• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pemberian campuran madu kelengkeng (Nephelium longata L.) dan ekstrak etanolik jahe emprit (Zingiler officinale Roscoe) terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat tikus putih jantan galur wistar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pemberian campuran madu kelengkeng (Nephelium longata L.) dan ekstrak etanolik jahe emprit (Zingiler officinale Roscoe) terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat tikus putih jantan galur wistar."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN CAMPURAN MADU KELENGKENG (Nephelium longata L.) DAN EKSTRAK ETANOLIK JAHE EMPRIT (Zingiber officinale

Roscoe) TERHADAP RESPON HIPERSENSITIVITAS TIPE LAMBAT

(DELAYED-TYPE HYPERSENSITIVITY) PADA TIKUS PUTIH JANTAN

GALUR WISTAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh : Inthari Alselusia NIM : 098114044

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PENGARUH PEMBERIAN CAMPURAN MADU KELENGKENG (Nephelium longata L.) DAN EKSTRAK ETANOLIK JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Roscoe) TERHADAP RESPON HIPERSENSITIVITAS

TIPE LAMBAT (DELAYED-TYPE HYPERSENSITIVITY) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh : Inthari Alselusia NIM : 098114044

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vi

LEMBAR PERSEMBAHAN

To accomplish great things we must not only act, but

also dream; not only plan, but also believe

-Anatole France-

“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya,

sebab Ia yang memelihara kamu”

1 Petrus 5 : 7

Karya ini aku persembahkan kepada :

TUHAN YESUS KRISTUS sebagai wujud tanda terima kasih dan syukurku

Mamah Sinthara & Papah Inkal, ungkapan tanda cinta, terima kasih, dan sayangku. Semua ini bisa aku lakukan berkat kalian yang selalu percaya kepadaku, yang selalu mengingatkanku, dan yang selalu menyemangatiku.

Adikku Gregory Giankarlo sebagai tanda sayangku dan motivasi untukmu.

Aditya Pratama yang selalu memberikan semangat dan menghadirkan cinta dalam hidupku.

Keluargaku yang selalu memberi tawa dan kebahagiaan di hidupku

Sahabat yang selalu hadir dan berjalan bersama dalam suka dan duka

(8)

vii PRAKATA

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus

Kristus, atas segala berkat dan anugerah-Nya yang Ia limpahkan sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian

Campuran Madu Kelengkeng (Nephelium Longata L.) Dan Ekstrak Etanolik Jahe

Emprit (Zingiber Officinale Roscoe) Terhadap Respon Hipersensitivitas Tipe

Lambat (Delayed-Type Hypersensitivity) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar

merupakan karya ilmiah penulis untuk memenuhi syarat memperoleh gelar

Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

ikut membantu, memberikan dukungan, bimbingan, kritik, dan saran selama

proses penyelesaian skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan dibalas

oleh Tuhan yang Maha Kuasa. Dalam kesempatan ini juga penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc.,Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Yunita Linawati, M.Sc.,Apt selaku Dosen Pembimbing dan Dosen

Penguji yang telah banyak memberi bimbingan, arahan, dan masukan dalam

penyusunan skripsi ini sehingga dapat menjadi lebih baik.

3. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang telah

m em berikan m as ukan yan g berart i terhadap skripsi ini.

4. Ibu Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku Dosen Penguji yang telah m em beri kan

(9)

viii

5. Ibu C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt selaku Ketua Program Studi

sekaligus Ketua Tim Panitia Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma.

6. Pimpinan dan staff LPPT UGM : Ibu Istini yang telah mengijinkan penulis

untuk melakukan penelitian serta membantu selama masa penelitian.

7. Teman-teman seperjuangan penelitian yang selalu mendukung dan

mengingatkan : Defi Krishartantri, Raisa Novitae, dan Chrissa Hygianna.

8. Teman-teman angkatan 2009, khususnya FKK A 2009 yang sudah

memberikan tawa di sepanjang masa-masa kuliahku bersama kalian.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi

sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi

informasi bagi pembaca.

(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

(11)

x

1. Tujuan umum ... 8

2. Tujuan khusus ... 8

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 9

A. Madu ... 9

B. Jahe Emprit ... 11

C. Sistem Imun ... 13

D. Hipersensitivitas Tipe Lambat ... 16

E. Imunomodulator ... 17

F. Landasan Teori... 18

G. Hipotesis ... 20

BAB III. METODE PENELITIAN... 21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 22

1. Variabel penelitian ... 22

2. Definisi operasional ... 22

C. Bahan Penelitian ... 23

1. Bahan utama ... 23

2. Hewan uji ... 23

3. Bahan untuk proses ekstraksi jahe ... 23

4. Bahan untuk uji hipersensitivitas tipe lambat ... 23

D. Alat Penelitian ... 24

1. Pembuatan serbuk kering dan proses ekstraksi ... 24

(12)

xi

3. Uji respon hipersensitivitas tipe lambat ... 24

E. Tata Cara Penelitian ... 24

1. Penyiapan bahan utama ... 24

2. Pembuatan serbuk simplisia dan penetapan kadar air ... 24

3. Pembuatan ekstrak etanolik jahe emprit ... 25

4. Pembuatan suspensi darah merah domba 1% ... 26

5. Tahap penentuan dosis ... 26

6. Tahap orientasi dosis ... 27

7. Tahap percobaan uji respon hipersensitivitas tipe lambat ... 28

F. Analisis Hasil ... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A.Identifikasi Madu Kelengkeng ... 31

B.Determinasi Tanaman Jahe Emprit ... 32

C.Pembuatan Ekstrak Etanolik Jahe Emprit ... 33

D.Pembuatan Antigen Suspensi Darah Merah Domba 1% ... 36

E. Tahap Orientasi Dosis ... 37

F. Tahap Percobaan Uji Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat ... 42

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Purata ± SD Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat setelah Pemberian Campuran Madu Kelengkeng dan Ekstrak Etanolik Jahe Emprit Tahap Orientasi ... 39 Tabel II. Hasil Analisis Uji Post-Hoc Tukey Respon Hipersensitivitas

Tipe Lambat setelah Pemberian Campuran Madu Kelengkeng dan Ekstrak Etanolik Jahe Emprit Tahap Orientasi ... 40 Tabel III. Persen Peningkatan Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat

Dibanding Kontrol Negatif Tahap Orientasi ... 41 Tabel IV. Purata ± SD Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat setelah

Pemberian Campuran Madu Kelengkeng dan Ekstrak Etanolik Jahe Emprit Tahap Percobaan ... 43 Tabel V. Hasil Analisis Uji Post-Hoc Tukey Respon Hipersensitivitas

Tipe Lambat setelah Pemberian Campuran Madu Kelengkeng dan Ekstrak Etanolik Jahe Emprit Tahap Percobaan ... 44 Tabel VI. Persen Peningkatan Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gambaran Umum Sistem Imun ... 14

Gambar 2. Purata ± SD Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat Tahap

Orientasi... ... 40

Gambar 3. Purata ± SD Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat Tahap

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Kelayakan Etik (Ethical Clearance) ... 54

Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian ... 55

Lampiran 3. Surat Keterangan Determinasi Tanaman Jahe Emprit... 58

Lampiran 4. Foto Madu Kelengkeng ... 59

Lampiran 5. Foto Identifikasi Madu Kelengkeng ... 60

Lampiran 6. Pembuatan Suspensi Darah Merah Domba 1% ... 61

Lampiran 7. Proses Penetapan Kadar Air Serbuk Jahe Emprit ... 62

Lampiran 8. Proses Pembuatan Ekstrak Etanolik Jahe Emprit ... 63

Lampiran 9. Perhitungan Dosis Pemberian Ekstrak Jahe Emprit dan Madu Kelengkeng ... 64

Lampiran 10. Data Tahap Orientasi ... 66

Lampiran 11. Hasil Analisis Statistik Tahap Orientasi ... 67

Lampiran 12. Data Tahap Percobaan ... 70

(16)

xv INTISARI

Campuran madu dan jahe sering digunakan di masyarakat sebagai minuman kesehatan karena manfaatnya lebih bagus dibanding tunggalnya dan dilaporkan berpengaruh terhadap sistem imun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat (DTH) pada hewan uji tikus jantan galur Wistar.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak pola searah. Sebanyak 30 ekor tikus dibagi dalam satu kelompok kontrol negatif dan lima kelompok perlakuan. Semua tikus pada kelompok perlakuan diberikan madu kelengkeng tunggal, ekstrak etanolik jahe emprit tunggal, dan campuran keduanya secara per oral selama delapan hari. Pada hari ke-0 tikus diinjeksi dengan antigen suspense darah merah domba 1% secara i.p dan pada hari ke-8 secara s.c di kaki kiri belakang tikus. Peningkatan volume kaki tikus menggunakan jangka sorong digital setelah 24 jam sejak antigen diinjeksikan pada kaki tikus dinyatakan sebagai respon DTH. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan melakukan uji normalitas dengan metode

Kolmogorov-Smirnov. Data yang terdistribusi normal (p > 0,05) dilanjutkan

dengan uji one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%, kemudian

dilanjutkan dengan uji Tukey.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit menunjukkan pengaruh berupa peningkatan respon hipersensitivitas tipe lambat yang lebih baik dibanding kelompok madu kelengkeng tunggal dan ekstrak etanolik jahe emprit tunggal.

