• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

3.3 Tahapan Penelitian

3.3. Tahapan Penelitian

3.3.1. Preparasi Pembuatan Nd2Fe14B

Bahan yang disiapkan berupa serbuk Nd-Fe-B dari produk Aldrich dengan tingkat kemurnian lebih dari 99,8 %. Untuk proses pembuatan Nd-Fe-B, tahapan-tahapan yang dilakukan adalah:

a. Penimbangan masing-masing serbuk Neodymium (Nd), serbuk Besi (Fe), serbuk Boron (B)

b. Pencampuran serbuk Nd-Fe-B dan toluene (C3H7) c. Penggilingan Nd-Fe-B dengan mechanical alloying.

3.3.2. Proses Pembuatan Nd2Fe14B

Peralatan yang digunakan untuk metode mechanical alloying adalah High

Energy Milling (HEM) Spex 8000 yang terdapat di laboratorium Bidang

Karakterisasi dan Analisis Nuklir (BKAN), Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dengan spesifikasi

normal speed 4500 rpm, run time 90 menit, of time 30 menit, dan on-off cycle 1

kali, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1(g). HEM ini terdiri dari sebuah wadah (vial) yang di dalamnya terdapat bola-bola (ball mill) yang bergerak secara spin dan berfungsi untuk menghancurkan bahan tersebut. Vial ini terbuat dari bahan stainless steel (SS) dengan bentuk seperti tabung dengan panjang 7,6 cm dan diameter 5,1 cm. Sedangkan ball mill juga terbuat dari bahan stainless steel (SS) dengan diameter bola sebesar 12 mm. Paduan NdFeB dibuat sebanyak 15 gram yang terdiri dari campuran antara Neodymium (Nd), Besi (Fe) dan Boron (B). Baik Nd, Fe, dan B digunakan dari produk Aldrich dengan tingkat kemurnian lebih dari 99,8%, dengan perbandingan stokiometri unsur Nd : Fe : B = 2 : 14 : 1. Dan berdasarkan teorema mesh ratio sama dengan 8, untuk massa sampel

sebanyak 15 gram diperlukan massa bola-bola sejumlah 120 gram. Serbuk Nd, Fe dan B ini dicampur di dalam vial dan ditambahkan toluen untuk menghindari terjadinya oksidasi. Proses ini banyak digunakan untuk menghasilkan berbagai macam bahan nanostruktur. Selain untuk menghasilkan butiran yang relatif kecil, HEM ini juga menyebakan terbentuknya struktur yang metastabil. Pada penelitian ini, sampel NdFeB di-milling dengan variasi waktu milling selama 10 jam, 20 jam, dan 40 jam di suhu ruang dalam lingkungan Argon.

Pengamatan struktur mikro sampel dilakukan dengan menggunakan SEM (scanning electron microscope) 515 Philip. Sedangkan pengamatan kualitas dan kuantitas fasa-fasa yang ada di dalam sampel menggunakan peralatan X – Ray

Diffractometer (XRD) merek Philip, type PW1710. Pengukuran pola difraksi

sampel dilakukan dengan berkas sinar-x dari tube anode Cu dengan panjang gelombang,  = 1,5406 Å, mode: continuous-scan, step size : 0,02, dan time per

step : 0,5 detik. Analisis profil difraktometer sinar-x yang diperoleh dilakukan

dengan menggunakan perangkat lunak program GSAS (Rietveld Analysis) [7]. Karakterisasi SEM dan XRD ini dilakukan di Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir - BATAN.

3.3.3 Proses Pencetakan Magnet dari Nd2Fe14B (non milling)

Seperti hal nya pada proses pembuatan NdFeB, pada proses ini juga dilakukan penimbangan bahan baku di dalam glovebox untuk menghindari terjadinya oksidasi yang bisa mengakibatkan korosif pada bahan. Kemudian dilakukan penimbangan untuk membuat 5 sampel, masing-masing sampel memiliki berat sama sebesar 15 gram. Pada masing-masing sampel ditambahkan perekat berupa resin epoksi cair dengan variasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% secara berurutan. Sampel kemudian dicetak dengan hidrolik press dengan tekanan 100 Pa. Setelah itu, hasil cetakan didiamkan satu hari dan dimagnetisasi. Kemudian dilakukan pelapisan berupa penyemprotan cat.

