KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-KAROTEN
DARI OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN BENTONIT
Oleh:
R. INDRI RESPATI HAYUNINGTYAS F34102087
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
R. Indri R. Hayuningtyas. F34102087. Kinetika Adsorpsi Isotermal β-karoten dari Olein Sawit Kasar dengan Menggunakan Bentonit. Di bawah bimbingan Muslich dan Prayoga Suryadarma. 2006.
RINGKASAN
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman golongan palma yang dapat menghasilkan minyak. Nilai tambah yang diperoleh minyak sawit kasar adalah sebagai salah satu sumber penghasil karotenoid terkaya untuk menghasilkan retinol (provitamin A). Minyak sawit kasar mengandung sekitar 15 sampai 300 retinol lebih banyak dibandingkan dengan wortel, sayuran berdaun hijau dan tomat.
Minyak kelapa sawit terdiri dari fraksi cair yang disebut dengan olein dan fraksi padat yang disebut stearin. Olein sawit kasar diperoleh melalui fraksinasi minyak kelapa sawit (crude palm oil) dan belum mengalami proses pemurnian. Penampakan olein sawit kasar yang berwarna kuning kemerahan disebabkan kandungan karotenoidnya yang tinggi. Olein sawit kasar mempunyai jumlah karotenoid yang berkisar antara 680-760 ppm.
Industri minyak goreng melakukan proses pemurnian yang salah satu tujuannya untuk mendapatkan produk akhir minyak goreng yang jernih. Pemucatan atau bleaching merupakan salah satu tahap pada proses pemurnian yang bertujuan untuk mengurangi pigmen warna, suspensi koloid (gum dan resin), bahan-bahan oksidatif dan trace metals yang terdapat dalam minyak sawit. Proses pemucatan tersebut secara tidak langsung dapat mengakibatkan kerusakan atau kehilangan terhadap komponen yang berguna dalam minyak, seperti alfa, beta, gamma karoten dan likopen. Di lain pihak, komponen yang berguna tersebut khususnya β-karoten sangat potensial sebagai sumber provitamin A. Salah satu cara untuk mengupayakan pengambilan kembali komponen β-karoten yang terkandung dalam minyak sawit yaitu dengan adsorpsi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi kesetimbangan adsorpsi isotermal β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan bentonit dan arang aktif. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan nilai parameter kinetika adsorpsi isotermal β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan bentonit dan arang aktif, yaitu konstanta laju adsorpsi (k) dan energi aktivasi (Ea).
dihasilkan dari regresi linear antara konstanta laju adsorpsi (k) dan suhu (T) dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Kualitas adsorpsi diperoleh berdasarkan keselektifan adsorben dalam mengadsorpsi komponen β-karoten, α-tokoferol dan asam lemak bebas. Kemampuan adsorben untuk melepaskan komponen β-karoten (desorpsi) juga dilakukan dengan menggunakan pelarut heksan, isopropanol dan etanol.
Karakteristik olein sawit kasar antara lain kadar asam lemak bebas (5,10%) dan indeks bias (1,4619). Bentonit dan arang aktif yang digunakan mempunyai ukuran partikel 150 mesh. Kondisi kesetimbangan yang dicapai oleh bentonit pada
suhu 40°C (20 menit; konsentrasi 68 μg/ml), 50°C (20 menit; konsentrasi 40 μg/ml) dan 60°C (18 menit, konsentrasi 32 μg/ml). Kondisi kesetimbangan
yang dicapai oleh arang aktif pada suhu 40°C (22 menit; konsentrasi 45 μg/ml),
50°C (22 menit; konsentrasi 60 μg/ml) dan 60°C (19 menit, konsentrasi 85 μg/ml).
Model adsorpsi isotermal yang sesuai dengan data percobaan adalah model persamaan Freundlich. Nilai konstanta laju adsorpsi (k) yang diperoleh bentonit pada suhu 40°C (2,81 x 10-5 ml (g)-1), 50°C (5,33 x 10-2 ml (g)-1) dan 60°C (3,36 x 10-2 ml (g)-1). Nilai konstanta laju adsorpsi (k) yang diperoleh arang
aktif pada suhu 40°C (3,04 x 10-4 ml (g)-1), 50°C (1,29 x 10-4 ml (g)-1) dan 60°C (6,16 x 10-3 ml (g)-1). Nilai energi aktivasi (Ea) yang diperoleh bentonit sebesar 74,28 kcal/mol dan arang aktif sebesar 30,04 kcal/mol.
R. Indri R. Hayuningtyas. F34102087. Kinetics of Isothermal Adsorption of β-carotene from Crude Palm Olein Using Bentonite. Supervised by Muslich and Prayoga Suryadarma. 2006.
SUMMARY
Oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) is one of plant species from the palmae family that can produce oil. Added value that crude palm oil obtain is one of the richest source of carotenoids which can be used to produce retinol (provitamin A). Crude palm oil contains about 15 to 300 times more retinol equivalent than carrots, green leafy vegetables and tomatoes.
Palm oil consists of liquid fraction called olein and solid fraction called stearin. Crude palm olein is obtain from the fractionation of crude palm oil and it has not through the refinery proccess. The yellow-reddish color of crude palm olein occurs because of the large amount of carotenoids content. Crude palm olein contains a significant number of carotenoids, for about 680-760 ppm.