(17)

xvi ABSTRACT

Mixture of honey and ginger is used by people related to the higher effect in mixture than in single used of honey and ginger and has immunomodulatory effect. The purpose of this study is to determine the effect from mixture of longan honey and ethanolic extract of ginger on delayed type hypersensitivity response (DTH) in test animals Wistar male rats.

This research is a purely experimental study with randomized design. A total of 30 rats were divided into one negative control group and five treatment groups. All the rats in the treatment group were treated orally with longan honey, ethanolic extract of ginger, and mixture of longan honey and ethanolic extract of ginger for eight days. On day-0, rats were injected with suspension of sheep red blood cell 1% as the antigen intraperitoneally and on day-8 were injected subcutaneously in the left leg. Increase in foot volume measured using calipers digital after 24 hours since the second antigen is injected at the foot expressed as the DTH response. The data obtained were statistically analyzed with

Kolmogorov-Smirnov method for normality test. The data were normally distributed (p> 0.05) followed by one-way ANOVA test with a level of 95%, then followed by Tukey test.

The results showed that a mixture of honey longan and ethanolic extract of ginger showed the higher effect of increased delayed-type hypersensitivity response than single group of each longan honey and ethanolic extract of ginger.

Keywords : longan honey, ginger, immunomodulatory, Delayed Type

(18)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kondisi tubuh yang fit menandakan bahwa sistem pertahanan tubuh juga

dalam kondisi yang baik, sehingga zat-zat asing yang dapat menginfeksi tubuh

dan menyebabkan penyakit dapat ditangani oleh sistem pertahanan tubuh. Salah

satu bagian dari sistem pertahanan tubuh adalah sistem imun. Sistem imun

diperlukan tubuh untuk mempertahankan tubuh dari bahaya yang dapat

disebabkan oleh berbagai bahan di lingkungan sekitar kita.

Banyak bahan alam yang telah dilaporkan berperan dalam sistem imun

atau disebut juga imunomodulator, salah satunya adalah madu (Aden, 2010).

Berbagai penelitian menyatakan bahwa madu berkhasiat dalam meningkatkan

kekebalan tubuh dan dapat membantu mengatasi berbagai penyakit, seperti

hiperkolesterolemia, diabetes, osteoporosis, asma, dan penyakit lainnya (Aden,

2010).

Kandungan dalam madu yang telah banyak diteliti berperan dalam sistem

imun adalah flavonoid (Khalil, Sulaiman, and Boukraa, 2010). Suhirman dan

Winarti (2007) menyatakan bahwa senyawa flavonoid menunjukkan adanya

respon imun dengan peningkatan aktivitas sistem imun.

Madu monoflora merupakan madu yang diperoleh dari satu tumbuhan

utama, seperti misalnya madu kelengkeng (Aden, 2010). Menurut penelitian

Parwata, Ratnayani, dan Listya (2010) madu kelengkeng ternyata memiliki

(19)

termasuk ke dalam jenis madu monoflora. Berdasarkan penelitian Siddiqa (2008)

diketahui bahwa komposisi kandungan yang terdapat di dalam madu kelengkeng

adalah gula dan flavonoid sedangkan pada madu randu terdapat gula dan tidak

ditemukan adanya senyawa flavonoid. Menurut penelitian Sharififar et al. (2009),

kandungan flavonoid dalam ekstrak tanaman Heracleum persicum Desf.

berpengaruh terhadap respon imun seluler yang ditunjukkan dengan peningkatan

respon hipersensitivitas tipe lambat pada mencit.

Penggunaan madu sangat beragam di masyarakat. Salah satunya adalah

mencampurkan madu dengan tanaman herbal yang memiliki khasiat bagi

kesehatan. Salah satu tanaman herbal yang biasanya dikombinasi dengan madu

adalah jahe seperti misalnya pada minuman tradisional susu telor madu jahe

(STMJ). Radiati et al. (2003) menyatakan bahwa konsumsi ekstrak jahe dalam

suatu minuman fungsional atau obat tradisional dapat meningkatkan daya tahan

tubuh yang ditunjukkan dengan memberi respon kekebalan tubuh terhadap

mikroba asing yang masuk ke dalam tubuh (Winarti dan Nurdjanah, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian Mellawati (2008), ekstrak jahe emprit berperan

sebagai imunomodulator pada mencit yang ditunjukkan dengan peningkatan

kemampuan fagositosis makrofag terhadap bakteri. Hal ini didukung dengan

penelitian Du et al. (2010) bahwa ekstrak jahe memiliki pengaruh berupa

peningkatan respon imun humoral dan seluler pada mencit yang terpapar radiasi.

Penelitian mengenai pengaruh kombinasi beberapa bahan alam terhadap

sistem imun mulai banyak dilakukan dan banyak dari hasil penelitian tersebut

(20)

lebih bagus. Didukung dari penelitian Omoya and Akharaiyi (2012), diketahui

bahwa campuran madu dan ekstrak jahe memiliki daya antibakteri yang lebih

tinggi dibandingkan dalam bentuk tunggalnya.

Banyak penelitian saat ini yang berfokus pada tanaman atau bahan alam

yang diduga memiliki pengaruh terhadap sistem imun, termasuk pengaruhnya

terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat yang merupakan bentuk respon imun

spesifik seluler yang berperan sebagai pertahanan tubuh kedua terhadap invasi

benda asing atau antigen jika respon imun non spesifik sebagai bentuk pertahanan

tubuh pertama tidak mampu mengatasinya. Hipersensitivitas tipe lambat atau

Delayed-Type Hypersensitivity (DTH) adalah salah satu jenis reaksi

hipersensitivitas yang dilaksanakan oleh sel-sel T tersensitisasi, makrofag, dan sel

NK dengan kontak langsung pada sel target sedangkan antibodi tidak terlibat.

Reaksi ini terlihat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen

yang terjadi oleh aktivasi sel Th (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009).

Peningkatan terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat mengindikasikan bahwa

bahan alam tersebut memiliki efek stimulan terhadap limfosit dan berbagai sel-sel

lain yang berperan menimbulkan reaksi tersebut (Singh, Yadav, and Noolvi,

2012).

Mengingat sejauh ini publikasi yang menyebutkan tentang pengaruh

campuran madu dan juga jahe terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat masih

terbatas terutama di Indonesia sehingga penelitian ini dirancang untuk mengetahui

pengaruh pemberian campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit

(21)

Delayed-Type Htpersensitivity/DTH) yang ditunjukkan dengan peningkatan volume

bengkak kaki kiri belakang tikus setelah diinduksi dengan antigen menggunakan

jangka sorong digital yang diacu berdasarkan metode Chakraborthy (2009),

sehingga dapat diperoleh informasi mengenai penggunaan campuran madu

kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit sebagai imunomodulator terhadap

sistem imun.

1. Permasalahan

a. Apakah campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit

memberikan pengaruh terhadap sistem imun berupa peningkatan respon

hipersensitivitas tipe lambat (Delayed-Type Hypersensitivity/DTH) pada

hewan uji tikus putih jantan galur Wistar?

b. Apakah campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit

memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap respon hipersensitivitas

tipe lambat bila dibandingkan dalam bentuk madu kelengkeng tunggal dan

ekstrak etanolik jahe emprit tunggal pada hewan uji tikus putih jantan

galur Wistar?

