• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Prosedur Kerja

3. Tahap Analisis Klasifikasi

Kegiatan pada tahap ini berupa analisis klasfikasi kemampuan lahan berdasarkan faktor penghambat serta analisis klasifikasi kesesuaian lahan dengan metode matching atau pencocokan data yang telah diperoleh baik dari data primer, sekunder, maupun data hasil laboratorium dengan persyaratan penggunaan lahan.

Klasifikasi Kemampuan Lahan

Proses klasifikasi kemampuan lahan dilakukan dengan metode faktor penghambat. Setiap kualias lahan atau sifat-sifat lahan diurutkan dari yang terbaik sampai yang terburuk atau dari yang paling kecil hambatan atau ancamannya sampai yang terbesar. Kemudian disusun tabel kriteria untuk setiap kelas, penghambat yang terkecil untuk kelas yang terbaik dan berurutan semakin besar hambatan semakin besar hambatan semakin rendah kelasnya. Klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan adalah sistem klasifikasi kemampuan lahan Hokensmith dan Steele (1943) yaitu metode klasifikasi dengan sistem faktor penghambat. Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat.

Penghambat yang digunakan adalah e (erosi), w (drainase), s (tekstur tanah), c (iklim) dan g (kelerengan). Pada klasifikasi ini dikenal prioritas penanganan penghambat berdasarkan tingkat kemudahan penanganannya. Pada kelas yang sama, bilamana mempunyai beberapa penghambat maka akan dipilih prioritas penghambat yang paling besar. Urutan prioritas penghambat tersebut adalah (dari yang paling mudah diatasi) e – w – s – c – g. Jadi apabila hasil klasifikasi dalam satu unit lahan menunjukkan Klas IVe, IVw dan IVs, maka akan

ditetapkan sebagai Klas IVs karena mempunyai jenis penghambat yang paling sulit ditangani.

Kriteria yang digunakan untuk pengelompokan dalam kelas menurut Arsyad (2006) adalah sebagai berikut:

1. Iklim

Dua komponen iklim yang mempengaruhi kemampuan lahan adalah temperatur dan curah hujan. Pada penelitian ini, data temperatur diperoleh dari world climate dan curah hujan diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan.

2. Lereng dan Ancaman Erosi

Kemiringan lereng merupakan lereng yang membentuk bidang horizontal, satuannya dinyatakan dalam persen (%) atau derajat (0). Klasifikasi kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 6. Data kemiringan lereng pada penelitian ini, diperoleh dari peta kelerengan dan pengamatan lapangan.

Tabel 6. Klasifikasi kemiringan lereng

No Kelas Kemiringan Lereng

1. A = Datar 0% sampai <3%

2. B = Landai atau berombak >3% sampai 8%

3. C = Agak miring atau bergelombang >8% sampai 15%

4. D = Miring atau berbukit >15% sampai 30%

5. E = Agak curam atau bergunung >30% sampai 45%

6. F = Curam >45% sampai 65%

7. G = Sangat curam >65%

Sumber: Arsyad (2006)

Klasifikasi kepekaan erosi tanah (nilai K) dapat dilihat pada Tabel 7. Penentuan nilai K pada penelitian ini menggunakan rumus:

K = 2,713M1,14(10-4)(12-a)+(b-2)+2,5(c-3)

100

Keterangan: M= parameter ukuran butir yang dapat dilihat pada Tabel 8. a = % bahan organik yang dapat dilihat pada Tabel 9.

b = nilai sturktur tanah yang dapat dilihat pada Tabel 10. c = nilai permeabilitas tanah yang dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 7. Klasifikasi kepekaan erosi tanah

No Kelas Kepekaan Erosi Tanah

1. KE1 = sangat rendah 0,00 sampai 0,10

2. KE2 = rendah 0,11 sampai 0,20

3. KE3 = sedang 0,21 sampai 0,32

4. KE4 = agak tinggi 0,33 sampai 0,43

5. KE5 = tinggi 0,44 sampai 0,55

6. KE6 = sangat tinggi 0,56 sampai 0,64

Sumber: Arsyad (2006)