3.3.4 Proses Pencetakan Magnet dari Nd2Fe14B (milling)

Seperti hal nya pada proses pembuatan NdFeB, pada proses ini juga dilakukan penimbangan bahan baku di dalam glovebox untuk menghindari terjadinya oksidasi yang bisa mengakibatkan korosif pada bahan. Kemudian dilakukan penimbangan untuk membuat 5 sampel, masing-masing sampel memiliki berat sama sebesar 15 gram. Pada masing-masing sampel ditambahkan perekat berupa resin epoksi cair dengan variasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% secara berurutan. Sampel kemudian dicetak dengan hidrolik press dengan tekanan 100 Pa. Setelah itu, hasil cetakan didiamkan satu hari dan dimagnetisasi. Kemudian dilakukan pelapisan berupa penyemprotan cat.

3.3.5. Karakterisasi Hasil

Bahan dikarakterisasi berdasarkan sifat magnetik yaitu melalui pengukuran dari data alat permagraph yang ada di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (P2ET) LIPI Bandung, serta analisis struktur secara mikroskopik dengan metode difraksi sinar-X di PLT (pusat laboratorium terpadu) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode difraksi sinar-X memberikan bukti tentang adanya struktur kristal[15].

Karakterisasi struktur mikroskopis pada penelitian ini dilakukan setelah proses pencetakan sampel. Pada karakterisasi ini dilakukan pengukuran pada masing-masing sampel. Sedangkan untuk mengetahui sifat kemagnetan sampel yang dihasilkan, dilakukan magnetisasi dengan menggunakan alat Permagraph yang ada di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (P2ET) LIPI

Bandung. Data dari alat Permagraph berupa kurva histerisis dengan nilai-nilai besaran tertentu, yaitu besarnya nilai induksi remanen (Br), nilai koorsivitas (Hc) dan nilai energi produk maksimum (BH)

maks.

Adapun diagram alur pembuatan Nd2Fe14B lebih rinci dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

Gambar.3.2 Diagram Alur Nd2Fe14B PELAPISAN

Nd2Fe14B Non Milling dengan komposisi resin

10%, 20%, 30%, 40%, 50 %

Nd2Fe14B Milling (120 jam) dengan komposisi resin 10%, 20%, 30%, 40%, 50 % KARAKTERISASI XRD MAGNETISASI HASIL XRD DAN SEM PENCAMPURAN Nd, Fe, B (mechanical alloying)

milling 10, 20, 40 (jam)

KESIMPULAN KARAKTERISASI

SIFAT KEMAGNETAN

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembuatan Magnet Permanen Nd2Fe14B

Sampel dibuat melalui reaksi padatan dengan mencampurkan logam-logam penyusun dengan perbandingan stoikiometri unsur Nd : Fe : B = 2 : 14 : 1. Pada awalnya campuran hanya terdiri dari serbuk Nd, Fe dan B yang masih berdiri sendiri-sendiri. Kemudian campuran di milling selama 10 jam, 20 jam dan 40 jam. Hasil pengukuran difraksi sinar-x dari campuran Nd-Fe-B masing-masing keadaan ditunjukkan seperti pada Gambar 4.1. Pada gambar tersebut terlihat kondisi awal (original) campuran tidak mengandung impuritas dan hanya terdiri dari fasa Nd, Fe dan B.

Gambar 4.1 Pola difraksi sinar-x sampel gabungan

Identifikasi fasa sampel original merujuk pada hasil penelitian Spedding [8], Basinski [9], dan Decker [10] yang berturut-turut untuk fasa Nd, Fe, dan B seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.

(a) Profil obsevasi dan kalkulasi dari pola difraksi sinar-x sample

(b) Morfologi permukaan (c) Fraksi massa

Gambar 4.3 Refinement pola difraksi sinar-x dan foto SEM sampel Original Analisis awal dari dari bahan dasar, yaitu : serbuk Nd, Fe dan B ini ditunjukkan seperti pada Gambar 4.3. Pada Gambar 4.3 ditunjukkan hasil

refinement pola difraksi sinar-x sampel original (campuran bahan dasar). Hasil refinement ini menghasilkan kualitas fitting sangat baik dengan faktor R yang

sangat kecil juga. Faktor R merupakan criteria of fit dan faktor χ2 adalah

goodness of fit yang bernilai sangat kecil, dan menurut Izumi nilai χ2

(chi-squared) yang diperkenankan maksimum 1,3 [7]. Criteria fitting pada Gambar 4.3

adalah wRp = 23.64, Rp = 16.57 dan χ2 (chi-squared) = 1.068. Pada Gambar 4.3 tampak hasil refinement pola difraksi sinar-x menunjukkan bahwa sampel terdiri dari tiga fasa, yaitu fasa Nd, Fe, dan B yang berturut-turut memiliki fraksi massa sebesar 25.25 %, 73.76 %, dan 0.98 % berat. Hasil ini memberikan konfirmasi

bahwa sampel original (campuran awal) memiliki perbandingan stoikiometri yang sudah sesuai dengan yang diharapkan. Dan berdasarkan hasil pengamatan morfologi permukaan menggunakan SEM menunjukkan bahwa campuran memiliki ukuran partikel yang relatif kecil sekitar 1-3 m dan tampak terdistribusi secara merata di seluruh permukaan sampel sehingga diharapkan campuran ini secara visual telah homogen.

4.1.1 NdFeB Hasil Sintesis Setelah Dimilling 10 Jam

Kemudian setelah milling selama 10 jam, tampak terjadi perubahan fasa yang diduga telah terbentuk fasa FeB dan Nd2Fe14B, walaupun masih mengandung fasa dari unsur awal pembentuknya dengan jumlah fraksi diduga relatif menurun. Identifikasi fasa sampel mill 10 jam merujuk pada hasil penelitian Hendricks [11], dan Isnard [12] yang berturut-turut untuk fasa FeB, dan Nd2Fe14B seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4.

(a) Profil obsevasi dan kalkulasi dari pola difraksi sinar-x sample

(b) Morfologi permukaan (c) Fraksi massa

Gambar 4.5 Refinement pola difraksi sinar-x dan foto SEM sampel mill 10 jam

Pada Gambar 4.5 diperlihatkan hasil refinement pola difraksi sinar-x dan foto SEM sampel milling 10 jam. Criteria fitting pada Gambar 4.8 adalah wRp = 25.73, Rp = 20.29 dan χ2 (chi-squared) = 1.377. Dari pengamatan foto SEM menunjukkan bahwa serbuk mulai mengecil dan sebagian diduga telah mengalami penyatuan. Hasil ini didukung dengan analisis profil difraksi sinar-x pada sampel yang telah di milling selama 10 jam. Tampak bahwa puncak-puncak fasa Nd, Fe dan B mulai menurun yang ditandai dengan simbol panah ke bawah (). Dan tampak mulai terjadi pertumbuhan puncak disekitar sudut 32o, 37o, dan 42o yang ditandai dengan simbol panah ke atas (). Puncak-puncak ini merupakan fasa

Nd2Fe14B. Hasil refinement dari pola difraksi sinar-x ini menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan fasa Nd2Fe14B sebesar 13.53 %. Penurunan puncak terjadi pada fasa Nd dan Fe yang berturut-turut menjadi 5.03 % dan 50.52 %. Sedangkan puncak-puncak boron (B) sudah hilang pada mill 10 jam ini. Hal ini diduga sebagian dari fasa-fasa tersebut sudah mulai bereaksi satu sama lain membentuk paduan. Namun pertumbuhan fasa Nd2Fe14B ini diikuti dengan pertumbuhan fasa FeB, sehingga reaksi yang terjadi setelah mill selama 10 jam seperti persamaan reaksi berikut :

2Nd + 14Fe + B  0.14Nd2Fe14B + 5.02FeB + 0.38Nd + 9.78Fe

4.1.2 NdFeB Hasil Sintesis Setelah Dimilling 20 Jam

Selanjutnya setelah dilakukan milling selama 20 jam tampak ada fasa-fasa yang menurun dan ada fasa yang meningkat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.6.