2. Keaslian penelitian

Berdasarkan pengetahuan dan penelusuran pustaka yang dilakukan oleh

penulis mengenai “Pengaruh Pemberian Campuran Madu Kelengkeng

(Nephelium longata L.) Dan Ekstrak Etanolik Jahe Emprit (Zingiber officinale

Roscoe) Terhadap Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat (Delayed-Type

Hypersensitivity/DTH) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar” belum pernah

(22)

Penelitian serupa yang berhasil ditelusuri oleh penulis yaitu sebagai

berikut :

a. Chakraborthy, 2009, Evaluation of Immunomodulatory Activity of

Aesculus indica. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan yang

signifikan ( p < 0,001) terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat yang

ditunjukkan dengan peningkatan volume kaki tikus setelah diinjeksi

dengan antigen sel darah merah domba pada dosis 50 dan 100 mg/kg

namun tidak menunjukkan pengaruh terhadap titer antibodi sebagai respon

imun humoral.

b. Du et al., 2010, Zingiber officinale Extract Modulates Ɣ-Rays-Induced

Immunosupression In Mice. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak

jahe meningkatkan respon imun humoral dan seluler yang ditunjukkan

dengan peningkatan jumlah sel T helper dan sel T sitotoksik, makrofag,

proliferasi splenosit, serta peningkatan titer antibodi pada mencit yang

terpapar radiasi sinar gamma.

c. Mellawati, 2008, Pengaruh Pemberian Ekstrak Zat Pedas Rimpang Jahe

Emprit Terhadap Fagositosis Makrofag Pada Mencit Jantan Yang

Diinfeksi Dengan Listeria monocytogenes. Hasil penelitian menunjukkan

ekstrak zat pedas rimpang jahe emprit dosis 25mg/kgBB berpengaruh

sebagai imunostimulan terhadap sistem imun yang ditunjukkan dengan

peningkatan kemampuan fagositosis makrofag peritoneal pada mencit

(23)

imunostimulator sintetik (Levamisol hidroklorida 2,5 mg/kgBB) dan

imunostimulator alami (ekstrak Echinacea 10 mg/kgBB).

d. Omoya and Akharaiyi, 2011, Mixture of Honey and Ginger Extract for

Antibacterial Assessment on Some Clinical Isolates. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa madu dan ekstrak (etanol dan metanol) jahe

menunjukkan potensi penghambatan terhadap semua bakteri uji dan

penghambatan terbesar dihasilkan oleh kelompok campuran madu dan

ekstrak etanol jahe (kisaran zona hambat 14-32 mm) serta campuran madu

dan ekstrak metanol jahe (kisaran zona hambat 14-30 mm) bila

dibandingkan kelompok madu tunggal (kisaran zona hambat 6-20 mm),

ekstrak etanol jahe (kisaran zona hambat 9-18 mm) dan ekstrak metanol

jahe (kisaran zona hambat 8-21 mm). Penghambatan terbesar dihasilkan

campuran madu dan ekstrak etanol jahe terhadap bakteri E. coli dengan

zona hambat sebesar 32 mm.

e. Parwata, Ratnayani, dan Listya, 2010, Aktivitas Antiradikal Bebas Serta

Kadar Beta Karoten Pada Madu Randu (Ceiba pentandra) dan Madu

Kelengkeng (Nephelium longata L.). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

aktivitas antiradikal bebas pada madu kelengkeng lebih besar

dibandingkan pada madu randu tetapi sebaliknya kadar beta karoten pada

madu randu lebih tinggi dibandingkan pada madu kelengkeng. Aktivitas

antiradikal bebas dan kadar beta karoten pada madu kelengkeng adalah

82,10% dan 1,9687 mg/100 g sedangkan untuk madu randu yaitu 69,37%

(24)

f. Sharififar et al., 2009, Immunomodulatory Activity of Aqueous Extract of

Heracleum persicum Desf. In Mice. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ekstrak H. Persicum Desf. memberikan pengaruh berupa peningkatan yang

signifikan (p < 0,05) terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat pada

dosis 100 dan 200 mg/kg BB serta peningkatan titer antibodi pada dosis 50

dan 100 mg/kg BB.

g. Singh, Yadav, Noolvi, 2012, Immunomodulatory Activity of Butanol

Fraction of Gentiana olivieri Griseb. On Balb/C Mice. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ekstrak etanol 80% dan fraksi butanol dari G. olivieri

menghasilkan peningkatan respon imun (p < 0,01) yang signifikan

terhadap antigen sel darah merah domba dibandingkan imunostimulator

sintetik (Levamisol 2,5 mg/kg BB). Peningkatan respon imun meliputi

peningkatan respon hipersensitivitas tipe lambat pada dosis 200 mg/kg

(ekstrak etanol 80%), 100 dan 200 mg/kg (fraksi butanol) dan peningkatan

titer antibodi pada dosis 100 dan 200 mg/kg (ekstrak etanol 80%), 100 dan

200 mg/kg (fraksi butanol).

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoretis

1) Memberikan informasi ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan

mengenai manfaat campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik

jahe emprit sebagai imunomodulator.

2) Menjadi dasar dalam pengembangan penelitian terutama di bidang

(25)

dan ekstrak etanolik jahe emprit untuk meningkatkan kesehatan

masyarakat.

b. Manfaat praktis. Memberikan informasi tambahan serta wawasan kepada

masyarakat dalam memanfaatkan madu kelengkeng dan ekstrak etanolik

jahe emprit sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan sistem

kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Memperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian campuran madu

kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit pada hewan uji tikus putih jantan

galur Wistar sebagai imunomodulator.

2. Tujuan khusus

Memperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian campuran madu

kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit terhadap respon hipersensitivitas tipe

lambat (Delayed-Type Hypersensitivity/DTH) pada hewan uji tikus putih jantan

(26)

9

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Madu

Madu berupa cairan alami yang kompleks dan dilaporkan mengandung

kurang lebih 181 substansi. Komposisi madu juga bervariasi dan biasanya

tergantung dari sumber bunganya (Khalil et al., 2010).

1. Jenis madu

Berdasarkan sumber nektarnya, jenis madu dapat dibagi menjadi dua

macam yaitu madu monoflora dan madu poliflora. Madu monoflora adalah madu

yang diperoleh dari satu tumbuhan utama saja, misalnya madu randu, madu

rambutan, dan madu kelengkeng. Sedangkan madu poliflora adalah madu yang

berasal dari beberapa jenis tumbuhan, misalnya madu hutan (Aden, 2010).

2. Kandungan senyawa dalam madu

Madu merupakan larutan gula jenuh, terdiri dari fruktosa (38%) dan

glukosa (31%) yang merupakan komponen utamanya. Komponen minor lainnya

juga terdapat di madu seperti asam fenolat, enzim, asam askorbat, asam organik,

asam amino, dan flavonoid (Khalil et al., 2010). Madu mengandung banyak

mineral seperti natrium, kalsium, magnesium, alumunium, besi, fosfor, dan

kalium. Vitamin-vitamin yang terdapat dalam madu adlah thiamin (B1), riboflavin

(B2), asam askorbat (C), piridoksin (B6), niasin, asam pantotenat, biotin, asam

folat, dan vitamin K. Sedangkan enzim yang penting dalam madu adalah enzim

(27)

3. Manfaat madu

Berbagai manfaat madu bagi kesehatan dalam berbagai macam kondisi

telah banyak dilaporkan seperti pada kondisi infeksi mikrobia, penyembuhan luka,

inflamasi, toleransi glukosa, dan analgesia. Bahkan terdapat berbagai macam

bioaktivitas yang menarik dari madu yang telah dilaporkan, salah satunya sebagai

imunomodulator (Aurongzeb and Azim, 2011).

Kandungan madu berupa flavonoid dilaporkan dapat berperan sebagai

imunomodulator dan dapat meningkatkan aktivitas sistem imun. Berdasarkan

hasil penelitian Hollman et al. (1996), flavonoid telah menunjukkan adanya

respon imun (Suhirman dan Winarti, 2007). Karena manfaat madu yang sangat

banyak bagi kesehatan, maka penggunaan madu pun sangat beragam. Salah

satunya adalah dengan menambahkan atau mencampurkan madu dengan tanaman

herbal yang memiliki khasiat tertentu bagi kesehatan. Biasanya campuran kedua

bahan ini disebut dengan madu herbal. Campuran antara jenis herbal tertentu

dengan madu tertentu yang mempunyai efek sinergis dalam pengobatan suatu

penyakit akan berdampak baik, dimana kombinasi ini akan meningkatkan

kekuatan dalam mengobati penyakit, pemeliharaan kesehatan, atau perawatan

tubuh tertentu (Suranto, 2004).

Manfaat dari madu kelengkeng sendiri antara lain meningkatkan daya

tahan tubuh, memperlancar pengeluaran urine, memperkuat fungsi ginjal,

mengobati sakit pinggang, mempercepat penyembuhan luka operasi,

(28)

B. Jahe Emprit 1. Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Zingiber

Species : Zingiber officinale Roscoe

(Hapsoh, Hasanah, dan Julianti, 2008).

2. Nama lain jahe emprit

Nama lain untuk jahe emprit adalah jahe putih, jahe kuning kecil, dan

jahe sunti. Namun sebutan yang lebih dikenal adalah jahe emprit (Hapsoh et al.,

2008).

3. Deskripsi tanaman

Jahe emprit atau jahe putih kecil memiliki rimpang dengan ukuran

sedang dan berbentuk pipih, bobotnya berkisar 0,5-0,7 kg per rumpun. Struktur

rimpang jahe emprit, kecil-kecil dan berlapis. Daging rimpangnya berwarna putih

kekuningan. Akar yang keluar dari rimpang berbentuk bulat (Kiswanti, 2005).