Tabel 8. Penilaian ukuran butir (M)

Kelas Tekstur Nilai M Kelas Tekstur Nilai M

liat berat 210 pasir 3035

liat sedang 750 lempung berpasir 3245

liat berpasir 1213 lempung liat berdebu 3170

liat ringan 1685 lempung berpasir 4005

lempung liat berpasir 2160 lempung 4390

liat berdebu 2830 lempung berdebu 6330

lempung liat 2830 debu 8245

Sumber: Hanmer (1978) dalam Departemen Ilmu Tanah (2009)

Prosedur kerja penetapan kendungan C Organik adalah sebagai berikut: 1. Timbang 0,1 g atau 0,5 g tanah kering udara telah diayak dengan ayakan 70

mesh, kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml.

2. Tambahkan 5 ml K2Cr2O7 (pergunakan pipet), goncang dengan tangan.

3. Tambahkan 10 ml H2SO4 pekat (98%), kemudian goncang 3-4 menit,

selanjutnya diamkan selama 30 menit.

4. Tambahkan 100 ml aquades, 5 ml H3PO4 85%, NaF 40% 2,5 ml, tambahkan

20 tetes difenilamin, guncang (larutan berwarna biru tua)

5. Titrasi dengan Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N dari buret hingga warna berubah menjadi

hijau

7. Perhitungan: %C = 5(1-T/S) x 0,78 --- untuk tanah 0,5 g %C = 5(1-T/S) x 3,90 --- untuk tanah 0,1 g % Bahan Organik = 1,724 x %C Keterangan : T = titrasi S = blanko Tabel 9. Kelas kandungan C-organik

Kelas C-organik Nilai

Sangat randah <1 0

Rendah 1-2 1

Sedang 2,1-3 2

Tinggi 3,1-5 3

Sangat Tinggi >5 (gambut) 4

Sumber: Hanmer (1978) dalam Departemen Ilmu Tanah (2009)

Tabel 10. Penilaian struktur tanah

Tipe Struktur Nilai

Granular sangat halus (<1 mm) 1

Granular halus (1mm sampai 2 mm) 2

Granular sedang dan kasar (2 mm sampai 10 mm) 3

Gumpal, lempeng, peja (blocky, platty, massif) 4

Sumber: Hanmer (1978) dalam Departemen Ilmu Tanah (2009)

3. Permeabilitas (p)

Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk melalukan air dan udara. Secara kuantitatif, permeabilitas merupakan kecepatan aliran air pada tanah jenuh per satuan waktu pada hidraulik tertentu (Utomo, 1989). Prosedur kerja penetapan permeabilitas tanah adalah sebagai berikut:

1. Jenuhi terkebih dahulu contoh tanah yang akan dianalisa (± 48 jam) dengan cara merendam di dalam bak yang berisi air setinggi 1 cm di bawah permukaan contoh tanah.

2. Pasang contoh tabung beserta isinya ke dalam klem yang dilengkapi dengan penyaring terbuat dari tembaga. Letakkan rangkaian ini di dalam bak air.

3. Isilah pipa-pipa “U” dengan air dan letakkan pada tempatnya, sehingga permukaan air di dalam bak air dan di atas contoh tanah saling berhubungan. 4. Hidupkan mesin pompa dan aturlah tinggi muka air di dalam bak dengan cara

menyetel pengatur tinggi muka air.

5. Setelah aliran air dalam sistem ini kurang lebih konstan, pembacaan volume air di dalam buret pada setiap satuan waktu dapat dimulai.

6. Ukur secara teliti selisih tinggi muka air antara yang berada di dalam bak dan yang ada di atas contoh tanah.

7. Pada waktu tidak dilakukan pembacaan volume air, keran buret harus selalu terbuka agar air terus tersirkulasikan.

Nilai permeabilitas menggunakan hukum Darcy dapat dihitung sebagai berikut : � =

Ks A ∆H L

Keterangan :

Ks = permeabilitas dalam keadaan jenuh (cm/detik)

Q = jumlah volume air yang melewati kolom tanah per satuan waktu (ml/detik) L = panjang kolom tanah (cm)

A = luas penampang kolom tanah tegak lurus daerah aliran air (cm2)

∆H = selisih tinggi permukaan hidrolik antara muka air di dalam bak air dengan muka air di atas contoh tanah (cm)

Tabel 11. Penilaian permeabilitas tanah

Kelas Permeabilitas ( cm/jam) Nilai

Cepat >25,4 1

Sedang sampai cepat 12,7-25,4 2

Sedang 6,3-12,7 3

Sedang sampai lambat 2,0-6,3 4

Lambat 0,5-2,0 5

Sangat lambat <0,5 6

Sumber: Hanmer (1978) dalam Departemen Ilmu Tanah (2009)

4. Kedalaman Tanah (k)

Kedalaman efektif yang diukur dengan pengamatan profil melalui penyusunan urutan, lapisan tanah atas yang diambil oleh mata bor dinyatakan

dalam centimeter. Klasifikasi kelas kedalaman efektif tanah dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Klasifikasi kelas kedalaman efektif tanah

No Kelas Kedalaman Efektif

1. k0 = dalam lebih dari 90 cm

2. k1 = sedang 90 sampai 50 cm

3. k2 = dangkal 50 sampai 25

4. k3 = sangat dangkal kurang dari 25 cm

Sumber: Arsyad (2006)

5. Tekstur Tanah (t)

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif (%) antara fraksi pasir, debu, dan lempung. Prosedur kerja penetapan tekstur tanah adalah sebagai berikut: 1. Ditimbang 25 g tanah kering udara yang telah diayak dengan ayakan 10 mesh,

kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.

2. Tambahkan 50 ml larutan natrium pirofosfat, kocok sampai rata, lalu biarkan selama 24 jam.

3. Goncang pada alat penggoncang (shaker) selama 15 menit.

4. Selanjutnya pindahkan ke dalam silinder (gelas ukur) volume 500 ml dan tambahkan aquades sampai tanda garis.

5. Kocok 20 kali sebelum pembacaan, bila perlu dapat ditambahkan amyl alkohol untuk menghilangkan buih yang dapat mengganggu pembacaan.

6. Masukkan hydrometer ke dalam silinder dengan hati-hati untuk pembacaan pertama setelah 40 detik dari saat pengocokan.

7. Setelah 3 jam masukkan lagi hydrometer untuk pembacaan yang kedua untuk mendapatkan jumlah liat.

8. Selanjutnya dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut:

% liat + debu = Pembacaan hydrometer I x 100% Berat contoh tanah

% liat = Pembacaan hydrometer II x 100% Berat contoh tanah

% debu = & (liat + debu) - %liat

% pasir = 100% - % (liat + debu)

Adapun klasifikasi tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Klasifikasi tekstur tanah

No. Kriteria Ciri-Ciri

1. t1 = tanah bertekstur halus tekstur liat berpasir, liat berdebu dan liat

2. t2 = tanah bertekstur agak halus tekstur lempung liat berpasir, lempung berliat dan lempung liat berdebu

3. t3 = tanah bertekstur sedang tekstur lempung, lempung berdebu dan debu 4. t4 = tanah bertekstur agak kasar tekstur lempung berpasir, lempung berpasir halus

dan lempung berpasir sangat halus 5. t5 = tanah bertekstur kasar tekstur pasir berlempung dan pasir

Sumber: Arsyad (2006)

6. Drainase (d)

Pengamatan drainase didasarkan atas pengamatan warna pada profil tanah. Dalam hal ini diamati apakah tanah bewarna terang, pucat, adanya bercak- bercak (Utomo, 1989). Klasifikasi drainasi tanah dapat dilihat pada Tabel 14. Sebagai contoh hasil klasifikasi kemampuan lahan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 14. Klasifikasi drainase tanah

No. Kriteria Ciri-Ciri

1. d1 = baik tanah mempunyai peredaran udara baik. Seluruh profil tanah dari atas sampai ke bawah (150 cm) bewarna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak kuning, coklat atau kelabu

