• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap R ekonsiliasi

R ekonsiliasi m erupakan serangkaian aktivitas untuk m enyelesaikan sengketa secara adil, sekaligus m em ulihkan hubungan kebersam aan diantara para pihak yang bersengketa, sehingga para pihak yang bersengketa dapat bersatu kem bali. Itu berarti, berbicara tentang rekonsiliasi harus jelas siapa-siapa yang m enjadi obyek yang harus atau akan disatukan kem bali dan apa persoalan yang m enyebabkan terjadinya sengketa. Setelah itu, baru dibicarakan tentang akibat dan jalan keluar penyelesaiannya.

D aniel Sparinga (2003) berpendapat bahw a dalam proses rekonsiliasi idealnya harus didasarkan pada penghorm atan terhadap prinsip kem anusiaan dan keadilan diantara para pihak yang bersengketa. Ada 3 (tiga) aktivitas utam a dalam tahap rekonsiliasi pada m odel penyelesaian kasus KD RT, yakni:

harus m em eriksa surat rujukan ataupun data-data yang dikirim oleh lem baga/individu perujuk dan m em buat berita acara penerim aan kasus.

a. N egosiasi

D alam bahasa sehari-hari kata negosiasi sering disebut dengan istilah

"

berunding" atau "berm usyaw arah". D alam konteks penyelesaian alternatif kasus KD RT, negosiasi dibedakan dalam 2 (dua) kategori, yakni negosiasi internal dan negosiasi ekternal.

N egosiasi internal dim aksudkan untuk m enyam akan persepsi diantara pihak penerim a kasus dan pelapor berkaitan dengan duduk perkara, sekaligus berbagi peran untuk upaya penyelesaian kasus.

Pada proses negosiasi ini, harus dibicarakan juga tentang apakah kasus KD RT yang dilaporkan ini bisa ditangani secara keseluruhan atau harus m elibatkan aparat penegak hukum (pihak Kepolisian) atau didorong untuk diselesaikan m elalui jalur peradilan form al. Kasus-kasus yang proses penyelesaiananya w ajib m elibatkan pihak Kepolisian atau didorong untuk diselesaikan m elalui jalur peradilan form al tersebut adalah kasus-kasus KD RT yang berkaitan dengan hal-hal m endasar yang tidak dapat ditoleransi, yakni: Kasus Pem bunuhan dalam lingkup rum ah tangga, Kasus Kekerasan Seksual dalam lingkup rum ah tangga dan Kasus Penganiayaan Berat dalam lingkup rum ah tangga.

U ntuk ketiga kasus ini para tokoh (tim gugus tugas) yang akan m enyelesaikan kasus hanya dapat berperan untuk m em ediasi pihak keluarga dari korban m aupun keluarga dari pelaku agar tidak terjadi konflik lanjutan. Bagi pelaku pem bunuhan serta pelaku dan korban dalam kasus kekerasan seksual dan penganiayaan berat bisa m endapat pelayanan konseling dan bim bingan rohani dengan seijin aparat penegak hukum .

N egosiasi eksternal diaw ali dengan pihak penerim a kasus m elakukan pendekatan kepada korban dan pelaku. D alam m elakukan pendekatan terhadap pelaku dan korban harus dibarengi dengan pelayanan konseling dan pelayanan bim bingan rohani. Khusus untuk korban yang terancam jiw anya, m endapat penolakan dari keluarga dan atau pelaku, korban yang butuh penanganan intensif tapi rum ahnya jauh, serta korban yang m em erlukan persiapan khusus untuk m enjalani proses hukum form al, bisa disediakan R um ah Am an.

Box. 4.

PR O TAP K O N SELIN G & BIM BIN G AN R O H AN I 1. Konsele diterim a konselor.

2. Bila kondisi konsele dalam situasi kritis, m aka langkah aw alnya konselor langsung m em berikan pertolongan pertam a dan apabila kondisi konsele parah, konselor segera m em baw anya ke dokter.

3. a. Penggalian inform asi aw al (identitas) dari konsele. Bila konsele adalah anak, m aka penggalian inform asi dilakukan dengan orangtua, w ali atau pendam ping.

b. Penggalian m asalah dengan prinsip konseling berw aw asan gender :

* Tidak m engadili korban/non judgem ent.

* M em bangun hubungan yang setara /egaliter.

* M em egang prinsip keputusan ditangan korban/self determ ination. * M elakukan pem berdayaan/em pow erm ent (Penyadaran gender, m enjelaskan tentang hak-hak korban, m em berikan dukungan, m em bantu m em berikan pertim bangan atau solusi, m em bantu m em aham i m asalahnya).

* M enjaga kerahasiaan korban.

4. Konselor dan konsele (bila anak dengan orangtu/w ali, keluarga korban yang m endam pingi) m em buat kesepakatan tentang: rujukan, tindak lanjut penyelesaian m asalah, peran konselor dan konsele (bila anak dengan orangtua/w ali, keluarga konsele yang m endam pingi).

5. Kesepakatan rujukan termasuk rujukan ke psikolog bila konselor merasa konsele membutuhkan therapy khusus oleh psikolog. 6. Konselor membuat dokumentasi (lisan, tertulis, visual): identitas konsele, kronologi kasus, layanan yang diberikan, kondisi konsele (psikis, fisik, seksual).