Tinggi tanaman jika diukur dari permukaan tanah sekitar 40-60 cm

sedikit lebih pendek dari jahe besar. Bentuk batang bulat dan warna batang hijau

muda hampir sama dengan jahe besar, hanya penampilannya lebih ramping dan

(29)

teratur. Warna daun hijau muda dan berbentuk lancet. Jumlah daun dalam satu

batang 20-30 helai. Panjang daun dapat mencapai 20 cm dengan lebar daun

rata-rata 25 cm (Hapsoh et al., 2008).

4. Kandungan senyawa dalam jahe

Secara umum, komponen metabolit yang terkandung di dalam jahe terdiri

dari minyak atsiri, oleoresin, dan pati (Guzman dan Siemonsma, 1999). Oleoresin

mengandung senyawa yang memberikan rasa pedas pada jahe. Oleoresin

merupakan campuran homogen dari resin dan minyak atsiri, berupa cairan pekat,

berwarna coklat tua (Guenther, 1987). Metabolit yang memberikan rasa pedas

termasuk golongan fenol non-volatil, antara lain : gingerol, shogaol, paradol, dan

zingerone, dengan (6)-gingerol menjadi bagian yang terpenting (Purseglove,

Brown, Green, and Robbins, 1981). Menurut Hernani dan Monoharjo (2005),

kandungan kimia rimpang jahe adalah senyawa fenolik seperti shogaol dan

gingerol, zingiberen, zingiberol, dan asam organik (asam laurat, palmitat, oleat,

linoleat, dan stearat) (Wulandari, 2009).

Kandungan dalam rimpang jahe emprit, yaitu minyak atsiri 1,5-3,5%,

kadar pati 54,70%, kadar serat 6,59% dan kadar abu 7,39-8,90%. Kandungan

minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas,

disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk

diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya (Hapsoh et al., 2008).

5. Manfaat jahe

Jahe banyak digunakan sebagai bumbu masakan dan juga dalam industri

(30)

terapeutik yang ditunjukkan dengan peningkatan perbaikan DNA, peningkatan

antioksidan, mereduksi peroksidase lipid serta menurunkan kerusakan DNA pada

hewan uji berupa mencit yang terkena radiasi.

Radiati et al.,(2003) menyatakan bahwa konsumsi ekstrak jahe dalam

suatu minuman fungsional atau obat tradisional dapat meningkatkan daya tahan

tubuh yang ditunjukkan dengan memberi respon kekebalan tubuh terhadap

mikroba asing yang masuk ke dalam tubuh (Winarti dan Nurdjanah, 2005). Jahe

juga memiliki efek sebagai antiemetik, antikoagulan, antitusif, dan analgesik. Jahe

merupakan tanaman herbal yang bersifat panas dan pedas sehingga biasa

digunakan untuk menghangatkan tubuh (termogenik) (Mishra, Kumar, and

Kumar, 2012).

Hasil penelitian Sivagurunathan (2011) menyatakan bahwa tanaman jahe

memiliki efek imunostimulan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan

tanaman kunyit.

C. Sistem Imun

Sistem imun adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa tipe dari

sel-sel yang menetap pada jaringan atau yang mampu bergerak yang berinteraksi di

dalam jaringan getah bening yang tersebar di seluruh tubuh. Sistem ini dirangsang

oleh masuknya mikroorganisme atau benda asing ke dalam tubuh yang disebut

antigen dan berfungsi untuk menghilangkannya dari dalam tubuh (Louise, 2011).

Sistem imun diperlukan tubuh untuk tiga tujuan, yaitu mempertahankan

(31)

menghancurkan sel kanker yang muncul di dalam tubuh, serta membersihkan

sel-sel yang sudah tua dan jaringan yang rusak (Sherwood, 2011). Sistem imun dibagi

menjadi sistem imun alamiah atau non spesifik/natural/native/non adaptif dan

sistem imun didapat atau spesifik/adaptif (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).

Gambar 1. Gambaran Umum Sistem Imun (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010) 1. Sistem imun nonspesifik

Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu,

tetapi sudah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan

spesifitas tertentu terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap

banyak patogen potensial. Sistem ini merupakan pertahanan terdepan dalam

menghadapi serangan berbagai mikroba dan memberikan respon langsung. Sistem

imun ini terdiri atas pertahanan fisik/mekanik (kulit, selaput lendir, silia, batuk,

dan bersin), pertahanan biokimia ( sekresi sebaseus, lisozim, asam neuraminik,

HCl, laktoferin), pertahanan humoral (komplemen, APP, mediator asal fosfolipid,

sitokin), dan pertahanan seluler ( fagosit, sel NK, sel mast, eosinofil)

(Baratawidjaja dan Rengganis, 2010). Mekanisme sistem imun non spesisfik

memberikan perlindungan awal yang efektif melawan infeksi namun mikroba

(32)

diperlukan kekuatan yang lebih dari imunitas spesifik untuk mengeliminasinya

(Abbas, Litchmann, and Pillai, 2010).

2. Sistem imun spesifik

Sistem imun spesifik memiliki kemampuan untuk mengenal benda yang

dianggap asing, dimana benda asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh

segera dikenali oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan

sensitasi, sehingga jika terdapat antigen yang sama dan masuk ke dalam tubuh

kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan. Oleh karena itu,

sistem imun ini disebut spesifik dan berperan sebagai pertahanan di garis

belakang ( the second line of defense ). Sistem imun spesifik terdiri atas sistem

humoral ( limfosit B/sel B) dan sistem selular ( limfosit T/sel T) ((Baratawidjaja

dan Rengganis, 2010; Marsetyawan, 2000).

Sistem imun spesifik memiliki kapasitas yang luar biasa dalam

membedakan antara mikrobia dan molekul dan karena itulah disebut imunitas

spesifik. Komponen utama dari imunitas spesifik adalah limfosit dan produk yang

dihasilkan seperti antibodi. Substansi dari luar yang menginduksi respon imun

spesifik disebut dengan antigen (Abbas and Litchmann, 2010). Sistem imun

spesifik terdiri atas sistem imun humoral dan seluler. Pada sistem imun humoral,

sel B melepaskan antibodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraseluler sedangkan

pada imunitas seluler sel T mengaktifkan makrofag sebagai efektor yang

(33)

D. Hipersensitivitas Tipe Lambat (Delayed-Type Hypersensitivity/DTH) Reaksi hipersensitivitas tipe lambat dapat disebut juga dengan

hipersensitivitas seluler yang melibatkan sel T. Sel T melepas sitokin, bersamaan

dengan produksi mediator sitotoksik lainnya sehingga menimbulkan respons

inflamasi yang terlihat pada penyakit kulit hipersensitivitas lambat. Reaksi lambat

terlihat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen. Selain sel T,

sel lain yang berperan adalah makrofag dan sel NK, sedangkan antibodi tidak

terlibat. Respon inflamasi muncul karena adanya induksi oleh makrofag

teraktivasi, limfosit T sitotoksik, dan sel-sel NK terhadap mikroorganisme

maupun reaktivitas terhadap iritan (Louise, 2011). Berdasarkan

komponen-komponen sel imun yang terlibat, reaksi DTH termasuk ke dalam respon imun

spesifik seluler. Sel yang berperan adalah sel TH-1 yang berperan dalam reaksi

inflamasi dengan menghasilkan IL-2, IFN-Ɣ, dan TNF. Fungsi dari produk

-produk tersebut adalah sebagai mediator inflamasi (Baratawidjaja dan Rengganis,

2010).

Ada beberapa fase pada respon DTH yang dimulai dengan fase sensitasi

yang membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen.

Dalam fase ini, Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Sel T yang diaktifkan

pada umumnya adalah sel CD4+ terutama Th1, tetapi pada beberapa hal sel CD8+

dapat diaktifkan juga. Pajanan ulang dengan antigen akan menginduksi sel efektor

(fase efektor). Pada fase ini, sel Th1 melepas berbagai sitokin yang mengerahkan

dan mengaktifkan makrofag dan sel inflamasi lainnya (Baratawidjaja dan

(34)

Reaksi DTH dapat terjadi sebagai kerusakan tambahan selama proses

dari respon perlindungan sel Th-1 terhadap benda asing. Respon karakteristik dari

DTH meningkat selama 24 jam sampai 48 jam. Sekitar 4 jam seteah injeksi

antigen, neutrofil akan terakumulasi di sekitar postcapillary venules pada lokasi

injeksi. Sekitar 12 jam kemudian, lokasi injeksi akan dimasuki oleh sel T dan

monosit. Sel endotelial yang terdapat di sekitar venules akan membengkak,

menunjukkan peningkatan organel biosintesis dan menjadi bocor terhadap

makromolekul plasma. Fibrinogen pun keluar dari pembuluh darah menuju ke

sekeliling jaringan yang kemudian berubah menjadi fibrin. Deposisi fibrin,

akumulasi sel T dan monosit di dalam jaringan di sekitar lokasi injeksi

menyebabkan jaringan membengkak dan mengeras. Pengerasan yang menjadi

ciri-ciri diagnostik dari DTH dapat dideteksi sekitar 18 jam setelah injeksi antigen

dan maksimal pada 24 sampai 48 jam (Abbas, Lichtman, and Pillai, 2010).

E. Imunomodulator

Immunomodulator merupakan suatu substansi yang dapat

mengembalikan ketidakseimbangan pada sistem imun. Cara kerja dari

imunomodulator yaitu mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu

(imunorestorasi), meningkatkan fungsi sistem imun (imunostimulan), dan

menekan respon imun (imunosupresan) (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).

Imunorestorasi merupakan suatu cara mengembalikan fungsi sitem imun

yang terganggu dengan memberikan berbagai macam komponen sistem imun

(35)

Hyperimmune Serum Globulin (HSG), plasma, plasmapheresis, leukopheresis,

transplantasi sumsum tulang, hati, dan timus (Baratawidjaja dan Rengganis,

2010).

Imunostimulan merupakan senyawa yang dapat merangsang sistem imun

yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu imunostimulan spesifik dan non

spesifik. Imunostimulan spesifik adalah senyawa yang dapat memberikan

spesifitas antigenik dalam respon imun seperti vaksin atau antigen lain, sedangkan

imunostimulan non spesifik merupakan senyawa yang tidak memiliki spesifitas

antigenik tetapi dapat meningkatkan respon imun terhadap antigen lain atau

menstimulasi komponen dari sistem imun tanpa sifat antigenik spesifik seperti

adjuvant (Saxena et al., 2012).

Imunosupresan merupakan suatu senyawa yang dapat menekan sistem

imun tubuh (Saxena et al, 2012). Pemberian radiasi dan interferon dalam dosis

tinggi merupakan salah satu contoh dari penggunaan imunosupresan yang telah

digunakan secara eksperimental dalan klinik selain itu, imunosupresan merupakan

pendekatan umum dalam mencegah reaksi penolakan dalam proses transplantasi

(Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).

F. Landasan Teori

Madu kelengkeng adalah salah satu jenis madu yang berasal dari satu

sumber nektar yaitu bunga kelengkeng, yang diproduksi oleh lebah-lebah madu

yang dikembangbiakkan. Madu mengandung kurang lebih 181 substansi, dimana

(36)

banyak diteliti dan dilaporkan memiliki peran dalam sistem imun yaitu flavonoid.

Pada penggunaannya di masyarakat, madu sering dikombinasikan dengan

tanaman herbal untuk meningkatkan manfaatnya. Salah satu tanaman herbal yang

sudah dikenal dan banyak digunakan dalam masyarakat adalah jahe, yang terdiri

atas beberapa jenis dan salah satunya adalah jahe emprit. Dari berbagai penelitian

diketahui bahwa jahe juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh dari komponen

utamanya seperti gingerol.

Dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan mengenai campuran

berbagai tanaman berkhasiat obat ternyata memiliki aktivitas yang lebih baik

dibandingkan bentuk tunggalnya. Hal ini didukung juga oleh penelitian Omoya

dan Akharaiyi (2012) yang menggunakan campuran madu dan jahe dalam

penelitiannya di mana hasilnya ternyata bahan campuran tersebut memiliki

aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan pada penggunaan bentuk

tunggalnya. Banyak penelitian saat ini yang berfokus pada tanaman atau bahan

alam yang diduga memiliki pengaruh terhadap respon imun, termasuk

pengaruhnya terhadap reaksi hipersenstivitas tipe lambat yang merupakan bentuk

dari respon imun spesifik seluler sebagai bentuk pertahanan tubuh kedua jika

respon imun non spesifik tidak dapat mengatasi invasi benda asing atau antigen.

Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa campuran antara kedua bahan alam ini

juga akan memiliki pengaruh terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat yaitu

(37)

G. Hipotesis

Campuran madu kelengkeng (Nephelium longata L.)dan ekstrak etanolik

jahe emprit (Zingiber officinale Roscoe) memiliki pengaruh terhadap sistem imun

berupa peningkatan respon hipersensitivitas tipe lambat (Delayed-Type

Hypersensitivity/DTH) pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar dan

pengaruh yang ditimbulkan lebih baik bila dibandingkan dengan madu

(38)

21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni, yaitu

penelitian dengan melakukan percobaan terhadap kelompok perlakuan dan

dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian acak lengkap

pola searah, yaitu cara menetapkan sampel dalam kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol dengan sistem pengacakan sehingga setiap sampel memiliki

kesempatan yang sama untuk dapat masuk ke dalam kelompok perlakuan maupun

kelompok kontrol. Pola searah ditunjukkan dengan adanya perlakuan yang sama

pada kelompok perlakuan, yaitu pemberian campuran madu kelengkeng dan

ekstrak etanolik jahe emprit. Penelitian ini menggunakan subjek uji berupa tikus

putih jantan galur Wistar. Kriteria inklusi hewan uji yang digunakan yaitu

berkelamin jantan, berat badan 150-250 g, berumur 2-3 bulan yang diperoleh dari

Laboratorium Imuno Hayati Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Kriteria

drop out adalah tikus mati selama perlakuan. Penelitian ini dilakukan di

Laboratorium Farmakologi Toksikologi, Laboratorium Farmakognosi Fitokimia

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan di Unit III Laboratorium Penelitian

(39)

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel utama

1) Variabel bebas : perbandingan dosis campuran madu

kelengkeng dan ekstrak etanolik

jahe emprit

2) Variabel tergantung : selisih volume telapak kaki

kiri belakang tikus sebelum dan

setelah 24 jam injeksi antigen secara

subkutan

b. Variabel pengacau

1) Variabel yang dikendalikan : jenis makanan, variasi genetik,

jenis kelamin, berat badan, galur

tikus, dan umur tikus.

2) Variabel yang tidak terkendali : kondisi psikologis dan

patofisiologis tikus

2. Definisi operasional

a. Campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit. Larutan yang

terdiri dari campuran : madu monoflora yang berasal dari nektar bunga

kelengkeng yang diproduksi oleh lebah ternak dan ekstrak kental jahe yang

berasal dari hasil ekstraksi serbuk rimpang jahe emprit.

b. Respon hipersensitivitas tipe lambat (Delayed-Type Hypersensitivity/DTH).

(40)

imun yang muncul jika adanya pajanan antigen sehingga muncul respon

inflamasi (Louise, 2011) dan dinyatakan dengan peningkatan volume kaki

belakang hewan uji setelah terpajan antigen yang kedua kali (Chakraborthy,

2009).

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Madu kelengkeng yang diperoleh dari distributor “Madu Pramuka” di

Yogyakarta.

b. Simplisia kering jahe emprit yang diperoleh dari CV. Merapi Farma Herbal

Jalan Kaliurang km. 21,5 Yogyakarta.

2. Hewan uji

Tikus putih jantan galur Wistar umur 2-3 bulan berat 150-250 g yang

diperoleh dari Laboratorium Imuno Hayati Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

3. Bahan untuk proses ekstraksi jahe emprit

Etanol 96%

4. Bahan uji respon hipersensitivitas tipe lambat (DTH)

Antigen suspensi darah merah domba (SDMD) yang diperoleh dari Balai

(41)

D. Alat penelitian

1. Pembuatan serbuk kering dan proses ekstraksi rimpang jahe emprit

Sendok, batang pengaduk, corong Buchner, rotary evaporator,

timbangan analitik, ayakan no mesh 40, mesin grinder, kertas saring Whatmann,

erlenmeyer 1000 mL, cawan porselen, gelas ukur 250 mL, pipet tetes, oven.

2. Pembuatan campuran larutan uji

Cawan porselen, spuit injeksi oral 3 mL

3. Uji respon hipersensitivitas tipe lambat (DTH)

Spuit injeksi oral 3 mL, spuit injeksi peritoneal 3 mL dan spuit injeksi

subkutan 1 mL, jangka sorong digital.

E. Tata Cara Penelitian 1. Penyiapan bahan utama

Simplisia jahe emprit yang digunakan berasal dari pabrik pembuat jamu

tradisional di Yogyakarta, yaitu CV. Merapi Farma Herbal di jalan Kaliurang

km.21,5. Madu kelengkeng yang digunakan berasal dari salah satu distributor

madu di Yogyakarta yaitu PT. Madu Pramuka.

2. Pembuatan serbuk simplisia dan penetapan kadar air

Simplisia kering jahe emprit sebanyak 1,5 kg yang diperoleh dari CV.

Merapi Farma Herbal dikeringkan terlebih dahulu didalam oven pada suhu ±500C

selama 15 menit sebelum dilakukan penyerbukan. Simplisia yang sudah kering

(42)

(grinder) kemudian diayak menggunakan ayakan nomor mesh 40. Serbuk kering

jahe emprit yang diperoleh dari hasil penyerbukkan sebanyak 1 kg.

