• Tidak ada hasil yang ditemukan

ENVIRONMENTAL IMPACT STATEMENT ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN

DREDGING LOCATION OF SENTIONG - SUNTER FLOODWAY

2.2.2 Tahapan Kegiatan

Secara teknis uraian kegiatan pengerukan saluran drainase/banjir kanal dan waduk di DKI Jakarta dapat dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan kegiatan, yaitu tahap pra operasi, operasi dan pasca operasi. Uraian kegiatan-kegiatan pada masing-masing tahapan seperti tertera di bawah ini:

2.2.2.1 Tahap Pra Operasi

Pada tahap pra operasi, kegiatan yang akan dilakukan mencakup antara lain:

a) Kegiatan Perencanaan Teknis

Pekerjaan penyusunan perencanaan teknis saat disusunnya studi AMDAL masih berlangsung, sehingga informasi yang disampaikan dalam dokumen akan menyesuaikan dengan informasi yang diterima dari hasil studi perencanaan teknis.

b) Sosialisasi

Kegiatan sosialisasi kepada masyarakat di sekitar lokasi kegiatan dan instansi terkait lainnya. Untuk sosialisasi AMDAL JEDI Fase 1 telah dilakukan di Gedung Nyi Ageng Serang pada tanggal 19 Agustus 2009

2.2.2.2 Tahap Operasi

Pada tahap operasi, kegiatan yang akan dilakukan mencakup antara lain:

a) Mobilisasi tenaga kerja

Pada kegiatan operasional pengerukan, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan pengerukan di satu lokasi pengerukan diperkirakan berjumlah 53 orang. Pekerja staff, baik dari kontraktor maupun sub kontraktor umumnya tidak menetap di dalam lokasi proyek melainkan melakukan mobilitas pulang pergi setiap hari, sedangkan pekerja harian menetap dengan menempati bangunan sementara (Basecamp) di lokasi/sekitar proyek. Perincian jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel II-5.

Rekrutmen tenaga kerja kegiatan pengerukan dan penunjangnya akan dilakukan oleh kontraktor pengerukan dan akan dilibatkan tenaga kerja setempat apabila kualifikasi dan ketrampilan yang diperlukan sesuai.

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

Tabel II-5 Perkiraan Jumlah Tenaga Kerja yang Digunakan

Kegiatan  Tenaga Kerja yang Dibutuhkan  Jumlah (orang) 

Pengerukan  1. Site engineer  2. Surveyor  3. Mandor  4. Operator alat berat  5. Pekerja kasar  Pengangkutan  1. Supervisor   2. Sopir  3. Kenek  4. Pekerja kasar  10  10  Penempatan material keruk  1. Supervisor   2. Mandor   3. Operator alat berat  4. Pekerja kasar  Office  1. Logistik    2. Administrasi  3. Bengkel  Jumlah tenaga kerja  53 

Sumber: Hasil analisis Tim Konsultan (2009)

b) Mobilisasi peralatan kerja (alat berat)

Pihak kontraktor akan melakukan kegiatan mobilisasi peralatan kerja yang didatangkan ke lokasi pengerukan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Jenis-jenis peralatan yang akan digunakan akan menyesuaikan dengan lokasi pengerukan. Jenis-jenis peralatan yang akan digunakan dapat dilihat pada Tabel II-6.

Tabel II-6 Jenis-jenis Peralatan yang Akan Digunakan di setiap Lokasi Pengerukan No  Jenis Peralatan Floating excavator (besar atau kecil) Land excavator (besar atau kecil) Crane shovel (besar atau kecil) Floating crane shovel (besar atau kecil) Dump truk    6  Perahu/ponton   7  Floating decks/Barges Landing barges Geo bags  Sumber: Sinotech (2009)

Pelaksanaan pengerukan di seluruh lokasi pengerukan akan memperhatikan kondisi iklim (pada saat musim penghujan maupun kemarau).

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

c) Pengaturan transportasi/lalu lintas

Kegiatan pengaturan lalu lintas dimulai dengan pengaturan dari mobilisasi peralatan kerja memasuki area kerja. Setelah kegiatan pengerukan dimulai, akan dilakukan pengaturan mobilisasi dari truk-truk pengangkut material keruk menuju lokasi disposal area dan truk-truk yang masuk ke dalam lokasi pengerukan. Selain iu juga dilakukan pengaturan parkir bagi truk-truk yang menunggu membawa material keruk dan kendaraan proyek lainnya di sekitar lokasi proyek.

d) Pengerukan

Kegiatan pengerukan saluran drainase/banjir kanal dan waduk akan menggunakan peralatan mekanik seperti excavator atau crane shovel sesuai dengan kondisi lokasi pengerukan. Alat excavator tersebut akan ditempatkan di atas perahu/ponton apabila tingkat kedalaman dari lokasi pengerukan memungkinkan.

Metode pengerukan yang akan dilaksanakan perlokasi disesuaikan dengan kondisi dari badan air tersebut. Untuk lebih jelasnya metode pengerukan dari masing-masing lokasi dapat dilihat pada Tabel II-7.

Tabel II-7 Metode Pengerukan Per Lokasi

Sumber: Sinotech, 2009  No  Lokasi  dan Metode Pengerukan  Panjang  Pengerukan  (m)  Volume  Pengerukan  (m3 Cengkareng Drain  a. Segmen Bagian Muara (Muara – Jembatan Karang  Bolong: Floating Excavator/Floating Crane Shovel  (model besar)  b.Segmen sisanya: Floating excavator (model besar)  dan Land excavator  10.500  748.000  Ciliwung – Gn. Sahari  a. Segmen pada lokasi yang sempit: Floating  excavator (model kecil)   b. Land excavator (model kecil jika memungkinkan)  7.700  381.000  Sentiong – Sunter  a. Segmen pada lokasi muara (pasang surut laut):  Floating excavator dan Land Excavator (model  besar)    b.Segmen sisanya: Floating excavator (model kecil)  dan Land Excavator (jika memungkinkan)    9.500  267.000  Sunter Bagian Hilir  a. Seluruh segmen: Floating excavator + Land  Excavator (model besar) atau Crane shovel  (darat/di air)    10.000  432.000  Waduk Melati  a. Floating excavator +  Floating Crane shovel (model  besar)    ‐  170.000    Jumlah material keruk    1.998.000 

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

e) Pemisahan material keruk

Sebelum dimasukkan ke dalam kantong (geo bag) material keruk akan melalui proses pemisahan, yaitu untuk memisahkan limbah padat kota dari bahan yang kiranya dapat dibuang. Tergantung pada ketersediaan ruang di dekat lokasi pengerukan, proses pemisahan dapat juga dilakukan di luar lokasi tersebut, yaitu setelah pengangkutan ke lokasi pembuangan. Dalam jangka panjang, pembentukan stasiun permanen untuk lokasi pemisahan dan /atau pengolahan material keruk akan memberi keuntungan dalam mendukung kegiatan pemeliharaan saluran. Pada teknologi pemisahan, teknik yang digunakan dalam operasi pertambangan yang berhasil telah diadaptasi untuk menghapus puing dan sampah dari bahan pengerukan. Contoh dari teknologi ini termasuk layar abu-abu, vibrating layar dan trommels. Saat ini telah dilakukan proyek percontohan untuk kegiatan pemisahan material keruk dengan menggunakan model royaty pemisah (trommel). Kegiatan pemilahan ini nantinya juga akan memperhatikan kondisi iklim (pada saat musim penghujan maupun kemarau).

f) Penumpukan dan pengeringan material keruk

Setelah dilakukan pemisahan dari material yang besar-besar, selanjutnya material keruk tersebut akan dimasukkan dalam kantong besar (geo bag) yang telah disediakan. Penggunaan kantong geo bag ini selain untuk menampung material keruk, juga berperan dalam proses pengeringan, karena material cairan yang ada di dalam kantong akan keluar dengan sendirinya. Penempatan kantong-kantong geo bag akan disesuaikan dengan ketersediaan lahan di darat apabila memungkinkan. Jika tidak terdapat lahan di darat, maka penempatan kantong-kantong ini akan ditempatkan di atas sungai/floating deck. Kegiatan pengeringan/penirisan lumpur akan memperhatikan kondisi iklim (pada saat musim penghujan maupun musim kemarau)