Cooking oil industries do the refining process which one of the intention is to obtain a pure final product of cooking oil. Bleaching is a stage of refinery process that removes colored pigments, colloid suspensions (gum and resin), oxidative materials and trace metals from palm oil. Bleaching process can cause some degradations or even losses of cooking oil compounds such as alpha, beta, gamma carotene and lycopene. In other side, those compounds especially β-carotene is potential as a source of provitamin A. Adsorption is one of the various methods to recover β-carotene compounds from palm oil.
The objectives of this research are to obtain the equilibrium condition and the value of kinetics parameters, which are adsorption rate constanta (k) and activation energy (Ea) of isothermal adsorption of β-carotene from crude palm olein using bentonite and activated carbon.
Kinetics of isothermal adsorption of β-carotene from crude palm olein was done at temperature conditions of 40°C, 50°C and 60°C. Equilibrium condition was obtained from the relation between β-carotene concentration decrease in olein (μg/ml) and adsorption time (minute). Equilibrium condition was achieved when the adsorption time no longer improve the decrease of β-carotene concentration in olein (μg/ml). The adsorption rate constanta (k) was determined by the linear regression between the concentration of β-carotene in adsorbent (μg/g) and concentration of β-carotene in olein (μg/ml). Selection of the highest value of the determination coefficient (r2) was done to choose the fit adsorption isothermal model with the experimental data. The activation energy (Ea) was obtained by using the linear regression between adsorption rate constanta (k) and temperature (T) with the Arrhenius equation. Adsorption quality was obtained by the selectivity of adsorbent to adsorp β-carotene, α-tocopherol and free fatty acid. The ability of adsorbent to release β-carotene by desorption process was done with various eluents, such as hexane, isopropanol and ethanol.
experiment have the 150 mesh particel size. Equilibrium condition achieved by bentonite at temperature 40°C (20 minutes; concentration 68 μg/ml), 50°C (20 minutes; concentration 40 μg/ml) and 60°C (18 minutes, concentration 32 μg/ml). While the equilibrium condition achieved by activated carbon at
temperature 40°C (22 minutes; concentration 45 μg/ml), 50°C (22 minutes; concentration 60 μg/ml) and 60°C (19 minutes, concentration 85 μg/ml).
Freundlich isotherm model showed a good fit and appropriate with the
experimental data. The adsorption rate constanta for bentonite at temperature 40°C (2,81 x 10-5 ml (g)-1), 50°C (5,33 x 10-2 ml (g)-1) and 60°C (3,36 x 10-2 ml (g)-1). While the adsorption rate constanta for activated carbons
at temperature 40°C (3,04 x 10-4 ml (g)-1), 50°C (1,29 x 10-4 ml (g)-1) and 60°C (6,16 x 10-3 ml (g)-1). Activation energy (Ea) value for bentonite was 74,28 kcal/mol and activated carbon was 30,04 kcal/mol.
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul
“Kinetika Adsorpsi Isotermal β-karoten dari Olein Sawit Kasar dengan Menggunakan Bentonit” adalah hasil karya Saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Januari 2007
Yang membuat pernyataan,
KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-KAROTEN
DARI OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN BENTONIT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
R. INDRI RESPATI HAYUNINGTYAS F34102087
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-KAROTEN
DARI OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN BENTONIT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
R. INDRI RESPATI HAYUNINGTYAS F34102087
Dilahirkan pada tanggal 7 September 1984
di Bogor
Tanggal lulus : 17 Januari 2007
Menyetujui,
Bogor, Januari 2007
Ir. Muslich, MSi Pembimbing Akademik I
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 September 1984. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, putri dari pasangan Joko Purwanto (Alm) dan R. Zulfaridaningsih. Pada tahun 1996, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah
dasar di SDN Polisi IV Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di SLTPN 4 Bogor pada tahun 1999. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Bogor dan lulus pada tahun 2002.
Penulis diterima pada program sarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA). Selama kuliah di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Analisis Bahan dan Produk Agroindustri periode 2006/2007.
Semasa kuliah penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin) dan pernah menjabat sebagai Bendahara Umum (2003/2004) dan Staf Departemen Hubungan Masyarakat (2004/2005). Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti Lepas Landas Sarjana Fateta (2004), Sportin (2004), Seminar ISO 14001 (2004),
Hari Warga Industri (HAGATRI) (2004), Techno-F (2004), Seminar Six Sigma (2005) dan sebagai pemimpin umum buletin MIND TIN (2005). Penulis mengikuti pendidikan non formal English Conversation and TOEFL Preparation di Global Reach College Bogor (2006).
Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2005 dengan topik
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur bagi Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Kinetika Adsorpsi Isotermal β-karoten dari Olein Sawit Kasar dengan Menggunakan Bentonit”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi
Industri Pertanian.
Suatu kehormatan tersendiri bagi penulis, selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini banyak mendapat arahan dan bantuan dari berbagai pihak.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Ir. Muslich, MSi dan Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku Dosen
Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan arahan dan
bimbingan,
2. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran untuk penyempurnaan skripsi ini,
3. Pimpinan dari PT. Sari Dumai Sejati, dan
4. Direktorat Jenderal Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional atas
bantuan yang diberikan.
Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Saran dan
kritik yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan selanjutnya. Terima
kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-KAROTEN
DARI OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN BENTONIT
Oleh:
R. INDRI RESPATI HAYUNINGTYAS F34102087
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
R. Indri R. Hayuningtyas. F34102087. Kinetika Adsorpsi Isotermal β-karoten dari Olein Sawit Kasar dengan Menggunakan Bentonit. Di bawah bimbingan Muslich dan Prayoga Suryadarma. 2006.
RINGKASAN
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman golongan palma yang dapat menghasilkan minyak. Nilai tambah yang diperoleh minyak sawit kasar adalah sebagai salah satu sumber penghasil karotenoid terkaya untuk menghasilkan retinol (provitamin A). Minyak sawit kasar mengandung sekitar 15 sampai 300 retinol lebih banyak dibandingkan dengan wortel, sayuran berdaun hijau dan tomat.
Minyak kelapa sawit terdiri dari fraksi cair yang disebut dengan olein dan fraksi padat yang disebut stearin. Olein sawit kasar diperoleh melalui fraksinasi minyak kelapa sawit (crude palm oil) dan belum mengalami proses pemurnian. Penampakan olein sawit kasar yang berwarna kuning kemerahan disebabkan kandungan karotenoidnya yang tinggi. Olein sawit kasar mempunyai jumlah karotenoid yang berkisar antara 680-760 ppm.
Industri minyak goreng melakukan proses pemurnian yang salah satu tujuannya untuk mendapatkan produk akhir minyak goreng yang jernih. Pemucatan atau bleaching merupakan salah satu tahap pada proses pemurnian yang bertujuan untuk mengurangi pigmen warna, suspensi koloid (gum dan resin), bahan-bahan oksidatif dan trace metals yang terdapat dalam minyak sawit. Proses pemucatan tersebut secara tidak langsung dapat mengakibatkan kerusakan atau kehilangan terhadap komponen yang berguna dalam minyak, seperti alfa, beta, gamma karoten dan likopen. Di lain pihak, komponen yang berguna tersebut khususnya β-karoten sangat potensial sebagai sumber provitamin A. Salah satu cara untuk mengupayakan pengambilan kembali komponen β-karoten yang terkandung dalam minyak sawit yaitu dengan adsorpsi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi kesetimbangan adsorpsi isotermal β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan bentonit dan arang aktif. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan nilai parameter kinetika adsorpsi isotermal β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan bentonit dan arang aktif, yaitu konstanta laju adsorpsi (k) dan energi aktivasi (Ea).
dihasilkan dari regresi linear antara konstanta laju adsorpsi (k) dan suhu (T) dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Kualitas adsorpsi diperoleh berdasarkan keselektifan adsorben dalam mengadsorpsi komponen β-karoten, α-tokoferol dan asam lemak bebas. Kemampuan adsorben untuk melepaskan komponen β-karoten (desorpsi) juga dilakukan dengan menggunakan pelarut heksan, isopropanol dan etanol.
Karakteristik olein sawit kasar antara lain kadar asam lemak bebas (5,10%) dan indeks bias (1,4619). Bentonit dan arang aktif yang digunakan mempunyai ukuran partikel 150 mesh. Kondisi kesetimbangan yang dicapai oleh bentonit pada
suhu 40°C (20 menit; konsentrasi 68 μg/ml), 50°C (20 menit; konsentrasi 40 μg/ml) dan 60°C (18 menit, konsentrasi 32 μg/ml). Kondisi kesetimbangan
yang dicapai oleh arang aktif pada suhu 40°C (22 menit; konsentrasi 45 μg/ml),
50°C (22 menit; konsentrasi 60 μg/ml) dan 60°C (19 menit, konsentrasi 85 μg/ml).
Model adsorpsi isotermal yang sesuai dengan data percobaan adalah model persamaan Freundlich. Nilai konstanta laju adsorpsi (k) yang diperoleh bentonit pada suhu 40°C (2,81 x 10-5 ml (g)-1), 50°C (5,33 x 10-2 ml (g)-1) dan 60°C (3,36 x 10-2 ml (g)-1). Nilai konstanta laju adsorpsi (k) yang diperoleh arang
aktif pada suhu 40°C (3,04 x 10-4 ml (g)-1), 50°C (1,29 x 10-4 ml (g)-1) dan 60°C (6,16 x 10-3 ml (g)-1). Nilai energi aktivasi (Ea) yang diperoleh bentonit sebesar 74,28 kcal/mol dan arang aktif sebesar 30,04 kcal/mol.
R. Indri R. Hayuningtyas. F34102087. Kinetics of Isothermal Adsorption of β-carotene from Crude Palm Olein Using Bentonite. Supervised by Muslich and Prayoga Suryadarma. 2006.
SUMMARY
Oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) is one of plant species from the palmae family that can produce oil. Added value that crude palm oil obtain is one of the richest source of carotenoids which can be used to produce retinol (provitamin A). Crude palm oil contains about 15 to 300 times more retinol equivalent than carrots, green leafy vegetables and tomatoes.
Palm oil consists of liquid fraction called olein and solid fraction called stearin. Crude palm olein is obtain from the fractionation of crude palm oil and it has not through the refinery proccess. The yellow-reddish color of crude palm olein occurs because of the large amount of carotenoids content. Crude palm olein contains a significant number of carotenoids, for about 680-760 ppm.
Cooking oil industries do the refining process which one of the intention is to obtain a pure final product of cooking oil. Bleaching is a stage of refinery process that removes colored pigments, colloid suspensions (gum and resin), oxidative materials and trace metals from palm oil. Bleaching process can cause some degradations or even losses of cooking oil compounds such as alpha, beta, gamma carotene and lycopene. In other side, those compounds especially β-carotene is potential as a source of provitamin A. Adsorption is one of the various methods to recover β-carotene compounds from palm oil.
The objectives of this research are to obtain the equilibrium condition and the value of kinetics parameters, which are adsorption rate constanta (k) and activation energy (Ea) of isothermal adsorption of β-carotene from crude palm olein using bentonite and activated carbon.
Kinetics of isothermal adsorption of β-carotene from crude palm olein was done at temperature conditions of 40°C, 50°C and 60°C. Equilibrium condition was obtained from the relation between β-carotene concentration decrease in olein (μg/ml) and adsorption time (minute). Equilibrium condition was achieved when the adsorption time no longer improve the decrease of β-carotene concentration in olein (μg/ml). The adsorption rate constanta (k) was determined by the linear regression between the concentration of β-carotene in adsorbent (μg/g) and concentration of β-carotene in olein (μg/ml). Selection of the highest value of the determination coefficient (r2) was done to choose the fit adsorption isothermal model with the experimental data. The activation energy (Ea) was obtained by using the linear regression between adsorption rate constanta (k) and temperature (T) with the Arrhenius equation. Adsorption quality was obtained by the selectivity of adsorbent to adsorp β-carotene, α-tocopherol and free fatty acid. The ability of adsorbent to release β-carotene by desorption process was done with various eluents, such as hexane, isopropanol and ethanol.
experiment have the 150 mesh particel size. Equilibrium condition achieved by bentonite at temperature 40°C (20 minutes; concentration 68 μg/ml), 50°C (20 minutes; concentration 40 μg/ml) and 60°C (18 minutes, concentration 32 μg/ml). While the equilibrium condition achieved by activated carbon at
temperature 40°C (22 minutes; concentration 45 μg/ml), 50°C (22 minutes; concentration 60 μg/ml) and 60°C (19 minutes, concentration 85 μg/ml).
Freundlich isotherm model showed a good fit and appropriate with the
experimental data. The adsorption rate constanta for bentonite at temperature 40°C (2,81 x 10-5 ml (g)-1), 50°C (5,33 x 10-2 ml (g)-1) and 60°C (3,36 x 10-2 ml (g)-1). While the adsorption rate constanta for activated carbons
at temperature 40°C (3,04 x 10-4 ml (g)-1), 50°C (1,29 x 10-4 ml (g)-1) and 60°C (6,16 x 10-3 ml (g)-1). Activation energy (Ea) value for bentonite was 74,28 kcal/mol and activated carbon was 30,04 kcal/mol.
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul
“Kinetika Adsorpsi Isotermal β-karoten dari Olein Sawit Kasar dengan Menggunakan Bentonit” adalah hasil karya Saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Januari 2007
Yang membuat pernyataan,
KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-KAROTEN
DARI OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN BENTONIT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
R. INDRI RESPATI HAYUNINGTYAS F34102087
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-KAROTEN
DARI OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN BENTONIT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
R. INDRI RESPATI HAYUNINGTYAS F34102087
Dilahirkan pada tanggal 7 September 1984
di Bogor
Tanggal lulus : 17 Januari 2007
Menyetujui,
Bogor, Januari 2007
Ir. Muslich, MSi Pembimbing Akademik I
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 September 1984. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, putri dari pasangan Joko Purwanto (Alm) dan R. Zulfaridaningsih. Pada tahun 1996, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah
dasar di SDN Polisi IV Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di SLTPN 4 Bogor pada tahun 1999. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Bogor dan lulus pada tahun 2002.
Penulis diterima pada program sarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA). Selama kuliah di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Analisis Bahan dan Produk Agroindustri periode 2006/2007.
Semasa kuliah penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin) dan pernah menjabat sebagai Bendahara Umum (2003/2004) dan Staf Departemen Hubungan Masyarakat (2004/2005). Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti Lepas Landas Sarjana Fateta (2004), Sportin (2004), Seminar ISO 14001 (2004),
Hari Warga Industri (HAGATRI) (2004), Techno-F (2004), Seminar Six Sigma (2005) dan sebagai pemimpin umum buletin MIND TIN (2005). Penulis mengikuti pendidikan non formal English Conversation and TOEFL Preparation di Global Reach College Bogor (2006).
Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2005 dengan topik
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur bagi Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Kinetika Adsorpsi Isotermal β-karoten dari Olein Sawit Kasar dengan Menggunakan Bentonit”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi
Industri Pertanian.
Suatu kehormatan tersendiri bagi penulis, selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini banyak mendapat arahan dan bantuan dari berbagai pihak.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Ir. Muslich, MSi dan Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku Dosen
Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan arahan dan
bimbingan,
2. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran untuk penyempurnaan skripsi ini,
3. Pimpinan dari PT. Sari Dumai Sejati, dan
4. Direktorat Jenderal Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional atas
bantuan yang diberikan.
Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Saran dan
kritik yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan selanjutnya. Terima
kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
iv DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG ... 1
B. TUJUAN PENELITIAN ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. MINYAK KELAPA SAWIT ... 4
B. PEMURNIAN MINYAK KELAPA SAWIT ... 7
C. KAROTENOID... 9
D. ADSORBEN ... 11
1.Bentonit ... 11
2.Arang Aktif ... 14
E. ADSORPSI ... 15
F. MODEL KINETIKA ADSORPSI ... 17
III. METODOLOGI ... 19
A. BAHAN DAN ALAT ... 19
B. METODE PENELITIAN ... 19
1.Tahapan Penelitian ... 19
v
(b)Penentuan Kondisi Kesetimbangan Adsorpsi ... 21
(c) Penentuan Konstanta Laju Adsorpsi (k) ... 22
(d)Penentuan Energi Aktivasi (Ea) ... 23
(e) Penentuan Kualitas Adsorpsi ... 24
2.Prosedur Percobaan ... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
A. KARAKTERISTIK OLEIN SAWIT KASAR... 26
B. KARAKTERISTIK ADSORBEN ... 27
C. KONDISI KESETIMBANGAN ... 27
D. KINETIKA ADSORPSI ... 34
1.Konstanta Laju Adsorpsi ... 34
2.Energi Aktivasi ... 38
E. KUALITAS ADSORPSI ... 40
1.Selektivitas Adsorpsi ... 40
2.Kemampuan Melepaskan β-karoten dari Adsorben ... 42
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44
A. KESIMPULAN ... 44
B. SARAN ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit ... 5
Tabel 2. Komponen minor yang merupakan fraksi tidak
tersabunkan pada minyak kelapa sawit ... 5
Tabel 3. Nilai sifat fisikokimia minyak kelapa sawit ... 6
Tabel 4. Komposisi asam lemak olein kelapa sawit ... 7
Tabel 5. Nilai sifat fisikokimia olein sawit kasar ... 7
Tabel 6. Penentuan parameter kinetika adsorpsi dari regresi linear hubungan antara q dan c pada model isoterm adsorpsi
Langmuir dan Freundlich ... 23
Tabel 7. Penentuan nilai energi aktivasi pada bentonit dan arang
aktif ... 24
Tabel 8. Karakteristik sifat fisikokimia olein sawit kasar ... 26
Tabel 9. Karakteristik sifat fisik adsorben ... 27
Tabel 10. Nilai konsentrasi β-karoten dalam olein pada kondisi kesetimbangan untuk masing-masing kondisi suhu dan
jenis adsorben ... 29
Tabel 11. Parameter kinetika adsorpsi isotermal β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan bentonit dan
arang aktif ... 35
Tabel 12. Konstanta laju adsorpsi dan indeks efisiensi adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan
bentonit dan arang aktif ... 37
Tabel 13. Energi aktivasi adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar
dengan menggunakan bentonit dan arang aktif ... 40
Tabel 14. Jumlah β-karoten dan α-tokoferol teradsorpsi serta nilai kadar asam lemak bebas dan indeks bias dengan menggunakan bentonit dan arang aktif pada kondisi
vii
Tabel 15. Nilai parameter desorpsi β-karoten dengan menggunakan
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Komposisi kimia trigliserida ... 4
Gambar 2. Struktur molekul β-karoten ... 11
Gambar 3. Struktur molekul mineral monmorillonit (Theng, 1979) ... 13
Gambar 4. Beberapa jenis isoterm adsorpsi (McCabe et al., 1989)... 17 Gambar 5. Diagram alir tahapan penelitian ... 20
Gambar 6. Diagram alir adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar ... 25
Gambar 7. Hubungan antara penurunan konsentrasi β-karoten
dalam olein dengan lama adsorpsi ... 28
Gambar 8. Hubungan antara konsentrasi penyerapan β-karoten dalam adsorben dengan konsentrasi β-karoten dalam
olein ... 32
Gambar 9. Regresi linear hubungan log q dan log c adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar pada bentonit ... 36
Gambar 10. Regresi linear hubungan log q dan log c adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar pada arang aktif ... 36
Gambar 11. Regresi linear hubungan antara suhu (1/T) dengan
ln k pada bentonit ... 39
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kurva standard konsentrasi β-karoten dalam berbagai
pelarut ... 49
Lampiran 2. Prosedur analisis ... 51
Lampiran 3. Skema reaktor adsorpsi β-karoten dari olein sawit
kasar tipe tangki berpengaduk ... 54
Lampiran 4. Foto reaktor adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar
tipe tangki berpengaduk ... 55
Lampiran 5. Foto perbandingan bentonit dan olein sawit kasar
sebelum dan sesudah adsorpsi ... 56
Lampiran 6. Penentuan kondisi kesetimbangan adsorpsi ... 57
Lampiran 7. Hasil pengukuran konsentrasi α-tokoferol dengan
menggunakan HPLC ... 60
Lampiran 8. Perhitungan konstanta laju adsorpsi (k) dan energi
aktivasi (Ea) ... 62
Lampiran 9. Data hasil penelitian ... 64
Lampiran 10. Data hasil perhitungan parameter kinetika adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar ... 67
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman golongan palma yang dapat menghasilkan minyak. Tanaman kelapa sawit
dapat tumbuh dengan baik di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Van Gelder (2004) mengemukakan bahwa luas lahan kelapa sawit Indonesia mengalami peningkatan yang pesat sejak pertengahan tahun 1980.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki
nilai ekonomis cukup tinggi. Menurut data van Gelder (2004) nilai produksi dan konsumsi minyak sawit dunia meningkat hingga 65% dan 75% sejak tahun 1995. Perkembangan tingkat produksi dan konsumsi tersebut tidak terlepas dari peranan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Produksi minyak sawit di
Indonesia berkembang sangat pesat hingga 114% yang disertai peningkatan pencapaian pangsa pasar dunia dari 28% menjadi 36% dalam tujuh tahun terakhir. Perkembangan produksi dan konsumsi minyak sawit tidak hanya dipengaruhi oleh adanya permintaan minyak pangan dari dalam atau luar negeri, akan tetapi dipengaruhi juga oleh keberadaan minyak pangan lainnya
dalam pasar seperti minyak kedelai, minyak biji rape dan minyak bunga matahari. Oil World (2000) memproyeksikan sampai dengan jangka waktu 20 tahun mendatang volume perdagangan komoditas minyak sawit masih akan terus meningkat.
Nilai tambah minyak sawit kasar adalah sebagai salah satu sumber
penghasil karotenoid terkaya untuk menghasilkan retinol (provitamin A). Minyak sawit kasar mengandung 15 sampai 300 lebih retinol dibandingkan dengan wortel, sayuran berdaun hijau dan tomat (Latip et al., 2000). Minyak kelapa sawit terdiri dari fraksi cair yang disebut dengan olein dan fraksi padat
2 dan berwarna khas merah-kuning (Ong dan Tee, 1992 dalam Zeb dan Mehmood, 2004).
Produk turunan kelapa sawit memiliki banyak manfaat serta sangat
prospektif untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan sebagian besar (sekitar 90%) produk dari industri turunan minyak sawit Indonesia digunakan untuk kebutuhan bahan pangan seperti minyak goreng. Industri minyak goreng melakukan proses pemurnian yang salah satu tujuannya untuk mendapatkan produk akhir minyak goreng yang jernih. Pemucatan atau bleaching merupakan salah satu tahap pada proses pemurnian yang bertujuan untuk mengurangi pigmen warna, suspensi koloid (gum dan resin), bahan-bahan oksidatif dan trace metal yang terdapat dalam minyak sawit. Diduga bahwa bersamaan dengan pengurangan pigmen warna tersebut terdapat pula komponen karotenoid seperti alfa, beta, gamma karoten dan likopen. Selama
ini hasil dari proses pemucatan tersebut tidak dimanfaatkan dan terbuang menjadi limbah. Di lain pihak, komponen tersebut khususnya β-karoten sangat potensial sebagai sumber provitamin A. Selain itu, proses pemucatan juga ditujukan mengingat sensitivitas dari komponen-komponen tersebut terhadap suhu tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya oksidasi.
Berbagai metode pengambilan kembali komponen karotenoid dari minyak kelapa sawit telah dilakukan dengan cara saponifikasi, adsorpsi, ekstraksi pelarut dan transesterifikasi dengan pemisahan fase dan destilasi eter (Baharin et al., 1998). Adsorpsi merupakan salah satu cara yang dilakukan pada penelitian ini dalam mengupayakan pengambilan kembali komponen β-karoten yang terkandung dalam minyak sawit. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekstraksi karotenoid dari minyak kelapa sawit antara lain jenis adsorben, suhu, pengadukan, waktu ekstraksi dan jenis pelarut yang digunakan (Latip et al., 2001).
3 pemucat telah digunakan secara luas sebagai adsorben. Bentonit digunakan dalam memisahkan ‘komponen pengotor’ dalam minyak dimana kemampuan adsorpsinya memiliki peranan sangat besar dalam industri minyak pangan.
Selain digunakan sebagai bahan pemucat, bentonit juga digunakan dalam industri farmasi dan sebagai bahan produk kesehatan pribadi (www.healingdaily.com). Arang aktif digunakan sebagai adsorben pembanding pada penelitian ini.
Karakteristik kemampuan penyerapan komponen β-karoten pada adsorben dapat dilihat dari laju adsorpsinya. Laju adsorpsi dapat diketahui dari konstanta laju adsorpsi (k) yang dihasilkan dari suatu model kinetika adsorpsi. Model isoterm Freundlich dan Langmuir digunakan untuk menentukan parameter kinetika pada suatu proses adsorpsi. Energi aktivasi (Ea) merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui efektivitas dari adsorben yang
digunakan dalam proses adsorpsi. Hasil dari kajian kinetika adsorpsi dapat digunakan sebagai dasar untuk penggandaan skala dalam rangka pengambilan kembali komponen β-karoten dari olein sawit kasar.
B. TUJUAN PENELITIAN
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. MINYAK KELAPA SAWIT
Minyak sawit kasar merupakan hasil ekstraksi dari tubuh buah (mesokarp) tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Minyak kelapa sawit mengandung komponen utama trigliserida sebesar 94%, asam lemak sebesar 3-5% dan komponen minor bukan minyak yang merupakan bahan tidak tersabunkan sebesar 1%. Reaksi pembentukan trigliserida dapat dilihat pada Gambar 1.
CH2 – OH R1 – COOH CH2 – COOR1
CH – OH + R2 – COOH CH – COOR2 + 3 H2O
CH2 – OH R3 – COOH CH2 – COOR3
Gliserol Asam lemak Trigliserida Air
Gambar 1. Reaksi pembentukan trigliserida
Wujud minyak dan lemak bergantung dari komposisi asam lemak penyusunnya. Minyak yang berwujud padat pada suhu kamar dikarenakan
5 Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit
Asam Lemak Atom C- Komposisi (%)
Sumber : Eckey (1955) dalam Ketaren (1986)
Komponen minor dapat dibagi menjadi dua golongan. Golongan pertama terdiri dari turunan asam lemak, seperti mono dan digliserida,
fosfatida, ester dan sterol. Golongan kedua terdiri dari hidrokarbon, alkohol alifatik, sterol bebas, tokoferol, pigmen dan trace metals. Komponen minor pada minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komponen minor yang merupakan fraksi tidak tersabunkan pada minyak kelapa sawit
Komponen % mg/kg
(dalam minyak sawit) Karotenoid
6 Kebutuhan minyak kelapa sawit sebesar 90% digunakan untuk bahan pangan seperti minyak goreng, margarin, shortening, pengganti lemak kokoa dan untuk kebutuhan industri roti, cokelat, es krim, biskuit dan makanan
ringan. Kebutuhan 10% lainnya digunakan untuk industri oleokimia yang menghasilkan asam lemak, fatty alcohol, gliserin dan metil ester. Oleokimia digunakan pada industri yang menghasilkan produk pangan dan lemak, sabun dan deterjen, kosmetik dan produk perawatan pribadi, oli dan pelumas, minyak pengering, polimer dan pelapis permukaan (coating) dan biofuel (van Gelder, 2004).
