LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
B. Tahapan Pelaksanaan
1. Kunjungan rumah
Dari hasil pendataan dapat diketahui dengan pasti identitas dan lokasi anak-anak putus sekolah, maka tim yang terdiri dari Dinas Pendidikan (dan Kantor Kementerian Agama bila menyangkut anak putus sekolah madrasah), TPPK dan BKR melakukan kunjungan rumah didampingi oleh pemerintah desa/kelurahan setempat. Kunjungan rumah dilakukan untuk memberikan motivasi pada anak untuk kembali ke sekolah (baik melalui jalur formal maupun informal) dan kepada orang tua/wali untuk mendukung anak kembali ke sekolah.
Kunjungan rumah tersebut membahas permasalahan yang menyebabkan anak menjadi putus sekolah dan mendiskusikan intervensi yang tepat bagi anak maupun orang tua/wali. Tim akan membuat catatan dan usulan apabila diperlukan intervensi khusus seperti: anak membutuhkan konseling psikologis, atau anak mempunyai kondisi dan kebutuhan khusus (fisik dan mental) sehingga membutuhkan lembaga pendidikan khusus, dan lain-lain.
Pendekatan terhadap anak dan orang tua/wali mungkin harus dilakukan beberapa kali sebelum anak yang bersangkutan setuju untuk kembali ke sekolah, baik melalui jalur formal maupun non formal. Kesediaan anak untuk kembali ke sekolah kemudian dituangkan dalam sebuah Surat Pernyataan yang ikut ditandatangani oleh orang tua/wali, kepala desa/lurah, kepala sekolah atau kepala lembaga pendidikan formal tempat anak akan melanjutkan pendidikannya, serta perwakilan TPKP dan BKR. Pembinaan selanjutnya akan dilakukan oleh BKR dengan dukungan pemerintah desa/kelurahan serta pihak sekolah dengan dukungan komite sekolah.
2. Pemberian Bantuan Pembiayaan Pendidikan
Tim dari Dinas Pendidikan dan TPPK membuat penilaian dan menentukan bentuk bantuan pembiayaan yang akan diberikan dengan melihat kebutuhan anak yang bersangkutan. Dinas Pendidikan menyusun rencana anggaran dan memastikan ketersediaan anggaran untuk bantuan pembiayaan pendidikan tersebut serta membuat mekanisme penyalurannya.
Bantuan pembiayaan pendidikan diberikan bagi anak-anak dari keluarga miskin yang akan melanjutkan pendidikan baik di jalur formal maupun non formal, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus yang mengikuti jalur pendidikan khusus. Yang dimaksud dengan biaya pendidikan tidak hanya berupa pembebasan uang sekolah tetapi juga biaya transportasi menuju ke sekolah, biaya pembelian perlengkapan sekolah, dan biaya lain-lain yang menjamin keberlangsungan pendidikan anak tersebut sampai lulus.
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS
PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
18
Perlu dipertimbangkan juga adanya bantuan biaya pendidikan yang diberikan oleh Pemerintah pusat dalam bentuk dana BOS, BSM, dan PKH untuk menghindari tumpang tindih pembiayaan dan untuk mendukung adanya pemerataan pembiayaan pendidikan bagi semua anak dari keluarga miskin, baik yang sudah putus dan akan kembali ke sekolah, maupun yang terancam putus sekolah.
3. Pendirian Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Sangat mungkin terjadi, ada anak-anak putus sekolah yang ingin kembali bersekolah melalui jalur pendidikan non formal karena berbagai alasan. Diantaranya karena anak-anak tersebut masih ingin membantu ekonomi keluarga dengan bekerja, sudah terlalu lama putus sekolah sehingga malu untuk kembali ke sekolah formal, atau anak-anak perempuan yang menikah dini tetapi masih ingin menyelesaikan pendidikan dasarnya. Untuk menyikapi hal tersebut, Pemerintah Daerah melalui SKPD terkait perlu memperkuat peran Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).3
Selain melaksanakan kegiatan belajar mengajar (Kejar Paket A dan paket B) PKBM juga dapat memberikan keterampilan bagi warga belajarnya untuk mengembangkan usaha-usaha produktif. Hasil dari kegiatan usaha produktif tersebut dapat dipergunakan untuk menambah pendapatan warga belajar sekaligus mendukung operasional PKBM. 4. Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin
Kesulitan ekonomi yang dihadapi keluarga pada banyak daerah menjadi penyebab utama putus sekolah. Seringkali ditemukan kasus di lapangan bahwa bantuan beasiswa pendidikan yang diberikan oleh pemerintah maupun kelompok/organisasi swasta dipergunakan oleh orang tua/wali untuk membiayai kehidupan sehari-hari, sehingga pada akhirnya anak tetap putus sekolah. Untuk menghindari hal tersebut, pemberdayaan ekonomi keluarga (khususnya bagi keluarga miskin) merupakan salah satu intervensi yang harus dilakukan bersama- sama dengan pemberian bantuan pembiayaan pendidikan.
