• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. Tahap Analisis Potensi Konsolidasi Pengelolaan Lahan

Konsolidasi lahan adalah kebijaksanaan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi masyarakat (Peraturan KaBPN No. 4 tahun 1991 dalam Manchyus 2009). Konsolidasi lahan dilaksanakan berdasarkan pengaturan penggunaan tanah khususnya pengelolaan untuk menekan biaya pengelolaan (Guanghui et al. 2014). Pengelolaan lahan khususnya membajak tanah di desa penelitian menggunakan hand tractor yang memiliki motor satu silinder dengan daya 5-15 Hp dan bahan bakar yang digunakan adalah solar. Hand tractor dapat dioperasikan pada lahan yang lembab atau basah dan tidak terlalu kering.

Analisis deskriptif mengenai konsolidasi pengelolaan lahan meliputi hasil verifikasi lahan padi sawah, pengolahan terhadap data respon potensi konsolidasi, rotasi tanam padi-padi, dan berdasarkan data optimum kerja mesin traktor ditunjukkan pada bagan alir penelitian (Gambar 3). Pengolahan data dilakukan dalam bentuk bentuk peta, data tabular, maupun foto-foto lapang. Tahapan yang dilakukan setelah menghasilkan data potensi konsolidasi adalah menghitung efisiensi beban pengelolaan. Perhitungan efisiensi beban pengelolaan dilakukan dengan mengurangi total biaya pengelolaan sebelum dan setelah konsolidasi sesuai biaya penyewaan mesin traktor untuk membajak sawah per harinya di desa penelitian (Gambar 2). Perhitungan harga rata-rata, minimum serta maksimum sebelum dan setelah konsolidasi juga dilakukan. Tahap selanjutnya adalah perhitungan efisiensi beban pengelolaan melalui data petakan lahan sawah sebelum dan setelah konsolidasi pengelolaan. Perhitungan efisiensi biaya pengelolaan lahan keseluruhan setelah konsolidasi juga dilakukan.

6

Gambar 3. Bagan Diagram Alir Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Penggunaan Lahan Pertanian

Hasil interpretasi penggunaan lahan pertanian menggunakan citra Ikonos dan verifikasi disajikan pada Tabel 1. Hasil interpretasi penggunaan lahan pertanian diperoleh dua jenis penggunaan lahan pertanian, yaitu sawah dan tegalan sedangkan hasil verifikasi diperoleh tiga penggunaan lahan pertanian,

Peta Petakan Penggunaan Lahan Pertanian Desa Ciburuy

Survey Lapang Citra Ikonos

2010

Peta Persil Lahan Pertanian Desa

Ciburuy 2013

Interpretasi dan Digitasi

Draft Peta Penggunaan Lahan Pertanian Desa

Ciburuy 2015

Rotasi Tanam Desa Ciburuy 2013 Titik Lokasi Sampel Potensi Konsoli Hasil Wawancara Analisis Data Deskripsi dan Akurasi Hasil Verifikasi

Peta Petakan Lahan Sawah Desa Ciburuy

Membandingkan hasil verifikasi dengan peta petakan lahan pertanian Desa Ciburuy 2013 Membandingkan hasil interpretasi dengan hasil verifikasi Tumpang Tindih Analisis deskriptif rotasi tanam serta status kepemilikan mesin traktor Peta Respon Potensi Konsolidasi Pengelolaan Lahan Peta Rotasi Tanam Padi-Padi Desa Ciburuy Tumpang Tindih Dissolve Data Optimum Kerja Mesin Traktor Peta Respon Potensi Konsolidasi dan Rotasi Tanam Peta Konsolidasi Pengelolaan Lahan Pertanian Efisiensi Beban Pengelolaan Lahan

7

yaitu sawah, tegalan, dan kebun campuran. Jumlah petakan penggunaan lahan pertanian interpretasi citra sebesar 1018 petak dan hasil verifikasi 898 petak. Jumlah petakan penggunaan lahan sawah mengalami pengurangan dari 961 petak menjadi 740 petak namun terjadi penambahan jumlah petakan penggunaan lahan tegalan menjadi 141 petak dan terdapat 17 petak kebun campuran setelah dilakukan verifikasi.

Interpretasi citra merupakan kegiatan mengkaji foto udara atau citra dengan tujuan untuk mengidentifikasi obyek yang tergambar pada citra dan menilai arti penting obyek tersebut (Sutanto 1979). Tahapan dalam interpretasi adalah identifikasi, deleniasi, dan klasifikasi. Interpretasi visual merupakan interpretasi yang dilakukan oleh pikiran manusia sesuai dengan tahapan interpretasi. Pada umumnya, interpretasi dimulai dari kenampakan yang umum kemudian didetilkan pada kenampakan yang khusus. Interpretasi visual dilakukan dengan membandingkan kenampakan obyek terhadap kunci interpretasi citra yaitu rona/warna, tekstur, ukuran, bentuk, pola, bayangan, site, dan asosiasi.

Tabel 1. Jumlah Petakan Penggunaan Lahan Sebelum dan Setelah Verifikasi Penggunaan Lahan Pertanian Petakan Sebelum Verifikasi Luas (ha) Petakan Setelah Verifikasi Luas (ha) Sawah 961 56,34 740 40,92 Tegalan 57 3,97 141 9,51 Kebun Campuran 0 0,00 17 1,60 Total 1018 60,31 898 52,04

Tabel 2. Akurasi Interpretasi Jumlah Petakan Kondisi Petakan Jumlah Petakan Akurasi (%) Interpretasi Citra 898

88 Verifikasi 1018

Perhitungan jumlah penggunaan lahan pertanian yang dihitung berdasarkan jumlah petakan hasil interpretasi dengan petakan hasil verifikasi mendapatkan nilai keakuratan interpretasi sebesar 88% (Tabel 2). Hasil ini menunjukkan nilai akurasi cukup tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh interpretasi yang dilakukan merupakan lanjutan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tetapi terdapat ketidakakuratan interpretasi yang dapat disebabkan oleh adanya perbedaan waktu antara cek lapang (2015) dengan perekaman citra (2010). Pengalaman interpreter (orang yang melakukan interpretasi) juga berpengaruh terhadap keakuratan hasil interpretasi. Semakin banyak pengalaman interpreter maka dapat mengurangi kesalahan dalam interpretasi. Peta penggunaan lahan pertanian sebelum verifikasi ditunjukkan pada Gambar 4 dan peta penggunaan lahan pertanian setelah verifikasi ditunjukkan pada Gambar 5.

8

Gambar 4. Peta Penggunaan Lahan Pertanian Sebelum Verifikasi

Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan Pertanian Setelah Verifikasi Penggunaan lahan dikelompokkan menjadi penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Jenis penggunaan lahan pertanian dibedakan dalam penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau terdapat diatas lahan tersebut. Penggunaan lahan

9

yang berbeda mungkin dilakukan dalam waktu yang sama tetapi di tempat yang berbeda dalam satuan lahan yang sama (Hardjowigeno et al. 1999).

Penggunaan lahan non pertanian terdiri dari lahan terbuka dengan luas 5,20 ha dan perumahan 3,07 ha diperoleh pada saat verifikasi hasil interpretasi penggunaan lahan pertanian. Kesalahan dalam interpretasi dimana pada citra menunjukkan ciri-ciri kenampakan berupa penggunaan lahan sawah namun hasil verifikasi menunjukkan obyek lahan non pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian yang disebabkan oleh perbedaan waktu pada saat perekaman citra dan waktu verifikasi lahan. Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan atau aktivitas terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan komersial maupun industri (Munibah 2008). Peta penggunaan lahan hasil verifikasi penggunaan lahan pertanian di Desa Ciburuy disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Peta Penggunaan Lahan Setelah Verifikasi

Uraian mengenai penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian disajikan pada Gambar 7, menunjukkan hasil interpretasi citra Ikonos penggunaan lahan sawah sedangkan hasil verifikasi menunjukkan penggunaan lahan non pertanian, yaitu lahan terbuka yang berdekatan dengan jalan dan ditumbuhi oleh rerumputan kecil. Gambar 8 menunjukkan hasil interpretasi lahan sawah sedangkan hasil verifikasi perumahan. Perumahan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta dengan ukuran bangunan yang serupa. Lokasi perumahan dikelilingi oleh lahan sawah dan berdekatan dengan jalan desa.

10

Gambar 7. Kenampakan pada Citra (Lahan Sawah) dan Keadaan Sebenarnya (Lahan Terbuka)

Gambar 8. Kenampakan pada Citra (Lahan Sawah) dan Keadaan Sebenarnya (Perumahan)

Identifikasi Penggunaan Lahan Pertanian 2013 dan 2015

Verifikasi penggunaan lahan pertanian melalui petakan memperoleh hasil perbandingan antara penelitian yang telah dilakukan pada tahun 2013 dengan hasil verifikasi tahun 2015. Jumlah petakan lahan pertanian tahun 2013 sebesar 884 petak dan pada tahun 2015 terjadi penambahan jumlah petakan lahan pertanian menjadi 898 petak. Perbedaan jumlah tersebut disebabkan oleh penambahan petakan pada penggunaan lahan sawah dari 709 menjadi 740 petak dan kebun campuran dari 3 menjadi 17 petak namun pada penggunaan lahan tegalan terjadi penurunan jumlah petakan (Tabel 3). Hal tersebut disebabkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan pertanian pada beberapa luas lahan. Perbedaan waktu verifikasi antara tahun 2013 dan 2015 juga menjadi penyebab perubahan hasil verifikasi terhadap lahan pertanian di Desa Ciburuy. Nilai akurasi hasil perbandingan antara interpretasi tahun 2013 dan 2015 diperoleh sebesar 98% (Tabel 4). Peta petakan lahan pertanian tahun 2013 dan 2015 disajikan pada Gambar 9.

Tabel 3. Petakan Penggunaan Lahan Pertanian 2013 dan 2015 Penggunaan Lahan Petakan

Verifikasi 2013 Luas (ha) Petakan Verifikasi 2015 Luas (ha) Sawah 709 38,10 740 40,92 Tegalan 172 12,33 141 9,51 Kebun Campuran 3 0,27 17 1,60 Total 884 50,70 898 52,04

Tabel 4. Akurasi dan Perubahan Jumlah Petakan Penggunaan Lahan Pertanian 2013 dan 2015

Kondisi Petakan Verifikasi Jumlah Petakan Akurasi (%)

Tahun 2013 884

98

11

Gambar 9. Peta Petakan Lahan Pertanian Desa Ciburuy 2013 dan 2015 Identifikasi Bentuk dan Ukuran Lahan Sawah

Kombinasi warna true color menghasilkan warna sesuai dengan kenampakkan di permukaan bumi sehingga lahan sawah lebih mudah dikenali. Sawah didefinisikan sebagai areal pertanian yang digenangi air atau diberi air, baik dengan teknologi pengairan, tadah hujan, maupun pasang surut. Pada citra Ikonos sawah memiliki pola yang teratur, bentuk yang berpetak-petak, teksturnya halus, biasanya berada dekat dengan jalan, sungai, dan permukiman.

(a) (b) (c) Gambar 10. Kenampakan Objek Sawah pada Citra

Kenampakan lahan sawah pada citra memperlihatkan suatu pola teratur, terkonsentrasi dengan kenampakan berwarna hijau agak kebiruan atau berwarna coklat pucat dengan tekstur halus. Warna hijau pucat menunjukkan ketika sawah sudah mulai masa panen (Gambar 10a), sedangkan warna hijau agak kebiruan terlihat dominan ketika padi dalam masa pertumbuhan (Gambar 10b). Warna coklat menunjukkan ciri lahan sawah yang sedang diberakan atau sedang menunggu masa tanam berikutnya (Gambar 10c). Berdasarkan pemanfaatan terhadap citra Ikonos diperoleh bentuk petakan lahan sawah yang tidak seragam

12

namun cenderung horizontal. Ukuran petakan lahan sawah Desa Ciburuy cenderung berukuran kecil. Luas rata-rata petakan lahan sawah sebesar 553,02 m2 dengan luas lahan terbesar 5.340,95 m2 dan terkecil 41,51 m2. Tabel luas petakan lahan sawah Desa Ciburuy disajikan pada Tabel 5 dan Peta petakan lahan sawah pada Gambar 11.

Tabel 5. Luas Petakan Lahan Sawah Desa Ciburuy Petakan Lahan Sawah Luas (m 2) Rata-rata 553,02 Maks 5.340,95 Min 41,51

Gambar 11. Peta Petakan Lahan Sawah Desa Ciburuy Rotasi Tanam

Data rotasi tanam tahun 2013 dan 2015 pada penggunaan lahan pertanian Desa Ciburuy berjumlah 21 rotasi (Lampiran 2). Berdasarkan data tersebut tedapat perbedaan rotasi tanam antara tahun 2013 dan 2015. Perbedaan tersebut terjadi pada rotasi bengkuang-bengkuang dan kacang panjang- bengkuang- ubi menjadi pisang dan singkong-jagung. Rotasi tanam terbesar adalah padi-padi dengan luas lahan 36,29 ha pada tahun 2013 dan 39,02 ha pada tahun 2015. Padi-padi menjadi rotasi tanam dominan karena di desa tersebut memiliki luas lahan sawah yang cukup besar. Tanaman yang dibudidayakan oleh petani saat ini didominasi oleh tanaman pangan dan holtikultur yang bersifat musiman. Peta rotasi tanam Desa Ciburuy tahun 2013 (Gambar 13) dan tahun 2015 (Gambar 14).

13

Untuk mempermudah melihat rotasi tanam, 21 jenis rotasi tanam dikelompokkan menjadi lima blok tanam. Blok-blok ini dibedakan berdasarkan jenis komoditas yang diprioritaskan di lahan dan lama masa tanamnya. Berikut penggolongan blok tanam yang ada di Desa Ciburuy (Puspa 2013):

a. Blok Padi

Blok padi terdiri dari semua lahan yang ditanami padi dalam satu tahun baik hanya satu kali maupun lebih. Tanaman padi menjadi prioritas dalam blok ini meskipun dalam satu tahun lahan tersebut tidak hanya ditanami padi, misalnya rotasi tanam Padi-Jagung dan Padi-Ubi akan termasuk ke dalam blok padi.

b. Blok Umbi-umbian dan Palawija

Pengelolaan lahan yang termasuk dalam blok ini merupakan lahan yang dalam satu tahun pernah ditanami komoditas umbi-umbian dan palawija, atau yang menjadi tanaman prioritas di lahan tersebut adalah umbi-umbian atau palawija. Contoh tanaman prioritas yang ditanam di blok ini adalah ubi, bengkuang, dan jagung yang juga memiliki lama masa tanam sama (3-4 bulan)

c. Blok Hortikultura

Lahan yang termasuk dalam blok ini adalah semua lahan yang dalam satu tahun pernah ditanami oleh tanaman hortikultura. Jika dalam satu tahun rotasi tanam, terdapat lahan yang ditanami ubi atau palawija hanya satu kali dan dua kali tanaman hortikultur, pola pengelolaan lahan tersebut tetap masuk kedalam Blok Hortikultura. Contoh rotasi tanamnya yaitu Jagung-Tomat-Cabai Rawit.

d. Blok Singkong

Blok ini terdiri dari lahan yang hanya ditanami singkong dalam setahun. Meskipun tanaman singkong termasuk ke dalam jenis umbi-umbian, lahan yang ditanami singkong tidak dapat masuk ke dalam Blok Umbi dan Palawija karena lama masa tanamnya yang mencapai 9 bulan hingga 1 tahun.

e. Blok Pepaya

Pengelolaan lahan yang termasuk ke dalam blok ini adalah lahan-lahan yang ditanami pepaya.

Tabel 6. Blok Tanam Desa Ciburuy 2013 dan 2015 Blok Tanam Jumlah Petakan Tahun 2013 Luas (ha) Persentase (%) Jumlah Petakan Tahun 2015 Luas (ha) Persentase (%) Blok Padi 709 38,10 80,2 737 40,83 82,1 Blok Umbi-Umbian dan palawija 158 11,70 17,9 115 8,23 12,8 Blok Hortikultura 10 0,37 1,1 22 1,64 2,4 Blok Singkong 4 0,26 0,5 8 0,31 0,9 Blok Pepaya 3 0,27 0,3 16 1,03 1,8 Total 884 50,70 100 898 52,04 100

Tabel 6 menunjukkan jumlah petakan, luas, dan persentase blok tanam Desa Ciburuy pada tahun 2013 dan 2015. Persentase blok tanam paling banyak tahun 2013 dan 2015 yaitu Blok Padi sebesar 80,2% (2013) dan 82,1% (2015). Blok tanam terendah tahun 2013 adalah Blok Pepaya sebesar 0,3% sedangkan tahun 2015 adalah Blok Singkong sebesar 0,9%. Peta blok tanam tahun 2013 dan 2015 ditunjukkan pada Gambar 12.

14

Gambar 12. Peta Blok Tanam Desa Ciburuy Tahun 2013 dan 2015

15

Gambar 14. Peta Rotasi Tanam Desa Ciburuy Tahun 2015 Status Kepemilikan Mesin Traktor

Jenis pengelolaan tanah di desa penelitian cenderung menggunakan alat mekanik dibandingkan cara tradisional. Alat mekanik yang digunakan adalah traktor dengan jenis hand tractor. Penggunaan hand tractor menjadi satu-satunya alat pengelolaan tanah untuk tanaman padi di desa tersebut. Kepemilikan alat mekanik dengan status milik berjumlah satu petani sedangkan untuk petani lainnya memiliki status kepemilikan sewa. Secara umum waktu sewa traktor per musim tanam untuk rotasi tanam padi-padi bervariasi tergantung pada petak sawah yang dimiliki atau digarap petani. Rotasi tanam lainnya tidak menggunakan mesin traktor. Biaya penyewaan mesin traktor berdasarkan hasil wawancara petani sebesar Rp 150.000,00 untuk status milik dan Rp 200.000,00 untuk sewa per harinya (Tabel 7). Gambar hand tractor yang digunakan di desa penelitian pada Gambar 15.

Tabel 7. Status Kepemilikan Traktor Status Mesin

Traktor Biaya Sewa Rp 150.000,00 Milik Rp 200.000,00

16

Gambar 15. Hand Tractor

Konsolidasi Pengelolaan Lahan Respon Konsolidasi

Respon konsolidasi pengelolaan lahan disajikan pada Tabel 8. Persentase respon tidak setuju tersebut berpengaruh terhadap kurangnya pengetahuan petani mengenai konsolidasi pengelolaan lahan dan tujuannya. Petani cenderung tidak setuju untuk merubah sistem dan cara bertaninya masing-masing. Selain itu, faktor perbedaan waktu tanam antara petani desa tersebut juga menjadi penyebab kurangnya respon terhadap konsolidasi. Menurut Barus et al. (2012a) dalam pengembangan model spasial lahan pertanian sejauh ini dilakukan dengan menggunakan data spasial dan unsur sosial khususnya mempertimbangkan unsur aktual sawah dan persepsi yang dibangun dalam unit administrasi. Berdasarkan data wawancara petani terhadap penggunaan lahan pertanian diperoleh 27% respon setuju mengenai konsolidasi pengelolaan dan 73% lainnya tidak setuju atau setara dengan 12,57 ha setuju konsolidasi dan 39,47 ha tidak setuju konsolidasi. Partisipasi pemilik dan penggarap lahan sawah dalam konsolidasi pengelolaan lahan harus menjamin bahwa keberdaan program tersebut memberikan manfaat bagi mereka. Upaya mengenai program, studi kelayakan, dan analisis prospek keuntungan juga harus diketahui sehingga dalam pelaksanaan program dimulai dengan mempelajari teknik dan proses mengenai konsolidasi pengelolaan lahan (Ishikawa 1998). Peta respon konsolidasi pengelolaan lahan disajikan pada Gambar 16.

Tabel 8. Respon Konsolidasi Respon Konsolidasi Jumlah Petakan Persentase (%) Luas (ha) Setuju 245 27 12,57 Tidak Setuju 653 73 39,47 Total 898 100 52,04

17

Gambar 16. Peta Respon Konsolidasi Pengelolaan Lahan Analisis Konsolidasi Pengelolaan Lahan

Konsolidasi pengelolaan lahan di lokasi penelitian dibentuk berdasarkan lahan sawah dengan rotasi tanam padi-padi, memiliki respon setuju konsolidasi, dan memiliki status sewa terhadap mesin traktor. Konsolidasi tersebut disesuaikan dengan data optimum kerja mesin traktor perharinya, yaitu sebesar 2500-3500 m2. Peta rotasi tanam padi-padi dan respon konsolidasi disajikan pada Gambar 17.

Gambar 17. Peta Rotasi Tanam Padi-Padi dan Respon Konsolidasi

Peta konsolidasi pengelolaan lahan respon setuju ditunjukkan pada Gambar 18 terlihat bahwa persebaran pola konsolidasi cenderung menyebar. Secara spasial

18

pola konsolidasi yang dihasilkan tidak memiliki bentuk yang seragam akan tetapi pola dominannya adalah horizontal. Blok konsolidasi pengelolaan yang dihasilkan memiliki kelas dengan luas kurang dari 3000 m2, 3000-3500 m2, dan lebih dari 3500 m2. Blok yang memiliki luas kurang dari 3000 m2 dan 3000-3500 m2 menjadi luasan blok dominan di desa tersebut. Bentuk polanya bervariasi dan cenderung tidak teratur. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh respon konsolidasi pengelolaan yang berbeda dari setiap pemilik atau penggarap dan luas optimum kerja mesin traktor perhari. Luas blok konsolidasi 3000-3500 m2 terdapat dua blok lahan sawah dan luas lebih dari 3500 m2 terdapat satu blok. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi petak sawah yang cenderung menyebar dengan jarak yang cukup jauh untuk dilakukan konsolidasi.

Gamrbar 18. Peta Konsolidasi Pengelolaan Lahan Padi Respon Setuju Efisiensi Beban Pengelolaan Lahan Respon Setuju Konsolidasi

Pengelolaan lahan khususnya lahan sawah berhubungan dengan cara mengolah tanah dan tenaga pengolahnya. Penggunaan mesin traktor dalam pengelolaan lahan sawah dipengaruhi oleh faktor bentuk, luas, panjang atau lebar petak sawah yang berperan menentukan efisiensi kerja mengolah tanah. Faktor tersebut menjadi dasar dilaksanakan potensi konsolidasi pengelolaan lahan khususnya mekanik. Efisiensi beban pengelolaan lahan menghasilkan efisiensi biaya total sebesar Rp 6.200.000,00 dengan luas lahan setelah dilaksanakan konsolidasi pengelolaan 12,57 ha (Tabel 9). Efisiensi biaya rata-rata tiap petani penggarap atau pemilik sebesar Rp 386.207,00 dan biaya minimum Rp 66.667,00 untuk pengelolaan lahan dalam satu musim tanam. Variasi penurunan biaya pengelolaan ini dipengaruhi oleh jumlah petak, ukuran, luas petak yang dimiliki atau digarap petani sebelum dilakukan potensi konsolidasi serta jumlah petani penggarap atau pemilik dalam satu blok potensi konsolidasi yang dibuat berdasarkan luas kerja optimum mesin traktor per hari di Desa Ciburuy.

Hasil petakan yang memiliki ukuran, luas yang kecil dan dalam jumlah banyak akan mengalami penurunan biaya pengelolaan lahan karena terjadi penggabungan beberapa petak menjadi satu blok konsolidasi sehingga lebih

19

efisien dalam sistem kerja mesin traktor dengan luasan optimum perharinya. Jumlah petani terdiri dari 1-3 orang dalam satu blok. Blok yang memiliki jumlah petani lebih banyak, biaya pengelolaan lahannya akan semakin kecil karena biaya pengelolaan tersebut ditanggung bersama. Pembagian biaya pengelolaan dengan jumlah petani lebih dari satu orang dapat dilakukan dengan pembagian biaya sesuai jumlah petani dalam satu blok konsolidasi atau dibagi berdasarkan musim tanam.

Efisiensi beban pengelolaan lahan lainnya diperoleh melalui data petakan lahan sawah setelah dilakukan konsolidasi mengalami pengurangan petak sebesar 189 petak lahan sawah (Tabel 10). Data tersebut merupakan hasil pengurangan petak lahan sawah sebelum dan setelah konsolidasi. Jumlah galengan atau petak yang telah berkurang tersebut dapat meminimalkan sistem kerja mesin traktor sehingga menjadi optimum dan mengurangi biaya pengeluaran untuk pengelolaan lahan sawah.

Tabel 9. Efisiensi Beban Pengelolaan Lahan setelah Konsolidasi (Respon Setuju) Efisiensi Sebelum Konsolidasi(Rp) Setelah Konsolidasi (Rp) Rataan 600.000 386.207 Min 200.000 66.667 Max 3.800.000 2.000.000 Total 17.400.000 11.200.000 Selisih 6.200.000

Tabel 10. Efisiensi Jumlah Petakan Sebelum dan Setelah Konsolidasi (Respon Setuju)

Kondisi Petakan Jumlah Petakan Efisiensi Sebelum Konsolidasi 245

189 Setelah Konsolidasi 56

Efisiensi Beban Pengelolaan Lahan Desa Ciburuy

Efisiensi beban pengelolaan lahan Desa Ciburuy ditunjukkan pada Tabel 11 dan Gambar 19. Biaya pengelolaan sebelum dilaksanakan konsolidasi sebesar Rp 71.600.000,00 sedangkan setelah dilaksanakan konsolidasi mengalami penurunan biaya pengelolaan sebesar Rp 35.600.000,00. Hasil tersebut menunjukkan bahwa efisiensi beban pengelolaan lahan keseluruhan sebesar Rp 36.000.000,00 atau setara 50% dari biaya keseluruhan.

Tabel 11. Efisiensi Beban Pengelolaan Lahan setelah Konsolidasi Efisiensi Sebelum Konsolidasi (Rp) Setelah Konsolidasi (Rp)

Rataan 246.897 153.502

Min 200.000 40.000

Max 1.200.000 200.000

Total 71.600.000 35.600.000 Efisiensi 36.000.000

20

Gambar 19. Peta Konsolidasi Pengelolaan Lahan Desa Ciburuy SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Peta penggunaan lahan pertanian 2015 yang dibuat dengan memanfaatkan citra Ikonos 2010 dan peta petakan lahan pertanian 2013 memiliki akurasi 88%. Identifikasi lahan sawah dengan memanfaatkan citra Ikonos diperoleh bentuk petakan lahan sawah yang tidak seragam namun cenderung horizontal. Ukuran petakan lahan sawah Desa Ciburuy cenderung berukuran kecil dengan luas rata-rata petakan lahan sawah sebesar 553,02 m2.

Jumlah rotasi tanam di desa Ciburuy sebesar 21 rotasi. Rotasi tanam padi-padi adalah rotasi dominan. Alat mekanik yang digunakan dalam pengelolaan lahan sawah adalah traktor dengan jenis hand tractor sedangkan pengelolaan lainnya bersifat tradisional. Status kepemilikan sewa terhadap mesin traktor memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan milik.

Potensi konsolidasi pengelolaan lahan di Desa Ciburuy rendah karena 73% respon tidak setuju. Konsep konsolidasi pengelolaan lahan dibentuk berdasarkan asumsi luas optimum kerja mesin traktor. Berdasarkan konsep ini maka luasan ideal untuk konsolidasi pengelolaan adalah kurang dari 3000 m2 dan 3000-3500 m2. Secara spasial pola konsolidasi yang dihasilkan tidak memiliki bentuk yang seragam.

Efisiensi beban pengelolaan lahan diperoleh setelah dilakukan konsolidasi menghasilkan efisiensi sebesar Rp 6.200.000,00 dengan luas lahan 12,57 ha. Persentase efisiensi sebesar 36% dan petakan lahan sawah mengalami

21

pengurangan sebesar 189 petak lahan sawah. Efisiensi biaya rata-rata tiap petani penggarap atau pemilik sebesar Rp 386.207,00 dan biaya minimum Rp 66.667,00 untuk pengelolaan lahan dalam satu musim tanam. Jika seluruh lahan sawah Desa Ciburuy dikonsolidasikan maka efisensi beban pengelolaan sebesar Rp 36.000.000,00 setara 50% dari biaya keseluruhan.

Saran

Teknik informasi geografis dan remote sensing dapat digunakan untuk keperluan identifikasi persil lahan dan untuk menyusun potensi konsolidasi. Hal yang masih perlu dilakukan dalam penelitian adalah analisis sistem jaringan irigasi dan perhitungan luas galengan untuk menghasilkan data produktivitas padi.

Dokumen terkait