• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap Implementasi

Dalam dokumen BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN (Halaman 37-52)

3. Kesiapan Mengevaluasi Pembelajaran

4.3.2 Tahap Implementasi

Tahap implementasi merupakan jawaban dari rumusan masalah nomer dua yaitu tentang kesiapan guru. Dari seluruh dokumen persiapan pembelajaran yang harus disiapkan oleh ternyata sebagian besar guru sudah membuat program dan hanya sedikit guru yang belum membuat dokumen-dokumen persiapan mengajar. Itu artinya guru-guru MI Miftakhul Huda Bengkal sudah mampu membuat persiapan mengajar untuk mengimplementasikan pendidikan life skills dalam pembelajaran.

Observasi selanjutnya adalah observasi terhadap dokumen RPP yang meliputi tujuan, bahan pengajar-an, metode, penggunaan media, alat evaluasi yang kesemuanya diharapkan mengacu pada aspek life

skills. Dari hasil observasi diperoleh data bahwa

dokumen RPP yang dibuat oleh guru-guru masih ada yang belum sesuai dengan aspek life skills yang diha-rapkan namun sebagian besar guru sudah membuat RPP dengan benar. Benar yang dimaksud adalah bahwa semua komponen yang harus ada dalam RPP seperti tujuan, bahan, metode, media dan alat evaluasi semuanya mengacu pada aspek life skills.

Dalam observasi terhadap pelaksanaan pembela-jaran diperoleh data bahwa semua guru sudah melak-sanakan pembelajaran yang mengintegrasikan pendi-dikan life skills walaupun dalam komponen RPP ada guru yang tidak mencantumkan tujuan pembelajaran

yang mengacu pada aspek life skills namun ternyata dalam pelaksanaannya guru-guru tersebut sudah mampu melaksanakan pembelajaran yang menginte-grasikan pendidikan life skills dalam pembelajaran.

Dalam observasi kesiapan guru dalam menge-valuasi pembelajaran juga dapat diketahui semua guru sudah melaksanakan evaluasi dan semua sudah mem-buat dokumen untuk evaluasi pembelajaran walaupun masih ada satu orang guru yang belum membuat interpretasi hasil belajar.

Sesuai dengan pendapat Nasution (2003) bahwa kesiapan seorang guru meliputi 3 hal yaitu kesiapan merencanakan pembelajaran, kesiapan melaksanakan pembelajaran, dan kesiapan mengevaluasi pembelaja ran. Dalam kesiapan merencanakan pembelajaran seorang guru harus mempersiapkan unsur-unsur antara lain:

(1) merumuskan tujuan pelajaran yang hendak dicapai, (2) memilih dan mengembangkan materi pembelajaran yang dapat digunakan untuk dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan, (3) meru-muskan kegiatan belajar mengajar, (4) merenca-nakan metode dan teknik yang digumerenca-nakan untuk mencapai tujuan, (5) merencanakan media dan sumber belajar, (6) penilaian untuk mengetahui tujuan pembelajaran tercapai atau tidak.

Sementara itu kesiapan melaksanakan pembela-jaran meliputi tiga hal yaitu membuka pembelapembela-jaran, menyampaikan materi dan menutup pembelajaran. Sedangkan mengevaluasi pembelajaran meliputi

menetapkan indikator penilaian, menetapkan teknik penilaian dan interpretasi hasil.