g) Pengangkutan material keruk

Setelah material keruk relatif sudah kering, kantong-kantong geo bag akan diangkut ke dalam dump truk untuk dibawa ke lokasi disposal area. Kondisi fisik lingkungan dan jarak antara lokasi penempatan material keruk (disposal area) dengan lokasi pengerukan bervariasi hingga jarak 20 kilometer. Dump truck tersebut akan diberi lapisan kedap dan penutup sehingga diharapkan tidak ada ceceran material keruk yang mengotori jalan-jalan yang dilalui. Tanggung jawab pemrakarsa dalam pengangkutan material keruk hanya sampai Kawasan Ancol, sedangkan pengelolaan di dalam Kawasan Ancol menjadi tanggung jawab PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk, sehingga kegiatan dan dampak di

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

disposal area tidak dikaji dalam andal ini. Kegiatan pengangkutan material keruk nantinya juga akan memperhatikan kondisi iklim (pada saat musim penghujan maupun kemarau).

Pengangkutan sampah hasil pemisahan dari lumpur akan diangkut ke lokasi pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang bekerjasama dengan swasta yang mempunyai ijin dari Dinas Kebersihan dan/atau bekerjasama dengan Sudin Kebersihan Wilayah/Kota Administrasi.

Pengangkutan hasil kerukan dilakukan oleh truk pengangkut yang dilengkapi dengan shield untuk mencegah ceceran lumpur tumpah ke jalan. Selain itu diatur rute transportasi truk yang mengangkut hasil pengerukan sebanyak 5 ritasi/kendaraan/hari (rute yang sama juga berlaku untuk truk yang kembali dari lokasi penempatan material keruk). Perkiraan rute-rute yang akan dilalui untuk masing-masing lokasi pengerukan adalah sebagai berikut:

• Cengkareng Drain; Jalan Daan Mogot Æ Tol Æ Jl. Laks. R.E. Martadinata Æ Ancol

• Sungai Ciliwung – Gn Sahari; Jalan Gunung Sahari Æ Jl. Laks. R.E. Martadinata Æ Ancol

• Sungai Sentiong – Sunter; Jalan Utan Panjang Æ Jl. Bunyamin Sueb Æ Jl. Laks. R.E. Martadinata Æ Ancol

Sunter Drain bagian hilir Æ Jl. Perintis Kemerdekaan Æ Jl. Yos Sudarso Æ Jl. Laks. R.E. Martadinata Æ Ancol

Waduk Melati; Jl. Kebon Kacang Æ Jl. KH. Mas Mansyur Æ Jalan Cideng Æ Jl. KH. Hasyim Ashari Æ Jl. Juanda Æ Jl. Gunung Sahari Jl. Laks. R.E. Martadinata Æ Ancol.

h) Lokasi penempatan material pengerukan

Berdasarkan studi-studi yang telah dilakukan, lokasi penempatan material keruk (disposal area) yang saat ini telah siap adalah di lokasi rencana disposal area Ancol Barat Bagian Timur Tahap I seluas ± 119 Ha. Pemda DKI Jakarta melalui Surat Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 1776/-1.793.43 tanggal 25 Agustus perihal Lokasi Pembuangan Lumpur/Dumping Site Hasil Kerukan 13 Sungai/Waduk di DKI Jakarta menetapkan areal reklamasi Ancol Barat Bagian Timur sebagai Dumping Site/Disposal Area untuk menampung hasil pengerukan 13 sungai dan 6 waduk di DKI Jakarta. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta telah menyetujui Updating RKL dan RPL

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

Pengembangan Kawasan Ancol Barat Bagian Timur seluas + 119 Ha berdasarkan Surat No. 02/Andal/-1.774.151 tanggal 30 Maret 2009

i) Pembersihan dan penataan lahan

Setelah kegiatan pengerukan dan pengangkutan material keruk telah selesai dilakukan, maka selanjutnya akan dilakukan kegiatan penataan lahan dengan melakukan pembersihan dari sisa-sisa pengerukan dan pengembalian sarana dan prasarana (seperti pagar, tanaman hias) akan dikembalikan seperti semula.

2.2.2.3 Tahap Pasca Operasi

Kegiatan pada tahap pasca operasi berupa:

a) Demobilisasi peralatan

Demobilisasi kendaraan dan peralatan akan dilakukan secara bertahap dari lokasi pengerukan dan lokasi disposal area ke lokasi yang telah ditentukan oleh kontraktor.

b) Demobilisasi tenaga kerja

Sebelum dilakukan demobilisasi tenaga kerja, pihak kontraktor akan terlebih dahulu memberi tahu kepada para tenaga kerja. Mobilisasi tenaga kerja ini dilakukan setelah semua pihak telah menjalankan kewajibannya dan menerima haknya.

c) Pemeliharaan/maintenance dredging

Kegiatan pemeliharaan badan sungai dan waduk harus dilakukan secara rutin, mengingat tingkat pengendapan material ke dalam dasar sungai pada umumnya berlangsung cepat, sehingga apabila tidak dilakukan pengerukan secara rutin, maka kapasitas daya tampung badan sungai akan dapat berkurang dan resiko banjir menjadi lebih tinggi.

Kegiatan pengerukan sungai dan waduk di DKI Jakarta Fase 1 dalam rangka JUFMP/JEDIP dijadwalkan akan dimulai pada bulan Juni-Juli 2010 dengan lama kegiatan selama 1 tahun.

2.3 A

LTERNATIF YANG

D

IKAJI DALAM

ANDAL

Kajian alternatif yang dipertimbangkan di dalam kegiatan pengerukan sungai dan waduk dalam rangka penanggulangan banjir di DKI Jakarta. Alternatif-alternatif yang ada akan dipilih tetap akan mempertimbangkan aspek lingkungan, teknologi dan ekonomi. Semua alternatif-alternatif tersebut akan dipertimbangkan sebelum memilih yang paling tepat,

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

menguntungkan dan biaya-efektif, pengolahan, desain dan usaha pengurangan dampak yang digabungkan dengan desain proyek.

Alternatif lokasi pengerukan

Pemilihan lokasi-lokasi sungai dan waduk yang akan dilakukan kegiatan pengerukan pada kegiatan pengerukan sungai dan waduk di DKI Jakarta fase 1 dalam rangka penanggulangan banjir didasarkan pada lokasi yang memiliki dampak lingkungan dan sosial yang relatif kecil.

• Alternatif metode pengerukan

Pemilihan metode pengerukan yang akan dilakukan akan mempertimbangkan kondisi lokasi pengerukan dan lingkungan sekitarnya (site specific). Pada beberapa lokasi akan menggunakan metode dengan excavator atau shovel yang diletakan di atas ponton (barge) dan metode dengan menggunakan excavator dan shovel yang ukuran kecil. • Alternatif pengangkutan material keruk

Pengangkutan material keruk akan menggunakan truk yang akan dilapasi oleh shield yang berguna untuk mencegah jatuhnya ceceran tanah/lumpur ke jalan dan lingkungan sekitar yang dilalui oleh truk. Rute-rute perjalanan truk akan memperhatikan batasan terhadap kelas jalan yang akan dilalui dan titik-titik kemacetan.

• Alternatif tanpa adanya proyek

Apabila kegiatan pengerukan sungai dan waduk di DKI Jakarta dalam rangka untuk menanggulangi banjir ini tidak dapat dilaksanakan, maka resiko banjir dapat lebih luas. Hal ini disebabkan kapasitas tampung air sungai yang melintasi Jakarta sudah tidak dapat menampung aliran air dari wilayah hulu. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi air pasang laut yang dapat menghambat aliran air menuju laut. Sedangkan apabila kegiatan pengerukan sungai dan waduk di DKI Jakarta dapat dilaksanakan, diharapkan daya tampung sungai dapat meningkat 50% dari daya tampung sekarang, sehingga diharapkan wilayah banjir yang terjadi di DKI Jakarta dapat dikurangi.

