• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERANAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM

D. Tahap Proses Pemeriksaan Suatu Sengketa di Peradilan

Register Perkara yang disediakan, maka PTUN akan melakukan proses pemeriksaan terhadap sengketa/gugatan tersebut.

Menurut Hukum Acara Peradilan TUN yang diatur dan ditentukan dalam Bab IV Pasal 53 s/d 132 UU No. 5 Tahun 1986 dapat diketahui bahwa proses pemeriksaan suatu perkara/sengketa di PTUN mempunyai sifat khusus karena harus dilakukan

sesuai dengan tahapan-tahapannya. Sebelum pemeriksaan dilakukan dengan acara biasa, harus terlebih dahulu diawali dengan proses rapat permusyarawatan (proses dismissal) yang dilanjutkan dengan proses pemeriksaan persiapan, baik rapat permusyawaratan oleh Ketua TUN maupun pemeriksaan persiapan oleh Majelis Hakim yang bersangkutan, termasuk bagian dari fungsi peradilan (justiele functie).

Dari ketentuan yang mengatur tentang hukum acara peradilan TUN tersebut, dapat diketahui bahwa proses pemeriksaan suatu sengketa PTUN ternyata mengenal beberapa tahapan, yaitu :

a. Tahap rapat permusyawaratan (proses dismissal) b. Tahap proses pemeriksaan persiapan

c. Tahap proses persidangan d. Tahap pengucapan keputusan

Tahapan-tahapan proses pemeriksaan sengketa ini perlu dijabarkan secara terperinci agar mudah perlu dijabarkan secara terperinci agar mudah dimengerti dan dibandingkan dalam pembicaraan selanjutnya tentang materi pokok skripsi ini, sebagaimana diuraikan dalam Bab IV berikut :

a. Tahap proses dismissal (pasal 62 UU No. 5/1986)

Setiap gugatan telah masuk di PTUN selalu pada permulaannya akan ditangani/diperiksa dari segi ketatausahaan (administrasi) lebih dahulu oleh staf Kepaniteraan yang lazim disebut dengan istilah penelitian administratif yaitu penelitian pendahuluan yang bersifat formal ketatausahaan peradilan. Setelah itu baru dilakukan proses dismissal oleh Ketua TUN terhadap gugatan

dimaksud, guna untuk menentukan apakah gugatan yang diajukan itu dapat diterima atau tidak, apakah gugatan telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam pasal 56 UU No. 5 Tahun 1986 dan apakah memang termasuk wewenang TUN yang bersangkutan untuk mengadilinya. Pendeknya apakah gugatan tersebut dinyatakan lolos dismissal atau tidak.

Menyangkut tentang penelitian administratif oleh staf Kepaniteraan ini, SEMA No. 2 tanggal 9 Juli 1991 memberikan petunjuk-petunjuk sebagai berikut :

1. Setelah surat gugatan tercatat dan terdaftar di kepaniteraan atau telah mempunyai nomor perkara, maka haruslah dilakukan penelitian administratif hendaknya dilakukan dari segi-segi formalnya saja yang mengenai bentuk maupun isi gugatan sesuai dengan maksud pasal 56 UU No. 5 Tahun 1986 dan jangan sampai menyangkut segi materi gugatan (pokok perkara).

2. Panitera harus memberikan petunjuk-petunjuk seperlunya kepada pihak penggugat dan dapat meminta kepada pihak penggugat untuk memperbaiki gugatan yang dipandang perlu sebelum gugatan diteruskan kepada Ketua. Panitera tidak berhak menolak pendaftaran perkara yang bersangkutan dengan dalih apapun juga yang berkaitan dengan materi gugatan.

3. Untuk memudahkan pemeriksaan perkara pada tahap selanjutnya maka setelah suatu gugatan didaftar dan memperoleh nomor perkara, oleh staf Kepaniteraan Bidang Perkara perlu dibuatkan resume gugatan terlebih

dahulu sebelum diajukan kepada Ketua TUN dengan bentuk formal yang isinya pada pokoknya sebagai berikut :

1) Siapa-siapa subjeknya (identitas para pihak) dan apakah penggugat sebagai pihak sendiri ataukah diwakili oleh kuasanya yang sya. Bila diwakili kuasa, apakah surat kuasa khusus sudah terlampir atau belum dalam surat gugatan tersebut

2) Apakah yang menjadi objek gugatan dan menjelaskan jenis perkaranya. Apakah objek gugatan itu sepintas masuk dalam pengertian Keputusan TUN/Penetapan Tertulis (beschiking) menurut pasal 1 butir 3 UU No. 5/86.

3) Ringkasan dari alasan gugatan diteliti apakah posita gugatan memenuhi ketentuan pasal 53 ayat 2 huruf a, b, c UU No. 5/1986 atau mengemukakan alasan pelanggaran terhadap asas-asas umum pemerintahan yang baik.

4) Apakah yang menjadi tuntutan (petitum) gugatan tersebut hanya berisi tuntutan pokok ataukah disertai dengan tuntutan tambahan berupa pembebanan salah satu kewajiban sebagaimana ditentukan pasal 97 ayat 9, 10, dan 11 UU No. 5 Tahun 1986.

5) Apakah di dalam/beserta surat gugatan terdapat permohonan prodeo (pasal 60), acara cepat (pasal 98), penangguhan/penundaan pelaksanaan keputusan TUN yang digugat tersebut (pasal 67), sebab apabila terdapat permohonan demikian haruslah sesegera mungkin dilakukan terlebih

dahulu dipertimbangkan oleh Ketua TUN sebelum ditetapkan penunjukan Majelis Hakimnya yang memeriksa dan memutus pokok sengketanya.

4. Apabila Kepaniteraan di dalam melakukan penelitian administratif dimaksud menemui kekurangan-kekurangan yang sifatnya tidak prinsipil, maka penggugat dapat dianjurkan agar memperbaiki dan menyempurnakan gugatannya atas kekurangan yang diteliti tersebut.

Hasil penelitian administratif tersebut harus dilaporkan kepada Ketua PTUN untuk bahan pertimbangan dalam proses dismissal.

Dismissal process ini merupakan tahap penyaringan atau filter yang dilakukan Ketua PTUN dengan penanganan yang bersifat inguisitoir belaka terhadap gugatan yang diajukan tidak ada proses antara pihak-pihak, tidak ada acara tukar menukar jawaban dan dokumen serta tidak ada pembuktian.

Dalam proses dismissal ini, para pihak yang berperkara belum dihadirkan. Dalam tahap ini ada dua alternatif keputusan yang dapat diambil Ketua PTUN, yaitu : 1. Ketua PTUN menyatakan gugatan dapat diterima, yang berarti dapat dilanjutkan

pemeriksaannya (lolos dismissal) sehingga ditetapkanlah Majelis Hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Dalam hal ini tidak perlu dibuatkan suatu penetapan lolos dismissal yang dibuatkan adalah penetapan penunjukan Majelis Hakimnya.

2. Ketua PTUN dengan sengketa segala pertimbangannya memutuskan dengan suatu penetapan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima atau didak

berdasar. Alternatif ini diambil apabila :

a. Pokok gugatan nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang PTUN.

b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 tidak dipenuhi pengguat, sekalipun ia telah diberitahu/diperingatkan

c. Gugatan tersebut didasarkan pada alasan-alasan yang tidak layak

d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah dipenuhi oleh keputusan TUN yang digugat

e. Gugatan diajukan sebelum waktunya (prematur) atau telah lewat waktnya (daluarsa)

Meskipun dalam proses dismissal tersebut para pihak berperkara belum hadir, akan tetapi penetapan dismissal tersebut harus diucapkan di hadapan para pihak yang berperkara. Oleh karena itu kedua belah pihak harus dipanggil untuk mendengarkannya. Pemanggilan kedua belah pihak dilakukan dengan surat tercatat oleh Panitera atas perintah Ketua.

Apabila penggugat keberatan atas penetapan dismissal tersebut maka ia dapat mengajukan verzet (perlawanan) dalam tenggang waktu 14 hari setelah mengucapkan penetapan, apabila hadir atau sejak diterimanya salinan penetapan yang dikirimkan oleh Panitera dengan surat tercatat jika penggugat tidak menghadiri pengucapan penetapan dismissal itu.

Perlawanan tersebut diajukan harus pula memenuhi syarat-syarat seperti gugatan biasa menurut pasal 56 UU No. 5 Tahun 1986. Gugatan perlawanan ini diperiksa dalam acara singkat oleh Majelis Hakim yang ditunjuk oleh Ketua, dengan

dibantu oleh seorang Panitera Pengganti yang ditunjuk oleh Panitera.