Selanjutnya serbuk yang sudah dibuat dilakukan penetapan kadar air

berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/Menkes/SK/VII/1994

tentang Persyaratan Obat Tradisional, standar kadar air maksimum simplisia

adalah 10%. Penetapan kadar air dilakukan menggunakan metode gravimetri.

Prinsip metode ini , yaitu analisis kuantitatif berdasarkan berat tetapnya (berat

konstan) (Gandjar dan Rohman, 2010). Kadar air yang diperoleh sebesar 9,50 %

dan kadar air yang diperoleh ini telah memenuhi syarat Menteri Kesehatan

sehingga dapat disimpulkan bahwa serbuk yang digunakan masih memenuhi

syarat simplisia yang baik.

3. Pembuatan ekstrak etanolik jahe emprit

Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi. Sebanyak 50,0 gram

serbuk rimpang jahe emprit dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup, lalu

ditambahkan 250,0 mL pelarut etanol 96% dan dilakukan proses maserasi selama

3x24 jam pada suhu kamar. Setelah itu dilakukan penyaringan menggunakan

corong Buchner. Maserat yang diperoleh untuk selanjutnya dipekatkan/diuapkan

untuk menghilangkan etanol. Penguapan dilakukan menggunakan rotary

evaporator. Pelarut yang masih tersisa diuapkan dengan menggunakan bantuan

oven pada suhu 400C. Ekstrak kental yang diperoleh digunakan dalam pembuatan

(43)

4. Pembuatan suspensi darah merah domba 1%

Darah domba segar yang telah diberi antikoagulan disentrifugasi

menggunakan sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm untuk memisahkan plasma

dari sel darah merah. Lapisan atas yang berupa plasma dibuang dengan

mikropipet dan pada lapisan bawah yang berupa endapan sel darah merah,

ditambahkan larutan PBS pH 7,2 sebanyak 3 kali volume SDMD yang tersisa.

Tabung kemudian dibolak-balik dengan perlahan-lahan sampai SDMD

tersuspensi secara homogen, kemudian disentrifugasi lagi. Pencucian paling

sedikit dilakukan 3 kali. Setelah disentrifugasi, PBS dikeluarkan sehingga yang

tertinggal adalah SDMD 100%. Ambil 0,5 mL suspensi SDMD 100%, tambahkan

PBS dengan volume sama sehingga didapat suspensi SDMD 50%. Untuk

mendapatkan suspensi SDMD 1%, maka dari 1 mL suspensi SDMD 50%

ditambahkan PBS ad 50 mL (Kumala, Dewi, dan Nugroho, 2012).

5. Tahap penentuan dosis

Penentuan dosis campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe

emprit didasarkan pada Suranto (2007) dan penelitian Mellawati (2008). Suranto

menyatakan bahwa dosis madu yang dianjurkan pada manusia adalah 1-2 kali/hari

1 sendok makan (15 mL). Konversi dosis pada manusia yang berat badannya 70

kg ke tikus yang berat badannya 200 g adalah 0,018 (Ngatidjan, 1991). Dosis

madu untuk tikus 200 g adalah :

Faktor konversi x dosis penggunaan 2 kali/hari = 0,018 x 30 mL

(44)

Untuk dosis ekstrak etanolik jahe emprit didasarkan pada penelitian

Mellawati (2008). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mellawati dosis 25

mg/kgBB volume pemberian 0,2 mL/20 g BB memberikan efek yang optimal dan

sama dengan imunostimulator sintetik (Levamisol hidroklorida) dan

imunostimulator alami (ekstrak echinacea). Dosis ekstrak etanolik jahe emprit

untuk tikus 200 g adalah :

Volume pemberian x berat badan tikus = 0,2 mL/20 g BB x 200 g

= 2,0 mL

Untuk dosis perlakuan madu lengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit dibuat

menjadi 5 komposisi sebagai berikut (Lampiran 9):

Komposisi 1 : jahe 100% = 2,0 mL

Sebanyak 18 hewan uji dibagi dalam enam kelompok yaitu satu

kelompok kontrol negatif dan lima kelompok perlakuan dimana masing-masing

kelompok terdiri dari tiga ekor tikus. Pembagian kelompok-kelompok tersebut

yaitu :

a. Kelompok kontrol negatif : kelompok tikus tanpa perlakuan

b. Kelompok perlakuan 1 (Jahe 100%) : kelompok tikus yang diberi larutan

(45)

c. Kelompok perlakuan 2 (jahe 75% : madu 25%) : kelompok tikus yang

diberi campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit

dengan volume pemberian 1,5 mL (jahe) : 0,2 mL (madu).

d. Kelompok perlakuan 3 (jahe 50% : madu 50%) : kelompok tikus yang

diberi campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit

dengan volume pemberian 1,0 mL (jahe) : 0,3 mL (madu).

e. Kelompok perlakuan 4 (jahe 25% : madu 75%) : kelompok tikus yang

diberi campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit

dengan volume pemberian 0,5 mL (jahe) : 0,5 mL (madu).

f. Kelompok perlakuan 5 (madu 100%) : kelompok tikus yang diberi larutan

madu kelengkeng dengan volume pemberian 0,6 mL

Semua tikus pada kelompok perlakuan diberikan perlakuan selama

delapan hari secara oral. Pada hari ke-0, hewan uji terlebih dahulu diinjeksi

dengan antigen secara injeksi peritoneal. Pada hari ke-8, hewan uji kembali

diinjeksi dengan antigen pada telapak kaki sebelah kiri secara subkutan tetapi

sebelum diinjeksi kaki tikus diukur terlebih dahulu menggunakan jangka sorong

digital sebagai data pre. Setelah 24 jam diinjeksi secara subkutan, kaki belakang

tikus kembali diukur sebagai data post. Selisih volume telapak kaki belakang tikus

sebelum dan sesudah 24 jam diinjeksi dengan antigen secara subkutan dinyatakan

sebagai respon DTH. Hasil yang didapatkan pada tahap orientasi ini akan

digunakan dalam tahap percobaan.

(46)

Pada tahap percobaan ini, sebanyak 30 ekor hewan uji dibagi dalam

enam kelompok seperti pada tahap orientasi yaitu satu kelompok kontrol negatif

tanpa perlakuan dan lima kelompok perlakuan dimana pada masing-masing

kelompok terdiri dari lima ekor tikus. Pembagian kelompok-kelompok tersebut

sama seperti pada tahap orientasi, yaitu :

a. Kelompok kontrol negatif : kelompok tikus tanpa perlakuan

b. Kelompok perlakuan 1 (Jahe 100%) : kelompok tikus yang diberi

larutan jahe dengan volume pemberian 2,0 mL

c. Kelompok perlakuan 2 (jahe 75% : madu 25%) : kelompok tikus

yang diberi campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe

emprit dengan volume pemberian 1,5 mL (jahe) : 0,2 mL (madu).

d. Kelompok perlakuan 3 (jahe 50% : madu 50%) : kelompok tikus

yang diberi campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe

emprit dengan volume pemberian 1,0 mL (jahe) : 0,3 mL (madu).

e. Kelompok perlakuan 4 (jahe 25% : madu 75%) : kelompok tikus

yang diberi campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe

emprit dengan volume pemberian 0,5 mL (jahe) : 0,5 mL (madu).

f. Kelompok perlakuan 5 (madu 100%) : kelompok tikus yang diberi

larutan madu kelengkeng dengan volume pemberian 0,6 mL.

Pada tahap percobaan ini, tahap penelitian yang dilakukan sama seperti

pada tahap orientasi. Semua hewan uji pada kelompok perlakuan diberikan

perlakuan selama delapan hari. Pada hari ke-0, hewan uji terlebih dahulu diinjeksi

(47)

diinjeksi dengan antigen pada telapak kaki sebelah kiri secara subkutan tetapi

sebelum diinjeksi kaki tikus diukur terlebih dahulu menggunakan jangka sorong

digital sebagai data pre. Setelah 24 jam diinjeksi secara subkutan, kaki belakang

tikus kembali diukur sebagai data post. Selisih volume telapak kaki belakang tikus

sebelum dan sesudah diinjeksi dengan antigen secara subkutan dinyatakan sebagai

respon DTH.

F. Analisis Hasil

Data yang diperoleh selanjutnya dievaluasi secara statistik dengan

melakukan uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov dan Levene test

untuk mengetahui homogenitas data. Data yang terdistribusi normal dan homogen

(p > 0,05) dilanjutkan dengan uji one way ANOVA dengan taraf kepercayaan

95%, selanjutnya jika terdapat perbedaan yang bermakna pada data akan

(48)

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh dari pemberian

campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit terhadap respon

hipersensitivitas tipe lambat. Respon hipersensitivitas tipe lambat ini ditunjukkan

dengan perbedaan volume bengkak pada kaki tikus sebelum dan sesudah diinjeksi

dengan antigen yang diukur dengan menggunakan jangka sorong digital. Data

yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui normalitas data. Data yang terdistribusi normal (P >

0,05) selanjutnya dianalisis dengan uji Levene untuk mengetahui homogenitas

data lalu dianalisis menggunakan uji one way ANOVA taraf kepercayaan 95%

yang dilanjutkan dengan uji Tukey untuk melihat perbedaan yang signifikan pada

respon hipersensitivitas tipe lambat tiap kelompok perlakuan.

A. Identifikasi Madu Kelengkeng

Penelitian ini menggunakan jenis madu kelengkeng sebagai salah satu

bahan utama yang diperoleh dari distributor “Madu Pramuka” di kota Yogyakarta.

Dilakukan proses identifikasi pada madu kelengkeng yang digunakan dengan

tujuan untuk mengetahui kebenaran identitas dan keaslian dari jenis madu yang

digunakan dalam penelitian ini. Proses identifikasi madu pada penelitian ini

dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

a. Menurut cara yang dijelaskan oleh Ihsan (2011), yaitu dengan cara

(49)

tersebut dikatakan murni jika madu tersebut mengendap dan tidak

bercampur dengan air sehingga air akan tetap jernih.

b. Menurut cara yang dijelaskan oleh Saqa (2010), yaitu saat

menuangkan cairan madu dari dalam wadah, madu dikatakan murni

jika saat dituang madu tersebut seperti benang dan tidak terputus.

c. Menurut Sulaiman (2010) dan Ihsan (2011), akan tercium aroma yang

khas dalam tiap jenis madu berdasarkan jenis bunga yang menjadi

sumber nektarnya, misalnya madu rambutan memiliki aroma buah

rambutan karena sumber nektarnya berasal dari bunga buah rambutan.

Hasil identifikasi yang diperoleh dari cara-cara yang dilakukan diatas,

madu yang digunakan termasuk madu murni karena saat dituang ke dalam segelas

air, madu tersebut langsung mengendap dan tidak tercampur dengan air sehingga

air tetap jernih serta aliran madu saat dituang berbentuk seperti benang dan tidak

terputus (Lampiran 5) sedangkan dari aromanya, tercium bau khas buah

kelengkeng karena madu kelengkeng merupakan madu berasal dari nektar bunga

kelengkeng sebagai sumber utama nektarnya.

B. Determinasi Tanaman Jahe Emprit

Pada penelitian ini juga dilakukan determinasi tanaman jahe emprit (

Zingiber officinale Roscoe) yang digunakan sebagai bahan utama selain madu

kelengkeng. Determinasi ini bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas dari

bahan uji yang digunakan dalam penelitian sehingga bahan yang diperoleh

tersebut benar-benar bahan yang kita inginkan. Proses determinasi dilakukan oleh

(50)

yang diperoleh dari CV. Merapi Farma Herbal memang benar-benar Zingiber

officinale Roscoe (Lampiran 3).

C. Pembuatan Ekstrak Etanolik Jahe Emprit

Proses ekstraksi rimpang jahe emprit diawali dengan tahap penyerbukan

simplisia. Simplisia kering dari rimpang jahe emprit perlu dilakukan penyerbukan

dengan menggunakan mesin grinder yang bertujuan untuk memperkecil ukuran

partikel sehingga memperluas kontak antara bahan terhadap cairan penyari.

Semakin besar kontak antara bahan dengan penyari, maka semakin mudah

kandungan–kandungan senyawa tersari dengan optimal.

Sebelum dilakukan proses ekstraksi, dilakukan pengukuran kadar air dari

serbuk jahe emprit dan kadar air yang diperoleh sebesar 9,50%. Kadar air yang

diperoleh ini sudah memenuhi syarat Menteri Kesehatan sehingga dapat

disimpulkan bahwa serbuk yang digunakan sudah memenuhi syarat simplisia

yang baik. Proses selanjutnya yaitu dilakukan tahap ekstraksi. Serbuk rimpang

jahe emprit dibuat menjadi ekstrak kental mengunakan metode ekstraksi maserasi.

Maserasi merupakan metode yang paling mudah untuk dilakukan karena peralatan

yang digunakan lebih sederhana dibandingkan metode ekstraksi lainnya.

Proses ekstraksi serbuk rimpang jahe emprit dilakukan dengan

menggunakan etanol 96% sebagai cairan penyari. Pemilihan etanol 96%

didasarkan pada sifat etanol sebagai penyari universal yang mampu melarutkan

senyawa polar maupun senyawa non polar namun tetap dapat memisahkan dengan

(51)

ditumbuhi kapang (diatas konsentrasi 20%), netral, tidak beracun, dan panas yang

diperlukan dalam proses pemekatan lebih selektif. Berdasarkan sifat etanol

tersebut maka diharapkan senyawa-senyawa yang terkandung di dalam rimpang

jahe emprit mampu tersari dengan baik selain itu, pemakaian etanol akan lebih

menguntungkan bila dibandingkan dengan air sebagai cairan penyari. Jika

menggunakan air sebagai cairan penyari, penyarian yang dilakukan akan rentan

terhadap kontaminasi mikroba dan dalam proses penguapannya untuk

mendapatkan ekstrak kental akan memerlukan waktu yang lama dibandingkan

etanol yang lebih mudah menguap dan tidak mudah ditumbuhi mikroba.

Konsentrasi etanol yang digunakan adalah 96% yang didasarkan

berdasarkan hasil penelitian Ramadhan dan Phaza (2010) yang menyatakan bahwa

semakin tinggi konsentrasi etanol yang digunakan maka rendemen ekstrak yang

dihasilkan juga semakin banyak. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi

konsentrasi pelarut yang digunakan maka kepolaran pelarut akan semakin rendah

sehingga akan meningkatkan kemampuan pelarut dalam mengekstrak kandungan

oleoresin dalam jahe di mana di dalam kandungan oleoresin ini terdapat senyawa

yang berperan dalam sistem imun selain itu, bila ditinjau dari aspek kepolarannya

kandungan oleoresin dalam jahe juga bersifat kurang polar sehingga akan lebih

banyak oleoresin yang terekstraksi dengan pelarut etanol 96%.

Pada pembuatan ektrak etanolik jahe emprit ini, perbandingan antara

serbuk dan cairan penyari yang digunakan adalah 1 : 5 karena perbandingan ini

merupakan perbandingan yang optimal untuk proses ekstraksi rimpang jahe

(52)

Maserasi dilakukan selama 3 x 24 jam dengan cara merendam serbuk

simplisia dalam cairan penyari dan disertai dengan pengadukan. Proses

perendaman ini akan membantu penetrasi cairan penyari dan pelunakan sel

sehingga kandungan senyawa didalamnya mudah tersari. Cairan penyari akan

menembus dinding sel serbuk tanaman dan masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung senyawa-senyawa aktif. Penarikan senyawa aktif keluar terjadi

karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel

dimana larutan di dalam sel memiliki konsentrasi yang lebih pekat dibandingkan

konsentrasi larutan di luar sel sehingga cairan yang memiliki kepolaran yang sama

dengan cairan penyari akan larut dalam cairan penyari lalu akan bergerak ke luar

sel yang memiliki konsentrasi yang lebih rendah.

Proses maserasi dilakukan pada suhu kamar untuk mencegah hilangnya

senyawa-senyawa yang mudah menguap atau rusak akibat adanya pemanasan.

Selama proses maserasi dilakukan dengan pengadukan. Hal ini bertujuan untuk

mengoptimalkan pembasahan pada serbuk sehingga seluruh bagian serbuk

benar-benar terendam dalam cairan penyari. Selain itu, pengadukan juga dapat berfungsi

untuk mencegah terjadinya keseimbangan konsentrasi di dalam dan di luar sel

sehingga proses difusi dapat terlus berlanjut. Makin rata seluruh bagian serbuk

terendam cairan penyari maka proses penyarian akan makin baik karena penyari

dapat masuk ke dalam seluruh bagian serbuk sehingga penarikan senyawa aktif

yang terkandung pada sel dapat berlangsung optimal.

Setelah 3 x 24 jam, maserat dipisahkan dengan cara disaring. Proses

(53)

corong Buchner dan dihisap dengan menggunakan pompa vacuum sehingga

maserat dapat terpisah secara optimal dengan ampasnya. Maserat yang diperoleh

kemudian diuapkan dengan menggunakan Vaccum Rotary Evaporator yang

bertujuan untuk menguapkan etanol. Penguapan dihentikan sampai tidak ada

pelarut yang menetes lagi.

Pembuatan ekstrak kental rimpang jahe emprit dibuat dari 500 g serbuk

rimpang jahe emprit yang direndam dalam 2500 ml etanol 96% yang terbagi

dalam 10 erlenmeyer dimana dalam setiap Erlenmeyer serbuk yang digunakan

sebanyak 50 gram dan pelarut yang digunakan sebanyak 250 ml (perbandingan 1 :

5). Ekstrak kental yang diperoleh untuk satu kali proses ekstraksi tersebut

sebanyak 53,6 gram. Ekstrak yang diperoleh berwarna coklat tua kehitaman,

beraroma khas, dan berasa pedas. Rendemen ekstrak yang diperoleh sebesar

10,72%.