2.4 K

EGIATAN

L

AIN DI

S

EKITAR

P

ROYEK

Kegiatan yang terdapat di sekitar lokasi-lokasi wilayah studi dapat dikemukakan secara umum berupa kegiatan usaha sektor informal dan sektor formal serta kegiatan-kegiatan di pemukiman penduduk. Termasuk kegiatan usaha informal antara lain berupa usaha penyebrangan sungai (’eretan’), pengumpul cacing (umpan memancing atau makanan ikan),

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

usahatani hortikultur sayuran pada bantaran sungai, pengumpul plastik/barang bekas berperahu, angkutan ojek sepeda motor dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan usaha informal tersebut merupakan usaha-usaha di permukaan sungai serta di bantaran sungai. Di luar kegiatan ini, di sekitar muara-muara sungai lokasi kegiatan ditemukan juga kegiatan nelayan dan pengolahan ikan.

Sementara itu, kegiatan usaha formal antara lain usaha perdagangan dan pasar traditional, perkantoran, industri dan pergudangan. Kegiatan-kegiatan ini dilakukan umumnya dengan bantuan sejumlah karyawan yang dapat ditinggal di sekitar lokasi proyek maupun di luarnya. Untuk mendukung kegiatan-kegiatan usaha formal, baik pengangkutan penumpang maupun barang, digunakan alat-alat transportasi sehingga telah menciptakan kegiatan khusus lain. Apalagi karena setiap wilayah kajian juga merupakan daerah perlintasan bagi kegiatan daerah-daerah lain di sekitarnya. Waktu yang digunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tersebut sangat bervariasi, ada yang siang hari atau malam hari. Jangka waktu kegiatan dapat dikatakan sepanjang waktu selama 24 jam setiap harinya, atau mulai dari pagi hingga pagi hari berikutnya dan seterusnya.

Kegiatan penduduk pada pemukiman di sekitar lokasi proyek, yang berpotensi terkena dampak kegiatan proyek. Sebagaimana umumnya, kegiatan penduduk di wilayah pemukiman sekitar lokasi proyek melakukan berbagai kegiatan harian, seperti bekerja, sekolah, berdagang, industri dan sebagainya.

‰ BANJIR KANAL CENGKARENG DRAIN

Berdasarkan hasil kajian awal, di sekitar wilayah lokasi Sungai Cengkareng/Cengkareng Drain dihuni oleh sekitar 824 orang yang menghuni sekitar 535 bangunan. Berdasarkan penggunaan bangunan, kegiatan yang terdapat di sekitar lokasi, antara lain adalah perdagangan (54,8 persen), perumahan (24,3 persen), fasilitas umum (3,4 persen) dan penggunaan campuran seperti rumah toko, rumah kantor (17,5 persen). Kegiatan khusus di pinggir sungai antara lain adalah pasar tradisional Kemiri, kegiatan usaha informal seperti pengumpul cacing umpan ikan, usaha perahu penyebrangan ’eretan’ serta kegiatan usaha pertanian hortikultur.

‰ SALURAN DRAINASE CILIWUNG –GUNUNG SAHARI

Di sekitar sungai Ciliwung Gunung Sahari berdiri berbagai bangunan semi permanen dan permanen, yang sebagian besar digunakan untuk kegiatan perdagangan/usaha serta perkantoran. Dengan demikian, kegiatan penduduk di sekitar lokasi, selain para pengusaha, sebagian besar adalah para karyawan dan buruh. Jumlah penduduk yang kemungkinan langsung terdampak kegiatan proyek relatif sedikit, yaitu

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

Kegiatan Pengerukan Sungai dan Waduk Fase 1 (JUFMP/JEDIP) [ II-21 ] di sekitar kelurahan Gunung Sahari Utara dan Selatan serta Pademangan Barat.

‰ SUNGAI SUNTER –SENTIONG

Lokasi pemukiman di sekitar sungai ini relatif padat, dimana jumlah orang yang diperkirakan sekitar 3,264 orang dengan jumlah bangunan sekitar 816 unit yang sebagian besar berupa bangunan rumah tinggal. Penggunaan bangunan di sekitar lokasi proyek antara lain untuk kegiatan perdagangan (1,05 persen), perumahan (69,25 persen) fasilitas umum (2,25 persen) dan penggunaan campuran seperti ruko dan rukan (27,15 persen). Kegiatan warga di sekitar lokasi proyek antara lain adalah karyawan/buruh, montir, pedagang di pasar tradisional setempat. Pasar-pasar tradisional di sekitar lokasi proyek adalah Pasar Sunter, Pasar Serdang dan Pasar Sunter Mas. Beberapa jenis usaha yang banyak dilakukan masyarakat sekitar terutama industri pembuatan tahu, penjualan bahan bangunan dan pedagang bunga (florist).

‰ SUNGAI SUNTER BAGIAN HILIR

Berdasarkan lokasinya, sungai ini dapat dibagi atas tiga ruas, yaitu (a) mulai gerbang perumahan Kelapa Gading di Jl. Perintis Kemerdekaan – Jl. Laksmana Yos Sudarso, (b) Simpang Cempaka Putih – Jl. Laksamana Yos Sudarso sampai dengan simpang Plumpang, dan (c) ruas antara Simpang Plumpang – Jalan Cilincing Raya. Di sekitar lokasi padat dengan kegiatan warga, terutama pada ruas (b) dan ruas (c). Hal ini bahkan mengakibatkan tertutupnya/makin sempitnya jalan inspeksi di sepanjang ruas-ruas sungai tersebut. Ruang diantara tanggul sungai dengan jalan inspeksi banyak digunakan oleh masyarakat sekitar untuk penanaman tanaman hias, kandang ayam, kantor RT/RW/Pos Hansip dan tempat bersantai atau menjadi halaman. Di beberapa tempat digunakan juga sebagai tempat pembuangan sampah dan kegiatan pemulung.

‰ WADUK MELATI

Lokasi waduk ini dikelilingi oleh gedung-gedung tinggi perkantoran dan perhotelan serta perdagangan. Kegiatan ekonomi di sekitar lokasi proyek sebanyak 78 persen adalah perdagangan, sedang yang lainnya berupa karyawan dan buruh. Dapat dikatakan bahwa rencana proyek di lokasi ini relatif tidak dihadapkan pada masalah sosial.

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

Kegiatan Pengerukan Sungai dan Waduk Fase 1 (JUFMP/JEDIP) [ III-1 ]

BAB III

RONALINGKUNGANAWAL

Kegiatan pengerukan sungai dan waduk proyek dalam JUFMP/JEDIP Fase 1, terdapat di 3 (tiga) Kota Administrasi yang meliputi: Jakarta Pusat (Sentiong-Sunter, Ciliwung-Gn. Sahari dan Waduk Melati), Jakarta Utara (Ciliwung-Gn. Sahari dan Sunter Drain) dan Jakarta Barat (Cengkareng Drain).

Rona lingkungan awal di sekitar lokasi rencana kegiatan dapat dijelaskan sebagai berikut:

3.1 K

OMPONEN

T

ATA

R

UANG

Secara geografis Jakarta yang merupakan Ibu Kota Negara terletak di muara banyak sungai (13 sungai) di antaranya (Sungai Mokervart, Angke, Pasanggrahan, Ciliwung, Cideng, Krukut, Grogol, Sekretaris, Cipinang, Sunter, Buaran, Cakung) yang merupakan rawa-rawa (Rawa Badak, Buaya, Jati, Mangun dan lain lain). Dataran rendah dengan elevasi -1,0 sampai dengan + 3,0, Jakarta Pusat sampai Jakarta Utara merupakan tempat genangan air (retension basin), karena air tidak bisa keluar secara gravitasi tertahan air pasang.

DAS ke 13 sungai di atas membentuk wilayah sungai (gabungan sungai) yang berbentuk kipas kerucut (gunung) dengan mahkota puncak Sub DAS Ciliwung (±150 km2). Bentuk wilayah sungai demikian sebenarnya mengindikasikan secara alamiah Jakarta seharusnya tidak banjir, karena air hujan dari hulu akan tersebar luas (melebar) ke hilir / muara. Hal tersebut menjadikan penetapan pusat kegiatan kerajaan Jayakarta yang selanjutnya berubah Batavia (Jaman Belanda) dan terakhir menjadi Jakarta (Gambar

III-1).

