelas ini disebut dengan stub. Peristiwa ini meyebabkan jarak rambat yang semakin dekat antar dua lempengan logam pemisah sehingga
tahanan permukaan isolasi menjadi berkurang. Tahanan isolasi tersebut akan menyebabkan kenaikan arus bocor pada permukaan isolator sehingga memungkinkan terjadinya external arc[3]. Adapun stub isolator ditunjukan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Stub Isolator
Pada isolator piring dapat terjadi kerusakan yang diakibatkan oleh[7][8]:
- Unsur isolasi yang sudah tua, penuaan isolator disebabkan oleh besarnya tegangan yang dipikul isolator.
- Tembakan senapan
- Gangguan mekanis, seperti terkena benturan atau hentakan yang keras.
- Kesalahan dalam pemasangan.
- Pemuaian yang tidak merata dan kontraksi yang terjadi di dalam semen, baja, dan bahan dielektrik. Kegagalan ini juga bisa disebabkan pergantian musim yang mencolok dan pemanasan lebih.
- Ketidakmurnian bahan isolasi. Di tempat yang mengalami ketidakmurnian bahan isolasi pun akan terjadi kebocoran.
- Tembus listrik (break down) dan lewat denyar (flashover). Lewat denyar, yaitu pelepasan muatan destruktif (bersifat merusak) yang melintasi pada seluruh bagian permukaan isolator
Tahanan permukaan isolator dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, maka tahanan permukaan dianggap sebagai sesuatu yang nilainya tidak tetap. Rangkaian ekuivalen pada kondisi kering dan bersih dapat digambarkan pada Gambar 2.8a, dan dikarenakan tahanan isolator sangat tinggi, maka rangkaian ekivalen dapat digambarkan pada Gambar 2.8b.
(a) Full circuit (b) Simplified circuit Gambar 2.8 Rangkaian Ekuivalen Isolator Piring
Nilai kapasitansi dan resistansi akan berubah karena adanya stub. Stub akan mengakibatkna timbulnya Cs dan Rs, Cs yaitu kapasitansi tambahan dan Rs yaitu tahanan yang timbul di dalam isolator. Rangakaian ekuivalen akibat stub ditunjukan pada Gambar 2.9 Sehingga besar komponen C dan R didefenisikan menjadi:
𝐶 = 𝐶𝑜+ 𝐶𝑠………...…..(2.3)
1
𝑅 = 1
𝑅𝑜+ 1
𝑅𝑠………...(2.4) Dimana: Cs = kapasitansi tambahan
Rs = Tahanan yang timbul di dalam isolator.
Gambar 2.9 Rangkaian Ekuivalen Stub
Nilai impedansi total dapat diturunkan sesuai dengan persamaan (2.3) dan (2.4).
𝑅 =
𝑅𝑆.𝑅𝑂𝑅𝑆+ 𝑅𝑂
…...………..…...(2.5)
Dimana,
𝑋
𝐶=
1𝑗𝜔𝑐………..………..….(2.6)
Impedansi total pada stub adalah:
1
𝑍
=
1𝑋𝐶
+
1𝑅……….…….(2.7)
Z =
𝑋𝐶.𝑅𝑋𝐶+𝑅………..………....…(2.8)
Z =
1
jωc . RS.Ro
RS+Ro 1
jωc + RS.Ro
RS+Ro
………..……..(2.9)
Z =
1
jω(Co+Cs) . Rs.Ro
Rs+Ro 1
jω(Co+Cs) + Rs.Ro
Rs+Ro
…
………..……...(2.10)Z =
Rs.RoRs+Ro+ jω(Co+Cs)(Rs.Ro)………..….(2.11)
2.4 Distribusi Tegangan Isolator Rantai
Isolator rantai adalah merupakan kumpulan dari beberapa isolator piring yang disusun secara berantai sehingga menjadi satu kesatuan isolator.
Dua konduktor yang dipisahkan oleh suatu dielektrik atau susunan
“konduktor-dielektrik-konduktor” merupakan suatu susunan kapasitor. Semua isolator merupakan dua konduktor yang dipisahkan oleh suatu medium dielektrik.
Oleh karena itu, suatu isolator merupakan suatu kapasitor. Pin isolator dengan menara dan pin dengan konduktor transmisi membentuk susunan kapasitor.
Kehadiran kedua kapasitansi terakhir mengakibatkan distribusi tegangan rantai tidak merata. Isolator tersebut membentuk suatu susunan “konduktor-dielektrik- konduktor” susunan ini dibentuk oleh [9] :
1. Jepitan logam isolator-dielektrik-isolator jepitan logam dibawahnya.
Susunan ini membentuk kapasitansi sendiri isolator (C1).