(a) Profil obsevasi dan kalkulasi dari pola difraksi sinar-x sample

(b) Morfologi permukaan (c) Fraksi massa

Gambar 4.7 Refinement pola difraksi sinar-x dan foto SEM sampel mill 20 jam

Pada Gambar 4.7 diperlihatkan hasil refinement pola difraksi sinar-x dan foto SEM sampel mill 20 jam. Criteria fitting pada Gambar 4.7 adalah wRp = 34.40, Rp = 25.08 dan χ2 (chi-squared) = 1.345. Berdasarkan hasil foto SEM tampak sekali bahwa serbuk mulai lebih menyatu dan sudah hampir tidak tampak lagi fasa-fasa Nd dan FeB, namun belum seluruhnya terdifusi membentuk fasa Nd2Fe14B. Dan hasil refinement pola difraksi sinar-x hasil milling selama 20 jam menunjukkan bahwa terjadi penurunan puncak Nd dan FeB berturut-turut menjadi sebesar 3,56 % dan 4,48 %, sedangkan pertumbuhan Nd2Fe14B menjadi lebih

signifikan menjadi sebesar 41,65 %. Dari gambar pola difraksi sinar-x tersebut tampak sekali bahwa sebagian puncak-puncak fasa Nd dan FeB telah berkurang tinggal puncak tertinggi dari Nd dan FeB yang masih muncul disekitar sudut 28o dan 35o. Sedangkan puncak-puncak fasa Fe masih banyak terlihat walaupun intensitasnya mulai menurun secara signifikan. Hal ini berarti sebagian serbuk Nd telah bereaksi dengan FeB membentuk fasa Nd2Fe14B seperti persamaan reaksi berikut :

0.14Nd2Fe14B + 5.02FeB + 0.38Nd + 9.78Fe  0.42Nd2Fe14B + 0.73FeB + 0.27Nd + 9.74Fe

4.1.3 NdFeB Hasil Sintesis Setelah Dimilling 40 Jam

Dan setelah dilakukan milling selama 40 jam berikutnya telah terbentuk fasa baru yang diduga adalah fasa Nd2Fe14B seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Identifikasi fasa pola difraksi sinar-x sampel mill 40 jam

Berdasarkan hasil identifikasi awal pada masing-masing keadaan sampel tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel yang dimilling selama 40 jam telah

terbentuk fasa baru yang diduga adalah fasa NdFeB. Namun sejauh ini belum dapat dijelaskan mekanisme pembentukan fasa dari proses mechanical alloying ini. Sehingga perlu dianalisis lebih jauh masing-masing keadaan ini berdasarkan teorema Benyamin dan Volin [6].

(a) Profil obsevasi dan kalkulasi dari pola difraksi sinar-x sample

(b) Morfologi permukaan (c) Fraksi massa

Gambar 4.9 Refinement pola difraksi sinar-x dan foto SEM sampel mill 40 jam

Pada Gambar 4.9 diperlihatkan hasil refinement pola difraksi sinar-x dan foto SEM sampel mill 40 jam. Criteria fitting pada Gambar 4.9 adalah wRp = 33.63, Rp = 25.31 dan χ2 (chi-squared) = 1.365. Berangkat dari hasil foto SEM pula tampak bahwa serbuk cenderung mulai menyatu membentuk fasa baru dan proses milling mulai mengecilkan ukuran serbuk dari fasa baru tersebut. Dari hasil

pengukuran difraksi sinar-x menunjukkan puncak-puncak fasa Nd dan FeB hampir hilang dan puncak-puncak fasa Fe hanya terlihat pada puncak tertinggi dari fasa Fe, yaitu disekitar sudut 44o dengan nilai intensitasnya sangat rendah. Sedangkan fasa Nd2Fe14B tumbuh dengan sangat baik disekitar sudut 42o. Dari hasil refinement pola difraksi sinar-x hasil milling selama 40 jam ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan puncak Nd dan FeB berturut-turut menjadi sebesar 1.11 % dan 2,47 %, sedangkan terjadi pertumbuhan yang signifikan dari fasa Nd2Fe14B sebesar 69,46 %.

