• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. METODE PENELITIAN

1. Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari lima tahap, yaitu (a) Karakterisasi terhadap olein sawit kasar dan adsorben yang digunakan pada proses adsorpsi,

20 (b) Penentuan kondisi kesetimbangan adsorpsi, (c) Penentuan nilai konstanta laju adsorpsi (k), (d) Penentuan nilai energi aktivasi (Ea) dan (e) Penentuan kualitas adsorpsi. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram alir tahapan penelitian

Fraksinasi terhadap minyak sawit kasar dilakukan pada kondisi suhu ruang untuk mendapatkan olein sawit kasar. Fraksinasi dilakukan selama satu malam atau hingga didapatkan pemisahan antara fraksi olein dan stearin. Pengukuran nilai absorbansi β-karoten menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm dengan menggunakan

heksan sebagai pelarut. Nilai absorbansi kemudian dikonversi menjadi konsentrasi dengan menggunakan kurva standard β-karoten. Kurva standard konsentrasi β-karoten dalam berbagai pelarut dapat dilihat

pada Lampiran 1. Konsentrasi β-karoten dinyatakan dalam ppm Selesai

Penentuan konstanta laju adsorpsi (k) Karakterisasi

Penentuan kondisi kesetimbangan adsorpsi

Penentuan energi aktivasi (Ea) Mulai

21 (μg β-karoten/ml olein sawit kasar) atau dalam International Unit (IU) sebagai suatu takaran vitamin A adalah 1 IU = 0,6 µg β-karoten. Adsorben yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentonit dan sebagai adsorben pembanding digunakan arang aktif. Penjelasan dari tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

(a)Karakterisasi

Karakterisasi yang dilakukan antara lain terhadap olein sawit kasar dan adsorben yang digunakan (bentonit dan arang aktif). Karakterisasi olein sawit kasar terdiri dari penentuan kadar asam lemak bebas (%) (AOAC, 1999) serta indeks bias (Apriyantono et al., 1989). Prosedur karakterisasi terhadap olein sawit kasar dapat dilihat pada Lampiran 2. Karakterisasi terhadap adsorben yang digunakan meliputi ukuran partikel, bentuk dan warna visual. Bentonit dan arang aktif yang diayak dengan vibrating screen yang mempunyai ukuran 150 mesh.

(b)Penentuan Kondisi Kesetimbangan Adsorpsi

Penentuan kondisi kesetimbangan adsorpsi dilakukan dengan memplotkan nilai konsentrasi β-karoten dalam olein sawit kasar (c) dengan lama adsorpsi (t). Kondisi kesetimbangan diperoleh apabila tidak terjadi penurunan lagi terhadap konsentrasi β-karoten dalam olein pada lama adsorpsi tertentu. Parameter yang ditentukan pada saat tercapai kondisi kesetimbangan adalah lama adsorpsi (menit) dan nilai konsentrasi β-karoten dalam olein sawit kasar (μg/ml).

Selanjutnya dapat diketahui hubungan antara konsentrasi penyerapan β-karoten dalam adsorben (q) dengan konsentrasi β-karoten dalam olein sawit kasar (c) dengan menggunakan model isoterm adsorpsi. Perhitungan nilai q dapat dilihat pada persamaan :

22

(

)

m V x c c q= 0t Keterangan :

q = konsentrasi penyerapan β-karoten dalam adsorben (μg/g) c0 = konsentrasi awal β-karoten dalam olein sawit kasar (μg/ml)

ct = konsentrasi β-karoten dalam olein pada lama adsorpsi tertentu

(μg/ml)

V = volume olein sawit kasar (ml) m = massa adsorben (g)

(c) Penentuan Konstanta Laju Adsorpsi (k)

Nilai konstanta laju adsorpsi (k) dapat ditentukan dengan cara memplotkan nilai konsentrasi penyerapan β-karoten dalam adsorben (q) dengan nilai konsentrasi β-karoten dalam olein (c) pada persamaan Langmuir dan Freundlich.

Plot dari 1/q dan 1/c menghasilkan bentuk linear dari model Langmuir. Persamaan linear tersebut dapat dilihat pada persamaan 1 :

maks maks c q q k q 1 1 1 + = ...(1) Kemiringan atau slope dari hasil regresi linear persamaan 1 menghasilkan nilai k/qmaks dimana k merupakan konstanta laju adsorpsi

dan intersepnya menunjukkan nilai 1/qmaks. Plot dari log q dan log c

menghasilkan bentuk linear dari model Freundlich. Persamaan linear tersebut dapat dilihat pada persamaan 2 :

c n k

q log f log

log = + ...(2) Kemiringan atau slope dari hasil regresi linear persamaan 2 merupakan nilai n dan intersepnya menunjukkan nilai konstanta laju adsorpsi (kf). Parameter kinetika adsorpsi yang dihasilkan dari

23 Tabel 6. Penentuan parameter kinetika adsorpsi dari regresi linear

hubungan antara q dan c pada model isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich

Perlakuan Model Isoterm Adsorpsi

Langmuir Freundlich Jenis Adsorben Suhu [°C] qmaks k r 2 n kf r2 Bentonit 40 qmaks1 k1 r2 n1 kf1 r2 50 qmaks2 k2 r2 n2 kf2 r2 60 qmaks3 k3 r2 n3 kf3 r2 Arang Aktif 40 qmaks4 k4 r2 n4 kf4 r2 50 qmaks5 k5 r2 n5 kf5 r2 60 qmaks5 k6 r2 n6 kf6 r2

(d)Penentuan Energi Aktivasi (Ea)

Nilai energi aktivasi (Ea) dapat ditentukan dengan cara memplotkan nilai konstanta laju adsorpsi (k) dan suhu (T) dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Rancangan percobaan dari penentuan nilai energi aktivasi dapat dilihat pada Tabel 7. Plot antara ln k dan 1/T menghasilkan bentuk linear dari model Arrhenius yang dapat dilihat pada persamaan 3 :

Ao R Ea T k 1 ln ln ⎟+ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = ...(3) Keterangan :

k = konstanta laju adsorpsi T = suhu mutlak (Kelvin) Ea = energi aktivasi (kcal/mol)

R = konstanta tetapan gas (1,987 cal/K.mol)

Ao = konstanta proporsionalitas (besarnya tergantung dari frekuensi

24 Tabel 7. Penentuan nilai energi aktivasi pada bentonit dan arang aktif

Perlakuan Konstanta Laju

Adsorpsi [(b%)-1(menit)-1]

Energi Aktivasi [kcal/mol]

Jenis Adsorben Suhu

[°C] Bentonit 40 k1 Ea1 50 k2 60 k3 Arang Aktif 40 k4 Ea2 50 k5 60 k6

(e) Penentuan Kualitas Adsorpsi

Kualitas adsorpsi terdiri atas selektivitas adsorpsi dan kemampuan adsorben untuk melepaskan komponen β-karoten. Selektivitas adsorpsi dapat diketahui berdasarkan penyerapan komponen β-karoten, α-tokoferol dibandingkan dengan komponen lain yang terdapat dalam olein selama 171 menit. Parameter kualitas adsorpsi lain yang digunakan adalah kadar asam lemak bebas dan indeks bias. Selain itu, kemampuan adsorben untuk melepaskan β-karoten dilihat dari persentase desorpsinya pada berbagai jenis pelarut. Penentuan nilai absorbansi β-karoten dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer dan penentuan nilai konsentrasi α-tokoferol menggunakan High Performance Liquid Chromatrography (HPLC). Contoh larutan preparasi HPLC ditambahkan BHT. Prosedur penentuan kualitas adsorpsi dapat dilihat pada Lampiran 2.

