• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap Treatment Dalam Penelitian Ergonomi

Dalam dokumen ASPEK METODOLOGI DALAM PENELITIAN ERGONOMI (Halaman 27-43)

Revida, 2004) bahwa produktivitas dapat diketahui dengan pendekatan multidisiplin yang secara efektif merumuskan tujuan dan pelaksanaan (operasional) dengan menggunakan sumber daya secara efisien namun tetap menjaga kualitas. Pengertian produktivitas berkaitan erat dengan sistem produksi yaitu sistem pengelolaan dengan cara yang terorganisir mengenai tenaga kerja, modal atau kapital berupa mesin, peralatan kerja, bahan baku, bangunan, untuk mewujudkan barang atau jasa secara efektif dan efisien.

Cara mengukur produktivitas (P) adalah dengan membandingkan jumlah masukan (M) dan hasil yang diperoleh sebagai luaran (L) serta banyaknya waktu (W) yang diperlukan dalam satu siklus kerja antara sebelum dengan sesudah diberi perlakuan. Jadi dapat dihitung dengan:

Rumus: ...(11)

dimana:

P = Produktivitas L = Luaran

W = Waktu

2.2 Tahap Treatment Dalam Penelitian Ergonomi

Treatment adalah upaya perbaikan dalam bentuk intervensi ergonomi yang

bertujuan untuk memperoleh solusi atau pemecahan masalah kerja yang paling optimal, sehingga dapat meningkatkan kualitas keja dan produktivitas yang setinggi-tingginya (Manuaba, 2003). Pemecahan masalah ergonomi melalui pemberian intervensi sangat tergantung pada data dasar yang diperoleh pada tahap diagnosis. Aplikasi dari data yang terkumpul sebagai acuan untuk perbaikan atau pengembangan perancangan sistem kerja. Di sini data harus disintesis ke dalam konsep perancangan, prototipe perancangan akhir secara ergonomi. Metode akan men-terjemahkan data dasar tentang manusia ke dalam kriteria dan informasi lain yang digunakan dalam perancangan tugas dan juga proses perbaikan atau pengembangannya. Treatment dalam bentuk intervensi ergonomi yang diimplementasikan dalam perbaikan desain sistem kerja, organisasi dan lingkungan tidak selalu rumit dan canggih, namun kadang perlakuan berupa tindakan yang sangat sederhana, seperti mengubah posisi tempat duduk, memberi bantalan pada alat yang digunakan dan sebagainya (Depkes RI. 2006).

Selain hal tersebut, mengingat dalam pemecahan masalah dalam suatu sistem kerja berbasis ergonomi dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga dalam upaya pemecahan masalah dengan pemberian perlakuan tidak dapat dipecahkan secara parsial, namun solusi yang diberikan harus secara komprehensif dengan memperhi-tungkan sebanyak mungkin faktor-faktor atau variabel-variabel yang terkait dan berpengaruh. Hal ini sesuai dengan pendapat Marras dan Allread (2004) dan OSHA (2004) bahwa masalah-masalah ergonomi hanya dapat dipecahkan bila semua aspek yang terkait turut diperhitungkan. Salah satu metode yang memungkinkan untuk memecahkan permasalahan tersebut

28 adalah dengan strategi gabungan atau strategi triangulasi, yaitu merupakan multi metode yang tepadu digunakan dalam penelitian (Axelsson, 2000.; Wilson, 1990).

