HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Input data
4.3 Tahapan metode Surface Related Multiple Elimination (SRME)
proses SRME bertujuan untuk mereduksi multiple. Metode SRME sangat efektif untuk mereduksi multiple yang ada pada permukaan. Adapun tahapan dalam metode SRME adalah pick watter bottom, penentuan start time, rekonstruksi offset, pembuatan model prediksi multiple, subtraksi adaptif (pengurangan dari data dan model multiple). Metode SRME masuk kepada tahapan preprosessing. Bertujuan untuk menyiapkan data untuk diproses pada tahan inti selanjutnya. Sehingga pada tahap selanjutnya Noise Multiple pada data khususnya pada near offset telah tereduksi. Berikut adalah Tahapan pada SRME:
22
Gambar 4. 3 Diagram Alir SRME 4.3.1 Pick wattter bottom dan Penentuan start time
Dalam tahap pick watter bottom bertujuan untuk menentukan letak watter botttom yang tepat. Informasi letak watter bottom yang tepat juga mempengaruhi prediksi multiple yang di dapat. Prediksi multiple dilakukan berdasarkan waktu kedatangan gelombang primer , dalam hal ini watter bottom adalah gelombang primernya. Berikut adalah gambar dari proses pick watter bottom:
23
Pada tahap penentuan Start time dilakukan general mute untuk penghilang noise non fisis seperti Swell noise, Direct Arrival dan Linear noise. Sehingga data hasil start time terbebas dari noise non fisis. Dengan demikian prediksi multiple dapat dilakukan dengan baik. Penentuan start time ini akan akan menjadi acuan pada tahap prdiksi multiple.
Gambar 4.5 Penentuan Start time
Garis Biru tua pada Gambar 5 menunjukkan sart time yang telah dibuat dengan menggunakan seismic function modul STRTIMES, yang menggunakan parameter
Start Time Water Bottom yang dibangun dengan kecepatan air 1500 m/s dan diaplikasikan juga Normal Move Out (NMO). Start time ini yang nantinya digunakan sebagai acuan untuk memprediksi bentuk dari multipel.
24 4.3.2 Rekonstruksi offset
Pengambilan data pada akuisisi seismik tidak di desain untuk mendapatkan data pada daerah zero offset. Prediksi multipe dilakukan dari trace pertama sehingga dibutuhkan data pada zero offset supaya prediksi multiplenya tepat. Cara kerja rekontruksi offset ini dengan memunculkan trace baru hasil dari ekstrapolasi
trace pada daerah zero offset.
Gambar 4.6 Sebelum dan Sesudah Rekonstruksi Zero Offset
Daerah zero offset pada data berjarak 105 m. pada gambar 7 dapat dilihat ketika sebelum dilakukan rekonstruksi zero offset trace pertama terletak pada jarak 105 m dan setelah dilakukan rekontruksi zero offset dan ekstrapolasi trace pada zero offset jaraknya dimulai dari 0 m. Sehingga tahap prediksi multiple dapat dilakukan dengan baik dengan adanya trace baru hasil ekstrapolasi trace pada daerah zero offset.
25 4.3.3 Prediksi Multiple
Multipel diprediksi berdasarkan asumsi bahwa multipel yang terjadi memiliki waktu kedatangan 2 kali gelombang primernya. Perhitungannya dimulai pada event seismik di zero offset dengan konfigurasi jarak stasiun dan distribusi
offset yang seragam. Hal tersebut dikarenakan pada data seismik laut multipel dapat terpisahkan melalui perpedaan waktu tiba gelombang pada offset yang sama dari gelombang primernya.
Gambar 4.7 Gather Model Multiple
Pada gambar 4.6 merupakan gather model multiple yang dihasil dari konvolusi trace demi trace.Prediksi multiple ini dilakukan berdasarkan waktu kedatangan gelombang primer sehingga gelombar primer tidak dikutsertakan dalam proses prediksi multiple. Prediksi multiple hanya memodelkan multiple tidak dengan gelombang primernya (Dalam hal ini watter bottom).
26
Berikut merupakan model dalam bentuk NTG (Near Trace Gather):
Gambar 4.8 Model Near Trace Gather (NTG)
Near trace gather (NTG) adalah Common Receiver dimana kumpulan dari
trace pada receiver pertama pada semua data. Metode SRME ini fokus kepada multiple pada daerah near offset sehingga output yang baik adalah dalam bentuk
Near Trace Gather (NTG). 4.3.4 Subtraksi Adaptif
Model yang telah dibuat pada tahap sebelumnya akan di subtrak terhadap data sebenarnya. Menurut Lim and Patrick (2002), Konsep dasar dari substraksi adaptif ini adalah menggunakan filter least square yang mencocokkan model multipel dengan data dari trace demi trace.Metode least square ini dapat meninimalisasi perbedaan energi antara data masukan asli dengan model multipel yang dibuat. Penggunaan algorithma Least Square dinilai sederhana dan tidak membutuhkan perhitungan fungsi korelasi maupun perhitungan invers matrik
27
(Syiswati, 2014). Metode Least Square digunakan untuk memperkirakan koefisien regresi linier .