Majelis Hakim yang ditunjuk untuk memeriksa dan memutus gugatan perlawanan, terdapat dua kemungkinan mengenai keputusan yang akan diambil, yakni :

1. Membenarkan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan

Apabila alternatif ini yang diambil yaitu menyatakan pelawan adalah sebagai pelawan yang benar, maka penetapan dismissal yang dikeluarkan Ketua PTUN tersebut menjadi gugur demi hukum, dan selanjutnya pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa.

2. Gugatan perlawanan ditolak, atau pelawan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar.

Terhadap penolakan ini, konsekwensi juridis yang timbul tergantung pada alasan yang digunakan dalam penolakan tersebut. Apabila alasannya gugatan cacat, maka penggugat dapat mengajukan gugatan tersebut setelah gugatan direvisi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Akan tetapi apabila penolakan tersebut yang berlaku. Akan tetapi apabila penolakan tersebut dengan alasan lain, maka gugatan tidak dapat diajukan kembali. Hal ini tidak menutup kemungkinan untuk mengajukan gugatan tersebut kepada lembaga pengadilan yang lain. Terhadap putusan mengenai perlawanan ini tidak dapat digunakan upaya hukum apapun, sehingga putusan terhadap penolakan gugatan perlawanan itu diangap sebagai putusan tingkat pertama dan terakhir dan telah berkekuatan hukum tetap.

Perlu dikonfirmasikan, bahwa apabila Ketua PTUN berhalangan maka kewenangan proses dismissal ini dilakukan oleh Wakil Ketua. Selain itu perlu pula diketahui, adanya tahap proses dismissal ini justru sangat memberi manfaat dan keuntungan bagi penggugat, sebab kalau semua gugatan yang masuk diteruskan ke proses persidangan tanpa melalui dismissal process dikuatirkan akan banyak waktu, tenaga, pikiran dan biaya yang terbuang percuma untuk pemeriksaan perkara yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam UU No. 5 Tahun 1986 yang pada akhirnya gugatan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima atau tidak berdasar,

Setelah Ketua melakukan dismissal proses dan gugatan dinyatakan lolos dismisal maka berkas perkara diserahkan kepada Majelis Hakim yang telah ditunjuk oleh Ketua PTUN untuk selanjutnya melakukan tahapan pemeriksaan persiapan, persidangan dan pengucapan putusan.

b. Tahap proses pemeriksaan persiapan (pasal 63 UU No. 5/1986)

Sejak masuknya gugatan sampai dimulainya pemeriksaan di muka persidangan, belaku suatu masa waktu (fase) mematangkan perkara yang bersangkutan (fase sud iu dice), yaitu suatu masa periode penelitian dan pemeriksaan dimana suatu gugatan yang masuk dimatangkan lebih dahulu untuk dapat diperiksa atau disidangkan di muda sidang yang terbuka untuk umum. Langkah-langkah yang dilakukan dalam fase sun tudice tersebut antara lain :

- Penelitian yang bersifat administratif oleh Kepaniteraan yang merupakan penelitian pendahuluan, sebelum berkas diserahkan kepada Ketua.

Ketua berhalangan

- Proses pemeriksaan persiapan yang dilakukan oleh Majelis Hakim

Setelah penelitian pendahuluan yang berupa penelitian administratif yang dilaksanakan Kepaniteraan Bidang Perkara yang diteruskan denan proses dismissal oleh Ketua telah selesai dilakukan, maka untuuk selanjutnya pemeriksaan dengan acara maka untuk selanjutnya pemeriksaan dengan acara biasa atas suatu gugatan dinyatakan telah lolos dissmisal tersebut akan dilangsungkan tahapan pemeriksaan persiapan menurut pasal 63 UU No. 5 Tahun 1986. Dengan kata lain, selain tahap proses dismissal sebagaimana telah diuraikan di atas. Dalam hukum acara Peradilan TUN dikenal tehapan proses pemeriksaan persiapan yaitu suatu tahap pemeriksaan sebelum pokok gugatan dimulai pemeriksaannya guna untuk mematangkan perkara agar laik disidangkan dalam tahap proses persidangan.