Menurut Wilson and Corlett (1990) strategi triangulasi adalah penggunaan dua atau lebih metode untuk memperbaiki efisiensi, kelengkapan dan wawasan dalam studi. Dengan penerapan strategi triangulasi memungkinkan kelemahan yang ada dalam suatu metode yang diterapkan dapat dilengkapi dengan metode lainnya. Suatu studi dengan menggunakan triangulasi metode dapat dilakukan dengan menggunakan campuran dari teknik-teknik atau metode-metode penelitian kualitatif, kuantitatif, lapangan, laboratorium. Meurut Axelsson (2000) bahwa dengan melakukan strategi triangulasi, cara pandang dapat lebih diperluas, sehingga mencakup: (1) triangulasi data (data triangulation) (menggunakan banyak sumber informasi atau data) sebagai acuan dalam penentuan intervensi ergonomi yang optimal. Data yang dimaksud seperti telah dipaparkan pada tahap diagnosis, (2) triangulasi peneliti atau penyelidik (investigator triangulation) (berdasarkan riset pendukung), yaitu penggunaan temuan-temuan terkait dari peneliti lain dan mendukung penelitian utama dengan tujuan untuk memperluas perspektif dalam pemecahan masalah. (3) triangulasi teori (theory triangulation) (menerapkan beragam cara pandang) dan (4) triangualasi metode (method triangulation) (mengunakan multi metode).Penggunaan metode penelitian yang terpadu akan meningkatkan validitas dan reliabilitas yang disimpulkan dan digeneralisasikan menjadi lebih optimal Metode yang dipilih harus sesuai dengan hipotesis yang akan dijawab dalam penelitian. Penyeleksian dan menguji penelitian dari beberapa sudut yang mencakup sejumlah cara yang berbeda, dan dapat digambarkan seperti pada Gambar 14.

Gambar 14: Strategi Triangulasi (Axelsson, 2000)

a) Treatment Pada Penelitian Berbasis Ergonomi Makro

Berdasarkan pada strategi triangulasi yang dikemukakan Axelsson (2000), maka hal ini sangat relevan diterapkan dalam penentuan perlakuan pada penelitian ergonomi, seperti dalam penelitian-penelitian yang berbasis ergonomi makro. Hal ini mengingat ergonomi makro ditinjau dari sejarah merupakan sub displin dari human faktor atau ergonomi, juga merupakan pengetahuan impiris bersumber dari penelitian sistem sosioteknologi tradisional sampai penelitian laboratoriun modern tentang hubungan antara teknologi, personal, organisasi, design,variabel lingkungan dan mengenai

29 interaksinya. Merupakan pengetahuan ilmiah yang baru mengenai sistem kerja dan desain sistem kerja. Sistematik metodelogi ergonomi makro adalah untuk analisis dan mendesain sistem kerja yang lebih baik, bersifat lebih umum sedangkan ergonomi makro lebih khusus. Ergonomi makro memberi cara pandang tentang ergonomis dengan apresiasi yang lebih luas. Suatu cara pandang yang memberi kemungkinan lebih sukses dari interversi secara ergonomi micro (Hendrick and Kleiner. 2000).

Sehubungan dengan hal tersebut ergonomi micro bertujuan memecahkan masalah melalui pendekatan yang terdiri dari empat komponen subsistem yaitu subsistem personil, subsistem teknologi, subsistem organisasi dan subsistem lingkungan. Aspek penting ergonomi makro meliputi struktur organisasi, interaksi antar manusia dalam organisasi, dan motivasi. Isu tambahan mengenai ergonomi makro bersifat psiko-sosial, seperti perancangan kerja, siklus kerja, perilaku pihak manajemen, dan keterlibatan pegawai dalam pengambilan keputusan (Hendrick and Kleiner. 2000). Oleh sebab itu dalam ergonomi makro sering diterapkan kombinasi dua atau lebih metode yang digunakan secara bersama-sama dalam analisa, intervensi dan evaluasi. Sebagai contoh: dalam implementasi pendekatan partisipatori ergonomi yang digunakan pada suatu proses intervensi ergonomi makro, dalam hal ini akan melibatkan beberapa metode, seperti metode yang digunakan:

1. dalam pelaksanaan suatu studi lapangan untuk mengamati sistem kerja yang ada dan terkait dengan ukuran pencapaian

2. dalam membuat suatu studi simulasi laboratorium tentang suatu perbaikan sistem kerja yang diusulkan kepada para pekerja.

3. dalam pelaksanaan suatu eksperimen tentang modifikasi bagian dari sistem pekerjaan dan dalam mengamati pengaruhnya

4. penggunaan metode focus group untuk mengevaluasi suatu eksperimen

5. penggunaan suatu metode kuesioner dan mensurvei setelah menerapkan re-design sistem kerja untuk memperoleh respon dari para karyawan terkait dengan perbaikan yang telah dilakukan.

Pendekatan partisipatori dalam pendekatan ergonomi makro yang mampu meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja (Imada, 1993). Demikian juga menurut Nagamachi (1993), bahwa pendekatan partisipartori dalam konteks ergonomi makro adalah keterlibatan semua pihak untuk berpartisipasi aktif dalam menerapkan ergonomi di tempat kerja. Hal ini mengingat dengan perbaikan kondisi kerja melalui ergonomi partisipatori secara tidak langsung akan berdampak juga pada peningkatan produktivitas dan kualitas produk (Gilad, 1998; Carrivick, et al, 2002). Demikian juga dari sudut pandang total quality management; adalah merupakan upaya keterlibatan dari seluruh tingkat hirarki perusahaan harus dimanfaatkan secara optimal apabila menghendaki perbaikan terus-menerus (Ibrahim,1997). Sehingga menurut Adiputra (2000), dengan penerapan ergonomi akan lebih berhasil jika didasari juga dengan penerapan asas partisipatori manajemen, karena pengalaman menunjukkan bahwa perbaikan yang dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan pekerja atau pemakainya akan tidak berkelanjutan.

b) Treatment Pada Penelitian Berbasis Ergonomi Total

Demikian juga dalam merancang intervensi sebagai perlakuan dalam upaya pemecahan masalah melalui pendekatan ergonomi total sangat memungkinkan untuk menggunakan metode campuran. Hal ini mengingat pendekatan ergonomi total

30 merupakan pendekatan konseptual yang muncul dalam upaya memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan kerja atau aktivitas lainnya yang dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Manuaba (20052) ergonomi total juga sebagai sisi lain dari mata uang logam Total Quality Management (TQM), yang belakangan ini menjadi pilihan manajemen untuk meningkatkan kualitas. Dalam artian, dengan melaksanakan prinsip-prinsip ergonomi sudah pasti pada saat yang sama juga akan dapat mencapai tujuan (kualitas dan kepuasan pelanggan) yang sama. Dalam penerapan pendekatan ergomomi total, permasalahan ergonomi yang ditemukan tersebut dianalisis dengan pendekatan SHIP yaitu secara: Pendekatan sistemik (systemic approach) maksudnya, permasalahan yang dijumpai di lapangan harus diselesaikan melalui pendekatan sistem, di mana semua aspek atau unsur yang terkait disusun dan dikerjakan secara sistem, sehingga dengan pendekatan ini diharapkan tidak ada masalah yang tertinggal. Pendekatan holistik (holistic approach) maksudnya, semua faktor dan sistem-sistem yang berhubungan dengan permasalahan yang terjadi, dipecahkan secara proaktif serta menyeluruh dari hulu sampai hilir. Pendekatan interdisipliner (interdisciplinary approach) adalah suatu upaya mendayagunakan seluruh disiplin ilmu yang terkait karena kompleksitas persoalan yang akan dipecahkan (termasuk masalah sosial-budaya). Dengan keterlibatan berbagai disiplin ilmu, maka simpulan yang diperoleh lebih luas dan kritis. Pendekatan partisipatori (participatory approach). Menurut Manuaba (2000) dan Michelle (2006) bahwa pendekatan ergonomi partisipatori adalah keterlibatan mental dan emosi setiap orang (pengguna dan penyelenggara) dari suatu kelompok tertentu yang mendorong mereka untuk berkontribusi dan bertanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama. Pendekatan ini semestinya dilaksanakan dari awal proses produksi dengan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh elemen yang terkait, seperti produsen dan pemakai, sehingga dapat lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan permintaan dan kemungkinan kesalahan dapat diminimalis (Manuaba, 20042; 20052). Kemudian dalam upaya pemecahannya didasari dengan pendekatan teknologi tepat guna (TTG) melalui enam kriteria: (a) ekonomis, (b) teknis, (c) ergonomis, (d) sosial-budaya, (e) hemat energi dan (f) melindungi lingkungan (Manuaba, 19831; 20051). Penerapan ergonomi total dalam penentuan treatment dapat digambarkan seperti Gambar 15

Gambar 15. Penerapan ergonomi total dalam penentuan treatment c) Penentuan Treatmen Berdasarkan Metode Analisis Tugas

Menurut Stammers, et. al (dalam Wilson and Corlett. 1990) analisis tugas adalah metode menganalisis sistem lama agar menjadi sistem yang lebih baik. Analisis tugas

31 bertujuan untuk membantu mendapatkan informasi yang relevan untuk merancang sistem manusia-mesin yang baru atau untuk mengevaluasi rancangan sis-tem yang sudah ada. Hal ini dapat dicapai dengan menganalisis secara sistematik dari kebutuhan tugas operator dan tindak-tanduk tugas. Analisis tugas mungkin dapat di aplikasikan selama proses perancangan untuk mengevaluasi tuntutan tugas baru. Proses evaluasi selama analisis tugas di aplikasikan selama sistem beroperasi.

Pemikiran dasar proses analisis tugas dalam perancangan adalah mempelajari tugas pada sistem yang ada dan menyajikan informasi yang relevan terhadap perilaku manusia dalam sistem yang diusulkan. Perubahan yang mendasar dari perubahan sistem akan berdampak pada operator. Tidak menutup kemungkinan operator lama tidak digunakan dalam sistem baru atau operator dari sistem lama akan terlibat dalam sistem baru. Aplikasi analisis tugas dalam perancangan sistem dapat digambarkan seperti Gambar 16 berikut :

Gambar 16 : Aplikasi analisis tugas dalam perancangan sistem Sumber : (Wilson and Corlett 1990)

Terdapat 3 aplikasi analisis tugas dalam merancang sistem, antara lain :

1) analisis tugas yang digunakan untuk memperbaharui sistem yang sudah ada (gambar 2.1) ;

2) analisis tugas yang digunakan dalam beberapa sistem yang sudah ada dan saling berhubungan sehingga didapatkan informasi yang relevan untuk mendapatkan sistem baru (gambar 2.2) ; dan

32 3) analisis tugas yang digunakan untuk membuat sistem yang benar-benar baru, atau

sistem lama sudah tidak menguntungkan lagi (gambar 2.3).

Dalam menganalisis tugas terdapat komponen tugas yang harus diperhatikan, antara lain :

1) kebutuhan tugas yaitu mendefinisiskan tujuan berdasarkan pada sistem yang dijalankan ;

2) lingkungan tugas yaitu kondisi lingkungan secara langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi tugas yang dilakukan ; dan

3) perilaku tugas yaitu merupakan suatu tindakan nyata yang dilakukan oleh operator dalam batasan lingkungan tugas untuk memenuhi kebutuhan tugas. Proses analisis tugas terdiri dari tiga tahap utama yaitu tahap pengumpulan data, tahap deskripsi dan tahap analisis. Pengumpulan data melibatkan dokumentasi dan pengumpulan data dari beberapa sumber. Deskripsi tugas berisi rincian tugas yang digunakan untuk analisis akhir dalam hal ini informasi tugas khusus diperlukan oleh para analis. Tahap terakhir adalah analisis data yang melibatkan beberapa elemen untuk mendapatkan sistem target dari suatu sistem. Pada tahapan aplikasi ada beberapa jenis aplikasi analisis tugas, antara lain :

1) perancangan atau evaluasi sistem merupakan aplikasi dari informasi yang berhubungan dengan alokasi fungsi antara manusia dan mesin yang dapat mendukung operator atau pengguna dalam mendapatkan keuntungan ;

2) perancangan atau evaluasi pelatihan merupakan aplikasi dari informasi tentang pengguna tugas yang digunakan dalam proses program pelatihan baru atau meningkatkan program yang sudah ada ;

3) perancangan atau evaluasi interface merupakan aplikasi dari informasi kebutuhan pengguna tugas untuk mendukung perancangan human-machine interface atau evaluasi perancangan yang lama ;

4) perancangan tugas merupakan aplikasi penggunaan informasi tentang tugas pada sistem lama yang akan digunakan ke sistem selanjutnya. Yang nantinya dapat digunakan untuk memprediksi dan merencanakan kebutuhan di masa yang akan datang ;

5) pemilihan personal merupakan aplikasi penggunaan informasi tentang aspek mental dan fisik personal sebagai bahan kriteria pemilihan personal ; dan

6) analisis reliabilitas sistem bertujuan memprediksi reliabilitas sistem yang akan datang berdasarkan kesalahan aplikasi data untuk tiap identifikasi komponen tugas.

