• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Analisa Data

2.5.3 Tahap 3 Intervensi kapsul

Tahap intervensi kapsul dilakukan selama 2 x 14 hari. Setelah intervensi selama 14 hari kemudian diselingi dengan 10 hari (saat haid) tanpa pemberian kapsul sebagai masa istirahat. Pemberhentian intervensi selama 10 hari dilakukan untuk menghindari masa haid pada subjek wanita, karena pemberian daun torbangun pada saat haid dapat menyebabkan bleeding akibat dari rangsangan hormon oksitosin untuk melakukan kontraksi pada uterus. Selain itu masa istirahat 10 hari dilakukan agar subjek sudah beradaptasi terlebih dahulu dengan perlakuan intervensi yang dilakukan sebelumnya. Intervensi diulang pada 14 hari berikutnya, setelah masa istirahat 10 hari. Tahap intervensi subjek laki-laki mengikuti tahap intervensi wanita dalam setiap kelompok perlakuan.

Keakuratan dan validitas data pada saat intervensi dilakukan dengan cara

double blind. Artinya peneliti dan subjek sama-sama tidak mengetahui apakah kapsul yang diintervensikan kepada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol adalah jenis kapsul serbuk daun torbangun sebagai suplemen atau kontrol. Kapsul yang digunakan sebagai intervensi dan dibuat di Liza Herbal Internasional Bogor. Setelah dikemas kemudian diberi kode perlakuan dan kontrol pada masing-masing kemasan kapsul. Contoh kapsul dari masing-masing kapsul perlakuan dan kontrol (masing-masing 1 kapsul) akan disimpan dan akan dibuka isi kapsulnya setelah selesai penelitian. Hal ini dilakukan agar tidak ada rekayasa hasil terhadap dampak konsumsi kapsul serbuk daun torbangun sebagai suplemen maupun kontrol yang diakibatkan oleh penilaian subjektif dari peneliti maupun subjek penelitian. Penentuan kelompok subjek penelitian yang mendapatkan intervensi kapsul daun torbangun sebagai suplemen maupun kontrol untuk masing-masing subjek dilakukan secara random (laki-laki dan perempuan untuk masing-masing kelompok subjek penelitian). Kapsul dengan dosis @250 mg

dikomsumsi sebanyak 3x1 sehari (pagi, siang dan malam setelah makan). Kepatuhan konsumsi kapsul dikontrol 3 hari sekali. Alur proses pemberian intervensi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Alur pemeriksaan tekanan darah dan total kolesterol darah Pengukuran tekanan darah dan total kolesterol dilakukan dengan menggunakan alat pengukuran digital. Kalibrasi alat pengukur tekanan darah dilakukan dengan cara di terra (di nol-kan). Posisi yang disarankan untuk pengukuran tekanan darah adalah duduk di kursi dengan sandaran punggung untuk menyangga, kaki menapak di lantai, lengan dijulurkan setinggi jantung di atas meja. Posisi tersebut memiliki tingkat akurasi lebih baik dari pada berbaring atau duduk di dipan pemeriksaan atau dengan lengan ditekuk ke samping. Angka tekanan darah sistol sangat sensitif terhadap perubahan gerakan tubuh. Oleh karena itu jika hasil pengukuran pertama dan kedua tidak jauh berbeda (5-10 mmHg), maka angka tekanan darah akan dirata-ratakan. Sedangkan bila hasil pengukuran pertama dan kedua berbeda nyata (>10 mmHg), maka akan diulang dengan posisi pengukuran yang benar.

Kolesterol darah puasa juga diperiksa dari darah perifer dengan alat

Accutrend GC dan strip kolesterol serta strip kalibrasi. Penggunaan metode

reflectance photometry untuk pembacaannya membutuhkan waktu 180 detik. Hasil pengukuran kolesterol darah minimal–maksimal adalah 150 mg/dl sampai dengan 300 mg/dl (Siswanto dan Handayani 2004). Data kolesterol berasal dari

Diukur tekanan darah dan kolesterol awal

Dikelompokkan secara random

26 orang kelompok kapsul torbangun (13 laki-laki dan 13 perempuan)

26 orang kelompok placebo (13 laki-laki dan 13 perempuan)

- Diukur tekanan darah dan total kolesterol

- Tidak diberi perlakuan selama 10 hari

- Diukur tekanan darah dan total kolesterol akhir

subjek yang berpuasa selama 8 jam sebelum pengambilan darah yang diambil sebanyak 1-2 ul (2 tetes). Subjek disarankan berpuasa selama kurang 8 jam agar hasil pemeriksaan kolesterol lebih akurat dan tidak dipengaruhi oleh asupan berlemak (seperti makanan yang diolah dengan cara ditumis maupun digoreng).

