• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDY OF THE CONSUMPTION OF RED PALM OIL PRODUCTS IN RELATION TO THE ATTITUDE AND BEHAVIOUR IN SINARSARI VILLAGE, DRAMAGA DISTRICT,

DAFTAR LAMPIRAN

E. TAHAPAN PENELITIAN

1) Tahap Sosialisas

Produk SawitA merupakan produk baruyang belum dikenal masyarakat. Perlunya sosialisasi mengenai manfaat dan cara penggunaan produk agar masyarakat dapat memahami dengan benar mengenai produk ini. Sosialisasi produk SawitA dilakukan di tempat yang strategis, seperti di posyandu atau balai desa. Sosialisasi dilakukan sebanyak tiga kali selama dua bulan, yaitu pada awal, tengah, dan akhir kegiatan Program SawitA.

Kegiatan sosialisasi pertama dilakukan sebelum pemberian produk SawitA ke responden berupa wawancara dengan kuesioner tentang kelapa sawit, produk dan manfaatnya. Selanjutnya sosialisasi pengetahuan umum mengenai vitamin A dan KVA, pengenalan produk, manfaat dan cara pemakaian produk, kemudian disusul dengan pemberian produk SawitA ke responden. Sosialisasi kedua dilaksanakan pada akhir bulan pertama, dimana responden telah menggunakan produk SawitA selama satu bulan. Pada sosialisasi kedua, responden diingatkan kembali mengenai materi pada sosialisasi pertama,

lalu tinjauan ulang mengenai penggunaan produk SawitA selama satu bulan ke belakang. Selain itu, dilakukan kegiatan tukar pendapat dan tukar pengalaman tentang penggunaan produk SawitA. Setelah kegiatan sosialisasi kedua, dilakukan pergantian pemberian produk dari produk CPO menjadi produk MSMTF.

Sosialisasi ketiga, dilakukan pada akhir bulan kedua. Pada tahap tersebut dilakukan sosialisasi mengenai tinjauan ulang produk kedua, yaitu produk SawitA MSMTF. Selain itu, dilakukan demo memasak dengan menggunakan produk SawitA, seperti memasak sop ceker ayam yang diberi produk SawitA. Permainan-permainan interaktif juga dilakukan agar pengetahuan mengenai produk dan manfaat produk tetap diingat para responden. Pada sosialisasi ketiga, terdapat lomba memasak dengan menggunakan produk SawitA bagi seluruh responden yang dibagi menjadi beberapa kelompok. Pada tahap ini, responden menciptakan beragam resep kreatif dengan menggunakan produk SawitA yang dapat diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Pemenang pada lomba ini mendapatkan hadiah menarik sehingga menimbulkan semangat dan meningkatkan antusiasme responden untuk berkontribusi dalam kegiatan ini.

2) Tahap Pemberian Produk

Setelah kegiatan sosialisasi awal, produk SawitA mulai dibagikan dan dikonsumsi responden. Penggunaan produk SawitA dilakukan di rumah mereka sendiri tanpa ada kontrol langsung dari peneliti, oleh karena itu produk SawitA disajikan dalam kondisi aktual. Uji ini dinamakan Home Use Test, dimana pengujian dilakukan di rumah responden. Ada dua sampel produk SawitA yang digunakan yaitu produk SawitA tumis MSA dan produk SawitA tumis MSMTF. Pengujian menggunakan dua sampel sesuai saran Resurreccion (1998), karena jika semakin banyak sampel yang diuji akan semakin rumit bagi responden dan membutuhkan waktu pengujian yang lebih lama.

Sampel pertama, produk MSA didistribusikan ke masing-masing rumah responden. Cara penggunaan produk SawitA yang disarankan dengan menambahkan pada makanan matang atau menggunakannya sebagai pengganti minyak dalam tumisan. Responden boleh menggunakan dengan cara yang berbeda, tidak harus sesuai dengan yang disarankan. Hal ini untuk melihat variasi cara penggunaan dan cara yang paling sering digunakan responden. Satu bulan berikutnya didistribusikan sampel kedua yaitu produk MSMTF. Produk dikemas dalam botol 140 ml, dimana satu keluarga mendapatkan satu botol per minggu. Disarankan agar responden mendapatkan produk sebanyak 2ml/orang/hari sehingga dalam satu minggu masing-masing responden akan mendapatkan 14 ml/minggu. Deskripsi Produk

Seperti yang tercantum pada Laporan Akhir Program SawitA (Zakaria et al. 2011), sebagian CPO yang diperoleh dari PT. SMART Tbk Jakarta dikemas dalam botol sebagai minyak tumis dan sebagian lainnya diproses sebagai MSMTF. Produksi produk SawitA dilaksanakan di Techno Park IPB dengan nomor pendaftaran P-IRT No 207320101871. Pada Tabel 8 dapat dilihat karakteristik CPO berdasarkan analisis kimia.

Tabel 8. Karakteristik CPO dan MSMTF Jenis

Minyak

Rata-rata bilangan asam (g NaOH/g minyak) Rata-rata asam lemak bebas (%) Rata-rata bilangan iod Bilangan peroksida (meq peroksida/kg) CPO I 0,014 9,66 - 0 CPO II 0,019 12,90 - 0 CPO III 0,008 5,425 49,79 0 CPO hanya dinetralisasi 0,007 4,42 50,86 0 MSMTF 0,006 4,055 48,62 0 Sumber: Zakaria et al. 2011

Kadar asam lemak bebas sangat bervariasi tetapi pada semua batch tidak mengandung peroksida. Hal ini menunjukkan bahwa selama penyimpanan dan distribusi CPO tidak terjadi oksidasi lemak. Sesuai dengan hasil penelitian Puspitasari 2008, keberadaan karotenoid yang tinggi bersifat sebagai antioksidan. Analisis logam berat dilakukan di laboratorium analisis Departemen Teknologi Pertanian (TIN). Hasil analisis menunjukkan kadar logam berat yang terdapat pada CPO, CPO hanya netralisasi dan MSMTF tidak berbeda dan secara keseluruhan berada jauh di bawah standar logam berat SNI 19-7030-2004 untuk minyak makan. Pada Tabel 9 dapat dilihat hasil analisis logam berat pada CPO dan MSMTF pada produk SawitA.

Tabel 9. Hasil analisis logam berat Produk SawitA

Parameter (mg/kg) Hasil Pemeriksaan

CPO Netralisasi MSMTF Timbal (Pb) <0,030 <0,030 <0,030 Air raksa (Hg) <0,001 <0,001 <0,001 Cadmium (Cd) <0,005 <0,005 <0,005 Crom Heksavalent (Cr6+) <0,011 <0,011 <0,011 Crom total <0,011 <0,011 <0,011 Arsen (As) <0,002 <0,002 <0,002 Tembaga (Cu) <0,015 <0,015 <0,015 Kadar air (% b/b) 1,85 0,96 1,03

Sumber: Zakaria et al. 2011

Keamanan produk SawitA ditunjang oleh kadar bilangan peroksida yang dianalisis tidak terdeteksi. Asam lemak bebas juga tidak berbahaya bagi konsumen karena pada dasarnya, semua lemak yang dikonsumsi manusia akan tercerna dan diserap dalam bentuk asam lemak bebas.

3) Tahap Monitoring

Satu minggu sekali dilakukan monitoring mengenai pemakaian produk SawitA pada responden, pemberian produk SawitA dan juga penguatan informasi mengenai produk SawitA kepada responden. Hal ini mengingat pengujian dilakukan di rumah responden tanpa adanya kontrol dari peneliti secara langsung saat pemakaian produk. Selain frekuensi penggunaan, juga dilihat cara penggunaan produk. Pada bulan kedua, monitoring mengenai produk SawitA dan penguatan informasi produk dilakukan dua minggu sekali. Pada saat melakukan wawancara, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berupa intensitas penggunaan produk, cara mengkonsumsi produk dan penerimaan para responden dari atribut-atribut yang ditanyakan. Pertanyaan dibuat dengan bahasa sehari-hari sehingga mudah dimengerti oleh responden.

F. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Perhatian utama dari metode HUT adalah mengukur penerimaan produk secara keseluruhan (Stone & Sidel 1994). Oleh karena itu digunakan analisis univariat dimana analisis dilakukan per variabel. Variabel-variabel yang digunakan seperti karakteristik responden yaitu umur, jenis kelamin, status dalam keluarga, lama pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pola asuh makan keluarga, pengetahuan responden mengenai vitamin A dan pola makan sehat, sikap terhadap mengkonsumsi produk SawitA. Selain itu, dilihat pula pengetahuan responden sebelum dan setelah diberikan penyuluhan mengenai minyak sawit dan manfaatnya serta cara penggunaan dan konsumsi produk SawitA. Konsumsi produk SawitA dilihat berdasarkan frekuensi penggunaan, jenis makanan, jenis masakan berdasarkan pengolahan dan kesan mengkonsumsi produk SawitA.

Pada analisis atribut dari produk SawitA, responden mengidentifikasikan atribut-atribut pada produk yang mengganggu responden pada saat mengkonsumsi produk. Data-data yang didapatkan dari metode ini sebagian besar merupakan hasil wawancara dari para responden. Wawancara dilakukan karena responden perlu bimbingan dalam pengisian kuesioner. Untuk melihat perbedaan atau hubungan antara dua variabel digunakan analisis bivariat atau analisis korelasi. Pada kuesioner yang digunakan, masing-masing variabel dihubungkan dengan sikap terhadap konsumsi produk SawitA dan perilaku responden mengkonsumsi produk SawitA.

Adanya korelasi antara variabel tersebut dilihat dari nilai koefisien korelasi (r). Koefisien korelasi merupakan pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefisien korelasi antara +1 sampai dengan -1. Koefisien korelasi menunjukkan kekuatan hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefisien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Kriteria kekuatan hubungan antara dua variabel antara lain apabila nilai r=0 maka tidak ada korelasi antara dua variabel, apabila r>0-0,25 maka korelasinya sangat lemah, apabila r>0,25-0,5 maka korelasinya cukup, apabila r>0,5-0,75 maka korelasinya kuat, apabila r>0,75-0,99 maka korelasinya sangat kuat dan apabila r=1 maka korelasinya sempurna (Sarwono 2006).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL UJI RELIABILITAS DAN VALIDITAS

Pengujian kuesioner diawali dengan pengujian draft kuesioner kepada 8 orang warga Desa Sinarsari, yaitu 3 orang ibu, 3 orang bapak dan 2 orang anak. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah kalimat yang disusun dalam kuesioner dapat dipahami dengan benar oleh responden. Berdasarkan uji yang dilakukan, diperlukan perbaikan pada poin-poin kuesioner ini. Pada beberapa poin seperti pengetahuan tentang pola makan sehat dan sikap kognitif diperlukan perbaikan baik dari segi tata bahasa atau pemilihan kata yang tepat, dan juga penyampaian pertanyaan yang tepat agar maksud dari pertanyaan tersebut dapat dimengerti oleh responden.

Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat negatif seperti “Bapak memperbolehkan anak jajan apabila anak tidak menyukai makanan yang dihidangkan di rumah” pada komponen sikap kognitif perlu lebih ditekankan pada responden sehingga tidak keliru mengartikan pertanyaan yang diajukan. Pada bagian dari pengetahuan responden tentang pola makan sehat, pernyataan “Sayuran mentah selalu lebih baik daripada sayuran olahan.” dihilangkan karena menimbulkan kebingungan pada responden.

Setelah perbaikan kalimat-kalimat dalam kuesioner, kemudian dilakukan pengujian reliabilitas dan validitas kuesioner. Dari hasil pengujian reliabilitas kuesioner, diperoleh koefisien korelasi dari masing-masing variabel sebagaimana tercantum pada Tabel 10. Demikian juga hasil pengujian validitas dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil uji validitas dan uji reliabilitas kuesioner

Item Nilai r

(Sperman)

Nilai Validasi (Spearman)

Pola asuh keluarga 0.725* -0,470 – 0,886**

Pengetahuan tentang kesehatan 0.711* 0,455 – 0,779*

Pengetahuan tentang pola makan sehat 0,439 0,130 – 0,813*

Sikap kognitif 0,073 0 – 0,655

Sikap afektif -0,028 0,257 – 0,339

Kecenderungan perilaku -0,266 0,540- 0,756*

B. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1. Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor terletak di Propinsi Jawa Barat. Kota ini terletak 54 km sebelah selatan Jakarta dengan luas 298.838.304 Ha. Batas strategis dari Kabupaten Bogor ini antara lain, sebelah utara berbatasan dengan kota Depok, sebelah Barat dengan Kabupaten Lebak, sebelah barat daya berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang, sebelah timur daya berbatasan dengan Kabupaten Bekasi, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi, sebelah tenggara berbatasan dengan Kabupaten Cianjur, dan sebelah tengah berbatasan dengan Kota Bogor. Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan, dimana jumlah tersebut adalah hasil pemekaran 5 kecamatan di tahun 2005. Kecamatan tersebut antara lain Kecamatan Leuwisadeng

(pemekaran Kecamatan Leuliwiang), Kecamatan Tanjungsari (pemekaran Kecamatan Cariu), Kecamatan Cigombong (pemekaran Kecamatan Cijeruk), Kecamatan Tajurhalang (pemekaran kecamatan Bojong Gede) dan Kecamatan Tenjolaya (pemekaran Kecamatan Ciampea).

Kabupaten Bogor terletak pada ketinggian 190 m sampai 330 m dari permukaan laut. Udaranya relatif sejuk dengan suhu udara rata-rata setiap bulannya adalah 26 °C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%. Suhu rata-rata terendah di Kabupaten Bogor adalah 21,8 °C, paling sering terjadi pada Bulan Desember dan Januari. Arah mata angin dipengaruhi oleh angin muson. Bulan Mei sampai Maret dipengaruhi angin muson barat. Berdasarkan sistem klasifikasi iklim Schmidt Ferguson, iklim di Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis tipe A (sangat basah) di bagian selatan dan tipe B (basah) di bagian utara (Irianto & Surmaini 2000).

Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menyatakan bahwa Kabupaten Bogor merupakan kabupaten terbesar di Propinsi Jawa Barat dan banyak penduduknya yang termasuk keluarga pra sejahtera. Dalam bidang perekonomian, laju perekonomian Kabupaten Bogor sebesar 4,05% pada tahun 2009 yang merupakan penurunan di tahun sebelumnya yaitu sebesar 5,58 % pada tahun 2008 (BPS Kabupaten Bogor 2009). Sektor lapangan usaha dikelompokkan ke dalam kategori sektor primer (pertanian, pertambangan, dan penggalian), sektor sekunder seperti industri pengolahan, listrik, gas, air minum serta bangunan, dan sektor tersier seperti perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan, komunikasi, keuangan, persewaan, jasa perusahaan, dan jasa-jasa. Dimana sektor sekunder mengungguli sektor lainnya dalam tahun 2007-2009 (BKKBN 2009).

Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2010 sebanyak 5.058.538 jiwa yang terdiri atas 2.446.251 jiwa laki-laki dan 2.316.958 jiwa perempuan. Setiap tahun rata-rata penduduk Kabupaten Bogor bertambah 3,16% atau meningkat hingga 140 ribu jiwa. Dari segi struktur penduduk, Kabupaten Bogor mempunyai struktur penduduk umur muda, hal ini akan membawa akibat semakin besarnya jumlah angkatan kerja. Perbandingan antara Jumlah Angkatan Kerja (JAK) dengan penduduk berumur 15 tahun lebih disebut dengan Partisipasi Angkatan Kerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Bogor untuk laki-laki 70,35%, perempuan 38,86% dan secara total 55,24% (BPS Kabupaten Bogor 2010).

Pada tahun 2009, jumlah SD/MI Negri ada sebanyak 1.550 dengan jumlah guru 8.899 orang. SD/MI swasta berjumlah 688. Adapun SLTP/MTS Negri berjumlah 146 dengan jumlah guru 2.782 orang, SLTP/MTS Swasta ada 601 dengan jumlah guru 8.259 orang. Sedangkan untuk jenjang SLTA/MA/SMK ada sebanyak 44 SLTA Negri dengan jumlah guru 469 orang dan SLTA/MA/SMK Swasta berjumlah 360 orang dengan jumlah guru 4.897 orang. Pada Tabel 11 dapat dilihat jumlah penduduk yang masih bersekolah.

Tabel 11. Penduduk 7-24 tahun yang masih sekolah menurut jenis kelamin di Kabupaten Bogor tahun 2009

Kelompok umur

(tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah

7-12 274.859 269.665 544.524 13-15 112.143 93.519 205.662 15-18 66.378 53.563 119.941 19-24 11.129 11.194 22.323 25+ 1.639 1.023 2.662 Kabupaten Bogor 464.509 428.964 895.112

Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2010

2. Kecamatan Dramaga

Kecamatan Dramaga merupakan salah satu dari sepuluh kecamatan yang ada di Kabupaten Bogordengan luas wilayah sebesar 2.437.636 Ha. Kecamatan Dramaga merupakan pemekaran dari Kecamatan Ciomas. Batas wilayah Kecamatan Dramaga adalah sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Rancabungur, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Ciomas, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ciampea, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bogor Barat. Kecamatan Dramaga termasuk dalam dataran bergelombang dengan ketinggian 500 m dpl. Dari segi administratif, Kecamatan Dramaga terdiri atas 10 desa, 24 dusun, 72 RW, 309 RT dan 20.371 KK. Desa- desa yang terdapat di Kecamatan Dramaga antara lain Desa babakan, Ciherang, Cikarawang, Neglasari, Petir, Purwasari, Sinarsari, Sukadamai, dan Sukawening

Jumlah penduduk Kecamatan Dramaga pada tahun 2009 untuk laki-laki adalah sebanyak 47.434 jiwa dan perempuan sebanyak 44.968 jiwa dengan total sebanyak 92.402 jiwa. Mata pencaharian penduduk berada di beragam sektor, yaitu sektor pertanian, perdagangan, buruh, ABRI/TNI, dan PNS. Sebanyak 47,01% penduduk memiliki pekerjaan sebagai buruh tani. Tingkat pendidikan di Kecamatan Dramaga masih termasuk rendah, dimana sebanyak 41,97% penduduk tidak tamat SD, 31,88% penduduk tamat SD, 12,87% penduduk tamat SMP, 10,39% tamat SMA, diploma hanya sebanyak 1,13% dan sarjana hanya sebesar 1,75% (Anonim 2011a). Pada Tabel 12 dapat dilihat jumlah penduduk Kecamatan Dramaga berdasarkan tingkat kesejahteraannya.

Tabel 12. Jumlah Penduduk Kecamatan Dramaga berdasarkan tingkat kesejahteraannya

Kelompok penduduk Jumlah (jiwa)

Keluarga pra sejahtera 7.220

Keluarga sejahtera I 2.986

Keluarga sejahtera II 3.786

Keluarga sejahtera III 493

Keluarga sejahtera III plus 136

Total 14.621

Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2010

Kurangnya lapangan pekerjaan membuat mereka sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga memenuhi kebutuhan tambahan untuk menunjang kesehatan mereka.Pembangunan infrastruktur dan juga pengembangan sumber daya manusia kerap dilakukan di Kecamatan Dramaga untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik.

3. Desa Sinarsari

Desa Sinarsari merupakan pemekaran dari Desa Neglasari pada tahun 1985 yang memiliki luas wilayah sebesar 172,24 Ha. Jumlah penduduk Desa Sinarsari sebanyak 8.446 jiwa yang terdiri atas 4.318 jiwa laki-laki dan 4.128 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 2.018 KK. Sementara itu, jumlah keluarga miskin (Gakin) sebanyak 586 KK dengan (29%). Batas administratif Desa Sinarsari yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Dramaga, sebelah timur berbatasan dengan Desa Ciherang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukawening, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Neglasari dan Kecamatan Ciampea. Pada Gambar 4 dapat dilihat peta Desa Sinarsari.

Gambar 4. Peta Desa Sinarsari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor

Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Sinarsari secara umum berupa daratan dan lembah/rawa yang berada pada ketinggian antara 196 m sampai dengan 200 m dpl dengan suhu rata-rata berkisar antara 22-β8˚C. Desa Sinarsari terdiri atas dua dusun, empat RW, dan 22 RT. Orbitasi dan waktu tempuh dari ibukota kecamatan adalah 2 km2 dengan waktu tempuh 12 menit dan waktu tempuh dari ibukota kabupaten adalah 35 km2 dengan waktu tempuh 60 menit (Anonim 2011b). Mata pencaharian penduduk di Desa Sinarsari juga beragam. Pada Tabel 13, dapat dilihat jenis pekerjaan penduduk di Desa Sinarsari dan jumlahnya.

Tabel 13. Mata pencaharian penduduk Desa Sinarsari

Mata Pencaharian Jumlah (jiwa)

Karyawan swasta 1600 Buruh 800 Pedagang 250 Petani 300 Wirausaha 250 TNI/Polri 10 Sumber : Anonim 2011b

Pada Desa Sinarsari, mata pencaharian terbesar adalah sebagai karyawan swasta yaitu sebanyak 1.600 orang. Jumlah terbanyak kedua yaitu buruh. Pekerjaan buruh dapat berupa buruh tani atau buruh lepas, seperti sebagai kuli bangunan, perbaikan alat-alat rumah

tangga dan sebagainya. Desa Sinarsari tidak memiliki balai pengobatan klinik dan dokter umum. Masyarakat melakukan pelayanan kesehatan di posyandu (8 buah), bidan (3 orang), dan dukun bayi terlatih (4 orang).

Masalah pendidikan di Desa Sinarsari menyerupai dengan data pendidikan yang terdapat pada Kecamatan Dramaga pada Tabel 11 sebelumnya, jumlah penduduk yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi semakin lama semakin berkurang jumlahnya. Di Desa Sinarsari, sebagian besar penduduk tidak lulus SD, bahkan hingga ke generasi penerusnya. Penduduk Desa Sinarsari lebih mementingkan mencari uang, dibandingkan dengankan mengejar pendidikan. Tidak ada komoditas khusus yang dihasilkan oleh penduduk Desa Sinarsari. Penduduk kebanyakan menanam palawija, sayur- sayuran, buah-buahan, tetapi tidak menanam padi. Hal ini terjadi karena sistem bercocok tanam di Desa Sinarsari secara individual, dimana lahan pertanian bebas ditanamkan suatu komoditi tanpa aturan yang mengikat.

Untuk sarana dan prasarana ekonomi, di Desa Sinarsari hanya terdapat 5 buah industri rumah tangga dan 2 buah perusahaan kecil. Pembagian kelas penduduk di Desa Sinarsari dibagi menjadi lima kelompok keluarga, antara lain Pra-KS yaitu keluarga yang hidup di bawah kesejahteraan dimana penghasilan keluarga mereka tidak mencapai UMR kota Bogor, dan juga dilihat dari kondisi tempat tinggalnya. Sebanyak 545 KK atau sebanyak 27% penduduk Desa Sinarsari termasuk dalam kelompok Pra-KS. Pada Tabel 14 dapat dilihat tingkat kesejahteraan penduduk di Desa Sinarsari berdasarkan pendapatan mereka. Tabel 14. Tingkat kesejahteraan kelompok keluarga Desa Sinarsari berdasarkan pendapatan

Kelompok Pendapatan

Pra keluarga sejahtera < Rp 800.000,00

Keluarga sejahtera I Rp 800.000,00 - Rp 1.000.000,00

Keluarga sejahtera II Rp 1.000.000,00 – Rp 2.000.000,00

Keluarga sejahtera III (memiliki kendaraan) Rp 2.000.000,00 – Rp 5.000.000,00 Keluarga sejahtera III Plus (memiliki

kendaraan dan usaha sendiri)

>Rp 5.000.000,00 Sumber : Anonim 2011b

Banyaknya penduduk yang termasuk dalam keluarga pra-KS menunjukkan bahwa rendahnya penghasilan penduduk membuat penduduk kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, termasuk memperoleh asupan vitamin A. Tidak heran apabila diantara penduduk Desa Sinarsari, masih banyak yang mengalami gizi buruk, atau kekurangan zat gizi baik makro maupun mikro. Hal ini menjadi perhatian, karena gizi yang baik terutama untuk anak, akan baik untuk perkembangan anak ke depannya dalam menjalani kehidupan dan demi terciptanya generasi penerus yang berkualitas.