33 Gambar 17 : Proses analisis tugas

Sumber : Wilson and Corlett (1990)

Pada analisis tugas dalam bidang ilmu ergonomi ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain :

1. Hierarchical task analysis

Pada metode ini analisis dilakukan dengan cara membagi tugas menjadi sub bagian yang paling kecil, kamudian membuat tujuan dari bagian tersebut ke tingkat yang lebih tinggi.

2. Abilities requirements analysis

Metode ini menganalisis ciri-ciri tugas yang dapat mengoptimalkan performansi dengan mengidentifikasi kemampuan yang diperlukan dari tugas.

3. Task analysis for knowledge description

Dalam perkembangannya sistem akan menjadi semakin kompleks dan serba otomatis. Peranan manusia sudah berubah dari pekerjaan yang sifatnya manual menjadi proses yang melibatkan kognitif. Pada metode ini pendekatan lebih pada sisi teoritis daripada prakteknya. Oleh karena metode ini banyak menitik beratkan pada pemecahan masalah dengan menggunakan sistem pakar.

4. Link analysis

Pemilihan metode analsis tugas harus merefleksikan sistem dan tugas yang ada. Dalam sistem dengan skala besar dimana penggunaan tenaga sedikit maka metode analisis tugas akan lebih berguna. Sebaliknya tugas yang sederhana mungkin hanya perlu analisis yang sederhana untuk evaluasi dan perancangan.

34

Link analysis digunakan hanya untuk mengukur beban kerja dan tata letak tempat

kerja.

5. Formal and semiformal method

Akhir-akhir ini analisis tugas lebih ditekankan pada metode logik, kualitatif dan metode formal. Metode formal telah digunakan secara luas dalam pengembangan dan rekayasa perangkat lunak. Kecenderungan ini telah sampai ke pengembangan dan penggunakan metode analisis tugas dalam perancangan

interface pengguna. Dengan metode formal tugas diekspresikan dengan cara yang

lebih sederhana dan tidak membingungkan. Metode ini lebih menguntungkan dibandingkan metode subjektif yang tergantung pada bahasa alamiah dalam mengekspresikan tugas. Bahasa alamiah bersifat individual sehingga makin banyak individu yang menilai maka mendapatkan hasil yang bias.

6. Job process chart

Metode analisis tugas ini sering didasarkan pada teknik gambar dari disiplin lain khususnya yang berhubungan dengan analisis sistem atau pengetahuan komputer. Flow chart adalah sistem penggambaran proses secara standar dan dapat dengan mudah diaplikasikan untuk mengembangkan dan analisis tugas. d) Penentuan Treatment Dengan Metode Pemodelan dan Simulasi

Pemodelan atau Prototipe dan simulasi adalah bentuk representasi dari suatu sistem. Simulasi merupakan bentuk fisik dan model berisikan simbol yang menggambarkan peralatan, aktivitas dan performansi tugas (Wilson et.al, 1990).

1. Pemodelan

Mempelajari sebuah sistem terkadang dimungkinkan untuk melakukan uji coba dengan sistem tersebut. Akan tetapi tidak mungkin untuk melakukan uji coba bila sistem tersebut masih dalam bentuk hipotesis. Dalam uji coba tentunya perlu dibuat beberapa alternatif prototipe. Tetapi cara seperti ini dapat menjadi sangat mahal dan menghabiskan waktu. Bahkan dengan sistem yang telah ada, sering kali uji coba menjadi tidak mungkin dan tidak praktis. Sehingga studi tentang suatu sistem umumnya dilakukan pada model sistem tersebut. Jadi model sistem tidak hanya merupakan pengganti sistem tetapi juga merupakan penyederhanaan sistem.

Model menjadi cukup penting ketika sistem nyata atau simulasi fisik tidak ada atau ketika sistem baru sedang dikembangkan dengan parameter baru yang belum diketahui. Kegunaan lain dari model ketika fenomena dan kondisi yang sedang dipelajari terlalu komplek untuk dijalankan. Oleh sebab itu model harus mewakili sistem nyata yang dipelajari dan dibuat secara sistematis.

Model yang digunakan dalam mempelajari sistem dapat diklasifikasikan dalam banyak cara. Secara garis besar model dibedakan menjadi model fisika dan model matematika. Model fisika didasarkan pada analogi antara sistem seperti sistem mekanis dan elektris. Dalam model fisika, atribut sistem digambarkan oleh pengukuran se-perti pengukuran tegangan. Sebagai contoh, laju gerak jarum pengukur pada motor arus searah bergantung pada tegangan yang diberikan pada motor. Jika tegangan tersebut dipakai untuk menggambarkan kecepatan mesin, maka jumlah putaran jarum pengukur merupakan ukuran jarak yang telah ditempuh. Sedangkan model matematika

35 manggunakan simbol dan persamaan matematika dalam menggambarkan sebuah sistem. Atribut sistem dipresentasikan oleh variabel dan aktivitas berdasarkan fungsi matematika yang menghubungkan variabel yang ada.

Disamping itu model dibedakan antara model statik dan model dinamik. Model statik hanya dapat menunjukkan nilai yang dimiliki oleh atribut ketika sistem berada dalam keseimbangan. Sebaliknya, model dinamik mengikuti perubahan yang dihasilkan oleh aktivitas sistem sepanjang waktu. Model matematika dibedakan menjadi model analitik dan numeris. Menggunakan metode analitik berarti memakai teori matematika deduktif untuk menyelesaikan model. Oleh karena itu, teknik analitik merupakan cara untuk mendapatkan model yang dapat diselesaikan sesuai dengan sistem yang dipelajari. Sementara itu, metode numeris melibatkan penggunaan prosedur komputasi untuk menyelesaikan persamaan-persamaan yang ada. Tahapan yang harus dilakukan dalam pengembangan model, antara lain : (1) formulasi masalah ; (2) membangun model ; (3) menterjemahkan model ; (4) verifikasi ; (5) perencanaan percobaan ; (6) implementasi percobaan ; (7) analisis ; (8) utilisasi ; dan (9) dokumentasi.

2. Simulasi

Simulasi berlaku secara umum yang tidak terbatas pada simulasi fisik. Definisi simulasi secara umum adalah usaha untuk menyelesaikan masalah yang dibuat dalam bentuk model yang merepresentasikan sistem nyata. Perkembangan simulasi telah mengikuti perkembangan teknologi dengan hasil yang lebih akurat dan lebih dapat merepresentasikan sistem nyata yang kompleks. Beberapa pendekatan simulasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) simulasi dengan kejadian diskrit didefinisikan sebagai kejadian dimana variabel sistem berubah dengan jumlah yang tetap pada kejadian yang pasti dalam periode simulasi ;

2) simulasi dengan kejadian kontinyu didefinisikan sebagai kejadian dimana variabel sistem berubah secara kontinyu ; dan

3) kombinasi diskrit-kontinyu merupakan simulasi gabungan antara diskrit dan kontinyu. Perilaku model sistem mensimulasikan dengan menghitung nilai variabel kontinyu ke dalam kejadian kecil dan selanjutnya meng-hitung nilai variabel kejadian secara diskrit.