Perkembangan terkini, Jakarta tidak mempunyai muara dan rawa yang memadai. Rawa terakhir menjadi pusat pemukiman / bisnis seperti Pantai Indah Kapuk dan Kelapa Gading, Jakarta juga tidak mempunyai bantaran sungai, bahkan alur utama menyempit akibat aktivitas penduduk Jakarta yang hampir 10 juta jiwa. Jakarta tidak mempunyai sarana prasarana drainase yang cukup.

Di bagian tengah DAS sungai-sungai yang bermuara di Jakarta adalah kota Depok, Kabupaten/Kota Bogor, juga padat penduduk dan pusat pertumbuhan, pusat pemukiman di Cibubur, Sawangan, Bekasi dan lain-lain, yang menyebabkan situ dan lembah serta kawasan terbuka / lindung

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

Kegiatan Pengerukan Sungai dan Waduk Fase 1 (JUFMP/JEDIP) [ III-2 ] (daerah resapan air) hilang akibat beralih fungsi menjadi lahan/bangunan kedap air.

Pada bagian hulu DAS Ciliwung yang mencakup wilayah Bogor, Puncak, Cianjur (Bopunjur) saat ini telah menjadi pusat Villa (bertumbuh 1000 Villa sejak tahun 2000), serta pemukiman umum, yang menjadikan DAS Ciliwung tidak lagi mempunyai daerah tangkapan air atau resapan, sebagai pengendali bahaya banjir dan kekeringan bagi Jakarta.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan wilayah Jakarta secara geografis sebenarnya sangat menguntungkan/strategis (right place) dekat air (muara/laut) sebagai pusat kegiatan (permukiman, pemerintahan, bisnis) dan akses keluar/ke dalam, akan tetapi akibat pengunaan lahan (DAS dan wilayah Jakarta) yang tidak terkendali, Jakarta tidak lagi mempunyai daya dukung dalam pengendalian banjir baik banjir lokal maupun kiriman.

Berdasarkan dokumentasi yang tersedia, Kota Jakarta dilanda banjir pada tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1996 , 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi pada tahun 1996 selain menggenangi hampir seluruh penjuru kota juga menjadi tragedi nasional yang menjadi perhatian dunia. Banjir besar ini dipercaya sebagai banjir lima tahunan yang akan berulang setiap lima tahun. Pada awal 2002 banjir melanda Jakarta dan sekitarnya dan pada awal 2007 banjir kembali melanda wilayah Jakarta dan sekitarnya dengan cakupan wilayah genangan yang lebih luas.

Terjadinya banjir di Jakarta, pada dasarnya disebabkan oleh:

Luapan air sungai karena aliran air dari hulu yang melebihi kapasitas sungai;

Tidak memadainya fungsi saluran drainase serta semakin berkurangnya daerah resapan untuk Jakarta;

• Sulitnya pemeliharaan sungai karena sebagian bantaran sungai telah digunakan sebagai areal permukiman;

• Pola pengelolaan sampah yang buruk dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam kebersihan lingkungan; dan

• Kerusakan lingkungan daerah tangkapan air di bagian hulu sungai akibat pemanfaatan yang kurang terkendali.

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

Kegiatan Pengerukan Sungai dan Waduk Fase 1 (JUFMP/JEDIP) [ III-3 ]

Sumber: Basin Water Resources Management Planning (BWRMP) Project

Gambar III-1 Daerah Aliran Sungai yang Terdapat di DKI Jakarta

3.1.1 Sistem Pengembangan Pengendalian Banjir di Provinsi DKI Jakarta

Berdasarkan Perda No. 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta pasal 21, pengembangan sistem prasarana wilayah, khususnya sistem pengendalian banjir di DKI Jakarta akan dilakukan, yaitu:

(1) Pengembangan prasarana pengendalian banjir dan drainase diarahkan

Dokumen terkait