Pelatihan (uji coba) penggunaan alat pengukuran tekanan darah dan total kolesterol dilakukan selama 2 (dua) hari sebelum pengukuran terhadap subjek oleh paramedis yang membantu dalam penelitian. Alat-alat yang digunakan untuk memperoleh biodata awal serta pemeriksaan tekanan darah dan total kolesterol subjek dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Alat Intervensi serta Pengukuran

Data Jumlah Alat

Biodata awal dan data kesehatan subjek

1 x 60 subjek Kuesioner

Tekanan darah 6 x 60 subjek Tensi meter ’omron.

Total kolesterol 6 x 60 subjek - Alat tes kolesterol ’accutrend’ - Kit total kolesterol

Proses pemberian intervensi kapsul akan bersamaan dengan proses pengukuran tekanan darah dan total kolesterol darah. Skema pola intervensi serta pengukuran tekanan darah dan total kolesterol darah, dapat dilihat pada Gambar 5.

(

14 hari intervensi 10 hari istirahat 14 hari intervensi

Keterangan:

= pengukuran tekanan darah (TD) dan total kolesterol

Gambar 5 Skema pola intervensi dan pengukuran

Definisi Operasional

Aktivitas Fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energy (WHO 2011).

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2001).

Intervensi adalah pemberian perlakuan dalam bentuk kapsul torbangun kepada subjek penelitian.

Kapsul Torbangun adalah jenis intervensi yang diberikan kepada subjek penelitian dalam bentuk kapsul yang di isi dengan serbuk daun torbangun. Mahasiswa program ekstensi adalah mahasiswa S1 IPB yang melakukan

kegiatan perkuliahan di luar jadwal mahasiswa S1 reguler dan digunakan sebagai subjek penelitian dalam penelitian.

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat (Smeltzer & Bare 2001).

Tingkat Konsumsi adalah persentase nilai kandungan gizi asupan makanan subjek penelitian dibandingkan dengan angka kebutuhan gizi.

Total Kolesterol adalah angka hasil pengukuran kadar total kolesterol darah pada subjek penelitian.

Karakteristik Subjek penelitian

Berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan, diperoleh data karakteristik subjek penelitian dari berbagai macam variabel. Rata-rata tinggi badan laki-laki adalah 167,06 cm dengan tinggi badan maksimal 177 cm dan tinggi badan minimal 155 cm. Sementara rata-rata tinggi badan perempuan adalah 157,23 cm dengan tinggi badan maksimal 170 cm dan tinggi badan minimal 145 cm. Rata-rata berat badan laki-laki adalah 62,5 kg dengan berat badan maksimal 87 kg dan berat badan minimal 48 kg. Sementara rata-rata berat badan perempuan adalah 54,38 kg dengan berat badan maksimal 76 kg dan berat badan minimal 37 kg. Data tinggi badan dan berat badan digunakan untuk mengukur status gizi. Data status gizi lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Status gizi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin Status Gizi

Subjek penelitian

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Kurus 0 0 5 9.6 5 9.6

Normal 24 46.2 17 32.7 41 78.8

Gemuk 2 3.9 2 3.9 4 7.7

Obese 0 0 2 3.9 2 3.9

Pada Tabel 5 diketahui bahwa sebagian besar (78,8%) subjek penelitian memiliki status gizi normal. Selebihnya subjek penelitian memiliki status gizi

kurus (9,6%), gemuk (7,7%) dan obese (3,9%). Menurut Depkes (2006), status gizi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit degeneratif seperti gangguan tekanan darah maupun kolesterol.

Subjek penelitian yang digunakan berasal dari berbagai macam daerah (suku bangsa). Dalam hal ini subjek penelitian dibedakan menjadi suku Jawa dan Non-Jawa seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Suku bangsa subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin Suku Bangsa

Subjek penelitian

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Jawa 16 30.8 16 30.8 32 61.5

Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar (61,5%) subjek penelitian berasal dari suku Jawa. Perbedaan asal daerah (suku) dapat mempengaruhi pola makan. Pola makan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit degeneratif (Depkes 2006). Pola makan di daerah Jawa berbeda dengan daerah lainnya. Daerah di luar pulau Jawa seperti Sumatera dan Sulawesi lebih sering mengkonsumsi makanan dari lauk hewani yang pedas dan bersantan. Sementara daerah pulau Jawa lebih banyak yang mengkonsumsi sayuran dan lauk nabati yang cenderung memiliki rasa yang manis dan asin.

Selain pola makan yang berbeda pada beberapa daerah, aktivitas fisik juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit degeneratif (Depkes 2006). Data rata-rata tingkat aktivitas fisik subjek penelitian yang diperoleh dari hasil record selama 7 hari terdapat pada Tabel 7.

Tabel 7 Tingkat aktivitas subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin Tingkat

Aktivitas Fisik

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Sangat Ringan 6 11.5 2 3.9 8 15.4

Ringan 20 38.5 24 46.2 44 84.6

Berdasarkan Tabel 7, dapat kita lihat bahwa tingkat aktivitas yang dilakukan subjek dan dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level), baik laki- laki maupun perempuan, sebagian besar (84,6%) termasuk dalam tingkatan aktivitas ringan. Hal tersebut dikarenakan waktu sehari-hari dari subjek penelitian banyak digunakan untuk melakukan kegiatan yang tergolong ringan seperti membaca, duduk kuliah dan mengerjakan tugas serta searching internet di depan komputer. Hal ini sesuai dengan data Riskesdas 2007 yang menunjukkan angka prevalensi kurangnya aktivitas fisik masih tinggi, yaitu mencapai angka 48,2% (Balitbangkes 2008).

Selain data aktivitas fisik, subjek penelitian diminta untuk mengumpulkan data sosial ekonomi yang meliputi data jenis pekerjaan dan pendidikan orangtua. Data sosial ekonomi dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner. Menurut kerangka UNICEF, gizi dan kesehatan secara tidak langsung akan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan ekonomi seperti pekerjaan dan tingkat pendidikan. Beberapa tabel berikut menunjukkan jenis-jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan orangtua subjek penelitian.

Tabel 8 Jenis pekerjaan ayah berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian Jenis

Pekerjaan Ayah

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % PNS 11 21.2 12 23.1 23 44.3 Swasta 8 15.4 8 15.4 16 30.8 Pedagang 0 0 1 1.9 1 1.9 Nelayan 1 1.9 0 0 1 1.9 Wiraswasta 3 5.8 2 3.8 5 9.6 Pensiun 2 3.8 2 3.8 4 7.6 Alm 1 1.9 1 1.9 2 3.8

Tabel 8 menunjukkan data karakteristik sosial ekonomi, sebagian besar subjek penelitian memiliki orangtua (ayah) yang bekerja sebagai PNS (44,3%) maupun swasta (30,8%). Selain jenis pekerjaan ayah, jenis pekerjaan ibu juga akan mempengaruhi pendapatan dalam keluarga. Tabel 9 berikut menunjukkan data jenis-jenis pekerjaan ibu.

Tabel 9 Jenis pekerjaan ibu berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian Jenis

Pekerjaan Ibu

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % PNS 11 21.2 10 19.2 21 40.4 TNI-AD 1 1.9 0 0 1 1.9 Swasta 5 9.6 3 5.8 8 15.4 Petani 1 1.9 1 1.9 2 3.8 Pedagang 0 0 3 5.8 3 5.8 Wiraswasta 2 3.8 1 1.9 3 5.7 IRT 7 13.5 7 13.5 14 27

Dari karakteristik sosial ekonomi jenis pekerjaan ibu pada Tabel 9, sebagian besar subjek penelitian memiliki orangtua (ibu) yang bekerja sebagai PNS (40,4%) dan ibu rumah tangga (27%). Selebihnya ibu dari subjek penelitian bekerja sebagai TNI-AD (1,9%), swasta (15,4%), petani (3,8%), pedagang (5,8%) dan wiraswasta (5,7%). Pekerjaan ayah dan ibu dilatarbelakangi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan ayah dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Tingkat pendidikan ayah berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian Tingkat

Pendidikan Ayah

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % S1/S2/S3 11 21.2 9 17.3 20 38.5 Diploma 6 11.5 8 15.4 14 26.9 SMA 6 11.5 7 13.5 13 25 SMP 3 5.8 1 1.9 4 7.7 SD 0 0 1 1.9 1 1.9