Upaya pemberdayaan ekonomi keluarga miskin ini harus dilakukan lintas sektor di tingkat Pemerintah Daerah. Pola yang dapat dilakukan adalah dengan mengintegrasikan upaya-upaya pemberdayaan ekonomi keluarga miskin yang mempunyai anak putus sekolah atau terancam putus sekolah ke dalam program dan kegiatan yang telah ada pada masing-masing instansi pemerintah.
3 Penjelasan lebih lanjut dapat dibaca pada Panduan Penerapan Praktik Cerdas Pengelolaan PKBM Mandiri dan Berkualitas, terbitan BASICS, 2014.
MENGAP A, UNTUK AP A, DAN UNTUK SIAP A P ANDU AN INI DIBU AT? KONSEP DASAR , STRA TEGI DAN MEKANISME LANGKAH-L ANGKAH PEL AKSANAAN
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK 19
Instansi pemerintah daerah terkait (Dinas Sosial, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil mengenah, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa/Kelurahan, Badan Pemberdayaan Perempuan) melaksanakan program pemberdayaan ekonomi keluarga miskin dengan cara memprioritaskan orang tua/wali dari anak-anak putus sekolah di dalam program atau kegiatan yang relevan yang dibiayai oleh APBD maupun APBN, yang disesuaikan dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari masing-masing program atau kegiatan.
5. Penguatan Tim Kerja Pendidikan
Tim Kerja Pendidikan yang terdiri dari TPPK di tingkat Kecamatan dan BKR di tingkat desa/kelurahan merupakah perwujudan kerjasama multipihak dalam penanganan masalah pendidikan, khususnya penanganan anak putus sekolah. Untuk menjamin TPPK memiliki sistem, prosedur, dan dukungan anggaran yang dapat mendukung program kerjanya, Pemerintah Daerah melalui instansi teknis pendidikan perlu memjamin ketersediaan anggaran dalam APBD serta melakukan pembinaan dan pelatihan berkala untuk menguatkan manajemen organisasi TPPK.
Demikian pula halnya dengan BKR, organisasi ini lebih sederhana dan aktif serta bergerak langsung di tengah-tengah masyarakat. Peningkatan kapasitas bagi BKR penting untuk dilakukan, misalnya dengan melakukan pelatihan pendataan anak putus sekolah, pelatihan pendampingan sebaya (agar dapat melakukan pendekatan individual secara efektif pada anak putus sekolah), pelatihan komunikasi dan fasilitasi (memudahkan dalam melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan di desa/kelurahan), dan dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan sosialisasi program pengentasan anak putus sekolah.
6. Mendorong Kemitraan Dengan Masyarakat
Pendidikan merupakan tanggung bersama antara pemerintah, keluarga dan masyarakat. Degan demikian, permasalahan pendidikan, termasuk putus sekolah merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah, keluarga dan masyarakat. Karenanya perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kemitraan degan masyarakat desa/kelurahan untuk bersama-sama menangani permasalahan anak putus sekolah.
Saat ini semua sekolah telah mempunyai Komite Sekolah yang merupakan perwakilan masyarakat dalam mendukung pendidikan di sekolah. Komite Sekolah ini merupakan amanat dari Undang-Undang nomor 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang tersebut jelas Komite Sekolah/Madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu perlayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS
PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
20
Salah satu upaya untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah terpencil adalah dengan melakukan pemberdayaan terhadap Komite Sekolah dan Pemerintah Desa/Kelurahan. Berbagai cara dapat dilakukan untuk melakukan hal tersebut, antara lain:
a) Memfasilitasi pemerintah desa/kelurahan dalam melakukan pemetaan permasalahan putus sekolah yang ada di wilayahnya. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada permasalahan tetapi mengapresiasi setiap potensi yang ada di masyarakat yang dapat digunakan untuk mendukung penanganan anak putus sekolah.
b) Mendorong disusunnya Peraturan Desa tentang Pendidikan. Peraturan desa ini dikeluarkan untuk menjamin anak-anak bersekolah dan mendorong peran unsur-unsur masyarakat yang ada di desa untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan.