• Tidak ada hasil yang ditemukan

CH NH2 O H2C O S O O O NH4+ CH NH2 O C H2 O S O O O NH4 + Akrilamida Tahap Propagasi CH NH2 O C H2 O S O O O NH4+ CH NH2 O H2C CH NH2 O H2 C O S O O O NH4+ CH NH2 O C H2 CH NH2 O H2 C O S O O O NH4+ CH NH2 O C H2 CH NH2 O H2C n CH NH2 O H2 C O S O O O NH4+ CH NH2 O C H2 CH NH2 O C H2 n Tahap Terminasi * CH NH2 O C H2 O S O O O NH4+ CH NH2 O C H2 O S O O O NH4+ H2 C CH NH2 O n Poliakrilamida

Gambar 5 Mekanisme pembentukan homopolimer akrilamida (* Kurniadi 2010). Penambahan campuran monomer dan

penaut silang ke dalam larutan selulosa akan membentuk gel (Gambar 6 dan 7). Menurut Putranto (2006), gel tersebut disusun oleh akrilamida dan MBA yang berpolimerisasi melalui mekanisme radikal bebas dengan bantuan inisiator APS.

Presipitasi merupakan salah satu metode pengendapan yang dilakukan dengan menambahkan sejumlah zat kimia tertentu untuk mengubah senyawa yang mudah larut ke bentuk padatan yang tidak larut (Andaka 2008). Metanol p.a dan etanol p.a berfungsi sebagai agen dehidratif, yaitu mengikat air yang telah ditambahkan pada awal proses kopolimerisasi. Gambar 8 menunjukkan bahwa hasil presipitasi dengan metanol p.a lebih larut dibandingkan dengan etanol p.a. Hal ini disebabkan metanol p.a lebih polar sehingga mengikat lebih banyak air. Produk presipitasi dengan etanol p.a lebih mudah disaring, hal ini berarti air pada produk lebih banyak terikat pada metanol p.a dan yang tidak terikat akan terlarut dalam etanol p.a.

Gambar 6 Sebelum penambahan campuran monomer dan penaut silang.

Gambar 7 Setelah penambahan campuran monomer dan penaut silang.

10

Proses presipitasi yang terakhir menggunakan aseton p.a. Sisa rantai yang terputus berupa homopolimer dapat terlarut saat dicuci dengan aseton p.a (Silvianita et al. 2004). Setelah dicuci dengan aseton p.a, produk menjadi lebih kaku dan keras. Homopolimer yang terlarut dalam aseton ditandai dengan terbentuknya larutan keruh pada aseton (Kurniadi 2010).

Gambar 8 Presipitasi dengan pelarut (a) metanol p.a, (b) etanol p.a, (c) aseton p.a.

Homopolimer terbentuk karena adanya kompetisi di antara radikal-radikal monomer akrilamida untuk bereaksi dengan selulosa, radikal selulosa, monomer, atau radikal monomer. Jika bereaksi dengan selulosa atau radikal selulosa akan terbentuk kopolimer, tetapi jika bereaksi dengan monomer atau radikal monomer akan terbentuk homopolimer (Kurniadi 2010).

Selulosa hasil pencangkokan dan penautan-silang diperoleh berupa bongkahan dengan bobot sekitar 30 g (Gambar 9). Bongkahan tersebut digerus dan diayak membentuk partikel dengan ukuran 40–80 mesh untuk analisis berikutnya seperti analisis FTIR.

Gambar 9 Produk hasil modifikasi. Keberhasilan pencangkokan dan penautan- silang dapat dipantau dengan analisis FTIR dengan pembanding selulosa awal dan akrilamida. Selain itu, juga dilakukan uji daya serap air secara gravimetrik (kuantitatif), nisbah pencangkokan (RG), efisiensi pencangkokan (EG), dan derajat penautan- silang (melalui nilai koefisien swelling

terhadap air) (Mostafa et al. 2007).

Nilai RG dan EG diperoleh melalui pengukuran kadar nitrogen. Kadar nitrogen yang dihasilkan sebesar 12–14% dengan RG sebesar 158–253 dan EG sebesar 31–50% (Tabel 1). Perhitungan kadar nitrogen, RG, dan EG disajikan pada Lampiran 5.

Tabel 1 Nisbah dan efisiensi pencangkokan selulosa hasil modifikasi

Ulangan Kadar Nitrogen (%) RG EG (%) 1 13.51 217.61 43.52 2 14.13 253.86 50.77 3 12.07 158.27 31.65

Nilai RG menunjukkan persen pencangkokan terhadap selulosa yang sebenarnya terlibat pada reaksi. Akrilamida yang tercangkok dihitung sebagai bobot produk selulosa yang tercangkok oleh poliakrilamida dikurangi bobot selulosa yang terlibat dalam reaksi. Bobot akrilamida yang tercangkok dibandingkan dengan akrilamida yang ditambahkan di awal merupakan nilai RG. Efisiensi pencangkokan (%EG) adalah persen pencangkokan terhadap bobot selulosa awal. Dalam perhitungan %EG diasumsikan semua selulosa yang ditambahkan habis bereaksi. Akrilamida yang tercangkok dihitung sebagai bobot produk selulosa yang tercangkok oleh poliakrilamida dikurangi bobot selulosa awal. Harga %EG adalah bobot akrilamida yang mengalami pencangkokan dibandingkan dengan akrilamida yang ditambahkan di awal. Kenyataannya, tidak semua selulosa terlibat dalam reaksi. Karena

11

itu, harga RG akan selalu lebih besar dari pada harga %EG (Silvianita et al. 2004).