Tabel 10 menunjukkan tingkat pendidikan ayah sebagian besar tingkat Diploma (26%) dan dan Sarjana (38,5%). Selebihnya ayah dari subjek penelitian memiliki tingkat pendidikan SD (1,9%), SMP (7,7%) dan SMA (25%). Sementara untuk tingkat pendidikan ibu dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Tingkat pendidikan ibu berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian Tingkat

Pendidikan Ibu

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % S1/S2/S3 11 21.2 8 15.4 19 36.6 Diploma 1 1.9 4 7.7 5 9.6 SMA 10 19.2 10 19.2 20 38.4 SMP 2 3.8 3 5.8 5 9.6 SD 2 3.8 1 1.9 3 5.7

Tingkat pendidikan ibu pada Tabel 11 sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SMA (38,4%) dan Sarjana (36,6%). Tingkat pendidikan orang tua subjek penelitian (90,4 % ayah dan 84,6% ibu) sudah mencukupi, karena baik tingkat pendidikan atah dan ibu sebagian besar sudah lebih dari tingkat SMP (wajib belajar 9 tahun seperti yang disarankan oleh pemerintah). Selain itu kedua orangtua subjek penelitian sudah memiliki jenis pekerjaan dengan penghasilan tetap. Secara tidak langsung faktor sosial ekonomi tersebut dapat mempengaruhi status gizi keluarga dan sebagian besar subjek peneitian memiliki status gizi normal (78,8%). Hal tersebut tentu akan mendukung pola makan yang baik pada subjek penelitian sehingga tingkat konsumsi mereka menjadi baik.

Pola makan dapat dilihat dari jenis atau variasi makanan yang dikonsumsi serta jumlah dan frekuensi jenis makanan yang dikonsumsi oleh subjek penelitian. Berdasarkan jenis atau variasi makanan, ternyata baik pada subjek penelitian yang mengkonsumsi kapsul perlakuan maupun kontrol masih banyak yang mengkonsumsi makanan kurang bervariasi (menu makanan hampir sama dari hari ke hari dan berulang). Contoh yang paling sering mereka konsumsi seperti gorengan, pecel ayam, mie instan dan jajanan-jajanan yang mengandung coklat. Kurangnya variasi makanan dikarenakan mereka cenderung memilih makanan yang mereka sukai dan lebih mudah untuk mereka peroleh (kedekatan jarak dari tempat tinggal terhadap tempat membeli makanan).

Menu yang mengandung kadar natrium (mie instant) dan kolesterol mereka konsumsi dalam frekuensi hampir setiap hari. Namun frekuensi yang tinggi (hampir setiap hari) ternyata tidak menunjukkan jumlah asupan yang tinggi

(sesuai batas maksimal konsumsi masing-masing zat gizi). Karena dari hasil

record selama 7 hari jumlah asupan makanan yang mengandung natrium dari subjek penelitian masih rendah dari angka batas konsumsi maksimal natrium (<1500 mg/hr).

Konsumsi serat subjek penelitian juga masih sangat rendah (<25 g/hr). Hal tersebut dapat dilihat dari Gambar 10, yang menunjukkan bahwa tingkat asupan atau konsumsi serat subjek penelitian masih kurang dari angka kebutuhan yang diperlukan. Rendahnya tingkat konsumsi beberapa zat gizi subjek, berdampak terhadap rendahnya tingkat konsumsi energi sehari subjek penelitian. Perbandingan nilai angka kebutuhan dan konsumsi energi dan zat-zat gizi subjek penelitian dapat dilihat mulai dari Gambar 6.

Gambar 6 Rata-rata angka kebutuhan dan konsumsi energi subjek penelitian

Rata-rata kebutuhan energi laki-laki pada kelompok perlakuan adalah sebesar 2.316 Kal dengan rata-rata konsumsi energi sebesar 1.354 Kal. Dari energi yang dikonsumsi maka rata-rata baru 58,5% dari kebutuhan energi yang terpenuhi. Sementara rata-rata kebutuhan energi perempuan pada kelompok perlakuan adalah sebesar 2.189 Kal dengan konsumsi energi 1.115 Kal. Berdasarkan Gambar 6 maka rata-rata kebutuhan energi yang terpenuhi dari konsumsi hanya sebesar 51%. Balitbangkes (2011) mengungkapkan dalam data Riskesdas 2010 bahwa 40,7% konsumsi energi penduduk Indonesia masih di bawah kebutuhan minimal (<70% AKG).

