• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap ELISA diawali dengan penyiapan sap sebagai antigen Sap disiapkan dengan menggerus tanaman sakit menggunakan mortar

dengan bufer ekstraksi [1,59 g Na2CO5; 2,93 g NaHCO3; 0,20 g NaN3; 20 g PVP

yang dilarutkan dalam 1 L Aquabides, pH 9,6] dengan perbandingan 1:100 (v/v). Sebanyak 100 µl sap diisikan ke dalam sumuran ELISA. Plat diinkubasi semalam pada suhu 4 οC, setelah itu plat dicuci sebanyak tujuh kali dengan 1x PBST (Phosphate buffer saline tween 20) [NaCl 8 g, KH2PO4 2 g, Na2HPO4 1,15 g, KCl

0,2 g, NaN3 0,2 g, Tween 20 0,5 ml, yang dilarutkan dalam 1 L Aquabides, pH

7,4].

Tiap sumuran kemudian diisi dengan 100 µl antiserum BCMV (Agdia Cab. No 46000/0500) (1:200) dan diinkubasi kembali pada suhu ruang selama dua jam, kemudian plat dicuci sebanyak delapan kali dengan PBST. Sumuran plat selanjutnya diisi 100 µl enzim konjugat GaR-AP (Goat anti-rabbit yang telah dilabel enzim Alkaline phosphate) dalam bufer konjugat [PBST + 2% PVP +

0,2% egg albumin (Sigma A- 5253)] dan diinkubasi selama satu jam pada suhu ruang. Plat kemudian dicuci dengan PBST sebanyak delapan kali.

Reaksi pewarnaan dilakukan dengan memberikan ke dalam setiap sumuran 100 µl substrat PNP (P-nitrophenylphosphate) 1 tablet PNP dalam 5 ml buffer PNP (diethanolamine 97 ml, H2O 600 ml, NaN3 0,2 g, dilarutkan dalam 1 L

Aquabides, dan pH 9,8) dan diinkubasi selam 30-60 menit pada suhu ruang dan gelap. Perubahan warna diamati pada masing-masing sumuran. Apabila warna telah berubah menjadi kuning, reaksi segera dihentikan dengan menambahkan 50 µl NaOH 3M. Hasil ELISA dianalisis secara kuantitatif dengan ELISA reader

(BIO-RAD Model 550) pada panjang gelombang 405 nm. Uji dinyatakan positif jika nilai absorban ELISA (NAE) sampel uji nilainya 1,5 x NAE kontrol negatif (tanaman sehat).

Metode TBIA. Tahapan TBIA menggunakan metode yang telah dimodifikasi oleh Lin et al. (1990) dan Chen et al. (2004). Sampel daun kacang panjang sebanyak dua lembar daun digulung, diiris/dipotes dengan silet dan dispotkan pada kertas membran Nitropure nitrocellulose (NPN-GE Water & Process Technologies). Pada tiap pengujian, dispotkan jaringan tanaman sehat sebagai kontrol negatif kemudian kertas NPN dikeringanginkan minimal 2 jam. Untuk keseragaman, diatas kertas membran dilarikkan kertas berpola bulatan dengan ukuran yang sama (Gambar 2).

Kertas membran yang telah kering dicuci dengan 5% Triton X-100 (octyphenolpoly(ethyleneglycolether)x) selama 10 menit di atas shaker dengan

kecepatan 200 rpm untuk menghilangkan sisa tanaman, dan warna hijau daun pada kertas membran.

Setelah itu kertas membran diblocking dengan bufer potassium phosphate salin tween (KPST) [0,02 M K2HPO4, 0,15 M NaCl, pH 7,4) yang di dalamnya

mengandung 0,05% Tween-20, 5% susu skim, dan 0,5% bovine serum albumin (BSA)] diatas shaker (200 rpm) selama 20 menit.

Setelah itu kertas membran direndam ke dalam bufer KPST yang mengandung kombinasi antibodi primer yang spesifik untuk BCMV (Agdia) dan antibodi kedua (Rabbit anti mouse IgG, Sigma), kemudian diinkubasi selama 90 menit di atas shaker dengan kecepatan 200 rpm.