Dari teori yang ada dibandingkan kondisi yang dilakukan guru di MI Miftakhul Huda dapat diketahui bahwa sebagian besar guru (7 guru) sudah melaksa-nakan hal-hal yang harus dilakukan oleh guru. Dapat dikatakan bahwa guru-guru sudah siap untuk meng-implementasikan life skills dalam pembelajaran. Walaupun masih ada guru yang belum melakukan persiapan guru, baik kesiapan guru dalam merencana kan pembelajaran, kesiapan melaksanakan jaran maupun kesiapan untuk mengevaluasi pembela-jaran. Sebagian besar guru sudah melaksanakan per-siapan pembelajaran dengan baik karena perper-siapan guru dalam implementasi life skills hampir sama dengan persiapan guru pada pembelajaran yang sudah dilaksanakan dalam pembelajaran sehari-hari hanya perlu ada penyesuaian pada aspek life skills dalam pelaksanaanya terutama dalam evaluasi pembelajar-annya.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa se-bagian besar guru sudah siap untuk mengimplemen-tasikan pendidikan life skills, baik itu dalam perenca-naan pembelajaran, pelaksaperenca-naan pembelajaran mau-pun evaluasi pembelajaran sehingga jika implementasi pendidikan life skills diteruskan maka guru-guru sudah siap.

4.3.3 Tahap Evaluasi Program

Tahap evaluasi program merupakan tahap ter-akhir dalam strategi implementasi life skills yang digunakan peneliti untuk mengetahui kendala yang dihadapi MI Miftakhul Huda dalam mengimplemen-tasikan life skills. Dalam tahap ini peneliti menyebar angket pada kepala madrasah, 8 orang guru dan 30 wali murid.

Dari jawaban kepala, guru dan wali murid semua menyatakan bahwa di MI Miftakhul Huda sudah mengimplementasikan pendidikan life skills sedangkan pelaksanaanya menurut kepala madrasah sudah sesuai rencana. Hal ini didukung pernyataan guru yang menyatakan bahwa ada 6 guru yang sudah mengintegrasikan life skills dalam RPP mereka.

Adapun kendala yang dihadapi oleh MI Miftakhul Huda saat mengimplementasikan life skills adalah sebagai berikut: (1) Ada guru yang masih ke-sulitan dalam pembuatan RPP yang mengintegrasikan

life skills; (2) Tidak ada monitoring pelaksanaan

pendidikan life skills di madrasah oleh instansi terkait. (3) Dalam evaluasi pemantauan pembiasaan butuh waktu lebih lama sekitar 1 bulan untuk melaksanakan pembiasaan pada anak baik di rumah atau di sekolah. (4) Dalam merespon pemantauan pembiasaan tidak semua orang tua mampu dan bersedia untuk mengisi lembar pemantauan sehingga akan menyulitkan guru memberi nilai karena aspek life skills harus dinilai

pada pelaksanaan kehidupan sehari-hari di rumah sehingga sangat membutuhkan bantuan orang tua dalam melakukan evaluasi atau pemantauan.

Dari uraian tentang kendala yang dialami saat mengimplementasikan life skills pada bab II dapat di-ketahui bahwa kendala yang dialami dalam mengim-plementasikan pendidikan life skills meskipun agak berbeda tetapi ada hal yang dominan yaitu keterba-tasan kemampuan tenaga pendidik baik itu dalam per-siapan pembelajaran atau saat implementasi pembe-lajaran. Di samping itu keterbatasan sarana dan prasarana juga menjadi kendala dalam setiap imple-mentasi life skills. Dalam pembelajaran waktu dan materi juga menjadi kendala yaitu materi yang banyak dengan waktu yang relatif sedikit sehingga menjadikan pembelajaran life skills belum mencapai tujuan yang diharapkan.

Sementara kendala di MI Miftakhul Huda saat mengimplementasikan life skills juga hamper sama dengan kendala-kendala pada penelitian-penelitian sebelumnya yaitu keterbatasan kemampuan tenaga pendidik khususnya dalam memahami RPP. Hal ini dapat terjadi di MI Miftakhul Huda karena pelatihan yang dilaksanakan baru satu kali dan langsung pelaksanaan program sehingga guru-guru masih agak bingung. Implikasi dari kendala ini adalah dalam pembuatan RPP terkesan asal-asalan atau tidak ada beda dengan RPP pembelajaran biasanya yang pada

akhirnya implementasi life skills hanya akan menjadi slogan tanpa realita di lapangan. Solusi yang ditawar-kan jika program ini dilanjutditawar-kan di MI Miftakhul Huda Bengkal adalah perlu bimbingan yang intensif dari kepala madrasah atau tutor dari sesama guru untuk membetulkan pembuatan dokumen RPP. Pembahasan RPP yang terintegrasi life skills dalam kelompok kerja guru (KKG) juga merupakan solusi lain yang bisa dilakukan jika program implementasi life skills dilan-jutkan di MI Miftakhul Huda Bengkal.