Rata-rata kebutuhan energi laki-laki pada kelompok kontrol adalah sebesar 1.808 Kal dengan rata-rata konsumsi energi sebesar 1.200 Kal. Dari energi yang dikonsumsi maka rata-rata baru 66,4% dari kebutuhan energi yang terpenuhi.

Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol

Laki2 Perempuan kebutuhan 2,316 2,189 1,808 1,829 konsumsi 1,354 1,115 1,200 1,071 - 500 1,000 1,500 2,000 2,500 Energi (Kal)

Sementara rata-rata kebutuhan energi perempuan pada kelompok perlakuan adalah sebesar 1.829 Kal dengan konsumsi energi 1.071 Kal (memenuhi 58,6% dari kebutuhan). Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa konsumsi Energi pada kelompok perlakuan baik laki-laki maupun perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil wawancara, subjek yang diberi perlakuan mengalami peningkatan nafsu makan. Energi yang dikonsumsi oleh subjek diperoleh dari protein, lemak dan karbohidrat. Gambar 7 menunjukkan angka kebutuhan dan konsumsi protein, lemak dan karbohidrat pada subjek laki-laki baik dalam kelompok perlakuan maupun kontrol.

Gambar 7 Angka kebutuhan dan konsumsi protein, lemak dan karbohidrat subjek penelitian laki-laki pada kelompok perlakuan dan kontrol Kebutuhan karbohidrat laki-laki kelompok perlakuan adalah 376,4 gram sedangkan konsumsinya 209,3 gram (mencukupi 56% dari kebutuhan karbohidrat). Sedangkan pada laki-laki kelompok kontrol, rata-rata nilai kebutuhan karbohidrat sebesar 355,7 gram dengan nilai rata-rata konsumsi sebesar 188,4 gram (mencukupi 53% dari kebutuhan).

Rata-rata kebutuhan protein laki-laki pada kelompok perlakuan adalah sebesar 87 gram sementara rata-rata konsumsinya adalah 40 gram (mencukupi 46%). Nilai rata-rata kebutuhan protein kelompok kontrol adalah 82 gram,

87 51.5

376.4

kebutuhan gram P,L,KH Laki-laki kelompok Perlakuan Protein Lemak Karbo 40 51.5 209.3

konsumsi gram P,L dan KH Laki-laki Kelompok Perlakuan

Protein Lemak Karbo 82 48.6 355.7

kebutuhan gram P,L dan KH Laki- laki Kelompok Plasebo

Protein Lemak Karbo 33 40.7 188.4

konsumsi gram P, L dan KH laki-laki Kelompok Plasebo

Protein Lemak Karbo

sementara rata-rata konsumsi proteinnya hanya 33 gram (mencukupi 40,2% dari kebutuhan)

Kebutuhan lemak laki-laki pada kelompok perlakuan adalah 51,5 gram, konsumsi lemak laki-laki pada kelompok perlakuan juga sudah mencukupi 100% yaitu sebesar 51,5 gram. Sementara pada laki-laki kelompok kontrol, rata-rata kebutuhan lemaknya sebesar 48,6 gram dan rata-rata nilai konsumsi lemaknya 40,7 gram (mencukupi 83,7% dari kebutuhan lemak). Gambaran tingkat konsumsi pada subjek penelitian perempuan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Angka kebutuhan dan konsumsi protein, lemak dan karbohidrat subjek penelitian perempuan pada kelompok perlakuan dan kontrol

Kebutuhan karbohidrat perempuan kelompok perlakuan adalah 293,9 gram sedangkan konsumsinya 207,6 gram (mencukupi 71% dari kebutuhan karbohidrat). Sedangkan pada perempuan kelompok kontrol, rata-rata nilai kebutuhan karbohidrat sebesar 297,1 gram dengan nilai rata-rata konsumsi sebesar 209,7 gram (mencukupi 71% dari kebutuhan).