e) Analisis Titik Impas dalam Penentuan Treatment

Menurut Djamin (2003) bahwa, suatu usaha merupakan rangkaian kegiatan penanaman modal atau investasi yang disertai dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan (profit) setelah dalam jangka waktu tertentu. Demikian juga halnya, dalam melakukan treatment atau perlakuan pada suatu sistem kerja, maka perlu memperhitungkan keuntungan dan kapan mulai diperoleh. Dari perhitungan ini juga dapat diketahui efektivitas perlakuan yang diberikan. Kemungkinan keuntungan (profitability) tersebut akan mulai dapat diperoleh apabila usaha tersebut sudah pulang pokok, sehingga untuk mengetahui hat tersebut, maka analisis yang umum digu-nakan adalah analisis pulang pokok atau titik impas (break even point) dan disingkat BEP. Dalam analisis ini memerlukan derevasi dari berbagai macam hubungan, di antaranya: biaya tetap (fix cost), biaya tidak tetap (variable cost), pendapatan bersih, dan total pengeluaran. BEP

36 adalah keadaan di mana jumlah pendapatan sama dengan biaya tetap dan biaya variabel yang digunakan untuk menentukan unit produksi atau volume penjualan di mana usaha tersebut mencapai titik impas (Arifin, 2000). Analisis BEP memberikan kesempatan kepada pihak manajemen untuk menghitung jumlah penjualan yang dibutuhkan oleh sebuah usaha untuk menghasilkan keuntungan nol atau kosong (Anonim,2003)

Analisis titik impas (BEP) merupakan indikator di dalam suatu perencanaan suatu proyek, sehingga dipakai sebagai penilaian apakah biaya investasi yang akan dilakukan memang dapat diandalkan atau menguntungkan. Kadariah, et all (1999). Dalam menganalisis BEP harus dibedakan antara biaya tetap dan tidak tetap. (a) Biaya tetap (fix

cost) adalah biaya yang bersifat konstan pada periode tertentu, walapun volume penjualan

mengalami pluktuasi (meningkat atau menurun). Unsur-unsur yang termasuk dalam komponen biaya tetap, seperti:biaya penyusutan, bunga modal, pajak, asuransi dan sebagainya, sedangkan (b) biaya tidak tetap (variable cost) adalah berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume penjualan dan merupakan biaya yang saling berhubungan erat dengan berbagai keperluan untuk menunjang kelancaran produksi dan penjualan. Seperti: biaya bahan bakar, perawatan, perbaikan, ongkos operator atau pekerja, biaya bahan baku dan sebagainya. Nilai titik impas (BEP) per unit dapat ditentukan sebagai berikut:

……...………(12) Dimana:

BEP per unit = Break Even Point tiap unit.

Bt = Biaya tetap

Hj = Harga jual

Bv per unit = Biaya variabel tiap unit

Analisis titik impas digambarkan dalam analisis grafif seperti gambar 18

(Sumber: Deptan, 2006)

37 dimana:

....………...(13) ..………(14) ….…….(15) Dalam rencana investasi dana, analisis titik impas dilakukan melalui perhitungan sebagai berikut:

1) Menghitung biaya yang dikeluarkan dapat dikelompokan menjadi dua: a) Biaya tetap (fix cost) seperti:

1. Biaya penyusutan peralatan (Rp/tahun) 2. Biaya bunga modal (Rp/tahun)

b) Biaya tidak tetap (variable cost) seperti:

1. Biaya bahan bakar (kayu bakar dan listrik dalam Rp/jam) 2. Biaya bahan baku (buah kelapa dalam Rp/jam)

3. Biaya ongkos pekerja (Rp/jam) 4. Biaya perawatan peralatan (Rp/tahun)

c) Biaya perbaikan (perbaikan gizi pekerja, perbai kan peralatan dan lingkungan kerja dalam Rp/jam)

3) Menghitung pengeluaran total untuk perbaikan sistem produksi minyak kelapa dalam Rp/jam

4) Menghitung pendapatan total dari hasil penjualan minyak kelapa Rp/jam. 2.3 Tahap Follow-up dalam Penelitian Ergonomi

Follow-up dilakukan dengan menganalisis tugas terhadap perancangan sistem kerja sekaligus mengevaluasi tingkat kelayakan dalam penerapan perlakuan ergonomi. Tindakan evaluasi dilakukan berdasarkan data objektif atau subjektif (seperti telah

Dalam dokumen ASPEK METODOLOGI DALAM PENELITIAN ERGONOMI (Halaman 27-43)

Dokumen terkait