Kendala yang lain yaitu butuh waktu yang relatif lama dalam evaluasi aspek life skills. Hal ini terjadi karena dalam pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari butuh waktu yang relatif lama dan tidak bisa dipadatkan seperti materi pelajaran. Implikasi dari kendala ini adalah guru menjadi terlalu banyak beban akhirnya malah semua tujuan pembelajaran tidak tercapai. Solusi untuk mengantisipasi masalah ini adalah jangan terlalu banyak aspek life skills yang harus dicapai dalam satu semester sehingga aspek life

skills yang menjadi tujuan benar-benar dapat tercapai.

Walaupun materi pembelajaran yang harus diselesai-kan dalam satu semester relatif banyak tetapi tidak harus setiap materi ada tujuan aspek life skills. Aspek

life skills yang dijadikan tujuan pembelajaran dalam

satu semester cukup 5 atau 6 aspek pembiasaan saja tetapi hasilnya benar-benar maksimal dan menjadi kebiasaan siswa. Solusi yang lain adalah dengan penganggaran dana untuk operasional program baru

termasuk peningkatan kesejahteraan guru sehingga dengan peningkatan kerja yang diiringi peningkatan kesejahteraan akan meningkatkan semangat kerja guru.

Kendala yang ketiga adalah kurangnya monitor-ing dari atasan. Hal ini dapat terjadi di MI Miftakhul Huda karena memang menurut kepala madarasah tidak ada monitoring dari atasan (pengawas) yang khusus memonitoring tentang pelaksanaan pendidik-an life skills sehingga kepala akpendidik-an menekpendidik-an pada guru-guru tidak sampai hati. Implikasi dari kendala ini adalah tidak dilaksanakannya implementasi life

skills karena tidak ada monitoring. Solusi yang bisa

dilakukan perlu untuk mengatisipasi kendala yang ketiga adalah kepala perlu memberi pengertian pada guru bahwa implementasi pendidikan life skills bukan kebutuhan pengawas tetapi kebutuhan siswa dan sekolah sehingga tujuan pelaksanaanya bukan untuk dinilai atasan tetapi untuk mencapai tujuan pembela-jaran bagi siswa. Di samping itu kepala MI juga perlu menjalin hubungan dengan pengawas secara intensif agar melakukan monitoring yang terhadap proses implementasi pendidikan life skills.

Dari beberapa kendala di atas ada satu kendala yang dialami MI Miftakhul Huda Bengkal yang tidak dialami oleh penelitian sebelumnya yaitu kesulitan mengevaluasi keberhasilan aspek life skills karena orang tua siswa kurang respon dalam menilai

pem-biasaan anaknya di rumah. Hal ini dapat terjadi karena pada penelitian yang sudah ada tidak melibat-kan orang tua pada tahap evaluasi sedangmelibat-kan di MI Miftakhul Huda melibatkan orang tua siswa dalam evaluasi pembelajaran. Implikasi dari kurang respon orang tua akan menyulitkan guru dalam menilai aspek

life skills karena dalam penelitian ini pemantauan dari

orang tua mutlak diperlukan. Langkah antisipasi ken-dala ini aken-dalah dengan pendekatan dengan wali murid yang tidak bersedia mengisi lembar pemantauan dengan kunjungan ke rumah-rumah. Kunjungan ini dapat dilakukan oleh kepala atau guru kelas atau kedua-duanya. Jika sudah tahu pasti penyebab keti-dakbersediaan orang tua mengisi lembar pemantauan, kepala dan guru dapat memberikan solusi yang tepat sesuai dengan alasan wali murid yang bersangkutan.

Meskipun ada banyak kendala yang dialami namun ketika ditanya mengenai implementasi pendi-dikan life skills perlu dilanjutkan atau tidak kepala menjawab bahwa implementasi pendidikan life skills perlu dilanjutkan. Sebagian besar guru-guru juga menjawab agar implementasi integrasi life skills dilan-jutkan dan sebagian kecil saja yang menjawab terse-rah mau dilanjutkan atau tidak. Ini artinya tidak ada guru yang tidak setuju kalau integrasi pendidikan life

skills dalam pembelajaran dilanjutkan.

Tanggapan wali murid tentang kelanjutan imple-mentasi pendidikan life skills, wali murid terbagi men-jadi 3 kelompok yaitu kelompok pertama yang

menya-takan implementasi life skills perlu dilanjutkan, kelompok kedua yang menyatakan terserah saja dan kelompok terakhir yang hanya sebesar 5% dari selu-ruh responden menyatakan tidak perlu dilanjutkan. Jadi dapat diketahui, bahwa sebagian besar wali murid juga mendukung jika program implementasi pendidikan life skills dilanjutkan di MI Miftakhul Huda di waktu yang akan datang, walaupun ada juga yang tidak menyetujuinya. Implikasi dari keinginan dari guru, kepala dan wali murid untuk melanjutkan implementasi life skills bagi MI Miftakhul Huda sendiri jika akan melanjutkan program tinggal merencanakan program implementasi lebih lanjut dalam skala lebih besar lagi karena semua komponen pendukung sudah menyetujui jika program implementasi dilanjutkan. 4.3.4 Peran Kepala Madrasah Dalam Implementasi

Life Skills

Dalam implementasi pendidikan life skills selain guru yang berfungsi sebagai ujung tombak pembela-jaran, kepala madrasah juga mempunyai peran dan fungsi yang sangat berpengaruh terhadap kesuksesan implementasi suatu program baru. Kepala madrasah disamping menjalankan fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan program dan evaluasi juga mempunyai berbagai peran di antaranya sebagai pendidik, sebagai manajer, sebagai

administrator, sebagai supervisor dan sebagai wira-usahawan.

Dalam penelitian ini peneliti berada dalam posisi seorang manajer sehingga dalam pelaksanaanya selalu bersama dengan kepala karena jika program imple-mentasi life skills ini dilanjutkan maka seluruh peran peneliti adalah menjadi peran kepala MI. Penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan berimplikasi kepada kepala sekolah yang harus menjalankan fungsi-fungsi manajemen juga menjalankan peran dengan lebih baik lagi. Karena dari program imple-mentasi yang telah dilaksanakan masih ditemukan banyak kendala baik itu yang dialami oleh guru, kepala maupun wali murid. Jika program implemen-tasi life skills ini akan dilanjutkan, di tangan kepala sebagai pemegang manajemenlah yang akan menentu-kan berhasil atau tidaknya program ini.

Dalam penelitian ini peneliti bersama kepala MI menjalan fungsi manajemen sebagai perencana artinya yang mempunyai gagasan atau rencana. Fungsi mana-jemen yang kedua yaitu pengorganisasian. Dalam fungsi ini peneliti bersama dengan kepala mengor-ganisasi tentang bagaimana menyusun kurikulum life

skills, bagaimana mempersiapkan gurunya, bagaimana

berkoordinasi dengan wali murid. Fungsi ketiga adalah fungsi pelaksanaan program. Dalam menjalankan fungsi ini kepala bersama peneliti melakukan obser-vasi untuk memantau sejauh mana program berjalan baik sesuai rencana, baik itu yang berupa dokumen

maupun pelaksanaan dalam pembelajaran. Fungsi manajemen yang terakhir adalah evaluasi. Fungsi ini dijalankan dengan menyebarkan kuesioner untuk mengevaluasi jalannya imlplementasi dan kendala yang dialami. Evaluasi ini akan digunakan sebagai dasar untuk menyusun program berikutnya.

Beberapa fungsi manajemen yang telah dijalan-kan antara peneliti dengan kepala menurut kepala MI sudah berjalan sesuai dengan rencana sebesar 80%. Hal ini berarti fungsi mamanjemen sudah berjalan dengan baik walaupun belum sesuai rencana 100% implikasinya jika program dijalankan tanpa peneliti, maka kepala dapat menjalankan fungsi manajemen seperti yang sudah dilaksanakan dengan sedikit per-baikan untuk mengatasi kendala yang ada serta pe-rencanaan langkah untuk memastikan bahwa program berjalan sesuai dengna rencana.

Selain fungsi-fungsi manajemen yang diuraikan, kepala juga mempunyai beberapa peran dalam meng-implementasikan pendidikan life skills ini yaitu sebagai pendidik, manajer, administrator, supervisor, dan wira usaha. Kepala sebagai pendidik yang dimaksud adalah ketika guru-guru belum tahu dengan RPP yang terin-tegrasi life skills peneliti yang berperan sebagai kepala yang memberikan pelatihan tentang pembuatan RPP. Ketika dalam pelaksanaan program ada masalah yang tidak dipahami guru maka kepala MI lah yang akan membetulkan atau memberi masukan. Di samping itu

pemberian sosialisasi kepada wali murid juga dalam rangka menjalankan perannya sebagai pendidik yang mengajak orang tuanya untuk mengawasi anaknya melakukan pembiasaan baik di rumah.

Peran kedua kepala adalah sebagai manajer yang artinya dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru (Depdiknas 2006). Dalam implementasi life skills peneliti belum menemu-kan pelaksanaan tugas kepala untuk pemeliharaan dan pengembangan profesi guru sehingga peran seba-gai manajer ini menurut peneliti belum dilaksanakan oleh kepala. Hal ini karena program implementasi life

skills ini merupakan program baru sehingga program

pemeliharaan dan pengembangan profesi guru belum direncanakan baru pada proses pengajaran materi baru dengan pelatihan pembuatan RPP. Implikasi dari belum dilaksanakan peran manajer oleh kepala MI sehingga jika implementasi life skills ini dilanjutkan perlu merencanakan program pemeliharaan dan pengembangan kompetensi guru.

Peran selanjutnya adalah kepala sebagai admi-nistrator. Depdiknas (2006) menjelaskan bahwa kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru. Namun dalam implementasi life skills ini peneliti bersama kepala MI belum menganggarkan dana untuk peningkatan kompetensi guru maupun untuk

imple-mentasi sebuah program baru. Hal ini karena penerap-an program baru ini tidak begitu bpenerap-anyak membutuh-kan waktu dan tenaga sehingga belum membutuhmembutuh-kan dana tambahan. Implikasinya ada guru yang menge-luh untuk evaluasi membutuhkan waktu relatif lama walaupun baru satu aspek life skills yang dijadikan tujuan, jika nanti dilanjutkan dengan tujuan aspek life

skills yang lebih banyak tentunya lebih banyak

keluh-an. Untuk mengantisipasi keluhan guru, disamping sudah diuraikan di atas jika program ini dilanjutkan cukup 5 atau 6 aspek life skills yang menjadi tujuan untuk mengantisipasi lamanya waktu evaluasi, perlu juga ditambah dengan perencanaan peningkatan ang-garan untuk operasional program baru yang di dalam-nya untuk menambah kesejahteraan guru disamping untuk operasional yang lain.

Sementara peran sebagai supervisor adalah untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melak-sanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung (Depdiknas 2006). Dalam penelitian ini peneliti bersa-ma kepala MI sudah menjalankan perannya sebagai supervisor buktinya sudah mengobservasi dokumen persiapan mengajar guru serta mengobservasi pelaksa-naan pembelajaran integrasi life skills. Implikasinya jika terjadi kekurangan yang dilakukan oleh guru

dalam membuat persiapan mengajar, pelaksanaan maupun evaluasi dapat langsung diketahui dan di-perbaiki. Jika program implementasi ini dilanjutkan maka kepala perlu melanjutkan peran ini.