Pemeriksaan persidangan diadakan mengingat penggugat di PTUN adalah warga masyarakat yang mempunyai kedudukan yang lemah dibandingkan dengan tergugat sebagai pejabat TUN. Dalam posisi yang lemah tersebut, sulit bagi penggugat untuk mendapatkan informasi dan data yang diperlukan dari Badan atau Pejabat TUN yang digugat. Dalam pemeriksaan persiapan ini, Hakim diharapkan akan berperan aktif dalam memeriksa sengketa, antara lain dengan meminta penggugat untuk melengkapi alat-alat bukti pajabat TUN yang bersangkutan untuk memberikan informasi dan data yang diperlukan oleh PTUN.

untuk mengimbangi dan mengatasi kesulitan seseorang sebagai Penggugat dalam mendapatkan informasi atau data yang diperlukan dari Badan atau Pejabat TUN mengingat bahwa Penggugat dan Badan atau Pejabat TUN itu kedudukan/status sosialnya tidak sama.

Pemberian kesempatan kepada Penggugat untuk melengkapi/memperbaiki gugatannya itu harus dilakukan dalam jangka waktu 30 hari, terhitng sejak Hakim memberikan nasehat kepada penggugat. Nasehat Hakim tersebut harus dituangkan dalam bentuk penetapan yang dimuat dalam Berita Acara Pemeriksaan Persiapan sehingga ada pegangan bagi Hakim dan Penggugat. Kesempatan dimaksud sebaiknya diberikan cukup sampai dua kali.

Apabila kesempatan itu disia-siakan yaitu penggugat belum menyempurnakan, melengkapi atau memperbaiki gugatannya, maka Hakim menyatakan dengan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima. Terhadap putusan hakim tersebut tidak dapat digunakan upaya hukum artinya tidak ada banding atau kasasi tetapi penggugat masih diperbolehkan untuk mengajukan gugatan baru, sesuai dengan syarat-syarat pasal 56 dan harus membayar uang muka biaya perkara agar diperoleh Nomor Perkaranya yang baru.

Pemeriksaan persiapan itu harus dilakukan tidak di muka sidang yang terbuka untuk umum, melainkan harus tertutup artinya pihak umum tidak diperkenankan menghadiri permeriksaan persiapan tersebut.

menyatakan gugatan tidak dapat diterima seluruhnya atau sebagian, meskipun perkara itu telah lolos dari dismissal proses. Segala sesuatu yang dilakukan dalam tahap pemeriksaan persiapan diserahkan kepada kearifan dan kebijaksanaan Ketua Majelis.

Untuk lebih jelasnya, penulis mengetengahkan pendapat Bapak Indroharto, SH mengenai tujuan pemeriksaan persiapan yaitu :

“Tujuan diadakanya pemeriksaan persiapan ini adalah untuk dapat meletakkan sengketanya dalam peta, baik mengenai objeknya serta fakta-faktanya maupun mengenai problema hukumnya yang harus dijawab nanti”.12

Setelah pemeriksaan persiapan dianggap selesai dan Majelis sudah mempunyai gambaran sementara mengenai aspek yang berkaitan dengan objek sengketanya, fakta-faktanya merupakan problema-problema hukum yang harus diputuskannya, maka Ketua Majelis menetapkan hari sidang dengan suatu penetapan hari sidang memerintahkan Panitera Pengganti agar memanggil kedua

Kegunaan adanya proses pemeriksaan persiapan adalah agar pemeriksaan mengenai pokok perkara di muka sidang dalam proses selanjutnya dapat berjalan lancar, sebab pada akhir pemeriksaan persiapan itu tentu Hakim telah memperoleh gambaran yang jelas mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan objek perselisihan, fakta-fakta problema hukum dalam sengketa yang bersangkutan. Sehingga pada saat dimulainya pemeriksaan yang akan dilaskanakan.

12

belah pihak atau para pihak yang berperkara dengan surat tercatat agar hadir pada hari yang telah ditetapkan di muka persidangan.

c. Tahap proses persidangan

Setelah pemeriksaan persiapan dianggap selesai, maka sebelum Majelis menentukan hari dan tempat sidang, Majelis sebaiknya menyusun penilaian sementara mengenai perkara yang akan disidangkan.

Penilaian intern sementara itu berupa :

1) Memilah-milahkan fakta-fakta dengan mengingat problema hukum yang harus dijawab.

2) Penyusunan secara mendetail mengenai problema hukum yang harus dijawab 3) Penyusunan jawaban sementara atas problema hukum tersebut.

4) Penyusunan instruksi-instruksi sementara yang dilaksanakan selama pemeriksaan di muka sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum nanti kepada para pihak, saksi-saksi atau saksi ahli, dan sebagainya.