Pada tahap ini hampir sebagian besar telah terbentuk fasa Nd2Fe14B walaupun masih menyisakan fasa Nd, Fe, dan FeB. Hal ini bisa dilihat dari hasil foto SEM yang menunjukkan serbuk dari fasa baru tersebut semakin mengecil. Apabila ditinjau dari hasil pengukuran difraksi sinar-x, puncak-puncak fasa Nd dan FeB sudah hilang. Hilangnya puncak-puncak fasa Nd dan FeB ini bukan berarti bahwa kandungan fraksi volume dari Nd dan FeB di dalam campuran berkurang, namun struktur kristal Nd dan FeB sebagian telah rusak dan berubah menjadi amorf, dan sebagian lagi telah bereaksi membentuk Nd2Fe14B. Dari hasil

refinement pola difraksi sinar-x menunjukkan bahwa kandungan terakhir

campuran ini terdiri dari fasa Nd2Fe14B, Nd, Fe dan FeB sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

0.42Nd2Fe14B + 0.73FeB + 0.27Nd + 9.74Fe  0.69Nd2Fe14B + 0.4FeB + 0.08Nd + 5.22Fe

Hasil ini menunjukkan bahwa makin lama proses milling fraksi massa fasa Nd2Fe14B semakin meningkat. Jadi dengan proses milling basah ini sangat efektif selain melindungi sampel berinteraksi dengan oksigen juga sangat membantu pembentukan fasa Nd2Fe14B dengan baik.

Selama proses mechanical alloying, serbuk-serbuk Nd, Fe dan B secara periodik terjebak diantara bola-bola yang saling bertumbukan secara plastis terdeformasi. Bola-bola yang saling bertumbukan tersebut menyebabkan perpatahan, kemudian terjadi penyatuan dingin (cold welding) dari serbuk-serbuk secara elementer seperti yang di illustrasikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Proses tumbukan bola-bola dalam media milling [6].

Ketika waktu milling meningkat, fraksi volume unsur-unsur dari bahan dasar menurun, sedangkan fraksi volume paduan meningkat. Ukuran, bentuk, kerapatan serbuk, dan derajat kemurnian mempengaruhi hasil akhir paduan. Ada empat tahapan dalam mechanical alloying menurut teorema Benyamin dan Volin [6]. Tahap petama adalah proses perataan serbuk dari bentuk bulat menjadi bentuk pipih (plat like) dan kemudian mengalami penyatuan (welding prodominance). Serbuk yang sudah diratakan (bentuk pipih) disatukan membentuk sebuah

lembaran (lamellar). Kemudian tahapan kedua adalah pembentukan serbuk pada arah yang sama (equiaxed), yaitu menyerupai lembaran berbentuk lebih pipih dan bulat. Perubahan bentuk ini disebabkan oleh pengerasan (hardening) dari serbuk.

Tahap ketiga adalah orientasi penyatuan acak (welding orientation) yaitu fragmen-fragmen membentuk partikel-partikel equaxed kemudian disatukan dalam arah yang berbeda dan struktur lembaran mulai terdegradasi. Tahap keempat mechanical alloying ini adalah proses steady state (steady state

processing), struktur bahan perlahan-lahan menghalus menjadi fragmen-fragmen,

kemudian fragmen-fragmen tersebut disatukan dengan fragmen-fragmen yang lain dalam arah berlawanan.

Kemudian setelah Nd2Fe14B terbentuk serbuk, serbuk tadi dibuat menjadi

peletan magnet. Dicetak 10 buah peletan, 5 buah peletan dari Nd2Fe14B yang kasar (tidak di milling), 5 buah peletan dari Nd2Fe14B yang di milling selama 5 hari (120 jam). Pada proses pencetakan ditambahkan perekat berupa resin epoksi sebesar 10%, 20%, 30%, 40% dan 50 % pada kelima sampel tersebut secara berurutan kemudian ditambahkan pula hardness 2 tetes pada masing-masing sampel. Setelah dicetak peletan kemudian didiamkan selama 1 hari. Setelah itu dilakukan proses magnetisasi masing - masing sampel dan coating berupa penyemprotan cat.

4.2 Hasil Pengujian XRD untuk Nd2Fe14B 4.2.1 Nd2Fe14B yang telah dicetak (non milling )

Gambar 4.10 Difraktogram Nd2Fe14B yang tidak di milling

Pada gambar 4.11 diperlihatkan perbandingan antara difraktogram NdFeB hasil sintesa (non milling) dengan difraktogram NdFeB database. Terlihat bahwa difraktogram hasil sintesa sudah bersesuaian dengan difraktogram database meskipun intensitasnya tidak sama.