Rata-rata kebutuhan protein perempuan pada kelompok perlakuan adalah sebesar 68 gram sementara rata-rata konsumsinya adalah 35 gram (mencukupi 51%). Nilai rata-rata kebutuhan protein kelompok kontrol adalah 69 gram,

68 40.2

293.9

Kebutuhan gram P, L, KH Perempuan Kelompok Perlakuan

P/hr L/hr Kh/hr 35 45.5 207.6 Konsumsi gram P, L, KH Perempuan Kelompok Perlakuan

P/hr L/hr Kh/hr 69 40.6 297.1 Kebutuhan gram P, L, KH Perempuan Kelompok Kontrol

P/hr L/hr Kh/hr 31 38.4 209.7 Konsumsi gram P, L, KH Perempuan Kelompok Kontrol

P/hr L/hr Kh/hr

sementara rata-rata konsumsi proteinnya hanya 31 gram (menukupi 45% dari kebutuhan)

Kebutuhan lemak perempuan pada kelompok perlakuan adalah 40,2 gram, konsumsi lemak perempuan pada kelompok perlakuan juga sudah mencukupi yaitu sebesar 45,5 gram (melebihi 13% dari kebutuhan). Sementara pada perempuan kelompok kontrol, rata-rata kebutuhan lemaknya sebesar 40,6 gram dan rata-rata nilai konsumsi lemaknya 38,4 gram (mencukupi 95% dari kebutuhan lemak).

Berdasarkan Gambar 6 dan 7 dapat dilihat bahwa konsumsi lemak, karbohidrat dan protein pada kelompok perlakuan baik pada laki-laki maupun perempuan, lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Selain tingkat konsumsi energi dan zat-zat gizi makro, tingkat konsumsi mineral dan kolesterol juga dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Angka kebutuhan dan konsumsi natrium dan kalium subjek penelitian yang mengkonsumsi kapsul perlakuan dan kontrol

Berdasarkan Gambar 9 diketahui bahwa rata-rata jumlah konsumsi natrium pada laki-laki dan perempuan baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol sama sama memiliki nilai konsumsi natrium yang kurang dari angka batas maksimal konsumsi natrium perhari. Persentase nilai konsumsi natrium yaitu berkisar antara 56-57% pada laki-laki dan 48-52% pada perempuan.

Na K Kolest Na K Kolest Laki-laki Perempuan batas max kons perlakuan 1500 2000 300 1500 2000 300 konsumsi perlakuan 845.14 862.54 269.58 775.69 772.37 231.53 batas max kons kontrol 1500 2000 300 1500 2000 300 konsumsi konrol 838.14 745.74 225.02 712.94 713.16 192.65 0 500 1000 1500 2000 2500mg

Konsumsi potasium pada laki-laki dan perempuan baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol sama sama memiliki nilai konsumsi potasium yang kurang dari angka batas maksimal konsumsi potasium sehari. Persentase nilai konsumsi potasium yaitu berkisar antara 37-43% pada laki-laki dan 36-39% pada perempuan.

Konsumsi kolesterol pada laki-laki dan perempuan baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol sama sama memiliki nilai konsumsi kolesterol yang kurang dari angka batas maksimal konsumsi kolesterol sehari. Namun persentase nilai konsumsi kolesterol lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi natrium maupun kalium, yaitu berkisar antara 75-90% pada laki-laki dan 64-77% pada perempuan.

Peningkatan kolesterol dapat dicegah dengan mengkonsumsi serat, namun menurut Balitbangkes (2007) prevalensi rendahnya konsumsi serat di masyarakat kita masih sangat tinggi (48,2%). Tingkat konsumsi serat subjek penelitian dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Angka kebutuhan dan konsumsi serat subjek penelitian yang mengkonsumsi kapsul perlakuan dan kontrol

Berdasarkan Gambar 10, konsumsi serat pada laki-laki dan perempuan baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol sama-sama memiliki nilai konsumsi serat yang sangat kurang dari kebutuhan serat perhari. Persentase nilai konsumsi serat yaitu berkisar antara 14-20% pada laki-laki dan 15-18% pada

Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Laki-laki Perempuan kebutuhan 25 25 30 30 konsumsi T2 5.06 3.39 4.51 3.82 0 5 10 15 20 25 30 35 gram Serat

perempuan. Namun nilai jumlah konsumsi serat pada kelompok perlakuan lebih tinggi jika dibandingkan pada kelompok kontrol. Karena ada penambahan sekitar 0,5 gram dari sumbangan serat kapsul serbuk daun torbangun (Tabel 13).

Kandungan Zat Gizi dan Antioksidan Serbuk Daun Torbangun

Berdasarkan hasil analisa di Laboratorium, maka diperoleh hasil analisa kandungan gizi dan antioksidan serbuk daun Torbangun seperti pada Tabel 12.

Tabel 12 Kandungan gizi dan antioksidan serbuk torbangun dalam 100 gram Komposisi Kandungan per 100 g

Kadar air (%bb) 7.81 Kadar abu (%bk) 11.95 Kadar protein (g) 19.82 Kadar lemak (g) 7.91 Kadar karbohidrat (g) 61.05 Kadar serat (g) 67.22 Kadar besi (mg) 70.77 Kadar kalsium (mg) 1258.29 Kadar fosfor (mg) 97.42 Kadar zinc (mg) 4.18 Kalium (mg) 414.25 Natrium (mg) 460.76 Vitamin C (mg) 67.60 Antioksidan (µg/g AEAC) 21.99

Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa kandungan Fe dalam 100 gram serbuk torbangun adalah sebesar 70,77 mg. Kemudian kandungan natrium (Na) sebesar 460,76 mg sementara kandungan kalium (K) sebesar 414,25. Selain itu serbuk daun torbangun juga mengandung zat antioksidan (setara vitamin C) yang mampu mencegah radikal bebas, sebesar 21,99 mg.

Selain itu dalam 100 gram serbuk daun torbangun terkandung 1258,29 mg kalsium atau setara dengan 3 gelas susu sapi (3 x 200 gram susu sapi), kandungan vitamin C 67,6 mg atau hampir mencukupi 75% dari kebutuhan vitamin C dewasa per hari (kebutuhan vitamin C dewasa perhari adalah 90 mg) dan kandungan serat 67,22 gram sudah mencukupi hampir 2,5 kali kebutuhan serat dewasa per hari (kebutuhan serat dewasa per hari adalah 25 gram serat/hari). Dari 67,22 gram serat yang terkandung dalam setiap 100 gram serbuk daun torbangun, menyumbangkan 0,5 gram (0,7%) serat dalam 750 mg serbuk daun torbangun

yang dikonsumsi dalam tiga buah kapsul oleh subjek penelitian dalam sehari. Rendahnya sumbangan beberapa kandungan gizi kapsul serbuk daun torbangun, maka ada kemungkinan terdapat zat aktif yang belum diketahu yang dapat membantu mempertahankan angka tekanan darah dan total kolesterol untuk tetap berada dalam kondisi normal. Tabel 13 berikut menggambarkan jumlah konsumsi serat subjek penelitian setelah diberikan perlakuan kapsul serbuk daun torbangun.

Tabel 13 Rata-rata perubahan nilai konsumsi serat subjek pada kelompok perlakuan setelah diberikan kapsul serbuk daun torbangun

Variabel Konsumsi serat (g)

Kelompok perlakuan

 Konsumsi dari makanan  Konsumsi dari torbangun

TOTAL 4,8 0,5 5,3 Kelompok kontrol  Konsumsi makanan TOTAL 3,6 3,6

Konsumsi serat makanan yang cukup dapat menurunkan kolesterol darah 10-15 persen (Elita dan Eri 2008). Konsumsi serat 5-10 gram sehari dapat menurunkan kolesterol sebesar 5% (Forman 2010). Rata-rata pengurangan kadar kolesterol dengan terapi pengaturan makanan hanya 12%. Apabila dengan terapi pengaturan makanan tidak memberikan respon positif, maka diperlukan bantuan dengan terapi obat (Simatupang 1997).

Angka Tekanan Darah dan Total Kolesterol

Angka tekanan darah dan total kolesterol subjek penelitian diukur sebanyak enam kali. Rata-rata angka pengukuran terdapat pada tabel-tabel berikut.

Tabel 14 Angka tekanan darah dan kolesterol kelompok perlakuan dan Kelompok kontrol pada H-0

Kapsul Variabel Rerata SD Minimum Maksimum

Perlakuan Sistol (mmHg) 115.96 9.54 103 140 Diastol (mmHg) 75.92 6.25 66 88 Kolesterol (mg/dl) 167.96 16.98 151 203 Kontrol Sistol (mmHg) 121.96 11.96 101 137 Diastol (mmHg) 81.00 8.46 68 98 Kolesterol (mg/dl) 166.38 11.86 150 194

Dokumen terkait