Setelah itu kertas membran dicuci menggunakan Tween Tris buffer saline (TTBS)(0,05 M Tris base, 0,15 M NaCl, 0,05% Tween, pH 7,6), sebanyak dua kali masing-masing selama 10 menit, lalu selama 5 menit. Kertas membran kemudian diwarnai dengan menggunakan substrat nitroblue tetrazolium/5-bromo- 4-chloro-3-indolylphosphate (NBT/BCIP, Sigma) sampai spot pada kertas membran berwarna ungu untuk sampel yang positif BCMV. Reaksi dihentikan dengan membuang substrat pewarna dan mencuci membran dengan air serta kemudian kertas NPN dikeringanginkan di atas tisu.

Optimasi Konsentrasi Antiserum. Oleh karena belum diketahui kombinasi antiserum yang optimal untuk deteksi BCMV kacang panjang, maka dilakukan pengujian beberapa kombinasi antiserum BCMV dan universal antiserum conjugat (antibodi kedua). Adapun konsentrasi kombinasi antiserum yang digunakan adalah 1:3 000; 1:5 000; 1:7 000; 1:10 000; 1:13 000; dan 1:15 000. Selain optimasi konsentrasi antiserum, dilakukan juga perbandingan deteksi sap dan spot pada konsentrasi antiserum yang optimal.

Gambar 2 Tahapan deteksi serologi dengan TBIA. (a) kertas membran (KM), (b) tahap pencucian dengan Triton X-100, (c) tahap blocking, (d) tahap deteksi dengan antiserum, (e) tahap pencucian dengan TTBS, (f) tahap pewarnaan dengan substrat NBT/BCIP, (+) daun sakit, (-) daun sehat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Uji Virus Terbawa Benih

Uji serologi menggunakan teknik deteksi I-ELISA terhadap delapan varietas benih kacang panjang yang telah berumur 4 MST menunjukkan bahwa tujuh varietas komersial positif terdeteksi BCMV dari benih yang ditumbuhkan. Adapun varietas yang positif BCMV yaitu New Jaliteng, Pilar, Parade, Long Silk, Maharani, Lousiana, dan 777, sedangkan benih dari varietas Lokal (berpolong putih) dari petani menunjukkan tidak terdeteksi BCMV (Gambar 3).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 NJT PLR LS PRD MHR LSA 777 Lokal 5 5 5 80 40 5 45 0 S a mp e l K o mp o si t P o si ti f BC M V (% ) Varietas

Gambar 3 Persentase BCMV terbawa benih dari sampel komposit pada 7 varietas kacang panjang komersial. NJT : New Jaliteng; PLR : Pilar; LS : Long Silk; PRD : Parade; MHR : Maharani; LSA : Lousiana; 777; Lokal Persentase tertinggi sampai terendah benih yang membawa BCMV dari 20 SK yang dideteksi ditunjukkan oleh adalah varietas Parade (16 SK), varietas 777 (9 SK), varietas Maharani (8 SK), lalu New Jaliteng, Pilar, Lousiana, dan Long Silk masing-masing (1 SK), sedangkan varietas Lokal polong putih menunjukkan hasil tidak terdeteksi BCMV (Gambar 3). Untuk mengetahui persentase nyata BCMV yang terbawa benih dari sampel komposit yang positif, selanjutnya sampel diuji secara individu dengan I-ELISA (Gambar 4).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 NJT PLR LS PRD MHR LSA 777 3 4 5 73 25 2 30 Ben ih Pos itif BCM V (%) Varietas

Gambar 4 Persentase BCMV terbawa benih pada 7 varietas kacang panjang komersial. NJT : New Jaliteng; PLR : Pilar; LS : Long Silk; PRD : Parade; MHR : Maharani; LSA : Lousiana; 777

Hasil deteksi individu tanaman dari SK yang positif BCMV menunjukkan bahwa dari masing-masing 100 benih yang diuji, infeksi tertinggi sampai terendah ditunjukkan oleh varietas Parade (73%), varietas 777 (30%), varietas Maharani (25%), varietas Long Silk (5%) , varietas Pilar (4%), varietas New Jaliteng (3%), dan terakhir varietas Lousiana (2%). Data ini menunjukkan bahwa benih-benih komersial yang dijual dan ditanam petani tidak bebas BCMV.

Deteksi BCMV dengan Teknik TBIA

Hasil deteksi BCMV dengan TBIA menggunakan antiserum dengan konsentrasi berbeda menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi antiserum (pengenceran rendah) yang digunakan maka pewarnaan akan semakin jelas dan waktu pewarnaan semakin singkat (Gambar 5). Penggunaan kombinasi antiserum sampai 1:10 000 memberikan hasil yang jelas antara sampel yang positif BCMV dan sampel sehat. Namun, hasil deteksi TBIA BCMV masih dapat terlihat jelas sampai pengenceran antiserum 1:15 000. Hal ini menunjukkan bahwa sensitivitas antiserum yang cukup tinggi. Namun, waktu pewarnaan yang diperlukan menjadi lebih lama (> 7 jam); lebih lama dari proses TBIA itu sendiri.

TBIA Konsentrasi Anti Serum

Waktu Warna Muncul (menit) +  1 : 3 000 10 ‐ +  1 : 5 000 20 ‐  +  1 : 7 000 20 ‐  +  1 : 10 000 30 ‐  1 : 13 000 420 1 : 15 000 480

Gambar 5 Optimasi hasil deteksi BCMV pada konsentrasi antiserum yang berbeda. (+) : tanaman sakit; (-) : tanaman sehat

Hasil TBIA dengan menggunakan kertas membran dapat dilihat bahwa sampel positif dengan cara blotting langsung dari daun yang segar lebih bagus dan lebih bersih hasilnya daripada dot spot menggunakan sap tanaman yang digerus terlebih dahulu. Ketika proses pencucian, blotting langsung dari daun yang segar lebih bersih daripada dot spot menggunakan sap tanaman yang digerus karena sulitnya menghilangkan sisa tanaman (Gambar 6).

Gambar 6 TBIA BCMV kacang panjang dengan menggunakan konsentrasi antiserum. (a) ; 1:3 000; (b) ; 1:5 000; (+) : tanaman/sap terinfeksi; (-) : tanaman/sap sehat

Perbandingan hasil deteksi ELISA dari benih yang ditumbuhkan dengan TBIA, digunakan varietas Parade. Berdasarkan deteksi ELISA menunjukkan bahwa 16 dari 20 sampel komposit yang diuji positif mengandung BCMV. Sementara itu, berdasarkan hasil TBIA menunjukkan 11 dari 20 spot berwarna ungu (sampel no 1, 2, 6, 7, 8, 12, 16, 17, 18, 19, 20) dan sisanya berwarna ungu muda. Namun, berdasarkan pengamatan visual, semua sampel komposit positif BCMV walaupun dengan intensitas warna yang berbeda. Sampel 1-4 terdeteksi negatif dengan ELISA namun positif dengan TBIA. Hal ini karena saat TBIA dilakukan umur tanaman > 4 MST, sedangkan ELISA dilakukan saat tanaman berumur 4 MST. Pada tanaman yang > 4 MST kemungkinan jumlah virus lebih banyak dalam tanaman tersebut sehingga terdeteksi positif dengan TBIA. Faktor ketidak seragaman tekanan ketika menspotkan sampel pada kertas membran juga membawa perbedaan intensitas warna ungu. Pada kontrol negatif juga terlihat berwarna ungu muda seperti pada sampel uji yang positif BCMV. Hal ini disebabkan tanaman sehat yang digunakan pada Gambar 5 berbeda dengan yang digunakan pada Gambar 7. Persentase BCMV terbawa benih varietas Parade cukup tinggi berdasarkan hasil deteksi dalam penelitian ini, sehingga kontrol negatif varietas Parade yang digunakan dalam TBIA pada Gambar 7 kemungkinan besar membawa BCMV.

Tabel 1 Hasil deteksi I-ELISA dari benih tanaman varietas Parade yang ditumbuhkan

No Rata-rata NAE Hasil*

Bufer 0,152 - Kontrol (+) 2,864 + Kontrol (-) 0,164 - 1* 0,169 - 2 0,211 - 3 0,212 - 4 0,239 - 5 0,316 + 6 0,273 + 7 0,260 + 8 0, 304 + 9 0,292 + 10 0,312 + 11 0,368 + 12 0,356 + 13 0,328 + 14 0,328 + 15 0,366 + 16 0,351 + 17 0,450 + 18 0,404 + 19 0,723 + 20 0,659 +

Gambar 7 Deteksi TBIA dari benih tanaman varietas Parade yang ditumbuhkan

Perbandingan Teknik Deteksi I-ELISA dan TBIA

Kelebihan dan kekurangan dua teknik ini ditabulasikan pada Tabel 2. Tabel 2 Perbandingan antara teknik I-ELISA dan TBIA dalam deteksi BCMV

Faktor Pembanding I-ELISA* TBIA*

Sensitivitas 0,01 g sampel daun Daun segar sedikit Objektivitas hasil Sedang-Tinggi Sedang Penggunaan alat bantu

otomatis

Banyak Sedikit Media Plat ELISA 1 strip Kertas NPN 1,5 x 5 cm

Antiserum BCMV (1 : 200) 4 µl 1µl

Antiserum 2nd 1µl 1µl

Penggunaan bufer Banyak Sedikit

Pewarna PNP 100 µl/sampel -

NBT/BCIP - Disesuaikan dengan kertas NPN (±1-3 ml) Kecepatan diagnosa ±22 -26 jam ±3 jam

Keterampilan yang dibutuhkan

Sedang Rendah Prosedur pelaksanaan Banyak Sedikit

Pengujian pada kondisi lapang

Sedang Tinggi Biaya Pengujian Rp 97.000,00 Rp 33.000,00

∗ ELISA diperkirakan untuk 8 sampel (plat ELISA 1 strip); Setara dengan KM ukuran 1,5 x 5 cm untuk TBIA dengan jumlah sampel yang sama

Perbandingan kedua metode dalam mendeteksi BCMV menunjukkan bahwa TBIA lebih mudah, murah, dan jauh lebih cepat dalam memberikan hasil deteksi dibandingkan I-ELISA. Dalam pengujian rutin, sering menggunakan jumlah sampel yang tidak banyak. Pada kondisi ini TBIA memberikan keleluasaan dan kemudahan dalam deteksi karena kertas membran yang digunakan dapat disesuaikan dengan jumlah sampel. Sedangkan pada I-ELISA jumlah sampel sedikit atau banyak dalam satu plat akan membutuhkan biaya yang sama dan lebih mahal dari TBIA.

Keunggulan pengujian teknik I-ELISA di laboratorium yaitu pembacaan hasil pengujian dapat dilakukan menggunakan ELISA reader, sehingga didapatkan hasil titer virus yang akurat secara kuantitatif. Sedangkan dengan teknik TBIA hanya dapat menentukan hasil deteksi virus secara kualitatif positif dan negatif saja.

Pembahasan

Deteksi Benih Hasil Growing On Test

Deteksi benih secara serologi pada delapan varietas kacang panjang menunjukkan tujuh varietas komersial positif BCMV, sedangkan varietas lokal menunjukkan tidak terdeteksi BCMV. Akan tetapi benih yang bereaksi positif pada I-ELISA tersebut belum memperlihatkan gejala pada saat dilakukan pengujian (4 MST). Hal tersebut membuktikan bahwa benih komersial yang ada di pasaran dan ditanam petani tidak bebas BCMV. Selain BCMV, penyebab mosaik kuning kacang panjang adalah CMV atau infeksi ganda BCMV dan CMV (Damayanti et al. 2009). Kemungkinan terdeteksi CMV dari benih ada karena CMV juga virus tular benih, namun dalam penelitian ini deteksi CMV tidak dilakukan.

Berdasarkan hasil deteksi ini terlihat bahwa kenyataannya benih komersial tidak bebas virus. Hal ini menjelaskan tentang intensitas serangan mosaik kuning di lapang yang tinggi dibeberapa pertanaman kacang panjang di Jawa Barat dan Tegal (Damayanti TA & Tamrin, Komunikasi pribadi 2012). Oleh karena itu

salah satu upaya pengendalian BCMV adalah dengan penggunaan benih bebas virus dan tersedianya metode deteksi virus yang mudah dilakukan dalam deteksi rutin.

Dalam deteksi BCMV terbawa benih, sebaiknya benih ditumbuhkan sampai 4 MST. Hal ini karena sedikitnya virus yang terbawa benih sehingga tanaman perlu ditumbuhkan sampai virus mencapai konsentrasi yang terdeteksi dengan ELISA. Hasil deteksi dengan menumbuhkan benih sampai 2 MST pada varietas Maharani menunjukkan hasil negatif BCMV (data tidak diperlihatkan). Namun, setelah benih ditumbuhkan sampai 4 MST, varietas Maharani dari 100 sampel yang sama menunjukkan 25% benih yang diuji positif mengandung BCMV. Oleh karena itu, dalam seleksi benih bebas BCMV growing on test

(menumbuhkan benih) sampai 4 MST merupakan hal yang penting diperhatikan untuk mendapatkan hasil deteksi yang lebih akurat.

Deteksi serologi menggunakan sampel komposit dengan cara mencetak daun dengan tutup eppendrof merupakan cara yang mudah untuk keseragaman sampel uji dibandingkan pengambilan sampel yang tidak beraturan ukurannya. Sampel komposit (1 SK terdiri dari 5 tanaman yang berbeda) dengan ukuran yang sama memudahkan dalam pelaksanaan deteksi dan efisiensi penggunaan antiserum untuk deteksi sampel dalam jumlah banyak. Dengan bentuk daun yang sama dideteksi dalam bentuk sampel komposit, diharapkan sampel uji lebih homogen. Jika dari lima sampel uji, satu saja yang positif mengandung virus, akan positif terdeteksi walaupun dalam sampel komposit. Deteksi individu dari sampel komposit hanya dilakukan bila terdeteksi positif virus. Hal ini untuk efisiensi penggunaan antiserum.

Menurut Susetio (2011), varietas Parade, New Jaliteng, Long Silk, dan Pilar (Polong hijau) tergolong varietas yang sangat rentan terhadap BCMV, begitu juga dengan varietas 777 (Setyastuti 2008). Dalam penelitian ini deteksi benih komersial hasil growing on test juga menunjukkan persentase BCMV terbawa benih yang tinggi pada varietas Parade, Maharani, dan 777. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya korelasi positif antara kerentanan tanaman dengan tingginya persentase BCMV terbawa benih. Persentase BCMV terbawa benih yang lebih rendah ditunjukkan pada varietas New Jaliteng, Pilar, Long Silk, dan Lousiana.

Infeksi benih hanya terjadi saat BCMV menginfeksi tanaman sebelum pembentukan bunga, dan tidak terjadi setelah masa itu. Fenomena ini sepertinya terkait dengan transmisi BCMV melalui polen saat virus masuk ke dalam sel telur waktu fertilisasi. Selain itu tinggi rendahnya persentase BCMV terbawa benih juga dipengaruhi oleh waktu terjadinya infeksi virus. Semakin muda tanaman terinfeksi virus, semakin tinggi peluangnya terbawa benih (Sutic et al 1999).

Agrios (2005) berpendapat bahwa faktor genetik tidak hanya mempengaruhi gejala tetapi juga variasi dalam kerentanan terhadap patogen yang disebabkan perbedaan jenis dan jumlah gen yang mengatur ketahanan pada setiap jenis varietas. Tingginya persentase BCMV yang terdeteksi dari benih yang ditumbuhkan menunjukkan bahwa varietas komersial berpolong hijau diduga lebih rentan terhadap infeksi BCMV dibandingkan varietas yang berpolong putih asal petani dari Indramayu.

Kelebihan dan Kekurangan I-ELISA dan TBIA

Perbandingan kelebihan dan kekurangan dalam mendeteksi virus BCMV dengan menggunakan teknik I-ELISA dan TBIA membahas beberapa faktor utama. Kedua teknik deteksi tersebut dapat memberikan hasil deteksi yang baik.

Hasil deteksi kuantitatif I-ELISA dapat dilihat diukur menggunakan ELISA reader, sedangkan pada TBIA hasil deteksi hanya dapat dilihat dari pewarnaan kertas membran yang berwarna ungu untuk sampel positif virus dan tidak berwarna untuk kontrol sehat (kualitatif). Sehingga, pada deteksi TBIA tidak dapat diketahui titer virusnya dan adanya subjektivitas dalam penentuan warna ungu. Namun, TBIA memiliki kelebihan dalam deteksi dan identifikasi virus. Spot

ungu yang positif virus dapat langsung digunakan untuk deteksi asam nukleat dan RT-PCR tanpa ekstraksi asam nukleat yang rumit untuk identifikasi virus dan perunutan DNA, sehingga untuk identifikasi virus tidak perlu menyimpan sampel daun (Chang et al. 2010). Sedangkan pada ELISA, hasil pengujian tidak dapat digunakan langsung untuk RT-PCR. Untuk hasil deteksi yang positif dengan ELISA, uji lanjutan untuk deteksi asam nukleat memerlukan sampel daun yang sama dan total RNA harus diekstraksi, baru kemudian dideteksi RT-PCR.

Biaya yang dibutuhkan untuk deteksi virus dengan TBIA jauh lebih rendah dibandingkan I-ELISA karena penggunaan bufer-bufer dan antiserum uji sangat sedikit. Selain itu prosedur TBIA lebih mudah dan singkat dibandingkan I-ELISA (Gambar 2). Hal ini membuktikan TBIA dapat digunakan lebih banyak dalam deteksi rutin atau untuk mendeteksi sampel hasil survei karena prosedurnya mudah, murah, dan singkat. Namun, optimasi penggunaan antiserum spesifik virus dengan TBIA tetap harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Pemanfaatan kedua teknik deteksi dalam pengujian langsung di lapang memungkinkan untuk dilakukan. Menurut Kartiningtyas (2005) teknik I-ELISA memungkinkan dilakukan di lapang karena tahapan dasar dari I-ELISA yaitu pengisian plat, inkubasi, pencucian plat, dan pembacaan I-ELISA dapat dilakukan tanpa menggunakan peralatan yang canggih. Hasil uji I-ELISA dapat ditentukan dengan membandingkan warna substrat antar sampel, kontrol positif, kontrol negatif, dan larutan penyangga. Akan tetapi teknik TBIA jauh lebih mudah dilakukan di lapang, karena prosedur pelaksanaan yang digunakan lebih sedikit dibandingkan I-ELISA. Tahapan dasar dari TBIA yaitu blotting pada kertas membran, inkubasi, pencucian kertas membran, dan pewarnaan kertas membran juga dapat dilakukan di lapang tanpa menggunakan peralatan yang canggih serta waktu yang dibutuhkan dalam mendapatkan hasil jauh lebih cepat dibandingkan I- ELISA.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Persentase BCMV terbawa benih komersial berkisar antara 2–73% tergantung varietas. Benih komersial yang berpolong hijau diduga lebih rentan terhadap infeksi BCMV dibanding benih lokal yang berpolong putih berdasarkan hasil deteksi benih yang ditumbuhkan.

Pengenceran kombinasi antiserum optimal untuk deteksi BCMV dengan TBIA berkisar 1:3 000 sampai 1:7 000, karena memberikan hasil deteksi yang tegas dan cepat dibandingkan dengan pengenceran antiserum yang lebih tinggi. Teknik deteksi BCMV dengan TBIA lebih mudah, murah, dan cepat dibandingkan I-ELISA serta lebih memungkinkan dilakukan di lapang, karena prosedur pelaksanaan yang digunakan lebih sedikit dibandingkan I-ELISA.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian terkait hubungan umur tanaman saat terinfeksi BCMV dengan persentase BCMV terbawa benih untuk mengetahui masa kritis tanaman terhadap infeksi BCMV.

2. Perlu diteliti upaya pengendalian BCMV pada benih terutama pada varietas yang rentan tetapi digemari konsumen.

3. Perlu diupayakan penyebaran informasi tentang pentingnya benih sehat dalam mengendalikan infeksi virus tular benih kepada pihak terkait (produsen benih, petani, dinas pertanian, dll).

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed. ke-5. New York: Academic Press. Anwar A, Sudarsono, Ilyas S. 2005. Indonesian vegetable seeds: Current

condition and prospects in business of vegetable seeds. Bulletin of Agronomy (33) (1): 38-47.

CABI [Central of Agricultural and Biosciences International]. 2005. Corp Protection Compendium. CAB International, Wallingford.

Chang Peta-Gaye S, Mclaughlin Wayne A, Tolin Sue A. 2010. Tissue blot immunoassay and direct RT-PCR of cucumoviruses and potyviruses from the same NitroPure nitrocellulose membrane. Journal of Virological Methods 117: 345-351.