5) Mungkin juga sudah ada keperluan untuk merencanakan tentang putusan yang akan diucapkan.

Apabila Majelis Hakim setelah melakukan pemeriksaan menganggap bahwa gugatan telah sempurna dan sudah laik disidangkan maka Hakim Ketua menentukan hari sidang dengan suatu penetapan hari sidang. Dalam penentuan hari sidan gini, Hakim harus mempertimbangkan jarak tempat tinggal para pihak dari tempat persidangan (pengadilan). Jangka waktu antara panggilan dan hari sidang tidak boleh kurang dari 6 hari kecuali dalam hal sengketa tersebut diperiksa dengan acara cepat

(pasal 64 UU No. 5/86). Panggilan terhadap pihak yang dianggap syah apabila masing-masing telah menerima panggilan yang dikirimkan dengan surat tercatat oleh Panitera Pengganti.

Jika pada hari sidang pertama ternyata penggugat atau kuasanya tidak hadir maka dipanggil lagi. Setelah panggilan dilakukan secara patut, ternyata pihak penggugat tetap tidak hadir tiga kali berturut-turut, maka gugatan dinyatakan gugur, maka penggugat harus membayar biaya perkara. Sesudah gugatan dinyatakan gugur, maka penggugat masih dapat memasukkan gugatannya sekali lagi dengan membayar uang muka biaya perkara asalkan tenggang waktu pengajuan gugatan belum dilewati.

Apabila pada hari sidang pertama tergugat atau kuasanya tidak hadir, maka akan dipanggil lagi untuk kedua kalinya dengan tembusan panggilan kedua itu dikirimkan kepada atasan tergugat. Apabila tergugat atau kuasanya tetap tidak hadir walaupun telah dipanggil secara patut atau tergugat/kuasanya tidak menanggapi gugatan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka Hakim Ketua dengan surat penetapan meminta atasan tergugat untuk memerintahkan tergugat agar hadir dan menanggapi gugatan. Berarti surat panggilan ketiga dikirimkan kepada atasan tergugat yang dilampiri dengan penetapan Hakim Ketua tersebut. Setelah lewat dua bulan ternyata tidak ada berita, baik dari tergugat ataupun dari atasan tergugat, maka Hakim Ketua menetapkan hari sidang berikutnya dan pemeriksaan perkara dilanjutkan menurut acara biasa tanpa hadirnya tergugat (in absentia). Dalam persidangan tanpa hadirnya tergugat ini, putusan terhadap pokok gugatan dapat dijatuhkan setelah pemeriksaan mengenai segi pembuktiannya dilakukan secra tuntas.

Setelah sidang dibuka oleh Hakim Keetua sidang, pemeriksaan sengketa dimulai dengan membacakan pemeriksaan sengketa dimulai dengan membacakan gugatan dan jawaban. Selanjutnya Hakim Ketua sidang memberi kesempatan kepada para pihak untuk menjelaskan seperlunya hal yang diajukan masing-masing pihak.

Dalam persidangan sengketa TUN, Hakim harus berperan aktif, guna memperoleh kebenaran materiil. Hal ini terbukti adanya kesewenangan Hakim dalam hal-hal sebagai berikut :

1. Hakim Ketua sidang berhak di dalam persidangan memberikan petunjuk kepada para pihak yang bersengketa mengenai upaya hukum dan alat bukti yang dapat digunakan oleh mereka dalam sengketa.

2. Dengan izin ketua PTUN, penggugat, tergugat dan penasehat hukum dapat mempelajari berkas perkara dan surat-surat resmi lainnya yang bersengketa dengan perkara tersebut di Kepaniteraan PTUN, bahkan dapat membuat kutipan apabila hal tersebut dianggap perlu.

3. Para pihak yang berperkara dapat membuat atau menyuruh membuat salinan atau petikan segala surat pemeriksaan perkaranya, dengan biaya sendiri, setelah memperoleh izin dari Ketua PTUN yang bersangkutan.

Hakim Ketua sidang berkewajiban untuk menjaga agar tata tertib persidangan ditaati setiap orang Hakim Ketua berkewajiban untuk memberikan teguran atau peringatan kepada setiap orang yang menunjukkan sikap, perbuatan, tingkah laku dan ucapan-ucapan yang merendahkan derajat, wibawa, martabat dan

kehormatan Pengadilan. Apabila orang tidak mentaati tata tertib persidangan, maka atas perintah Hakim Ketua, ia dikeluarkan dari ruang sidang. Tindakan Hakim Ketua terhadap pelanggaran tata tertib persidangan, tidak menutup kemungkinan dilakukan penuntutan jika pelanggaran itu merupakan tindak pidana.