D. Pembuatan Antigen Suspensi Darah Merah Domba 1%

Sistem imun akan bekerja jika terdapat suatu benda asing atau disebut juga

antigen yang masuk ke dalam tubuh. Di dalam penelitian ini, SDMD 1% berperan

sebagai antigen atau benda asing yang dimaksudkan untuk merangsang sistem

imun pada tikus. SDMD merupakan suatu imunogen, yaitu antigen yang berasal

dari gen spesies lain. Suspensi SDMD 1% dipilih untuk imunisasi karena mudah

diperoleh dalam suspensi yang seragam dan dapat diukur serta memiliki sifat

antigenik yang tinggi, selain itu aman dan mudah penanganannya dibandingkan

jika menggunakan bakteri sebagai antigen. Pada pembuatan suspensi SDMD 1%

(54)

sebagai larutan pengencer. Pencucian SDMD ini bertujuan untuk memperoleh sel

darah merah domba yang murni, artinya tidak dicemari oleh protein serum.

Larutan PBS yang digunakan merupakan dapar isotonis dengan pH 7,2 (Kumala,

Dewi, Nugroho, 2012). Dipilih larutan PBS dengan pH 7,2 dimaksudkan agar

sama dengan pH darah yang juga berada pada kisaran 7,2 sehingga kondisi antara

konsentrasi darah dan larutan PBS isotonis dan tidak menyebabkan terjadinya

hemolisis pada darah domba. Dilakukan sentrifugasi yang bertujuan untuk

mengendapkan sel darah merah dan memisahkannya dengan bagian plasma.

Sentrifugasi dilakukan sampai bagian plasma yang terletak di bagian atas

berwarna bening sehingga komponen sel darah merah telah mengendap di bagian

dasar dan diperoleh konsentrasi SDMD pekat yaitu konsentrasi 100%. Sel darah

merah dengan konsentrasi 100% yang mengendap inilah yang digunakan dalam

pembuatan suspensi darah merah domba dengan konsentrasi 1% (SDMD 1%).

E. Tahap Orientasi Dosis

Tahap orientasi dilakukan untuk mengetahui apakah dosis pemberian

campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit sudah dapat

memberikan pengaruh yang diharapkan terhadap respon hipersensitivitas tipe

lambat pada tikus. Sebanyak 18 hewan uji dibagi dalam enam kelompok yaitu

satu kelompok kontrol negatif dan lima kelompok perlakuan dimana

masing-masing kelompok terdiri dari tiga ekor tikus. Hewan uji diinjeksi dengan antigen

(55)

Antigen yang digunakan adalah SDMD 1%. Pemberian antigen pada hari

ke-0 dilakukan dengan cara injeksi intraperitonium yang bertujuan untuk

mendapatkan reaksi dari sistem imun yang yang cepat dan maksimum sedangkan

antigen kedua diberikan pada hari ke-8 dengan cara injeksi subkutan pada kaki

belakang tikus untuk mempermudah pengukuran peningkatan volume bengkak

yang muncul sebagai bentuk dari respon DTH berupa reaksi inflamasi. Respon

hipersensitivitas tipe lambat merupakan reaksi hipersensitivitas yang terdiri dari

dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase efektor. Tujuan pemberian antigen pada

hari ke-0 adalah sebagai bentuk sensitisasi terhadap sel-sel imun seluler dalam

reaksi DTH tersebut dan berperan dalam fase sensitisasi sedangkan tujuan dari

pemberian antigen pada hari ke-8 ini adalah sebagai bentuk pajanan ulang dari

antigen dalam fase efektor, sehingga sel-sel imun yang berperan dalam reaksi

DTH akan langsung dikerahkan menuju lokasi injeksi.

Perlakuan pada tikus dilakukan selama delapan hari yang bertujuan untuk

memberikan pengaruh terhadap sistem imun yang sebelumnya sudah disensitisasi

terlebih dahulu dengan antigen pada hari ke-0 sehingga saat pemberian antigen

kedua pada hari ke-8 akan terlihat pengaruh yang ditimbulkan, yaitu berupa

peningkatan volume bengkak ataukah penurunan volume bengkak yang muncul

pada kaki belakang tikus sehingga waktu percobaan selama delapan hari sudah

cukup untuk menunjukkan pengaruh yang diharapkan dari penelitian ini. Sebelum

diinjeksi dengan antigen pada hari yang ke-8, volume kaki belakang tikus diukur

terlebih dahulu sebagai data pre. Selanjutnya setelah 24 jam diinjeksi dengan

(56)

pengukuran respon hipersensitivitas tipe lambat diperoleh dari selisih volume

bengkak yang terjadi pada kaki belakang tikus sebelum dan sesudah diinjeksi

dengan antigen menggunakan jangka sorong digital. Data yang diperoleh

kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan

uji Levene selanjutnya dilakukan analisis one way ANOVA dengan taraf

kepercayaan 95% yang dilanjutkan dengan uji Tukey.

Hasil uji Kolmogorov-Smirnov pada data respon hipersensitivitas tipe

lambat menunjukkan bahwa data terdistribusi normal p = 0,968 (p > 0,05)

kemudian hasil uji Levene menunjukkan bahwa semua data homogen dan

memiliki varian yang sama p = 0,191 (p > 0,05) (Lampiran 11).

Tabel I. Purata ± SD Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat setelah Pemberian Campuran

Madu Kelengkeng dan Ekstrak Etanolik Jahe Emprit Tahap Orientasi

Kelompok Perlakuan n Purata ± SD (mm) p

Ket. Kel. kontrol : kontrol negatif

(57)

Gambar 2. Purata ± SD Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat Tahap Orientasi

Tabel II. Hasil Analisis Uji Post-Hoc Tukey Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat setelah Pemberian Campuran Madu Kelengkeng dan Ekstrak Etanolik Jahe Emprit Tahap

Orientasi

Ket. Kel. kontrol : kontrol negatif

(58)

Tabel III. Persen Peningkatan Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat Dibanding Kontrol Negatif Tahap Orientasi

Kelompok Perlakuan Peningkatan Aktivitas Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat (%)

Ket. Kel. kontrol : kontrol negatif

Kel. I :Ekstrak etanol jahe emprit dosis 2,0 mL/200 g BB ( Jahe 100%)

Hasil uji statistik one-way ANOVA (Tabel I) menunjukkan nilai p = 0,030

(p < 0,05), hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan. Berdasarkan data statistik, semua kelompok

perlakuan menunjukkan peningkatan respon hipersensitivitas tipe lambat yang

malampaui kontrol (Gambar 2). Pada Tabel II menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang bermakna (p < 0,05) antara kelompok kontrol negatif terhadap

kelompok 3 yang terdiri dari campuran madu kelengkeng dosis 0,3 mL/200 g BB

+ ekstrak etanolik jahe emprit dosis 1,0 ml/200 g BB namun tidak terdapat

perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok

perlakuan lainnya. Hasil uji statistik tersebut menunjukkan bahwa pemberian

campuran madu kelengkeng dosis 0,3 ml/200 g BB + ekstrak etanolik jahe emprit

dosis 1,0 mL/200 g BB (kelompok III) berpengaruh terhadap respon

hipersensitivitas tipe lambat, yaitu berupa peningkatan volume bengkak pada kaki

Gambar

Tabel I.  Purata ± SD Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat setelah
Gambar 2.  Purata ± SD Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat Tahap
Gambar 1. Gambaran Umum Sistem Imun (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010)
Tabel I. Purata ± SD Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat setelah Pemberian Campuran
+5

Referensi

Dokumen terkait

Menyebabkan kerusakan organ (hati, sistem pernafasan) melalui pemaparan yang berkepanjangan atau berulang.. Beracun ke kehidupan akuatik dengan efek yang

dies ini kurang efisien dan efektif untuk produksi massal, karena itu dirancang r/les. dengan sistem progressive atau yang biasa disebut dengan progressjve

- Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam aktifi tas penting yang membantu mereka mengaitkan

Gambar diatas juga merupakan proses dan teknik visual merchandiser tetapi proses dan teknik yang satu ini lebih berat karena merupakan bagian atau stand yang vital,

dikonversikan ke dalam PAP Skala V berada pada rentangan (55% - 64%) berarti bahwa keterampilan motorik halus siklus II berada pada kriteria rendah, (3) dengan menerapkan

Demikian surat tugas ini dibuat agar menjadi maklum dan dapat dilaksanakan dengan penuh rasa tanggungjawab.. Cikelet, 09 April 2018 Kepala

umumnya dan kebutuhan pengguna perpustakaan pada khususnya. Tugas pustakawan adalah melayani pemustaka dengan baik. Maka dalam kode etik ini, pustakawan dituntut