Sifat fisikokimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair dan polimorphism. Selain itu, beberapa parameter yang dapat juga digunakan untuk mengetahui sifat fisikokimia minyak sawit adalah titik didih, titik pelunakan, slipping point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, titik nyala dan titik api (Ketaren, 1986). Nilai sifat fisikokimia minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai sifat fisikokimia minyak kelapa sawit
Sifat Nilai
Bobot Jenis (25°C) 0,900
Indeks Bias (D 40°C) 1,4565 – 1,4585
Bilangan Penyabunan
(mg KOH/g minyak) 196 – 205
Bilangan Iod 48 – 56
Sumber : Krischenbauer (1960) dalam Ketaren (1986)
Minyak kelapa sawit terdiri dari fraksi cair yang disebut dengan olein dan fraksi padat yang disebut stearin. Fraksinasi merupakan suatu cara untuk
7 (crude palm oil) dan belum mengalami proses pemurnian (SNI, 1998). Komposisi asam lemak olein kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi asam lemak olein kelapa sawit
Asam Lemak Atom C- Komposisi (%)
Laurat C12:0 0,1 – 0,5
Miristat C14:0 0,9 – 1,4
Palmitat C16:0 38,2 – 42,9
Stearat C18:0 3,7 – 4,8
Oleat C18:1 39,8 – 43,9
Linoleat C18:2 10,4 – 13,4
Komponen Lain 0,1 – 0,6
Sumber : Beare-Rogers et al. (2001)
Olein hasil fraksinasi minyak sawit kasar umumnya digunakan sebagai minyak goreng. Olein mempunyai sifat yang tahan terhadap oksidasi dan mempunyai umur simpan yang lama sebagai produk jadi (www.americanpalmoil.com). Nilai sifat fisikokimia olein sawit kasar dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai sifat fisikokimia olein sawit kasar
Sifat Nilai
Titik Leleh (°C) Maks. 24
Air dan Kotoran, (%b/b) Maks. 0,22
Asam Lemak Bebas (sebagai asam
palmitat), (% b/b) Maks. 0,5
Bilangan Iod Min. 56
Sumber : SNI (1998)
B. PEMURNIAN MINYAK KELAPA SAWIT
Proses yang dilalui oleh minyak sawit kasar untuk menghasilkan
minyak goreng adalah proses pemurnian. Tujuan utama dari proses
8 sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri (Ketaren, 1986).
Ketaren (1986) menambahkan beberapa jenis kotoran yang terdapat
dalam minyak terdiri atas tiga golongan, yaitu :
1. Kotoran yang tidak larut dalam minyak (fat insoluble) dan tidak terdispersi dalam minyak, seperti biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang berasal dari kulit, abu atau mineral yang terdiri dari Fe, Cu, Mg dan Ca serta air dalam jumlah kecil,
2. Kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak, seperti fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung nitrogen dan senyawa kompleks lainnya,
3. Kotoran yang terlarut dalam minyak (fat soluble), seperti asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon, mono dan digliserida yang dihasilkan dari
hidrolisis trigliserida dan zat warna yang terdiri dari karotenoid dan klorofil.
Tahap proses pemurnian pada minyak untuk bahan pangan antara lain pemisahan bahan berupa suspensi atau dispersi koloid dengan cara degumming, pemisahan asam lemak bebas dengan netralisasi, proses
pemucatan (bleaching) atau dekolorisasi, deodorisasi dan pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan.
Pemucatan atau bleaching merupakan salah satu tahap proses pemurnian yang bertujuan untuk mengurangi pigmen warna, suspensi koloid
(gum dan resin), bahan-bahan oksidatif dan trace metals melalui cara adsorpsi. Pemucatan minyak biasanya dilakukan dalam kondisi vakum pada suhu 70-120°C (Beare-Rogers et al., 2001). Warna dan kotoran dapat dihilangkan dengan menggunakan adsorben seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan
kimia. Minyak yang telah melewati proses ini akan berwarna lebih jernih (Ketaren, 1986).
9 pengurangan zat warna memperlihatkan pengaruh yang sangat nyata pada proses pemucatan produk pangan, namun penghilangan komponen minor yang terjadi pada saat proses tersebut tidak kalah pentingnya untuk menghasilkan
produk deodorisasi yang stabil terhadap oksidasi, rasa yang dapat diterima dan karakteristik umur produk.