C. KARAKTERISTIK RESPONDEN

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Aspek Sosiodemografi

Umur& Jenis Kelamin

Responden dalam penelitian ini terdiri atas anak-anak, remaja, dewasa dan manula. Umur anak dalam penelitian ini dimulai dari 9 tahun sampai 12 tahun sesuai dengan target peneliti untuk meneliti anak mulai dari usia sekolah dan usia pada saat berkembangnya sisi psikomotorik anak tersebut. Sementara responden remaja berumur 13 sampai 17 tahun. Responden dengan umur 18 sampai 55 tahun dikelompokkan dalam kelompok dewasa. Sedangkan pada kelompok manula, berumur 55 tahun ke atas. Perbandingan umur responden pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.

Gambar 5. Sebaran responden berdasarkan umur dan jenis kelamin

Responden pada penelitian ini berjumlah 101 orang, dengan prosentase anak-anak sebesar 10,9%, remaja sebanyak 11,9%, dewasa 68,3%, dan manula sebanyak 9%. Dilihat dari prosentase yang didapat, sebanyak 68,3% responden terdiri atas responden dewasa, dimana mereka berada dalam fase produktif dan dapat menerima pengetahuan mengenai kesehatan dan mengembangkannya untuk keluarga mereka masing-masing.

Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang digunakan pada penelitian ini diharapkan menghasilkan jumlah yang berimbang dengan tujuan agar dapat dilihat respon yang berimbang antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan Gambar 5, dapat dilihat perbandingan jumlah responden laki-laki dan perempuan pada penelitian ini. Jumlah pria sebanyak 42 orang dan perempuan sebanyak 59 orang. Jumlah tersebut termasuk orang tua, serta anak-anak yang menjadi target dari penelitian ini. Kebanyakan pria terutama kepala rumah tangga dan anak laki-laki yang sudah dewasa bekerja sehingga tidak berkenan menjadi responden dalam penelitian ini. Pada fase umur dewasa, jumlah responden sebanyak 68,3% dari total responden terdiri dari 22,8% responden laki-laki dan 45,5% responden perempuan. Umur berpengaruh terhadap kecepatan seseorang untuk menerima dan merespon informasi yang diterima. Pada penelitian Rita (2002), umur merupakan salah satu faktor yang berhubungan signifikan dengan preferensi konsumsi

pangan.Umur dapat mempengaruhi selera seseorang terhadap suatu barang atau jasa (Kotler& Armstrong 1995).

Lama Pendidikan

Karakteristik penduduk Desa Sinarsari yang terlibat dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut.

Gambar 6. Sebaran responden berdasarkan lama pendidikan

Tingkat pendidikan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam pengalokasian pendapatan untuk kebutuhan pangan. Sebanyak 75% dari responden penelitian ini, memiliki lama pendidikan antara 1 sampai 6 tahun, atau sekolah dasar. Kebanyakan penduduk Desa Sinarsari dan juga desa-desa lainnya di Kecamatan Dramaga tidak menyelesaikan pendidikan dasarnya karena terlibat masalah ekonomi. Mereka lebih mementingkan untuk bekerja mencari nafkah untuk keluarganya, termasuk anak-anak, dibandingkan dengan melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi (Anonim 2011b).

Tingkat pendidikan seseorang akan menentukan kemampuan seseorang untuk menangkap suatu informasi, pola pikir, dan tingkat pengetahuannya. Tingkat pendidikan orang tua merupakan faktor yang mempengaruhi pemilihan pangan keluarga. Tingginya tingkat pendidikan orang tua memberi peluang lebih besar memperoleh pengetahuan