Peran kepala selanjutnya adalah peran kepala sebagai pimpinan. Ini berhubungan dengan tipe kepe-mimpinan yang dijalankan oleh seorang kepala dan berkaiatan erat dengan kepribadian kepala yang di-uraikan oleh Mulyasa (2004) yang meliputi (1) jujur, (2) percaya diri, (3) tanggung jawab, (4) berani meng-ambil resiko dan keputusan, (5) berjiwa besar, (6) emo-si yang stabil, dan (7) teladan.

Menurut hemat penulis kepala belum diketahui menjalankan peran sebagai pimpinan atau tidak. Hal ini karena kepribadian dan tipe kepemimpinan mem-butuhkan penelitian tersendiri untuk menetukannya dan peneliti tidak meneliti sampai tipe kepemimpinan dan kepribadian kepala.

Peran selanjutnya adalah peran kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja karena iklim yang kon-dusif akan memungkinkan setiap guru lebih termoti-vasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan kompeten-sinya (Mulyasa 2004). Berdasarkan uraian di atas peneliti menilai kepala MI sudah menjalankan peran sebagai pencipta iklim kerja yang kondusif buktinya kepala selalu member motivasi kepada guru untuk meningkatkan kinerja, kepala memberitahukan hasil

kerja guru, kepala memberi pujian bagi guru yang berprestasi dan memberi masukan dan bimbingan bagi guru yang kurang atau salah dalam menjalankan tugas. Implikasinya adalah guru menjadi bersemangat walaupun implementasi program baru akan menam-bah beban kerja bagi guru. Saran tindak lanjut jika program ini dilanjutkan adalah bagi guru yang ber-prestasi tidak hanya pujian tetapi perlu adanya peng-hargaan yang berupa materi sehingga guru lebih ber-semangat lagi.

Peran terakhir yang dapat dijalankan kepala dalam implementasi pendidikan life skills adalah peran wirausaha. Kepala sekolah dengan sikap kewira-uhasaan yang kuat akan berani melakukan perubah-an-perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran siswa beserta kompetensi guru-nya (Depdiknas 2006). Dalam penelitian ini kepala sudah berperan sebagai wirausaha dengan bukti mau mengimplementasikan pendidikan life skills dalam pembelajaran walaupun tidak ada pantauan dari atas-an itu merupakatas-an sebuah pembaharuatas-an yatas-ang inovatif dengan proses pembelajaran siswa dan kompetensi guru. Implikasi dari peran wirausaha yang dimiliki oleh kepala MI perlu ada dukungan dari semua pihak baik guru, komite maupun masyarakat khususnya orang tua agar pembaharuan yang inovatif dapat terealisasi demi kemajuan Madrasah.

Beberapa uraian tentang peran kepala seperti yang diuraikan dalam bab II yang meliputi peran seba-gai: (1) educator (pendidik), (2) manajer, (3) adminis-trator, (4) supervisor (penyelia), (5) leader (pemimpin), (6) pencipta iklim kerja, dan (7) wirausahawan (Depdiknas 2006), namun dalam implementasi life

skills di MI Miftakhul Huda hanya menjalankan peran

kepala sebagai pendidik, supervisor, pencipta iklim kerja yang kondusif dan sebagai wirausaha. Implikasi dari peran yang dijalankan kepala dalam mengimple-mentasikan life skills adalah dengan dijalankan kem-bali bagi peran yang sudah dijalankan sedangkan peran kepala yang belum dijalankan hendaknya perlu dijalankan perlu dilanjutkan agar fungsi dan peran kepala dalam pembelajaran dapat optimal kecuali untuk peran pemimpin. Peran kepala sebagai pemim-pin hanya dapat diketahui dengan penelitian lanjut untuk mengetahui sudah dijalankan atau belum peran kepala sebagai pemimpin karena tidak bisa diketahui hanya dengan suatu tindakan tertentu.

Dalam dokumen BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN (Halaman 37-52)

Dokumen terkait