2. d2 =agak baik tanah mempunyai peredaran udara baik di daerah perakaran. Tidak terdapat bercak-bercak kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah (sampai sekitar 60 cm dari permukaan tanah) 3. d3 = agak buruk lapisan atas tanah mempunyai peredaran udara baik, tidak terdapat

bercak-bercak kuning, coklat atau kelabu. Bercak-bercak terdapat pada seluruh lapisan bagian bawah (sekitar 40 cm dari permukaan tanah) 4. d4 = buruk bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau

bercak-bercak bewarna kelabu, coklat, dan kekuningan 5. d5 = sangat

buruk

seluruh lapisan sampai permukaan tanah bewarna kelabu dan tanah lapisan bawah bewarna kelabu atau terdapat bercak-bercak bewarna kebiruan, atau terdapat air yang menggenang di permukaan tanah dalam waktu yang lama sehingga menghambat pertumbuhan tanaman

Tabel 15. Matriks kriteria klasifikasi kemampuan lahan Faktor

Penghambat/ Penghambat

Kelas Kemampuan Lahan

I II III IV V VI VII VIII

Lereng Permukaan

A B C D A E F G

Kepekaan erosi KE1,KE2 KE3 KE4,KE5 KE6 (1) (1) (1) (1)

Tingkat Erosi e0 e1 e2 e3 (2) e4 e5 (1) Kedalaman Tanah k0 k1 k2 k3 (1) (1) (1) (1) Tekstur Lapisan t1,t2,t3 t1,t2,t3 t1,t2,t3,t4 t1,t2,t3,t4 (1) t1,t2,t3,t4 t1,t2,t3,t4 t5 Permeabilitas P2,P3 P2,P3 P2,P3 P2,P3 P1 (1) (1) P5 Drainase d1 d2 d3 d4 d5 (2) (2) d0 Kerikil/batuan bo bo b1 b2 b3 (1) (1) b4 Ancaman banjir O0 O1 O2 O3 O4 (2) (2) (1) Garam/salinitas g0 g1 g2 g3 (2) g3 (1) (1) Sumber: Arsyad (2006)

Keterangan : (1) = dapat mempunyai sebarang sifat (2) = tidak berlaku

Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Pada prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara memadukan antara kebutuhan tanaman atau persyaratan tumbuh tanaman dengan karakteristik lahan. Adapun jenis tanaman yang akan dipadukan adalah tanaman Kehutanan. Oleh karena itu klasifikasi ini sering juga disebut species matching. Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu, sebagai contoh lahan sesuai untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim (Azis dkk., 2005). Kelas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat, yaitu sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3), dan tidak sesuai (N). Hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan kelas terjelek dengan memberikan seluruh pembatas/hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan yang ada dapat diperbaiki. Sub klas pada klasifikasi kesesuaian lahan ini juga mencerminkan jenis penghambat. Ada tujuh jenis penghambat yang dikenal, yaitu e (erosi), w (drainase), s (tekstur tanah),

a (keasaman), g (kelerengan), sd (kedalaman tanah) dan c (iklim). Pada klasifikasi kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat, dengan demikian seluruh hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan semuanya. Akan tetapi dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang disebutkan ada jenis hambatan yang mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya hambatan yang sulit untuk ditangani (c dan s), dengan demikian maka hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan kelas terjelek dengan memberikan seluruh hambatan yang ada.

Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan yang ada pada unit lahan tersebut dapat diperbaiki. Untuk itu maka unit lahan yang mempunyai faktor penghambat c atau s sulit untuk diperbaiki keadaannya. Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan dengan melalui sortasi data karakteristik lahan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk setiap jenis tanaman. Hubungan antara karakteristik kesesuaian lahan dan tingkat pembatas dapat dilihat dari Tabel 16.

Tabel 16. Hubungan antara karakteristik kesesuaian lahan dan tingkat pembatas Tingkat Pembatas Karakteristik Kesesuaian Lahan

0: no (tidak ada) S1: sangat sesuai

1: slight (ringan) S2: cukup sesuai

2: moderate (sedang) S3: sesuai marginal

3: severe (berat) N: tidak sesuai

4: very severe (sangat berat)

Sumber : Azis dkk., (2005)

Peringkat kesesuaian lahan yang telah ditetapkan oleh FAO (1976) untuk penggunaan internasional yaitu kelas S1: Sangat cocok, tanah tidak memiliki keterbatasan yang signifikan untuk mendukung penerapan penggunaan tertentu atau hanya keterbatasan kecil yang tidak akan secara signifikan meningkatkan masukan di atas dan dapat diterima tingkat. Kelas S2: Sedang memiliki keterbatasan cocok, tanah yang secara agregat yang cukup berat untuk aplikasi

berkelanjutan penggunaan yang diberikan. Keterbatasan ini akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan kepada sebatas bahwa keseluruhan keuntungan yang akan diperoleh dari penggunaan, meskipun masih menarik, akan lebih rendah daripada yang diharapkan di darat S1 kelas. Kelas S3: keterbatasan cocok, tanah Marginal, yang berat untuk aplikasi berkelanjutan dari penggunaan yang diberikan dan sehingga akan mengurangi produktivitas atau keuntungan atau meningkatkan masukan yang diperlukan bahwa pengeluaran ini akan hanya sedikit dibenarkan. Kelas N1: Saat ini tidak cocok, karena keterbatasan lahan yang dapat diatasi dalam waktu tetapi yang tidak dapat diperbaiki dengan pengetahuan yang ada pada saat ini biaya diterima. Keterbatasan sangat parah sebagai untuk mencegah pemakaian yang berkelanjutan sukses dari jenis tanah dengan cara tertentu. Kelas N2: keterbatasan secara tidak cocok, memiliki tanah yang tampak terlalu berat untuk mencegah kemungkinan penggunaan lahan yang berkelanjutan sukses dalam cara yang diberikan. Kelas kesesuaian lahan ditentukan berdasarkan kriteria yang diberikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Kriteria untuk penentuan kelas kesesuaian lahan Kelas Kesesuaian

Lahan Kriteria

S1: sangat sesuai Unit lahan tidak memiliki pembatas atau hanya memiliki empat pembatas ringan.

S2: cukup sesuai Unit lahan memiliki lebih dari empat pembatas ringan, dan atau memiliki tidak lebih dari tiga pembatas sedang.

S3:sesuai marginal Unit lahan memiliki lebih dari tiga pembatas sedang, dan atau satu pembatas berat.

N: tidak sesuai Unit lahan memiliki lebih dari satu pembatas berat atau sangat berat

Sumber : Azis dkk., (2005)

Penyajian Hasil

a. Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual

Penilaian kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan cara matching yaitu membandingkan antara parameter karateristik lahan dengan kriteria kesesuaian lahan yang dibutuhkan oleh tanaman yang telah dipilih atau ditentukan. Jenis- jenis tanaman yang akan dievaluasi yaitu Mahoni (Swietenia mahogani), Sengon (Pharaseriantes falcataria), Jati (Tectona grandis), Akasia (Acacia mangium), Pinus (Pinus merkussii), Eukaliptus (Eucalyptus grandis), Karet (Havea brassiliensis M.A.), Mangga (Mangifera indica L.), Rambutan (Nephelium lappaceum LINN), Durian (Durio zibethinus MURR), Manggis

(Garcinia mangostana LINN).

b. Penilaian kelas kesesuaian lahan potensial

Penilaian kesesuaian lahan potensial dilakukan dengan melakukan perbaikan-perbaikan yang memungkinkan pada kualitas lahan yang menjadi faktor penghambat, sehingga kesesuaian lahannya diharapkan dapat meningkat. c. Penyajian hasil

Hasil penilaian kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial disajikan dalam bentuk peta dan tabel yang memberikan keterangan kelas kesesuaian lahan dari masing-masing tanaman untuk setiap satuan lahan yang dinilai.

Dokumen terkait