Chen P, Buss GR, Tolin SA. 2004. Reaction of soybean to single and double inoculation with different Soybean mosaic virus strains. Crop Protection. 23: 965-971.

Damayanti TA. 2009. Kajian Sifat Bioekologi dan Biomolekuler Penyebab Outbreak Penyakit Kuning pada Kacang Panjang di Jawa Barat dan Jawa Tengah [abstrak]. J Bogor Agriculture University. http://www.repository. ipb.ac.id [31 Oktober 2011].

Damayanti TA, OJ Alabi, RA NAidu, Rauf A. 2009. Severe outbreak of a yellow mosaic disease on the yard long bean. In Bogor, West Java. Hayati Journal of Biosciences 16: 78-82

Djikstra J, De Jagger. 1998. Practical Plant Virology: Protocol and Exercise. Boston: Springer.

Hutapea JR. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III). Departemen Kesehatan: Jakarta.

Karle R, Holder F, Smith M. 2004. Application of FTA-based technology for sample collection, transport, purification and storage of PCR-ready plant DNA.WhatmanInc.http//www.whatman.com/References/WGI_1397_Plant Poster_V6.pdf. [08 Februari 2010].

Kartiningtyas. 2005. Deteksi Turnip mosaic virus (TuMV) pada benih dan jaringan daun. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lin NS, Hsu YH, Hsu HT. 1990. Immunological detection of plant viruses dan a mycoplasma-like organism by direct tissue blotting on nitrocellulose membranes. [jurnal]. Phytopathology 80: 824-828.

Morales FJ, Bos L. 1988. Bean common mosaic virus/AAB Description of Plant Viruses. Virus Research 337.

Ndurungu J, Taylor NJ, Yadav J. Aly H, Legg JP, Aveling T, Thompson G, Fauquet CM. 2005. Application or FTA technology for sampling recovery and molecular characterization of viral pathogens and virus-derived transgenes from plant tissues. Virology. 2: 45, doi:10.1186/1743-422X-2-45. [PROSEA] Plant Resources South East Asia. 1996. Legume Genetic Resources: The PROSEA Manual for Authors, Editors, and Publishers. Ed ke-10. Oshkosh: University of Wisconsin.

Saleh N. 1997. Pengaruh biji belang dan pengendalian vektor terhadap intensitas serangan Soybean stunt virus dan hasil kedelai. Komponen teknologi peningkatan produksi tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian. Edisi Khusus Balitkabi 9: 82-89.

Setyastuti L. 2008. Tingkat ketahanan sembilan kultivar kacang panjang terhadap infeksi Bean common mosaic virus (BCMV). [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Suryadi, Luthfy, Kusandriani Y, Gunawan. 2003. Karakteristik dan Deskripsi Plasma Nutfah Kacang Panjang. Buletin Plasma Nutfah 9(1): 1-10.

Susetio H. 2011. Penyakit mosaik kuning kacang panjang: respons varietas kacang panjang (Vigna sinensis L.) dan efisiensi penularan melalui kutudaun (Aphis craccivora Koch.). [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sutic DD, Ford RE, Tosic MT. 1999. Handbook of Plant Virus Diseases. CRC Press: 174-176.

Wikipedia Indonesia. 2011. Kacang panjang. http://id. wikipedia. org/wiki/ Kacang_panjang. [11 Januari 2012].

Lampiran 1 Tabel Nilai absorban ELISA (NAE) sampel individu varietas Lousiana dan Long Silk

No Var. Lousiana No Var. Long Silk

NAE Keterangan* NAE Keterangan* Kontrol (-) 0,193 Kontrol (-) 0.099 1* 0,186 - 1* 0,391 + 2 0,183 - 2 0,410 + 3 0,167 - 3 0,390 + 4 0,526 + 4 0,435 + 5 0,436 + 5 0,418 +

*Uji positif jika NAE var. Lousiana > 0.289; Uji positif jika NAE var. Long Silk > 0,148

Lampiran 2 Tabel Nilai absorban ELISA (NAE) sampel individu varietas New Jaliteng dan Pilar

No Var. New Jaliteng No Var. Pilar

NAE Keterangan* NAE Keterangan* Kontrol (-) 0,099 Kontrol (-) 0,191 1* 0,310 + 1* 0,511 + 2 0,371 + 2 0,194 - 3 0,264 + 3 0,478 + 4 0,104 - 4 0,653 + 5 0,097 - 5 0,460 +

Lampiran 3 Tabel Nilai absorban ELISA (NAE) sampel individu varietas Parade

No NAE Keterangan* No NAE Keterangan*

Kontrol (-) 0,099 41 0,483 + 1* 0,119 - 42 0,495 + 2 0,106 - 43 0,509 + 3 0,336 + 44 0,465 + 4 0,253 + 45 0,480 + 5 0,333 + 46 0,375 + 6 0,374 + 47 0,434 + 7 0,356 + 48 0,230 + 8 0,395 + 49 0,247 + 9 0,384 + 50 0,475 + 10 0,394 + 51 0,474 + 11 0,401 + 52 0,441 + 12 0,245 + 53 0,099 - 13 0,232 + 54 0,234 + 14 0,302 + 55 0,189 + 15 0,354 + 56 0,206 + 16 0,351 + 57 0,207 + 17 0,380 + 58 0,259 + 18 0,343 + 59 0,218 + 19 0,358 + 60 0,233 + 20 0,509 + 61 0,090 - 21 0,391 + 62 0,283 + 22 0,235 + 63 0,345 + 23 0,308 + 64 0,239 + 24 0,250 + 65 0,234 + 25 0,269 + 66 0,270 + 26 0,333 + 67 0,231 + 27 0,275 + 68 0,266 + 28 0,281 + 69 0,084 - 29 0,302 + 70 0,347 + 30 0,309 + 71 0,383 + 31 0,314 + 72 0,269 + 32 0,233 + 73 0,259 + 33 0,503 + 74 0,309 + 34 0,300 + 75 0,284 + 35 0,412 + 76 0,339 + 36 0,366 + 77 0,322 + 37 0,298 + 78 0,213 + 38 0,468 + 79 0,099 - 39 0,441 + 80 0,097 - 40 0,501 +

Lampiran 4 Tabel Nilai absorban ELISA (NAE) sampel individu varietas Maharani

No NAE Keterangan* No NAE Keterangan*

Kontrol (-) 0,193 21 0,602 + 1* 0,135 - 22 0,638 + 2 0,114 - 23 0,532 + 3 0,145 - 24 0,505 + 4 0,228 - 25 0,605 + 5 0,146 - 26 0,506 + 6 0,181 - 27 0,579 + 7 0,178 - 28 0,411 + 8 0,147 - 29 0,825 + 9 0,140 - 30 0,783 + 10 0,115 - 31 0,675 + 11 0,171 - 32 0,621 + 12 0,693 + 33 0,763 + 13 0,660 + 34 0,726 + 14 0,172 - 35 0,863 + 15 0,602 + 36 0,823 + 16 0,170 - 37 0,795 + 17 0,159 - 38 0,788 + 18 0,130 - 39 0,669 + 19 0,699 + 40 0,729 + 20 0,479 +

Lampiran 5 Tabel Nilai absorban ELISA (NAE) sampel individu varietas 777

No NAE Keterangan* No NAE Keterangan*

Kontrol (-) 0,193 23 0,411 + 1* 0,478 + 24 0,672 + 2 0,348 + 25 0,892 + 3 0,435 + 26 0,328 + 4 0,730 + 27 0,979 + 5 0,436 + 28 0,612 + 6 0,164 - 29 0,400 + 7 0,179 - 30 0,330 + 8 0,172 - 31 0,933 + 9 0,150 - 32 0,791 + 10 0,123 - 33 0,900 + 11 0,157 - 34 0,431 + 12 0,220 - 35 0,885 + 13 0,155 - 36 0,401 + 14 0,162 - 37 0,956 + 15 0,174 - 38 0,701 + 16 0,154 - 39 0,181 - 17 0,612 + 40 0,185 - 18 0,328 + 41 0,147 - 19 0,551 + 42 0,721 + 20 0,432 + 43 0,801 + 21 0,620 + 44 0,203 - 22 0,892 + 45 0,413 +

*Uji positif jika NAE > 0,289.  

Dokumen terkait