Pelayanan konseling dan pelayanan bim bingan rohani dalam tahap negosiasi, harus diarahkan untuk:

Pertam a

, M em bantu konsele (korban dan pelaku) m engenali perm asalahannya dan m enem ukan cara-cara yang efektif untuk m engatasinya sendiri,

K edua

, M em berdayakan konsele (korban dan pelaku) untuk dapat m em utuskan m asa depannya sendiri.

Ketiga

, M enguatkan konsele (korban dan pelaku) dalam m enghadapi proses yang dijalaninya.

K eem pat

, M em buat konsele (korban dan pelaku) m erasa diterim a dan tidak dihakim i.

Pendekatan terhadap korban dan pelaku, dim aksudkan untuk m enggali akar m asalah sekaligus m elakukan penjajakan untuk m enghasilkan kesepakatan m engenai cara dan bentuk penyelesaian sengketa yang diinginkan oleh korban m aupun pelaku. Jika korban

dan atau pelaku m em ilih penyelesaian kasusnya m elalui sistem peradilan form al, m aka pihak penerim a kasus dalam hal ini tim gugus tugas harus tetap m endam pingi korban dan m erekom endasikan kasus ke aparat penegak hukum untuk ditangani sesuai hukum positif yang berlaku. N am un, kalau kedua belah pihak yang berselisih m em ilih penyelesaian alternatif, m aka akan ditindaklanjuti dengan m ediasi.

b. M ediasi

M ediasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut dengan m ediation adalah penyelesaian sengketa dengan cara m enengahi. M ediasi juga dapat dipaham i sebagai proses negosiasi pem ecahan m asalah dim ana pihak yang akan m enyelesaikan kasus tidak m em ihak

(im partial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa

untuk m em bantu m em peroleh kesepakatan perjanjian secara m em uaskan.

D itahap m ediasi, pihak penerim a kasus atau tim gugus tugas harus secara aktif m elaksanakan fungsi sebagai m ediator bagi korban dan pelaku kasus KD RT. D alam m elakukan m ediasi, pihak yang dipercayakan m enjadi m ediator harus dapat m enaw arkan sejum lah alternatif penyelesaian yang sekiranya m am pu m enjaw ab perasaan keadilan para pihak sehingga keutuhan dan keharm onisan rum ah tangga bisa tercipta. Para pihak dalam hal ini korban dan pelaku kem udian secara sadar akan m encari "titik tem u" dengan m em ilih alternatif paling m enguntungkan atau paling kecil resikonya untuk dijadikan sebagai bentuk dan cara penyelesian sengketa di antara m ereka.

Jika dalam m ediasi tidak m encapai titik tem u, m aka kasus KD RT ini dapat diputuskan dan direkom endasi untuk di proses m elalui m ekanism e peradilan form al. Sedangkan jika ada titik tem u dalam negosiasi ini, m aka:

Pertam a

, pelaku dan korban diw ajibkan untuk m enjalani rehabilitasi tanpa adanya sanksi bagi pelaku.

Kedua

, pelaku dikenakan sanksi sesuai dengan nilai-nilai dan kebiasaan di m asyarakat, sekaligus pelaku dan korban diw ajibkan juga untuk m enjalani rehabilitasi.

Selanjutnya, bentuk, cara penyelesaian sengketa dan hasil penyelesaian sengketa dituangkan dalam berita acara penyelesaian sengketa yang nantinya didaftarkan/diregistrasi pada Pengadilan N egeri setem pat untuk m endapatkan kekuatan hukum tetap.

c. R ehabilitasi

Rehabilitasi adalah serangkaian aktivitas pelayanan yang ditujukan untuk m em ulihkan dan m engem bangkan kem am puan seseorang yang m engalam i disfungsi sosial sehingga dapat m elaksanakan fungsi sosialnya secara w ajar. Proses rehabilitasi terhadap korban dan pelaku KD RT, idealnya diarahkan pada pulihnya kondisi baik fisik m aupun psikis, sehingga korban dan pelaku dapat m enjalankan aktivitasnya sehari-hari dalam lingkup rum ah tangga dan dapat hidup di tengah m asyarakat seperti sem ula. U ntuk rehabilitasi fisik, tim gugus tugas harus berkoordinasi dengan pihak- pihak yang bertugas untuk m em berikan pelayanan kesehatan. D alam konteks penyelesaian alternatif, rehabilitasi hanya dim aksudkan untuk m em ulihkan psikis dari korban dan pelaku. Karenanya, Proses rehabilitasi sehubungan dengan m odel penyelesaian alternatif kasus KD RT m eliputi:

Pertam a, Pelayanan Konseling.

Konseling adalah pem berian bantuan oleh seseorang yang ahli atau orang yang terlatih sedem ikian rupa sehingga pem aham an dan kem am puan psikologis diri korban m eningkat dalam m em ecahkan perm asalahan yang dihadapi. (Penjelasan Pasal 4 huruf c PP N o. 4 Tahun 2006).

Konseling yang dilakukan pada tahapan rehabilitasi, lebih difokuskan agar konsele dalam hal ini korban m aupun pelaku dapat m engenali kelem ahan dan kekuatannya, sekaligus m em otivasi dan m em berdayakan m ereka m enuju perubahan perilaku diri (dalam hal ini perilaku kekerasan) sehingga nantinya dapat diterim a dalam lin g ku p ke lu a rg a m a u p u n lin g ku n g a n m a sya ra ka t.

Kedua, Pelayanan Bim bingan rohani.

Bim bingan rohani

Dokumen terkait