Persidangan dipimpin dan dibuka oleh Hakim Ketua sidang dan harus dinyatakan terbuka unttuk umum. Pernyataan dibuka untuk umum itu sangat penting, karena jika hal itu tidak dipenuhi, maka persidangan dapat mengakibatkan batalnya putusan demi hukum. Apabila Majelis Hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan menyangkut kepentingan umum atau keselamatan negara, maka persidangan dapat dinyatakan tertutup untuk umum (pasal 70 UU No. 5/1986).

Dalam proses persidangan secara berurutan akan dilangsungkan pengajuan jawaban dari tergugat, pengajuan replik oleh penggugat, pengajuan duplik oleh tergugat, pengajuan alat-alat bukti dari penggugat dan tergugat, pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan penggugat dan tergugat dan diakhiri dengan pengajuan konklusi/kesimpulan dari masing-masing pihak.

Jadi suatu proses pemeriksaan sengketa TUN tidak mungkin dapat diselesaikan dalam satu kali persidangan, sehingga persidangan terpaksa dilanjutkan pada hari persidangan berikutnya untuk acara yang telah ditentukan. Hari persidangan berikutnya ini diberitahukan kepada kedua belah pihak dan pemberitahuan ini dianggap sama dengan panggilan, karena itu haruslah dicatat dalam berita acara

persidangan oleh panitera pengganti yang bersangkutan mengenai pengunduran persidangan tersebut.

Kalau sekiranya pada hari persidangan kedua atau salah satu hari persidangan berikutnya ada pihak yang tidak hadir pada hal pada waktu persidangan pertama atau sebelumnya yang bersangkutan hadir, maka Hakim Ketua penyeruh memberitahukan kepada pihak tersebut pada hari dan tanggal persidangan berikutnya. Apabila pada hari sidang yang sudah ditentukan itu, pihak yang bersangkutan tidak hadir tanya alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, padahal ia sudah diberitahu secara patut, maka pemeriksaan dapat dilanjutkan tanpa kehadirannya.

Pihak tergugat berhak mengajukan eksepsi terhadap gugatan yang diajukan penggugat. Eksepsi ini hanya diperkenankan sejauh mengenai kewenangan baik pengadilan kompetensi yang bersipat absolut maupun yang relatif, ataupun kewenangan khusus lainnya. Eksepsi mengenai kemenangan absolut pengadilan dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan berlangsung. Bahkan hakim karena jawabnya, apabila mengetahui yakin bahwa PTUN tidak berwenang mengadili gugatan tersebut. Sedangkan eksepsi tentang kewenangan relatif, diajukan sebelum jawaban atas pokok sengketa, dan eksepsi ini harus diperiksa dan diputus sebelum pokok sengketa diperiksa. Eksepsi lain yang tidak mengenai kewenangan pengadilan hanya dapat diputus bersama dengan pokok sengketa dalam putusan akhir.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya Hakim dalam persidangan di PTUN harus aktif di dalam menemukan kebenaran. Sehubungan dengan hal ini demi kelancaran pemeriksaan suatu sengketa, Hakim Ketua Sidang berhak di dalam sidang

memberikan petunjuk kepada pihak yang bersengketa mengenai upaya hukum dan alat bukti yang dapat digunakan. Dengan demikian UU No. 5/1986 mengarah pada ajaran pembuktian bebas. Dalam hal ini para pihak dapat mengajukan alat bukti sebanyak mungkin guna mendukung dalil-dalil yang diajukan dalam acara pembuktian.

Pasal 100 UU No. 5/1986 menentukan bahwa alat bukti yang dapat dipergunakan dalam persidangan sengketa TUN adalah :

1. Surat atau tulisan : yang terdiri dari 3 jenis, yaitu :

a. Akta otentik yaitu surat yang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.

b. Akta di bawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.

c. Surat-surat lainnya yang bukan akta

2. Keterangan ahli : adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya. Keterangan ahli ini dapat diajukan baik atas permintaan para pihak yang berperkara maupun atas prakarsa Hakim karena jabatannya. Yang penting keterangan tersebut dikuatkan dengan sumpah atau janji menurut

Dokumen terkait