2. Prosedur Percobaan

Perbandingan antara adsorben dengan olein sawit kasar yang digunakan adalah 1:3. Campuran adsorben dengan olein tersebut disiapkan di dalam reaktor berpengaduk berkapasitas 2 l. Skema dan foto reaktor berpengaduk dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Proses adsorpsi dilakukan pada tiga kondisi suhu, yaitu 40°C, 50°C dan 60°C. Kecepatan pengadukan yang digunakan adalah 120 rpm. Contoh diambil melalui

25 saluran pengambilan contoh pada lama adsorpsi tertentu secara kontinyu selama 171 menit. Selanjutnya contoh disaring dengan kertas saring dan menggunakan pompa vakum. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan adsorben yang telah mengandung β-karoten dengan olein. Diagram alir adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Diagram alir adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar Pencampuran adsorben (300 gram)

dengan olein (900 ml) dalam reaktor berpengaduk (Kecepatan pengadukan =120 rpm; suhu = 40, 50, 60°C; lama adsorpsi = 171 menit)

Mulai

Penyaringan

Pengambilan contoh pada lama adsorpsi (menit) tertentu

Selesai Analisis

(konsentrasi β-karoten, konsentrasi α-tokoferol, kadar asam lemak bebas, indeks bias

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK OLEIN SAWIT KASAR

Karakterisasi terhadap olein sawit kasar dilakukan untuk mengetahui sifat fisikokimianya. Hasil karakterisasi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Karakteristik sifat fisikokimia olein sawit kasar

Karakteristik Nilai Standar Mutu* Kadar Asam Lemak Bebas (%) 5,10 Maks. 5

Indeks Bias 26,9oC 1,4619 -

Sumber : *SNI (1998)

Kadar asam lemak bebas atau %FFA menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terkandung di dalam 1 mg olein. Asam lemak bebas dalam minyak atau lemak dapat terbentuk dari hasil reaksi hidrolisis. Tinggi rendahnya kandungan asam lemak bebas dapat dipengaruhi oleh adanya reaksi hidrolisis tersebut. Berdasarkan hasil karakterisasi dapat diketahui bahwa olein sawit kasar yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar asam lemak bebas sebesar 5,10%. Nilai tersebut menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan standar mutu yang ditentukan oleh SNI tahun 1998, yaitu sebesar 5%.

Indeks bias dalam pengujian minyak dan lemak digunakan untuk menentukan kemurnian dan derajat ketidakjenuhan minyak atau lemak. Indeks bias dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kadar asam lemak bebas, proses oksidasi dan suhu. Nilai indeks bias yang didapatkan dari hasil karakterisasi adalah 1,4619. Semakin besar nilai indeks bias menunjukkan semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap di dalam minyak.

27 B. KARAKTERISTIK ADSORBEN

Adsorben yang digunakan untuk penelitian ini adalah bentonit dengan arang aktif sebagai adsorben pembanding. Karakterisasi terhadap adsorben dilakukan dengan mengamati sifat fisik yang meliputi ukuran partikel, bentuk, dan warna visual. Hasil karakterisasi dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Karakteristik sifat fisik adsorben Jenis

Adsorben

Karakteristik Ukuran Partikel

(mesh) Bentuk Warna

Bentonit 150 Serbuk Putih kecoklatan

Arang Aktif 150 Serbuk Hitam

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa kedua jenis adsorben yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai ukuran partikel sebesar 150 mesh dan berbentuk serbuk. Ukuran partikel sebesar 150 mesh tergolong ke dalam ukuran yang sangat kecil. Ukuran partikel dari bentonit yang biasa digunakan untuk mendapatkan hasil adsorpsi yang optimal berkisar 100-325 mesh (www.nusagri.com). Adsorben dengan bentuk serbuk mempunyai luas permukaan kontak yang besar dengan bahan yang diadsorpsi sehingga digunakan untuk proses adsorpsi campuran cair (Bernasconi et al., 1995). Menurut Ketaren (1986), daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika adsorben tersebut mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air tinggi, ukuran partikel halus dan pH adsorben mendekati netral.

C. KONDISI KESETIMBANGAN

Kondisi kesetimbangan dapat diartikan keadaan dimana dua proses yang berlawanan terjadi dengan laju yang sama. Ciri suatu sistem pada kesetimbangan adalah adanya nilai tertentu yang tidak berubah dengan berubahnya waktu (Petrucci, 1995). Bernasconi (1985) menambahkan keadaan kesetimbangan pada proses sorpsi dipengaruhi oleh suhu dan massa.

28 Proses adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar merupakan suatu kondisi dimana pigmen kuning kemerahan dalam olein sawit kasar secara selektif dijerap pada permukaan pori adsorben. Nilai konsentrasi β-karoten dalam olein yang semakin menurun menunjukkan semakin banyaknya komponen β-karoten dalam olein sawit kasar yang terserap oleh adsorben. Semakin rendah nilai konsentrasi β-karoten dalam olein dapat menunjukkan proses adsorpsi yang berjalan dengan baik. Hubungan antara penurunan konsentrasi β-karoten dalam olein dengan lama adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 7.

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 Lama Adsorpsi [menit]

K o n sen tr as i β -k ar o ten d al am O le in [ μ g/ ml ] .

Gambar 7. Hubungan antara penurunan konsentrasi β-karoten dalam olein dengan lama adsorpsi ( , pada bentonit suhu 40°C; , pada bentonit suhu 50°C; , pada bentonit suhu 60°C; , pada arang aktif suhu 40°C; , pada arang aktif suhu 50°C; , pada arang aktif suhu 60°C)

Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa nilai konsentrasi β-karoten dalam olein semakin menurun seiring dengan lamanya proses

29 adsorpsi. Penurunan tersebut dapat terlihat pada tiap kondisi suhu dan kedua jenis adsorben. Kondisi kesetimbangan tercapai apabila pada lama adsorpsi tertentu nilai konsentrasi β-karoten dalam olein tidak mengalami penurunan lagi. Konsentrasi β-karoten dalam olein yang menurun seiring dengan semakin lamanya waktu menyebabkan konsentrasi β-karoten yang diserap dalam adsorben meningkat sehingga adsorben mengalami kapasitas jenuh penyerapan. Gambar perubahan warna pada bentonit dan olein sawit kasar sebelum dan sesudah adsorpsi dapat dilihat pada Lampiran 5.

Selanjutnya dapat diketahui bahwa pada masing-masing suhu reaksi dan jenis adsorben diperoleh kondisi kesetimbangan yang berbeda. Nilai konsentrasi β-karoten dalam olein pada kondisi kesetimbangan untuk masing- masing kondisi suhu dan jenis adsorben disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai konsentrasi β-karoten dalam olein pada kondisi kesetimbangan untuk masing-masing kondisi suhu dan jenis adsorben

Perlakuan Lama Tercapainya Kesetimbangan

[menit]

Konsentrasi β-karoten dalam

Olein [μg/ml] Jenis Adsorben Suhu

[°C] Bentonit 40 20 68 50 20 44 60 18 32 Arang Aktif 40 22 45 50 22 60 60 19 85

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa semakin tinggi suhu menyebabkan lama tercapainya kesetimbangan (menit) yang semakin cepat pada bentonit dan arang aktif. Di lain hal, seiring dengan meningkatnya suhu adsorpsi, konsentrasi β-karoten dalam olein pada kondisi kesetimbangan semakin menurun pada penggunaan bentonit, sedangkan pada arang aktif nilai konsentrasi β-karoten dalam olein justru semakin meningkat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa suhu dan jenis adsorben mempengaruhi laju adsorpsi dan kondisi kesetimbangan proses adsorpsi tersebut. Penentuan terhadap kondisi kesetimbangan dapat dilihat pada Lampiran 6.

30 Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui perolehan lama tercapainya kesetimbangan pada bentonit lebih cepat dibandingkan dengan arang aktif pada kondisi suhu 40°C. Namun, nilai konsentrasi β-karoten dalam olein pada bentonit lebih tinggi dibandingkan dengan arang aktif. Adsorben yang terlalu kering menyebabkan daya kombinasi dengan air terikat pada struktur molekulnya hilang sehingga mengurangi daya penyerapan terhadap zat warna (Ketaren, 1986). Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah luas permukaan bentonit yang lebih kecil dibandingkan dengan arang aktif dan pada kondisi suhu 40°C pori-pori bentonit belum sepenuhnya teraktifkan sehingga kemampuan penyerapannya masih kurang.

Daya adsorpsi yang besar pada arang aktif dapat disebabkan arang mempunyai pori-pori dalam jumlah besar dan luas permukaan yang besar. Sifat fisik tersebut menyebabkan arang memiliki kemampuan untuk menyerap molekul organik dari larutan atau gas lebih banyak dibandingkan dengan bleaching earth. Adsorpsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap.

Lama tercapainya kesetimbangan pada arang aktif lebih lambat dibandingkan bentonit dan konsentrasi β-karoten dalam olein pada arang aktif lebih tinggi dibandingkan dengan bentonit pada kondisi suhu 50°C dan 60°C. Peningkatan suhu akan mampu memperbesar pori-pori yang terdapat pada adsorben sehingga mampu meningkatkan kemampuan adsorpsinya. Apabila dalam suatu larutan mengandung lebih dari satu macam zat yang dapat diadsorpsi, maka zat tersebut akan bersaing menempati permukaan atau pori- pori dari adsorben tersebut. Berdasarkan nilai kondisi kesetimbangan, bentonit merupakan adsorben selektif yang mampu menyerap komponen β-karoten dibandingkan dengan zat warna lain. Oleh karena itu, komponen yang teradsorpsi oleh bentonit pada kondisi suhu yang lebih tinggi merupakan β-karoten. Proses pemucatan gabungan antara perlakuan panas dengan arang aktif dapat menimbulkan senyawa-senyawa penghasil warna baru seperti hasil oksidasi tokoferol. Arang aktif tidak tergolong ke dalam adsorben selektif sehingga zat warna lain akan ikut teradsorpsi sehingga arang aktif lebih cepat jenuh oleh zat warna lain dan kurang menyerap komponen β-karoten. Menurut

31 Djatmiko et al. (1985), apabila struktur molekul dari dua macam zat sama, maka yang berat molekulnya lebih besar akan lebih banyak diserap oleh arang aktif. Tetapi, apabila struktur molekulnya tidak sama maka adsorpsinya lebih dipengaruhi oleh susunan molekul.

Struktur bentonit terdiri dari rantai silika ganda yang berikatan dengan oksigen yang merupakan gugus kurang polar. Ion aluminium yang berada di pusat berikatan dengan oksigen dan gugus hidroksil yang merupakan gugus polar (Grim, 1968). Gugus kurang polar yang terdapat dalam bentonit inilah yang berfungsi di dalam proses adsorpsi fisik pada pengikatan β-karoten. Menurut Chu et al. (2004) ikatan yang kurang polar merupakan ikatan antara silika dengan oksigen (Si-O-Si) yang disebut siloksan. Sebagian besar dari molekul β-karoten yang merupakan gugus nonpolar akan diadsorpsi oleh ikatan siloksan yang kurang polar. Jenis ikatan yang terjadi pada bentonit dan β-karoten adalah van der Waals, dimana ikatan yang terjadi tergolong lemah. Gaya van der Waals yang terjadi pada saat terjadi adsorpsi di permukaan silika timbul sebagai akibat interaksi dipol-dipol. Interaksi dipol-dipol ini menimbulkan gaya tarik menarik antara muatan yang berlainan tanda dan tolak menolak antara muatan yang sama. Molekul non polar saling ditarik oleh interaksi dipol-dipol yang lemah yang disebut gaya London.

Menurut Caffaro (1978) dalam Bale-Therik (1992) bentonit mempunyai atom Si yang kekurangan satu elektron sehingga mudah menerima kation, yaitu atom H pada β-karoten. Keadaan ini disebut dengan kemampuan pertukaran kapasitas ion. Karotenoid memiliki sifat proton aseptor sehingga cenderung menarik kation dari luar. Menurut Hendricks (1940) dalam Harter (1986), pertukaran ion-ion positif terjadi diantara lapisan aluminium silikat hidrous yang melewati pusat dari ion-ion oksigen. Interaksi yang terjadi diantara permukaan atom dan ion oksigen pada permukaan silika tersebut adalah van der Waals.

Proses adsorpsi pada arang aktif mempunyai ikatan fisik yang kuat pada struktur porinya. Ikatan yang terjadi bisa digolongkan ke dalam ikatan London atau van der Waals. Penyerapan β-karoten dapat terjadi akibat interaksi dari

32 permukaan arang aktif lebih kuat dibandingkan dengan interaksi yang menyebabkan β-karoten tetap terlarut pada olein.

Hui (1996) menyatakan teori dari proses adsorpsi pada suhu yang rendah, seperti pemucatan (bleaching), lebih disebabkan oleh ikatan intermolekular daripada pembentukan ikatan kimia baru. Ikatan yang terbentuk antara adsorben dan zat warna relatif lemah dan disebut dengan ikatan van der Waals. Pengamatan tersebut mengindikasikan bahwa mekanisme adsorpsinya adalah secara fisik. Swern (1982) menambahkan cukup untuk menyatakan adsorpsi sebagai fenomena permukaan, bergantung dari adanya afinitas spesifik antara adsorben dan zat yang diadsorpsi.

Grafik hubungan antara penurunan konsentrasi β-karoten dalam olein dengan lama adsorpsi merupakan data percobaan yang digunakan untuk menentukan konsentrasi penyerapan β-karoten dalam fase padat (adsorben). Hubungan antara konsentrasi β-karoten dalam olein dan konsentrasi β-karoten dalam adsorben dapat dilihat pada Gambar 8.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195

Kons e ntras i β-karote n dalam ole in [μg/ml]

Ko n se n tr a si β -k a r ot en d a la m A d so rb e n [ μ g/ g ]

Gambar 8. Hubungan antara konsentrasi penyerapan β-karoten dalam adsorben dengan konsentrasi β-karoten dalam olein ( , pada bentonit suhu 40°C; , pada bentonit suhu 50°C; , pada bentonit suhu 60°C; , pada arang aktif suhu 40°C; , pada arang aktif suhu 50°C; , pada arang aktif suhu 60°C)

33 Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa konsentrasi β-karoten dalam olein yang menurun seiring dengan lama adsorpsi menyebabkan konsentrasi penyerapan β-karoten dalam adsorben meningkat. Penyerapan terhadap komponen β-karoten ke dalam adsorben semakin lama menyebabkan adsorben tersebut tidak mampu untuk menyerap lagi. Kondisi tersebut merupakan kondisi setimbang dimana adsoben mengalami kapasitas jenuh penyerapan. Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui kuantitas adsorpsi yang lebih besar terjadi pada suhu yang lebih tinggi pada penggunaan bentonit. Hal yang berlawanan terjadi pada arang aktif dimana kuantitas adsorpsi yang besar terjadi pada suhu yang rendah.

Gambar 8 menunjukkan isoterm adsorpsi yang berbentuk cekung ke atas atau disebut kurva unfavorable pada kedua jenis adsorben. Bentuk isoterm adsorpsi berhubungan dengan nilai efisiensi dari adsorpsi. Jenis kurva unfavorable mempunyai nilai indeks efisiensi adsorpsi (n) yang lebih dari satu. Hubungan antara konsentrasi pada fase fluida dan konsentrasi di dalam adsorben yang unfavorable menunjukkan bahwa pemuatan zat padatnya relatif rendah. Oleh karena itu, zona perpindahan massa di dalam hamparan cukup panjang sehingga proses desorpsinya akan memerlukan suhu yang lebih rendah.

McCabe et al. (1989) menyatakan bahwa semua sistem menunjukkan gejala berkurangnya kuantitas yang diadsorpsi pada suhu yang lebih tinggi. Zona perpindahan massa dapat diartikan sebagai daerah dimana sebagian besar perubahan konsentrasi berlangsung. Lebar zona perpindahan massa bergantung pada laju perpindahan massa, laju aliran dan bentuk kurva kesetimbangan. Jika zona perpindahan massa pada hamparan cukup panjang dapat mengakibatkan penggunaan adsorben yang tidak efisien dan dapat menambah biaya energi untuk melakukan regenerasi adsorben. Bentuk kurva yang paling dikehendaki pada proses industri adalah yang berbentuk irreversible dibandingkan bentuk kurva very favorable, unfavorable, dan linear. Hal ini dikarenakan kuantitas yang diadsorpsi tidak bergantung pada konsentrasi adsorbat dan mengurangi biaya energi untuk regenerasi (McCabe et al., 1999).

34 D. KINETIKA ADSORPSI

Kinetika kimia dapat membantu didalam menggambarkan berapa lama suatu reaksi terjadi. Untuk suatu proses industri, mungkin akan dipilih reaksi yang memberikan sedikit hasil tetapi berlangsung cepat daripada reaksi alternatif lain yang menghasilkan senyawa yang sama. Bagian dari kinetika kimia antara lain adalah kebutuhan untuk mampu mengukur, mengendalikan, dan bila mungkin meramalkan laju reaksi kimia. Selain itu, kinetika kimia dapat membantu unuk mengambil kesimpulan mengenai mekanisme suatu reaksi (Petrucci, 1985). Hasil kinetika adsorpsi selanjutnya berguna untuk menetapkan kondisi operasi, metoda pengendalian, kebutuhan peralatan dan teknologi suatu proses sehingga dapat dimanfaatkan untuk merancang proses yang sesuai. Peramalan laju reaksi kimia didasarkan pada persamaan matematika, dalam penelitian ini digunakan model isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich.

1. Konstanta Laju Adsorpsi

Hubungan penurunan konsentrasi β-karoten dalam olein dengan konsentrasi β-karoten dalam adsorben merupakan data percobaan yang digunakan untuk penentuan laju adsorpsi β-karoten olein sawit kasar. Data percobaan tersebut kemudian dihubungkan secara linear pada model isoterm adsorpsi, yaitu Langmuir dan Freundlich sehingga didapatkan konstanta laju adsorpsi (k). Model isoterm Langmuir dan Freundlich merupakan persamaan yang lazim digunakan untuk menggambarkan data adsorpsi dari suatu larutan. Kemungkinan orde reaksi dari kedua model tersebut adalah semi orde pertama. Tidak semua data percobaan dapat sesuai dengan penggunaan model isoterm adsorpsi Langmuir ataupun Freundlich karena masing-masing model memiliki asumsi tersendiri.

Regresi merupakan persamaan matematika yang menduga hubungan antara satu peubah bebas (dalam hal ini konsentrasi β-karoten dalam olein yang kemudian disebut c) dengan satu peubah tak bebas (dalam hal ini

35 konsentrasi β-karoten dalam adsorben yang kemudian disebut q). Regresi hubungan antara q dengan c ditransformasikan mengikuti bentuk persamaan garis lurus (linear). Sementara itu, ukuran untuk melihat tingkat kesesuaian dengan data percobaan ditentukan berdasarkan koefisien determinasi (r2) terbesar. Nilai parameter adsorpsi isotermal menggunakan model Langmuir dan Freundlich untuk masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Parameter kinetika adsorpsi isotermal β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan bentonit dan arang aktif

Perlakuan Model Isoterm Adsorpsi

Langmuir Freundlich Jenis Adsorben Suhu [°C] qmaks k r 2 n kf r2 Bentonit 40 -8,62 -141,97 0,9656 2,98 2,81 x 10-5 0,9778 50 -55,56 -311,77 0,9982 1,37 5,33 x 10-2 0,9979 60 -70,92 -332,12 0,9708 1,49 3,36 x 10-2 0,9422 Arang Aktif 40 -26,81 -89,12 0,9398 2,97 3,04 x 10-4 0,9131 50 -11,52 -113,25 0,9391 2,84 1,29 x 10-4 0,974 60 -25,58 -192,91 0,9771 1,85 6,16 x 10-3 0,9899

Penentuan penggunaan model isoterm adsorpsi yang sesuai untuk kedua jenis adsorben dapat diketahui dengan melihat koefisien determinasi (r2) terbesar, namun data penelitian tidak memiliki kesesuaian dengan model Langmuir. Hal tersebut dapat terlihat pada Tabel 11 dimana nilai konstanta laju adsorpsi (k) dan qmaks bernilai negatif untuk kedua jenis

adsorben dan pada tiga kondisi suhu. Data percobaan memiliki tingkat kesesuaian terbaik dengan model isoterm Freundlich. Model isoterm Freundlich menunjukkan lapisan adsorbat yang terbentuk pada permukaan adsorben adalah multilayer. Hal tersebut berkaitan dengan ciri-ciri dari adsorpsi secara fisika dimana adsorpsi dapat terjadi pada banyak lapisan (multilayer) (en.wikipedia.org). Model isoterm Freundlich juga menjelaskan bahwa proses adsorpsi pada bagian permukaan adalah

Dokumen terkait