2. Jepitan logam isolator-udara-menara. Susunan ini membentuk kapasitansi jepitan logam isolator dengan menara yang ditanahkan (C2). Kapasitansi ini disebut kapasitansi tegangan rendah
3. Jepitan logam isolator-udara-konduktor transmisi. Susunan ini membentuk kapasitansi jepitan logam dengan konduktor tegangan tinggi, dan disebut kapasitansi tegagan tinggi (C3).
Perbedaan bahan pada unit isolator rantai mempengaruhi distribusi tegangan pada isolator rantai. Isolator rantai dengan bahan kaca memiliki distribusi tegangan yang lebih merata dibandingkan dengan berbahan porselen[10].
Gambar2.10 Rangkaian ekuivalen isolator rantai
Pada Gambar 2.10 terlihat adanya C2 dan C3 yang diperlihatkan rangkaian ekuivalen isolator rantai, maka tegangan pada setiap keping isolator yang pada awalnya sama rata menjadi berbeda-beda[11]. Metode yang digunakan untuk menghitung distribusi tegangan adalah metode Hukum Kirchoff.
Gambar 2.11 Rangkaian distribusi tegangan isolator rantai dengan metode Kirchoff
Pada Gambar 2.11 diperlihatkan arah arus untuk setiap titik.
Hukum Kirchoff pada titik 6 adalah :
𝑖
16+ 𝑖
36= 𝑖
26+ 𝑖
15 ……….…...(2.12) Jika tegangan pada suatu C adalah V dan frekuensi tegangan adalah f, maka arus pada suatu kapasitor dirumuskan dengan 𝑖c= 2𝜋𝑓CV,maka rumus persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:𝑗2𝜋𝑓𝐶1𝑉6+ 𝑗2𝜋𝑓𝐶3(𝑉ln− 𝑉6) = 𝑗2𝜋𝑓𝐶2𝑉6+ 𝑗2𝜋𝑓𝐶1𝑉5……….(2.13)
𝐶1𝑉6+ 𝐶3(𝑉ln− 𝑉6) = 𝐶2 𝑉6+ 𝐶1𝑉5 …..…...….…(2.14)
Hukum Kirchoff pada titik 5 adalah:
𝑖
15+ 𝑖
35= 𝑖
25+ 𝑖
14……….…..…..(2.15)𝑗2𝜋𝑓𝐶1𝑉5+ 𝑗2𝜋𝑓𝐶3(𝑉ln− 𝑉6− 𝑉5) = 𝑗2𝜋𝑓𝐶2(𝑉6+ 𝑉5) + 𝑗2𝜋𝑓𝐶1𝑉4...(2.16)
𝐶1𝑉5+ 𝐶3(𝑉ln− 𝑉6− 𝑉5) = 𝐶2(𝑉1+ 𝑉2) + 𝐶1𝑉4...(2.17) Hukum Kirchoff pada titik 2 adalah:
𝑖
12+ 𝑖
32= 𝑖
22+ 𝑖
11……..…...(2.18)𝑗2𝜋𝑓𝐶1𝑉2+ 𝑗2𝜋𝑓𝐶3(𝑉ln− 𝑉6− 𝑉5− ⋯ − 𝑉2)
= 𝑗2𝜋𝑓𝐶2(𝑉1+ 𝑉2+ ⋯ + 𝑉(n-1)) + 𝑗2𝜋𝑓𝐶1𝑉1……...(2.19)
𝐶1𝑉2+ 𝐶3(𝑉ln− 𝑉6− 𝑉5− ⋯ + 𝑉2)
= 𝐶2(𝑉6+ 𝑉5+ ⋯ + 𝑉2)………...…..…...(2.20)
Jika jumlah isolator piring sebanyak 6, maka Hukum Kirchoff akan memberikan persamaan sebanyak 5 persamaan. Dari banyak 5 persamaan diperoleh satu persamaan tegangan.
𝑉ln = 𝑉1+ 𝑉2+ 𝑉3+ ⋯ + 𝑉6 …………....……..(2.21)
Sehingga ada sebanyak 6 persamaan dengan 6 tegangan yang tidak diketahui. Dengan demikian 𝑉1, 𝑉2, 𝑉3, … … , 𝑉5, 𝑉6 dapat dihitung.
Nilai persentase distribusi tegangan pada tiap isolator piring ditentukan berdasarkan persamaan dibawah ini:
𝑉6 = 𝑉𝐴𝐴
𝑉𝐴𝑁 𝑥 100%...(2.22) 𝑉5 = 𝑉𝐴𝐴
𝑉𝐴𝐸 𝑥 100% − 𝑉6...(2.23) 𝑉4 = 𝑉𝐴𝐴
𝑉𝐴𝐷𝑥 100% − (𝑉6+ 𝑉5) ...(2.24) 𝑉3 = 𝑉𝐴𝐴
𝑉𝐴𝐶 𝑥 100% − (𝑉6+ 𝑉5+ 𝑉4)...(2.25) 𝑉2 = 𝑉𝐴𝐴
𝑉𝐴𝐵 𝑥 100% − (𝑉6+ 𝑉5+ 𝑉4+ 𝑉3)...(2.26) 𝑉1 = 100% − (𝑉6+ 𝑉5+ 𝑉4+ 𝑉3+ 𝑉2)...(2.27) Keterangan:
𝑉𝐴𝐴 = Tegangan standar sela bola pada saat tembus listrik
𝑉𝐴𝑁 = Tegangan terminal P pada A dan terminal Q pada N saat tembus listrik 𝑉𝐴𝐸 = Tegangan terminal P pada A dan terminal Q pada E saat tembus listrik 𝑉𝐴𝐷 = Tegangan terminal P pada A dan terminal Q pada D saat tembus listrik 𝑉𝐴𝐶 = Tegangan terminal P pada A dan terminal Q pada C saat tembus listrik 𝑉𝐴𝐵 = Tegangan terminal P pada A dan terminal Q pada B saat tembus listrik 𝑉1 = Persentase distribusi tegangan pada posisi 1 dari kawat fasa
𝑉2 = Persentase distribusi tegangan pada posisi 2 dari kawat fasa 𝑉3 = Persentase distribusi tegangan pada posisi 3 dari kawat fasa 𝑉4 = Persentase distribusi tegangan pada posisi 4 dari kawat fasa 𝑉5 = Persentase distribusi tegangan pada posisi 5 dari kawat fasa 𝑉6 = Persentase distribusi tegangan pada posisi N dari kawat fasa
2.5 Curah Hujan
Presipitasi adalah bentuk air cair atau bentuk air padat yang jatuh sampai permukaan tanah. Jika sebelum mencapai permukaan, partikel air atau kristal es menguap, disebut virga atau stalaktit. Bentuk presipitasi adalah hujan, gerimis, salju, dan batu es hujan. Hujan adalah bentuk presipitasi yang sering dijumpai di bumi dan di Indonesia yang dimaksud dengan presipitasi adalah curah hujan.[12]
Indonesia masuk dalaml kategori negara tropis dan memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Curah hujan yang terjadi di Indonesia berbentuk hujan.curah hujan. Rata-rata curah hujan tahunan di Indonesia berkisar antara 2.000-3000 mm [13].
Tabel 2.1 Kriteria Curah Hujan di Indonesia
Keadaan Air Hujan
Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
1 jam 24 jam
Hujan Ringan 1-5 5-20
Hujan Sedang 5-10 20-50
Hujan Lebat 10-20 50-100
Hujan Sangat lebat >20 >100
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departemen Teknik Elektro, Universitas Sumatera Utara. Penelitian akan dilaksanakan setelah proposal penelitian selesai dan disetujui. Lama penelitian direncanakan selama 3 (Tiga) bulan.
3.2 Prosedur Penelitian
Adapun prosedur yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Studi Literatur
Studi literature dilakukan dengan mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan topik penelitian yang terdiri dari buku-buku yang dimiliki oleh penulis atau dari perpustakaan, artikel-artikel, jurnal-jurnal, layanan internet, dan lain-lain.
2. Persiapan Alat dan Bahan
Untuk melakukan pengujian dibutuhkan peralatan-peralatan yang meliputi:
- 1 unit Auto Transformator seperti pada Gambar 3.1 Spesifikasi : 200/0-200volt; 10kVA
Gambar 3.1 Auto Transformator
- 1 unit Trafo uji seperti pada Gambar 3.2 Spesifikasi: 200/100.000Volt; 50Hz; 10kVA
Gambar 3.2 Trafo Uji - Elektroda bola-bola seperti Gambar 3.3
Spesifikasi: berbahan stainless steel
Gambar 3.3 Elektroda Bola-Bola - 1 unit tahanan peredam seperti pada Gambar 3.4
Spesifikasi: 10 MΩ
Gambar 3.4 Tahanan Peredam
- 1 unit Multimeter digital seperti pada Gambar 3.5 Spesifikasi: Tipe 3280-10F merek Hioki
Gambar 3.5 Multimeter Digital
- 1 unit barometer/ humiditymeter digital seperti pada Gambar 3.6
Spesifikasinya : merek Lutron PHB 318; range tekanan 7,5 – 825,0 mmHg; range kelembapan 10 – 110 % RH; range suhu 0 – 50 ˚C.
Gambar 3.6 Barometer/humiditymeter digital - 8 unit isolator piring gelas seperti pada Gambar 3.7
Spesifikasi isolator piring kaca dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 3.7 Isolator Piring Kaca
- 1 unit stub seperti pada Gambar 3.8
Gambar 3.8 Stub
- 1 unit mesin hujan buatan seperti pada Gambar 3.9
Gambar 3.9 Mesin Hujan Buatan
- Wadah penampung air hujan alami di sekitar Kec. Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara seperti pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Wadah Penampung Air Hujan 3. Pengujian objek uji
Pengujian dilakukan di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Universitas Sumatera Utara dengan rangkaian pengujian yang akan ditunjukan pada Gambar 3.11, Gambar 3.12 dan Lampiran 2.
Gambar 3.11 Rangkaian pengujian distribusi tegangan isolator rantai kondisi normal.
Gambar 3.12 Rangkaian pengujian distribusi tegangan isolator rantai dengan 1stub
Keterangan:
S1 = saklar CB S2= Saklar High Voltage Tes Set
Rp = Tahanan Pengujian TU = Trafo Uji AT = Auto Tranformator V = Voltmeter
4. Hasil
Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh hasil untuk setiap posisi stub. Saat terjadi kesalahan pencatatan data akibat peralatan, maka dilakukan kembali ke tahap persiapan peralatan. Data akan dicatat pada tabel seperti pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Hasil Percobaan KONDISI ISOLATOR
No. Terminal Tegangan Tembus Bola(Kv)
Percobaan Ke- V.Rata- rata
P Q 1 2 3 4 5
1 Posisi A Posisi A
2 Posisi A Posisi B
3 Posisi A Posisi C
4 Posisi A Posisi D
5 Posisi A Posisi E
6 Posisi A Posisi F
5. Kesimpulan dan saran
Dari pengujian dan analisa yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan dan saran.
Secara umum, prosedur penelitian dapat dilihat pada diagram alir (flowchart) pada Gambar 3.13.
Gambar 3.13 Diagram alir penelitian
3.3 Prosedur Pengujian
Adapun prosedur penelitian yang akan dilakukan dalam proposal ini adalah:
3.3.1 Pengujian Dalam Kondisi Normal
1. Isolator dicuci sampai bersih, kemudian dikeringkan selama 24 jam dengan ditutupi plastik agar tidak terjadi pencemaran.
2. Rangkai peralatan seperti Gambar 3.11 untuk kondisi normal.
3. Terminal P dihubungkan pada posisi A dan terminal Q dihubungkan pada posisi A secara bergantian hingga posisi F.
4. Jarak sela bola dibuat 0,2cm.
5. Saklar primer (S1) ditutup dan AT diatur hingga tegangan keluarannya nol.
6. Saklar sekunder (S2) ditutup.
7. Tegangan keluaran TU dinaikan secara bertahap dengan kecepatan 1kv/detik, samapi udara pada sela bola tembus listrik.
8. Saat terjadi tembus listrik, dicatat tegangan sekunder trafo uji dan saklar high voltage tes set (S2) segera dibuka.
9. Turunkan AT sampai keluarannya nol 10. Ulangi prosedur 6 s/d10 sebanyak 5 kali.
11. Prosedur selanjutnya diulangi untuk posisi terminal P tetap dan terminal Q berpindah pada posisi B, C, D sampai F.
12. Pengujian selesai.
3.3.2 Pengujian Dalam Kondisi Stub
1. Isolator dicuci sampai bersih, kemudian dikeringkan selama 24 jam dengan ditutupi plastik agar tidak terjadi pencemaran.
2. Rangkai peralatan seperti Gambar 3.12 untuk posisi kerusakan posisi 1 bergantian hingga posisi 5.
3. Terminal P dihubungkan pada posisi A dan terminal Q dihubungkan pada posisi A secara bergantian hingga posisi F.
4. Jarak sela bola dibuat 0,2cm.
5. Saklar primer (S1) ditutup dan AT diatur hingga tegangan keluarannya nol.
6. Saklar sekunder (S2) ditutup.
7. Isolator dihujani dengan intensitas pembasahan rendah.
8. Tegangan keluaran TU dinaikan secara bertahap dengan kecepatan 1kv/detik, samapi udara pada sela bola tembus listrik.
9. Pada saat bersamaan, tegangan V dicatat dan saklar S2 dibuka.
10. Turunkan AT sampai keluarannya nol.
11. Ulangi prosedur 6 s/d10 sebanyak 5 kali.
12. Prosedur selanjutnya diulangi untuk posisi terminal P tetap dan terminal Q berpindah pada posisi B, C, D sampai F.
13. Perlakukan hal yang sama dari prosedur 1 s/d 12 dilakukan kembali dengan posisi stub isolator berpindah pada posisi 2,3,4, sampai posisi isolator ke 5.
14. Pengujian selesai.
Secara umum, prosedur pengujian dapat dilihat pada diagram alir (flowchart) pada Gambar 3.14.
Gambar 3.14 Diagram Alir Prosedur Pengujian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Data hasil penelitian pengukuran distribusi tegangan didapatkan dengan percobaan di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Departemen Teknik Elektro USU dengan mengggunakan Pembangkit Tegangan Tinggi AC dengan jarak sela bola 2mm. Hasil dari percobaan penelitian untuk kondisi normal dan setiap posisi kerusakan/stub isolator dalam kondisi hujan intensitas rendah diperlihatkan pada Tabel 4.1 sampai dengan Tabel 4.9.
Tabel 4.1 Tegangan tembus sela bola pada kondisi normal.
KONDISI NORMAL
No. Terminal Tegangan Tembus Bola(Kv) Percobaan
Ke- V.Rata-
rata
P Q 1 2 3 4 5
1 Posisi A Posisi A 6.07 6.25 6.04 6.05 6.15 6.112 2 Posisi A Posisi B 14.21 14.13 14.29 14.39 14.3 14.264 3 Posisi A Posisi C 22.65 21.88 22.08 21.97 21.9 22.096 4 Posisi A Posisi D 30.24 29.94 30.33 30.3 29.96 30.154 5 Posisi A Posisi E 40.33 39.95 39.74 39.68 39.75 39.89 6 Posisi A Posisi F 53.8 53.6 53 52.5 53.1 53.2
Tabel 4.2 Tegangan tembus sela bola pada kondisi stub posisi 1 dengan hujan intensitass rendah.
KONDISI STUB POSISI 1
No. Terminal Tegangan Tembus Bola(Kv) Percobaan
Ke- V.Rata-
rata
P Q 1 2 3 4 5
1 Posisi A Posisi A 6.14 5.81 6.17 6.05 6.06 6.046 2 Posisi A Posisi B 6.12 6.15 6.21 6.18 6.15 6.162 3 Posisi A Posisi C 12.01 11.69 12.14 12.3 12.22 12.072 4 Posisi A Posisi D 15.87 16.76 15.81 16.23 16.49 16.232 5 Posisi A Posisi E 19.75 18.36 19.27 21.75 21.7 20.166 6 Posisi A Posisi F 27.87 25.06 26.74 24.89 26.8 26.272
Tabel 4.3 Tegangan tembus sela bola pada kondisi stub posisi 2 dengan hujan intensitass rendah.
KONDISI STUB POSISI 2
No. Terminal Tegangan Tembus Bola(Kv) Percobaan
Ke- V.Rata
P Q 1 2 3 4 5
1 Posisi A Posisi A 6.04 5.83 5.89 6.16 5.95 5.974 2 Posisi A Posisi B 12.43 12.54 11.9 11.64 11.34 11.97 3 Posisi A Posisi C 11.5 12.22 12.7 12.7 12.42 12.308 4 Posisi A Posisi D 17.65 17.65 18.01 18.26 17.4 17.794 5 Posisi A Posisi E 20.81 19.56 21.59 19.62 19.75 20.266 6 Posisi A Posisi F 26.87 28.22 28.12 27.89 27.9 27.8
Tabel 4.4 Tegangan tembus sela bola pada kondisi stub posisi 3 dengan hujan intensitass rendah.
KONDISI STUB POSISI 3
No. Terminal Tegangan Tembus Bola(Kv) Percobaan
Ke- V.Rata-
rata
P Q 1 2 3 4 5
1 Posisi A Posisi A 6.18 6.06 6 6.19 6.04 6.094 2 Posisi A Posisi B 11.42 11.55 12.25 11.7 11.29 11.642 3 Posisi A Posisi C 16.67 16.43 17.21 16.27 16.2 16.556 4 Posisi A Posisi D 17.71 17.46 16.58 17.11 17.23 17.218 5 Posisi A Posisi E 23.41 25.28 25.69 24.67 24.89 24.788 6 Posisi A Posisi F 29.93 30.62 31.66 29.43 29.64 30.256
Tabel 4.5 Tegangan tembus sela bola pada kondisi stub posisi 4 dengan hujan intensitass rendah.
KONDISI STUB POSISI 4
No. Terminal Tegangan Tembus Bola(Kv) Percobaan
Ke- V.Rata-
rata
P Q 1 2 3 4 5
1 Posisi A Posisi A 5.9 5.86 5.83 5.76 5.98 5.866 2 Posisi A Posisi B 11 10.96 10.92 10.64 10.64 10.832 3 Posisi A Posisi C 16.68 16.85 16.6 15.4 15.34 16.174 4 Posisi A Posisi D 21.15 19.75 20.75 20.25 19.25 20.23 5 Posisi A Posisi E 20.92 21.2 21.1 20.92 20.56 20.94 6 Posisi A Posisi F 29.64 28.77 28.98 29.12 28.65 29.032
Tabel 4.6 Tegangan tembus sela bola pada kondisi stub posisi 5 dengan hujan intensitass rendah.
KONDISI STUB POSISI 5
No. Terminal Tegangan Tembus Bola(Kv) Percobaan
Ke- V.Rata-
rata
P Q 1 2 3 4 5
1 Posisi A Posisi A 5.98 5.82 5.85 5.72 5.85 5.844 2 Posisi A Posisi B 11.02 9.78 11.84 10.23 10.38 10.65 3 Posisi A Posisi C 18.21 17.6 17.72 16.5 16.64 17.334 4 Posisi A Posisi D 22.21 21.86 23.35 23.1 22.19 22.542 5 Posisi A Posisi E 26.8 27.43 28.07 28.1 26.75 27.43 6 Posisi A Posisi F 29.05 28.68 28.42 28.25 28.33 28.546
4.2 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan
Nilai dari kapasitansi C1, C2, dan C3 sulit untuk dihitung sehingga perhitungan tegangan pada setiap unit isolator hasilnya kurang akurat. Oleh karena itu distribusi tegangan pada isolator rantai biasanya ditentukan dengan percobaan di laboratorium. Namun pada percobaan di laboratorium nilai C2 dan C3 diabaikan disebabkan arus bocor yang terjadi sangat kecil sehingga komponen kapasitansi yang diperhatikan adalah C1.
Air hujan memiliki tahanan yang lebih rendah dibandingkan dengan udara dikarenakan kontaminan yang terkandung di dalam air, sehingga saat kondisi hujan arus lebih mudah mengalir melalui air dibandingkan melalui udara sekitar. Pada saat hujan nilai resistansi permukaan isolator rantai akan turun yang disebabkan air hujan melapisi permukaan isolator. Demikian halnya pada isolator piring gelas yang mengalamai kerusakan juga menyebabkan penurunan nilai resistansi tetapi menyebabkan nilai kapasitansi isolator meningkat. Nilai tahanan permukaan isolator juga turun akibat jarak rambat yang semakin dekat.
Berdasarkan penurunan rumus 2.11 dapat dibuktikan bahwa dengan naiknya nilai C dan turunnya nilai R mengakibatkan impedansi isolator akan menjadi berkurang. Dengan mengasumsikan bahwa arus pada masing-masing isolator adalah sama, maka nilai tegangan pikul yang dimiliki isolator dapat didapatkan dengan menggunakan persamaan:
𝑉 = 𝐼. 𝑍 ………(4.1)
Persamaan diatas terbukti berdasarkan hasil percobaan bahwa tegangan tembus elektroda bola-bola akan turun ketika isolator dalam kondisi hujan ringan dan dihubungkan dengan stub. Hal tersebut disebabkan telah menurunnya nilai impedansi pada isolator, dimana pada persamaan diatas nilai impedansi berbanding lurus dengan nilai tegangan.
Dengan menggunakan persamaan (2.22) sampai dengan (2.27), maka diperoleh hasil distribusi tegangan seperti pada Tabel 4.7. Perhitungan distribusi tegangan ditunujkan pada Lampiran 3.
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Persentase
Distribusi Tegangan Isolator
Ke-
Keadaan Isolator Normal Stub
Posisi1
Stub Posisi 2
Stub Posisi 3
Stub Posisi 4
Stub Posisi 5
1 57.15 1.88 50.09 47.66 45.85 45.13
2 15.19 48.03 1.37 15.54 17.89 21.16
3 7.39 12.83 14.97 1.42 7.27 7.79
4 4.95 7.26 4.09 10.8 0.98 4.62
5 3.83 6.96 7.99 4.44 7.81 0.83
6 11.49 23.01 21.49 20.14 20.2 20.47
4.3 Analisis Perhitungan Distribusi Tegangan 4.3.1 Analisis Perbandingan Kondisi Normal
Gambar 4.1 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal Dari Gambar 4.1 ditunjukan bahwa persentase tegangan isolator 1 pada kondisi normal memikul tegangan lebih besar dibanding isolator lain. Besarnya persentase distribusi tegangan pada isolator 1 dikarenakan adanya kapasitansi sasar yang menyebabkan distribusi tegangan tidak merata.
4.3.2 Analisis Perbandingan Kondisi Normal Vs Stub Posisi 1
Dari Gambar 4.2 ditunjukan bahwa persentase tegangan isolator pada posisi 1 turun disebabkan isolator piring posisi 1 diganti dengan stub. Persentase tegangan isolator yang paling dekat dengan ground meningkat disebabkan air hujan yang menurunkan tahanan permukaan seluruh isolator. Penurunan persentase distribusi tegangan isolator posisi 1 sebesar 55.27% dari isolator kondisi normal.
57.15
15.19
7.39 4.95 3.83
11.49
0 10 20 30 40 50 60 70
1 2 3 4 5 6
Persentase(%)
Posisi Isolator
Kondisi Normal
57.15
15.19
7.39 4.95 3.83 11.49
1.88
48.03
12.83
7.26 6.96
23.01
0 10 20 30 40 50 60 70
1 2 3 4 5 6
Persentase(%)
Posisi Isolator
Kondisi Normal Vs Stub Posisi 1
Normal Stub Posisi 1
57.15
15.19
7.39 4.95 3.83 11.49
50.09
1.37
14.97
4.09 7.99
21.49
0 10 20 30 40 50 60 70
1 2 3 4 5 6
Persentase(%)
Posisi Isolator
Kondisi Normal Vs Stub Posisi 2
Normal Stub Posisi 2
Gambar 4.2 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal vs stub pada posisi 1.
4.3.3 Analisis Perbandingan Kondisi Normal Vs Stub Posisi 2
Gambar 4.3 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal vs stub pada posisi 2.
Dari Gambar 4.3 ditunjukan bahwa persentase tegangan isolator 1 turun disebabkan tahanan permukaan isolator 1 turun akibat air hujan yang membasahi isolator. Isolator posisi 2 mengalami penurunan distribusi tegangan disebabkan isolator piring posisi 2 diganti dengan stub, sehingga isolator 1 tingkat diatasnya mengalami peningkatan persentase distribusi tegangan. Penurunan persentase distribusi tegangan isolator posisi 2 sebesar 13.82% dari isolator kondisi normal.
57.15
15.19
7.39 4.95 3.83
11.49 47.66
15.54
1.42
10.8
4.44
20.14
0 10 20 30 40 50 60 70
1 2 3 4 5 6
Persentase(%)
Posisi Isolator
Kondisi Normal Vs Stub Posisi 3
Normal Stub Posisi 3
4.3.4 Analisis Perbandingan Kondisi Normal Vs Stub Posisi 3
Gambar 4.4 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal vs stub pada posisi 3.
Dari Gambar 4.4 ditunjukan bahwa persentase tegangan isolator 1 turun disebabkan tahanan permukaan isolator 1 turun akibat air hujan yang membasahi isolator. Isolator posisi 3 mengalami penurunan distribusi tegangan disebabkan isolator piring posisi 3 diganti dengan stub, sehingga isolator 1 tingkat diatasnya mengalami peningkatan persentase distribusi tegangan. Penurunan persentase distribusi tegangan isolator posisi 3 sebesar 5.97% dari isolator kondisi normal.
4.3.5 Analisis Perbandingan Kondisi Normal Vs Stub Posisi 4
Dari Gambar 4.5 ditunjukan bahwa persentase tegangan isolator 1 turun disebabkan tahanan permukaan isolator 1 turun akibat air hujan yang membasahi isolator. Isolator posisi 4 mengalami penurunan distribusi tegangan disebabkan isolator piring posisi diganti dengan stub, sehingga isolator 1 tingkat diatasnya mengalami peningkatan persentase distribusi tegangan. Penurunan persentase distribusi tegangan isolator posisi 4 sebesar 3.97% dari isolator kondisi normal.
57.15
15.19
7.39 4.95 3.83 11.49
45.13
21.16
7.79 4.62
0.83
20.47
0 10 20 30 40 50 60 70
1 2 3 4 5 6
Persentase(%)
Posisi Isolator
Kondisi Normal Vs Stub Posisi 5
Normal Stub Posisi 5
Gambar 4.5 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal vs stub pada posisi 4.
4.3.6 Analisis Perbandingan Kondisi Normal Vs Stub Posisi 5
Dari Gambar 4.6 ditunjukan bahwa persentase tegangan isolator 1 turun disebabkan tahanan permukaan isolator 1 turun akibat air hujan yang membasahi isolator. Isolator posisi 5 mengalami penurunan distribusi tegangan disebabkan isolator piring posisi diganti dengan stub, sehingga isolator 1 tingkat diatasnya mengalami peningkatan persentase distribusi tegangan. Penurunan persentase distribusi tegangan isolator posisi 5 sebesar 3% dari isolator kondisi normal.
Gambar 4.6 Perbandingan persentase distribusi tegangan kondisi normal vs stub pada posisi 5.
57.15
15.19
7.39 4.95 3.83
11.49 45.85
17.89
7.27 0.98 7.81
20.2
0 10 20 30 40 50 60 70
1 2 3 4 5 6
Persentase(%)
Posisi Isolator
Kondisi Normal Vs Stub Posisi 4
Normal Stub Posisi 4
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Impedansi total isolator rantai menurun dikarenakan adanya stub sehingga nilai resistansi turun dan nilai kapasitansi meningkat. Demikian juga air hujan menyebabkan penurunan tahanan permukaan isolator.
2. Posisi stub semakin ke atas mendekati ground, maka tegangan yang dipikul stub semakin kecil. Tegangan terkecil dipikul stub
pada posisi 5 sebesar 0,83% dan terbesar pada posisi 1 sebesa 1,88%.
3. Hujan intensitas rendah yang membasahi isolator dan terpecahnya salah satu keping isolator (stub) pada isolator rantai mempengaruhi besarnya distribusi tegangan isolator rantai. Persentase distribusi tegangan isolator yang terdekat dengan konduktor menurun dan persentase distribusi tegangan isolator lain yang menuju ground akan meningkat.
5.2 Saran
Beberapa saran yang dapat dikemukakan pada penelitian diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut adalah :
1. Penelitian yang sama dapat dilakukan dengan menggunakan isolator terpolutan dan dengan menggunakan isolator berbahan porselen.
2. Penelitian yang sama dapat dilakukan dengan memperhitungkan nila C1, C2,
dan C3 agar memperoleh hasil yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
[1] N. A. Othman et al., “Characterization of charge distribution on the high voltage glass insulator string,” J. Electrostat., vol. 72, no. 4, pp. 315–321, 2014, doi: 10.1016/j.elstat.2014.05.003.
[2] J. He and R. S. Gorur, “Flashover of insulators in a wet environment,” IEEE Trans. Dielectr. Electr. Insul., vol. 24, no. 2, pp. 1038–1044, 2017, doi:
10.1109/TDEI.2017.005795.
[3] J. M. George, S. Prat, S. Tartier, and Z. Lodi, “Electrical Characteristics And Properties Of A Stub ( Damaged Toughened Glass Insulator ) OE1-03,” no.
OE1-03, pp. 1154–1159, 2013.
[4] N. A. Othman, M. A. M. Piah, and Z. Adzis, “Effect of broken skirts on voltage distribution along insulator strings,” Int. J. Simul. Syst. Sci. Technol., vol. 17, no. 41, pp. 16.1-16.4, 2017, doi: 10.5013/IJSSST.a.17.41.16.
[5] B. L. Tobing, Peralatan Tegangan Tinggi. Jakarta: Erlangga, 2012.
[6] K. M S, Naidu; V, High-voltage engineering, 5th ed., vol. 176, no. 6.
McGraw Hill Education (India), 2013.
[7] J. T. Burnham and R. J. Waidelich, “Gunshot damage to ceramic and nonceramic insulators,” IEEE Trans. Power Deliv., vol. 12, no. 4, pp. 1651–
1656, 1997, doi: 10.1109/61.634186.
[8] D. Suswanto, Sistem Distribusi Tenaga Listrik. Padang: Lembaga Universitas Negeri Padang, 2009.
[9] B. L. Tobing, Dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2012.
[10] E. Akbari and M. Mirzaie, “Investigating the effects of disc insulator type and corona ring on voltage distribution over 230-kV insulator string using 3- D FEM,” Int. J. Eng. Sci. Emerg. Technol., vol. 3, no. 1, pp. 1–8, 2012.
[11] S. Ilhan and A. Ozdemir, “Voltage distribution effects of non-uniform units in suspension strings,” 2007 IEEE Lausanne POWERTECH, Proc., pp. 801–
806, 2007, doi: 10.1109/PCT.2007.4538418.
[12] Bayong Tjasyono, Mikrofisika awan dan hujan. 2012.
[13] BMKG, “Kondisi cuaca ekstrem dan iklim tahun 2010-2011,” Press Release, pp. 7–9, 2010.
LAMPIRAN 1
Spesifikasi Isolator uji
LAMPIRAN 2
Dokumentasi Selama Pengujian
LAMPIRAN 3
Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan
Hasil Perhitungan Kondisi Normal
𝑉6 = 6.112
53.2 𝑥 100%
= 11.49%
𝑉5 = 6.112
39.89 𝑥 100% − 𝑉6 = 3.83%
𝑉4 = 6.112
30.154 𝑥 100% − (𝑉6+ 𝑉5) = 4.95%
𝑉3 = 6.112
22.096 𝑥 100% − (𝑉6+ 𝑉5+ 𝑉4) = 7.39%
𝑉2 = 6.112
14.264 𝑥 100% − (𝑉6+ 𝑉5+ 𝑉4+ 𝑉3) = 15.19%
𝑉1 = 100% − (𝑉6+ 𝑉5+ 𝑉4+ 𝑉3+ 𝑉2) = 57.15%
Hasil Perhitungan Kondisi Stub Pada Posisi 1
𝑉6 = 6.046
26.27 𝑥 100%
= 23.01%
𝑉5 = 6.046
20.166 𝑥 100% − 𝑉6 = 6.96%
𝑉4 = 6.046
16.232𝑥 100% − (𝑉6+ 𝑉5) = 7.26%
𝑉3 = 6.046
12.072 𝑥 100% − (𝑉6+ 𝑉5+ 𝑉4) = 12.83%
𝑉2 = 6.046
6.162 𝑥 100% − (𝑉6+ 𝑉5+ 𝑉4+ 𝑉3) = 48.03%
𝑉1 = 100% − (𝑉6+ 𝑉5+ 𝑉4+ 𝑉3+ 𝑉2) = 1.88%