Gambar 4.9 Near Trace Gather Sebelum Tahap Substraksi
Data yang diolah adalah data Shallow watter. Data Shallow Watter
tergolong data yang rumit dibandingkan dengan data laut dalam. Karena semakin dangkal interaksi gelombang juga semakin banyak dan Multiple yang muncul sangat mirip dan berdekatan dengan data primernya. Presiksi multiple yang tepat mempengaruhi hasil dari subtraksi. Dan pemilihan parameter yang salah dalam tahap Subtraksi bisa berakibat multiple hanya tereduksi sedikit sekali atau data primer ikut direduksi.
Tahap subtraksi dilakukan variasi parameter untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Variasi yang dilakukan adalah Temporal window length dan spatial window width. Angka variasi yang dimasukan dalam parameter ini akan mempengaruhi seberapa besar multiple pada data akan didefinisikan atau di reduksi. Dalam hal ini temporal window length adalah suatu parameter yang akan mereduksi multiple pada daerah time atau vertikal, sedangkan spatial window
28
width itu adalah suatu parameter yang akan mereduksi multiple pada trace demi
trace atau horizontal. Kombinasi dari variasi kedua parameter ini akan menghasilkan pereduksian dalam bidang kotak dimana semakin kecil angka yang dimasukan pendefinisian/pereduksian data akan semakin kuat.
Penentuan parameter ini harus tepat dengan menggunakan metode pengujian. Jarak angka yang dimasukan ini adalah nilai minimum dan maksimum pada data yang dikerjakan. Hasil yang diharapkan adalah pereduksian multiple yang paling besar/kuat tetapi tanpa ikut mereduksi data primernya. Berikut adalah prosesnya:
Variasi pertama angka yang dimasukan adalah dengan nilai temporal window leght 200 ms dan spatial window width 100 trace.Berikut adalah Output dalam bentuk NTG:
Gambar 4. 10 Near trace gather variasi 1
Variasi keadua angka yang dimasukan adalah dengan nilai temporal window leght 100 ms dan spatial window width 80 trace.Berikut adalah Output dalam bentuk NTG:
29
Gambar 4.11 Near trace gather variasi 2
Variasi ketiga angka yang dimasukan adalah dengan nilai temporal window leght
100 ms dan spatial window width 40 trace. Berikut adalah Output dalam bentuk NTG:
Gambar 4.12 Near trace gather variasi 3
Analisa yang dilihat dari proses ini adalah banyak atau tidaknya multiple yang tereduksi dan data primer yang ikut tereduksi atau tidak. Pada hasil output variasi pertama terlihat terlihat baik dengan cukup banyaknya multiple yang
30
tereduksi tetapi tidak ikut mereduksi data primernya. Pada variasi kedua terlihat lebih maksimal mereduksi multiplenya daripada variasi pertama dengan tidak mereduksi data primernya sama baiknya. Sedangkan untuk variasi ketiga pereduksian multiple paling maksimal tetapi data primernya ikut tereduksi cukup banyak , bisa dikatakan variasi ketiga ini terlalu kuat reduksinya sehingga data primernya ikut tereduksi dan merupakan hasil output yang paling buruk dan tidak diharapkan. Berikut adalah difference/model dari hasil subtraksi di atas:
Model/difference hasil dari Variasi pertama angka yang dimasukan adalah dengan nilai temporal window leght 200 ms dan spatial window width 100 trace.Berikut adalah Output dalam bentuk NTG:
Gambar 4.13 Model/difference variasi 1
Model/difference hasil dari Variasi pertama angka yang dimasukan adalah dengan nilai temporal window leght 100 ms dan spatial window width 80 trace.
31
Gambar 4.14 Model/difference variasi 2
Model/difference hasil dari Variasi pertama angka yang dimasukan adalah dengan nilai temporal window leght 50 ms dan spatial window width 40 trace.Berikut adalah Output dalam bentuk NTG :
Gambar 4.15 Model/difference variasi 3
Terlihat pada gambar 4.13 model hasil dari variasi subtrak pertama dimana ini adalah multiple yang telah direduksi. Walaupun multiple pada surface tidak maksimal direduksi tetapi untuk ukuran data shallow watter yang sulit, metode ini
32
cukup baik untuk mereduksi multiple. Pada gambar 4.14 terlihat lebihan baik dari gambar 4.13 , multiple yang berada pada surface lebih tereduksi daripada gambar 4.13. sedangkan untuk Gambar 4.15 ini memang multiple permukaannya lebih baik pereduksiannya, tetapi data primernya juga ikut banyak tereduksi. Angka yang dimasukan pada hasil gambar 4.15 ini terlalu kecil sehingga hasilnya pun terlalu kuat sehingga data primernya ikut tereduksi. Pada hal ini kita tidak bisa asal dalam memasukan nilai pada parameter ini, tidak selalu yang kita masukan kecil nilainya akan baik hasilnya , tetapi di sini kita juga memperhatikan data primernya untuk apa bisa mereduksi multiple permukaan tetapi data primernya ikut tereduksi.
Ada beberapa QC yang dapat menunjukan bahwa multiple pada data ini telah tereduksi:
a. QC NMO (Normal moveout)
Pada QC NMO ini akan memperlihatkan gather yang telah di nmo sebelum sesudah dan model srme nya. Di QC ini akan memperlihatkan multiple mana yang di reduksi pada gather. Fokus pada QC ini adalah letak multiple pada daerah near offset. Berikut adalah nmo pada variasi subtrak : NMO dari Variasi pertama, angka yang dimasukan adalah dengan nilai temporal window leght 200 ms dan spatial window width 100 trace.
33 Berikut adalah Output dalam bentuk NTG
Gambar 4.16 gather sebelum,model,sesudah SRME variasi 1
NMO dari Variasi kedua, angka yang dimasukan adalah dengan nilai
temporal window leght 100 ms dan spatial window width 80 trace.Berikut adalah Output dalam bentuk NTG:
34
NMO dari Variasi kedua, angka yang dimasukan adalah dengan nilai
temporal window leght 50 ms dan spatial window width 40 trace.Berikut adalah Output dalam bentuk NTG :
Gambar 4.18 sebelum, model, sesudah SRME variasi 3
Pada hasil NMO (normal moveout) di atas terlihat jelas yang yang lebih efektif untuk mereduksi multiple pada near offset. Pada gambar 4.16 dengan variasi subtrak pertama hasilnya kurang baik, multiple pada near offset kurang tereduksi. Untuk pada gambar 4.17 NMO hasil variasi kedua subtraksi terlihat hasil yang lebih baik daripada hasil nmo variasi kedua, multiple pada near offsetnya jauh lebih baik tereduksinya. Sedangkan untuk gambar 4.18 variasi ketiga dari subtraksi memang lebih baik mereduksi multiplenya tetapi data primernya juga ikut tereduksi.
35 b. QC Samblance
QC Samblance ini adalah samblance dari velocity analisis. QC ini dilakukan untuk melihat samblance sebelum dan sesudah SRME. QC ini juga untuk membuktikan bahwa Multiple Pada near offset telah di reduksi. Berikut adalah contoh gambar QC samblance:
36
Gambar 4.20 QC Samblance Sebelum dan sesudah SRME
Pada Gambar 12 dan gambar 13 bisa terlihat perbedaannya. Multiple yang muncul pada QC samblance sebelum dilakukan proses SRME telah tereduksi sehingga menghasilkan QC Samblance setelah dilakukan SRME terlihat jauh lebih baik dan multiplenya telah cukup banyak tereduksi. Sehingga pada tahap velocity analisis bisa dilakukan dengan jauh lebih baik daripada tidak menggunakan metode SRME sebelumnya.
37 c. QC Autokolerasi
Gambar 4. 21 Autokolerasi sebelum SRME
Gambar 4.22 Autokolerasi Setelah SRME
Garis tebal ditengah menunjukan data primernya, Sedangan diluar itu adalah Noise. Terlihat noise diluar dari data primernya cukup baik tereduksinya, akan tetapi di antara data primer itu ada noise multiple yang belum dihilangkan, ini dikarenakan noise itu dapat dihilangkan dengan metode lain seperti dekonvolusi.
38 d. QC Stack
QC stack ini akan menampilkan hasil stack sebelum dilakukan metode srme dengan stack sesudah dilakukan metode srme. Berikut adalah hasilnya.
Gambar 4.23 Stack sebelum SRME
39
Gambar diatas merupakan hasil stack sebelum dan sesudah metode SRME di terapkan. Sedikit banyaknya perbedaan yang terjadi pada gambar tersebut menunjukan metode srme ini cukup baik dalam mereduksi multiple pada near offset. Dengan data shallow yang cukup sulit penentuan parameter yang tepat menjadi kunci keberhasilan metode ini. Dengan QC yang ada metode srme ini yang di terapkan preprocessing sangat membantu pada proses processing inti nya. Sehingga hasil dari tahap velocity analisis jauh lebih baik di bandingkan tanpa menggunakan metode srme tersebut.
40 BAB V