• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

E. Tahap Orientasi Dosis

Tahap orientasi dilakukan untuk mengetahui apakah dosis pemberian campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit sudah dapat memberikan pengaruh yang diharapkan terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat pada tikus. Sebanyak 18 hewan uji dibagi dalam enam kelompok yaitu satu kelompok kontrol negatif dan lima kelompok perlakuan dimana masing-masing kelompok terdiri dari tiga ekor tikus. Hewan uji diinjeksi dengan antigen dengan tujuan untuk menginduksi respon imun.

Antigen yang digunakan adalah SDMD 1%. Pemberian antigen pada hari ke-0 dilakukan dengan cara injeksi intraperitonium yang bertujuan untuk mendapatkan reaksi dari sistem imun yang yang cepat dan maksimum sedangkan antigen kedua diberikan pada hari ke-8 dengan cara injeksi subkutan pada kaki belakang tikus untuk mempermudah pengukuran peningkatan volume bengkak yang muncul sebagai bentuk dari respon DTH berupa reaksi inflamasi. Respon hipersensitivitas tipe lambat merupakan reaksi hipersensitivitas yang terdiri dari dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase efektor. Tujuan pemberian antigen pada hari ke-0 adalah sebagai bentuk sensitisasi terhadap sel-sel imun seluler dalam reaksi DTH tersebut dan berperan dalam fase sensitisasi sedangkan tujuan dari pemberian antigen pada hari ke-8 ini adalah sebagai bentuk pajanan ulang dari antigen dalam fase efektor, sehingga sel-sel imun yang berperan dalam reaksi DTH akan langsung dikerahkan menuju lokasi injeksi.

Perlakuan pada tikus dilakukan selama delapan hari yang bertujuan untuk memberikan pengaruh terhadap sistem imun yang sebelumnya sudah disensitisasi terlebih dahulu dengan antigen pada hari ke-0 sehingga saat pemberian antigen kedua pada hari ke-8 akan terlihat pengaruh yang ditimbulkan, yaitu berupa peningkatan volume bengkak ataukah penurunan volume bengkak yang muncul pada kaki belakang tikus sehingga waktu percobaan selama delapan hari sudah cukup untuk menunjukkan pengaruh yang diharapkan dari penelitian ini. Sebelum diinjeksi dengan antigen pada hari yang ke-8, volume kaki belakang tikus diukur terlebih dahulu sebagai data pre. Selanjutnya setelah 24 jam diinjeksi dengan antigen, volume kaki belakang tikus diukur kembali sebagai data post. Hasil

pengukuran respon hipersensitivitas tipe lambat diperoleh dari selisih volume bengkak yang terjadi pada kaki belakang tikus sebelum dan sesudah diinjeksi dengan antigen menggunakan jangka sorong digital. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan

uji Levene selanjutnya dilakukan analisis one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% yang dilanjutkan dengan uji Tukey.

Hasil uji Kolmogorov-Smirnov pada data respon hipersensitivitas tipe lambat menunjukkan bahwa data terdistribusi normal p = 0,968 (p > 0,05) kemudian hasil uji Levene menunjukkan bahwa semua data homogen dan memiliki varian yang sama p = 0,191 (p > 0,05) (Lampiran 11).

Tabel I. Purata ± SD Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat setelah Pemberian Campuran Madu Kelengkeng dan Ekstrak Etanolik Jahe Emprit Tahap Orientasi

Kelompok Perlakuan n Purata ± SD (mm) p

Kelompok kontrol 3 0,613 ± 0,221 0,030(BB) Kelompok I 3 1,000 ± 0,345 Kelompok II 3 1,330 ± 0,339 Kelompok III 3 2,183 ± 0,913 Kelompok IV 3 1,643 ± 0,638 Kelompok V 3 1,460 ± 0,479

Ket. Kel. kontrol : kontrol negatif

Kel. I :Ekstrak etanol jahe emprit dosis 2,0 mL/200 g BB ( Jahe 100%)

Kel. II :Madu kelengkeng dosis 0,2 mL/200 g BB + Ekstrak etanol jahe emprit dosis 1,5 mL/200 g BB (Madu 25% : Jahe 75%)

Kel. III :Madu kelengkeng dosis 0,3 mL/200 g BB + Ekstrak etanol jahe emprit dosis 1,0 mL/200 g BB (Madu 50% : Jahe 50%)

Kel. IV :Madu kelengkeng dosis 0,5 mL/200 g BB + Ekstrak etanol jahe emprit dosis 0,5 ml/200 g BB (Madu 75% : Jahe 25%)

Kel. V :Madu kelengkeng dosis 0,6 mL/200 g BB (Madu 100%) (BB) : Berbeda bermakna

Gambar 2. Purata ± SD Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat Tahap Orientasi