4.2.2 Nd2Fe14B yang telah dicetak (milling )

Gambar 4.12 Difraktogram Nd2Fe14B yang di milling

Pada gambar 4.11 diperlihatkan perbandingan antara difraktogram NdFeB hasil sintesa (milling) dengan difraktogram NdFeB database. Terlihat bahwa difraktogram hasil sintesa sudah bersesuaian dengan difraktogram database meskipun intensitasnya tidak sama. Dan tidak terjadi perubahan fasa setelah di milling.

4.3 Hasil Magnetisasi Nd2Fe14B

Karakterisasi sifat bahan NdFeB diperoleh dari data alat Permagraph yang ada di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (P2ET) LIPI Bandung. Hasil pengukuran berupa kurva histerisis diperoleh induksi remanen (Br) dan nilai koersivitasnya (Hc) cukup besar, nilai – nilai untuk sampel yang tidak di milling ditunjukkan dalam tabel 4.1

Tabel 4.1 Nilai density, Br, Hc dan BHmaks berdasarkan variasi komposisi resin (Nd2Fe14B non milling)

NO Resin (%) Density (gr/cm3) Br (KG) Hc (KOe) BHmaks (MGOe)

1 10 6,05 5,29 7,854 5,24 2 20 6,54 5,30 7,863 5,70 3 30 5,97 5,40 8,001 5,96 4 40 6,69 5,95 7,991 7,13 5 50 5,18 5,20 7,799 5,36 Rata – rata 6,086 5,428 7,9016 5,878

b). Kurva pengaruh komposisi Resin terhadap Density

c). Kurva pengaruh Density terhadap Br

Pada pengukuran kedua, untuk sampel yang di milling diperoleh induksi remanen (Br) dan nilai koersivitasnya (Hc) cukup besar. Nilai – nilai tersebut ditunjukkan dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2 Nilai density, Br, Hc dan BHmaks berdasarkan variasi komposisi resin (Nd2Fe14B milling)

NO Resin (%) Density (gr/cm3) Br (KG) Hc (KOe) BHmaks (MGOe)

1 10 6,23 5,23 7,870 5,59 2 20 6,92 5,65 7,905 6,13 3 30 6,18 5,13 8,063 5,44 4 40 5,85 4,98 7,863 5,48 5 50 6,49 5,49 7,890 5,56 Rata- rata 6,33 5,29 7,918 5,64

Data pada tabel tersebut terlihat nilai induksi remanen (Br) rata-rata kedua sampel sebesar 5,362 kG, dengan nilai induksi remanen (Br) tertinggi 5,95 kG dari sampel yang tidak di milling. Salah satu ciri dari bahan magnet keras adalah nilai koersivitas Hc lebih dari 200 Oe (0,2 kOe) [14]. Sedangkan nilai Hc rata-rata kedua sampel sebesar 7,9099 kOe dengan Hc terbesar pada sampel yang di milling sebesar 8,063 kOe dan terkecil dengan nilai 7,779 kOe untuk sampel yang tidak di milling, hal ini menunjukkan bahwa kedua sampel sudah bersifat magnet keras.

a). Kurva pengaruh komposisi Resin terhadap Br

b). Kurva pengaruh komposisi Resin terhadap Density

c). Kurva pengaruh komposisi Density terhadap Br

Untuk melihat energi produk maksimum (BH)

maks dari magnet tersebut dapat diperoleh dari nilai maksimal hasil perkalian antara B dan H pada kuadran kedua kurva histerisis (daerah demagnetisasi). Semakin tinggi remanensi, maka gaya koersivitas dan loop histerisis semakin gemuk dan semakin besar pula energi produk maksimalnya. Energi produk maksimum (BH)

maks rata-rata diperoleh 5,727 MGOe dengan nilai (BH)

maks tertinggi sebesar 7,13 MGOe untuk sampel yang tidak di milling.

Semakin tinggi nilai remanen (Br) suatu bahan, semakin kuat pula sifat kemagnetannya. Induksi remanen yang tinggi diperlukan dalam penelitian ini untuk menghasilkan hard magnet yang baik. Untuk mendapatkan nilai remanen yang tinggi kerapatan bahan haruslah tinggi. Dalam penelitian ini dihasilkan nilai induksi remanen (Br) rata-rata sebesar 5,362 kG. Nilai induksi remanen juga bergantung pada kontribusi magnetik dari setiap elemen pembentuknya (domain). Makin banyak elemen pembentuknya makin besar pula sisa magnet yang ditinggalkan.

Nilai kerapatan dipengaruhi oleh tingkat kemurnian bahan baku, ukuran butiran, homogenitas besar butiran, homogenitas campuran bahan baku. Nilai kerapatan juga dipengaruhi oleh tingkat kemurnian bahan baku. Sebenarnya kemurnian bahan baku (Nd2Fe14B) baik yaitu 99 %, tetapi Nd2Fe14B yang dihasilkan dari proses sintesa hanya mencapai tingkat kemurnian 70 %, dan juga pada saat proses pencampuran dimungkinkan masuknya pengotor dalam bahan. Karena pengotor dan bahan secara mikro tidak dapat bersatu, sehingga

mengakibatkan terjadinya jarak atom antara bahan dan pengotor, akibatnya volume bahan menjadi bertambah. Bertambahnya volume mengakibatkan turunnya nilai kerapatan[13].

Nilai energi magnetik (BH)

maks rata-rata kedua sampel lebih rendah bila dibandingkan (BH)

maks dari produk komersial, karena remanensi dan gaya koersivitas dari sampel yang tidak di milling dan yang di milling lebih rendah dari pada produk komersial. Semakin tinggi remanensi dan koersivitas, sehingga membentuk loop histerisis gemuk, maka akan semakin tinggi nilai energi produk maksimum (BH)

maks yang dihasilkan. Nilai energi produk maksimum (BH) maks

rata-rata sampel yang tidak di milling dan sampel yang di milling sebesar 5,727 MGOe.

BAB V PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh dan dibahas dimuka, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu :

1. Proses sintesis dalam penelitian ini telah berhasil membuat Nd2Fe14B sebesar 70% dari campuran Nd, Fe dan B. Sudut-sudut difraksi yang terdapat pada difraktogram sinar X menunjukan bahwa serbuk Nd2Fe14B hasil sintesis bersesuaian dengan parameter difraktogram yang ada. Nd2Fe14B hasil penelitian mempunyai karakter magnetik yang telah dapat digolongkan sebagai magnet permanen atau magnet keras (hard magnet).

2. Komposisi resin optimum didapat pada nilai 40% dari fraksi massa pada sampel Nd2Fe14B (non milling) dan 20% dari fraksi massa Nd2Fe14B (milling).

5.2 SARAN

Disarankan dilakukan kajian dan percobaan dengan berbagai variasi tekanan, ukuran butiran dan zat aditif yang perlu ditambahkan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] P.J. McGuiness, C. Short, A.F. Wilson, I.R. Harris, J. Alloys Compounds 184 (1992) 243.

[2] Yu.D. Yagodkin, A.S. Lileev, V.P. Menushenkov, Yu.A. Skakov, Metalloved. term. obrab. met. 8 (2000) 20.

[3] Yu.D. Yagodkin, A.S. Lileev, Yu.V. Liubina, V.A. Glebov, W. Steiner, Abstracts of the Third National Conference on Using XRD, Synchrotron Radiation, Neutrons and Electrons for Materials Investigation, Moscow, Russia, 2001, p. 301.

[4] G. Kim, V.A. Glebov, B.V. Safronov, E.N. Shingarev, Abstracts of the XIIth International Conference on Permanent Magnets, Suzdal, Russia, 1997, p. 94. [5] P. Thompson, O. Gutfleisch, J.N. Chapman, I.R. Harris, J. Magn. Magn. Mater. 202 (1999) 53.

[6] HARRIS, J.R., Matemathical Modelling of Mechanical Alloying, Thesis submitted to The University of Nottingham for the degree of Doctor of Physlosophy, Sepetember 2002.

[7] F. IZUMI, “A Rietveld-Refinement Program RIETAN-94 for Angle-Dispersive

X-Ray and Neutron Powder Diffraction”, National Institute for Research in Inorganic Materials 1-1 Namiki, Tsukuba, Ibaraki 305, Japan, Revised on June 22, 1996.

[8] Spedding F. H., Daane A. H., Herrmann K. W., "The crystal structures and lattice parameters of high-purity scandium, yttrium and the rare earth metals Locality: synthetic Note: sample 99.8% pure", Acta Crystallographica 9, 559-563

Dokumen terkait