Pengujian Kapasitas Absorpsi Air

Polimer superabsorben merupakan material yang mempunyai kemampuan untuk menyerap dan menahan sejumlah volume air dan larutan lainnya sampai beberapa ribu kali dari bobotnya. Polimer yang digunakan sebagai superabsorben harus memenuhi persyaratan di antaranya bersifat hidrofilik, tidak larut dalam air, dan mempunyai gugus fungsi yang bersifat ionik. Polimer superabsorben dari bahan organik memiliki beberapa kelemahan seperti kapasitas absorpsi yang terbatas, karakteristik fisik yang kurang kuat, serta tidak stabil terhadap perubahan suhu dan pH. Kelemahan ini dapat diatasi dengan pembuatan polimer superabsorben dalam bentuk komposit. Polimer superabsorben dapat diperoleh dari hasil modifikasi kimia selulosa dengan akrilamida, yang keduanya merupakan molekul hidrofilik dan mempunyai afinitas penyerapan air yang tinggi. Prinsip kerja kebanyakan polimer superabsorben adalah tautan silang hidrofilik melalui proses penggelembungan. Adanya tautan silang ini menyebabkan polimer superabsorben tidak larut dalam air.

Kapasitas absorpsi air merupakan sifat penting dari polimer superabsorben. Ketika air ditambahkan ke dalam polimer superabsorben terjadi interaksi polimer dengan pelarut yang melibatkan hidrasi dan pembentukan ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen tidak hanya terjadi antara gugus-gugus –OH selulosa hasil modifikasi, tetapi juga antara –OH tersebut dan air. Molekul air yang menempel pada permukaan selulosa hasil modifikasi bisa tunggal atau berkelompok. Penyerapan air ini bergantung pada jumlah gugus –OH bebas atau yang tidak terikat satu dengan yang lainnya.

Masuknya air ke dalam struktur selulosa hasil modifikasi membengkakkan struktur. Dengan efisiensi pencangkokan sebesar 43.52%, bobot bertambah sampai 69 kali dari bobot awal dengan persentase air yang terserap terhadap bobot awal sebesar 6755% setelah 24 jam. Bobot tersebut bertambah sampai 93 kali dari bobot awal dengan persentase air yang terserap terhadap bobot awal sebesar 9187% setelah 48 jam (Lampiran 5). Bertambahnya waktu perendaman, maka bobot penyerapan air juga akan semakin tinggi. Hal tersebut membuktikan bahwa selulosa hasil modifikasi mempunyai

penyerapan air yang lebih tinggi dibandingkan selulosa tanpa modifikasi, sehingga dapat digunakan sebagai polimer superabsorben.

Analisis FTIR

Analisis gugus fungsi dengan spektrofotometer FTIR dilakukan pada sampel selulosa murni, akrilamida, dan selulosa hasil modifikasi. Dengan mengamati dan membandingkan spektrum ketiga sampel, dapat disimpulkan apakah proses pencangkokan dan penautan silang selulosa dengan akrilamida telah terjadi. Pencirian FTIR selulosa murni disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Pencirian FTIR selulosa murni Gugus Fungsi Bilangan Gelombang (cm-1) 1 2 3 Ulur -OH 3277.06 3350 3382.9 Ulur C-H 2899.01 2900 - Tekuk C-H 1427.32 - 2904.6 C-O-C glikosida 1107.14 - 1164.9 Sidik jari 1031.92 dan 1049.28 1000– 1100 - Ulur C-O gugus hidroksil pada unit anhidroglu kosa 1002.98 - 1033.8 Piranosa 896.90 - 898.8 Keterangan: 1= hasil penelitian

2= menurut Bonet etal. (2004)

3= menurut Tampubolon (2008) dan Pardosi (2008)

Spektrum FTIR akrilamida (Gambar 10) menunjukkan 2 puncak ulur –NH2 pada

bilangan gelombang 3180.62–3342.64 cm-1, Karena akrilamida merupakan amida primer. Bilangan gelombang 1668.43 cm-1 menunjukkan ulur C=O dan bilangan gelombang 1651.07 cm-1, tepat di sebelah kanan serapan ulur C=O, timbul dari tekukan N-H. Pencirian akrilamida dengan analisis spektrum FTIR telah dilakukan oleh Erizal et al. (2007) dan Murugan et al. (1998).

Spektrum FTIR selulosa hasil pencangkokan dan penautan silang (Gambar 10) memperlihatkan keberhasilan modifikasi. Hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya serapan ulur ikatan C=O pada bilangan gelombang sekitar 1650 cm-1 dan ulur –NH2

pada 3182.55 cm-1 yang mengonfirmasi keberadaan monomer dan penaut silang pada selulosa komersial.

12

Gambar 10 Spektrum FTIR: (―) = selulosa komersial, (―) = selulosa hasil pencangkokan dan penautan silang, (―) = akrilamida.

Dokumen terkait