Tabel II. Hasil Analisis Uji Post-Hoc Tukey Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat setelah Pemberian Campuran Madu Kelengkeng dan Ekstrak Etanolik Jahe Emprit Tahap

Orientasi Kelompok Perlakuan Kontrol I II III IV V Kontrol - (BTB) (BTB) (BB) (BTB) (BTB) I (BTB) - (BTB) (BTB) (BTB) (BTB) II (BTB) (BTB) - (BTB) (BTB) (BTB) III (BB) (BTB) (BTB) - (BTB) (BTB) IV (BTB) (BTB) (BTB) (BTB) - (BTB) V (BTB) (BTB) (BTB) (BTB) (BTB) -

Ket. Kel. kontrol : kontrol negatif

Kel. I :Ekstrak etanol jahe emprit dosis 2,0 mL/200 g BB ( Jahe 100%)

Kel. II :Madu kelengkeng dosis 0,2 mL/200 g BB + Ekstrak etanol jahe emprit dosis 1,5 mL/200 g BB (Madu 25% : Jahe 75%)

Kel. III :Madu kelengkeng dosis 0,3 mL/200 g BB + Ekstrak etanol jahe emprit dosis 1,0 mL/200 g BB (Madu 50% : Jahe 50%)

Kel. IV :Madu kelengkeng dosis 0,5 mL/200 g BB + Ekstrak etanol jahe emprit dosis 0,5 ml/200 g BB (Madu 75% : Jahe 25%)

Kel. V :Madu kelengkeng dosis 0,6 mL/200 g BB (Madu 100%) (BB) : Berbeda bermakna, (BTB) : Berbeda tidak bermakna

Tabel III. Persen Peningkatan Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat Dibanding Kontrol Negatif Tahap Orientasi

Kelompok Perlakuan Peningkatan Aktivitas Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat (%)

Kelompok I 163,13

Kelompok II 216,96

Kelompok III 356,12

Kelompok IV 268,03

Kelompok V 324,63

Ket. Kel. kontrol : kontrol negatif

Kel. I :Ekstrak etanol jahe emprit dosis 2,0 mL/200 g BB ( Jahe 100%)

Kel. II :Madu kelengkeng dosis 0,2 mL/200 g BB + Ekstrak etanol jahe emprit dosis 1,5 mL/200 g BB (Madu 25% : Jahe 75%)

Kel. III :Madu kelengkeng dosis 0,3 mL/200 g BB + Ekstrak etanol jahe emprit dosis 1,0 mL/200 g BB (Madu 50% : Jahe 50%)

Kel. IV :Madu kelengkeng dosis 0,5 mL/200 g BB + Ekstrak etanol jahe emprit dosis 0,5 ml/200 g BB (Madu 75% : Jahe 25%)

Kel. V :Madu kelengkeng dosis 0,6 mL/200 g BB (Madu 100%)

Hasil uji statistik one-way ANOVA (Tabel I) menunjukkan nilai p = 0,030 (p < 0,05), hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Berdasarkan data statistik, semua kelompok perlakuan menunjukkan peningkatan respon hipersensitivitas tipe lambat yang malampaui kontrol (Gambar 2). Pada Tabel II menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0,05) antara kelompok kontrol negatif terhadap kelompok 3 yang terdiri dari campuran madu kelengkeng dosis 0,3 mL/200 g BB + ekstrak etanolik jahe emprit dosis 1,0 ml/200 g BB namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan lainnya. Hasil uji statistik tersebut menunjukkan bahwa pemberian campuran madu kelengkeng dosis 0,3 ml/200 g BB + ekstrak etanolik jahe emprit dosis 1,0 mL/200 g BB (kelompok III) berpengaruh terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat, yaitu berupa peningkatan volume bengkak pada kaki tikus paling tinggi sebesar 2,183±0,913 (Tabel I, Gambar 2). Hal ini didukung

juga dengan data pada Tabel III yang menunjukkan bahwa kelompok III (campuran madu kelengkeng 0,3 mL/200 g BB + ekstrak etanol jahe emprit 1,0 mL/200 g BB) memiliki nilai persentase peningkatan paling tinggi terhadap kontrol negatif bila dibandingkan dalam bentuk tunggalnya yaitu kelompok I : ekstrak jahe emprit 2,0 mL/200 g BB dan kelompok V : madu kelengkeng 0,6 mL/200 g BB. Berdasarkan hasil analisis statistik ini, maka dapat dikatakan bahwa campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit memberikan peningkatan respon hipersensitivitas tipe lambat yang lebih baik bila dibandingkan dengan kelompok I dan kelompok V yang merupakan senyawa tunggal sehingga perbandingan dosis pada kelompok perlakuan di tahap orientasi ini akan digunakan pada tahap percobaan, karena dari perlakuan yang diberikan ternyata sudah dapat memberikan hasil yang cukup baik dan menunjukkan respon yang diinginkan.

Dokumen terkait