C. KAROTENOID
Karotenoid adalah suatu pigmen alami yang dapat ditemukan pada
tanaman, ganggang, hewan vertebrata dan mikroorganisme. Pigmen ini berwarna kuning sampai merah, mempunyai ciri tertentu yang dapat menunjukkan sifat-sifatnya yang mendasar (Muchtadi et al., 1995). Karotenoid merupakan komponen intrinsik penting yang terdapat dalam minyak sawit kasar. Karotenoid dapat digolongkan atas empat golongan
(Meyer, 1966 dalam Bale-Therik, 1992), yaitu :
1. Karotenoid hidrokarbon C40H56 (alfa, beta, gamma karoten dan likopen),
2. Xantofil, yaitu karoten yang mengandung oksigen dan hidroksil (kriptosantin dan lutein),
3. Ester xantofil,
4. Asam karotenoid yaitu turunan karoten yang mengandung gugus karboksil.
Karotenoid mempunyai struktur kimia yang berupa rantai alifatik simetris yang terdiri dari 18 atom karbon dan memiliki ikatan rangkap secara
kontinyu. Rantai karbon alifatik tersebut mengandung empat gugus metil. Perbedaan antara satu provitamin A dengan yang lainnya terletak pada struktur cincin yang terdapat di kedua sisi rantai alifatik tersebut (Andarwulan dan Koswara, 1992). Muchtadi et al. (1995) menambahkan bahwa struktur alifatik pada umumnya disusun oleh delapan unit isoprena (2-metil-2 butana),
10 tempat terdapatnya karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda terkonjugasi maka akan semakin pekat warna karotenoid tersebut, artinya semakin mengarah ke warna merah (Wirahadikusumah, 1985). Ikatan ganda ini pula
yang menyebabkan karotenoid peka terhadap oksidasi.
Karotenoid mempunyai sifat yang dapat membentuk isomer geometrik yaitu bentuk trans dan cis. Karotenoid terutama terdapat sebagai isomer trans di alam. Bentuk trans dari karoten memiliki derajat aktivitas vitamin A yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk cis (Iwasaki dan Murakoshi, 1992).
Karotenoid mempunyai sifat larut dalam minyak dan tidak larut dalam air, sangat sensitif terhadap oksidasi, autooksidasi dan cahaya, tetapi stabil terhadap panas dalam atmosfer inert (bebas O2). Menurut Walfford (1980),
oksidasi karotenoid akan lebih cepat dengan adanya sinar dan katalis logam, khususnya tembaga, besi dan mangan. Karotenoid menyerap spektrum cahaya,
dimana panjang gelombang maksimumnya sangat tergantung pada jenis pelarutnya. Hal ini diduga karena adanya perubahan dalam keseimbangan isomer cis-trans. Karotenoid mempunyai sifat larut dalam kloroform, karbondisulfida dan benzena, sukar larut dalam petroleum eter dan tidak larut dalam alkohol (Andarwulan dan Koswara, 1992).
Karotenoid belum mengalami kerusakan oleh pemanasan pada suhu 60°C. Karotenoid lebih tahan tersimpan dalam lingkungan asam lemak tidak jenuh dibandingkan dengan penyimpanan dalam asam lemak jenuh. Hal ini disebabkan asam lemak lebih mudah menerima radikal bebas apabila
dibandingkan dengan karotenoid, sehingga oksidasi yang pertama kali akan terjadi pada asam lemak dan akibatnya karotenoid terlindung dari oksidasi (Choo et al., 1992).
Pigmen karoten terdiri α, β, -karoten dan likopen penting diperlukan oleh tubuh karena zat tersebut dapat terproses menjadi vitamin A. Husaini
11 Beta karoten mempunyai dua struktur cincin yang sama pada kedua sisi rantai karbon alifatik, yaitu berupa cincin β-ionon (∆5-1, 1,5-trimetil-siklo-heksan). Oleh karena itu, β-karoten disebut pula β-β-karoten (Andarwulan dan Koswara, 1992). Struktur molekul β-karoten dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur molekul β-karoten
Sumber provitamin A yang paling penting bagi manusia dan hewan adalah semua sayuran atau buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning. Beta karoten sebagai salah satu zat gizi mikro di dalam minyak kelapa sawit
mempunyai beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh, antara lain mencegah penyakit xerophtalmia, mencegah avitaminosis, menghambat perkembangan sel kanker dan dapat berperan aktif sebagai pemusnah radikal bebas (Muhilal, 1991 dalam Muchtadi, 1992).
D. ADSORBEN
Adsorben merupakan bahan padat dengan luas permukaan dalam yang sangat besar. Permukaan yang luas ini terbentuk karena banyaknya pori yang halus pada padatan tersebut (Bernasconi et al., 1995).
1. Bentonit
12 smectite yang merupakan adsorben komponen organik utama dan paling banyak digunakan. Nama bentonit berasal dari jenis lempung plastis dan mempunyai sifat koloid tinggi yang ditemukan di daerah Fort Benton,
Wyoming, Amerika Serikat (Theng, 1979).
Bentonit dapat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan kandungan alumunium silikat hidrousnya (www.tekmira.esdm.go.id), yaitu :
1. Activated clay : lempung yang kurang memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu,
2. Fuller's earth : digunakan di dalam fulling atau pembersih bahan wol dari lemak.
Rumus molekul dari monmorillonit adalah (Na,Ca)0,33(Al,Mg)2Si4O10(OH)2·(H2O) (www.nusagri.com). Apabila
dilihat dari struktur molekulnya, monmorillonit tersusun atas unit-unit
yang terdiri dari dua lapisan silika tetrahedral dengan pusat yang merupakan lapisan alumina oktahedral. Semua ujung dari tetrahedral mengacu pada arah yang sama dan berhadapan dengan pusat dari unit. Lapisan tetrahedral dan oktahedral dikombinasikan sehingga ujung dari masing-masing lapisan tetrahedron silika dan salah satu bidang hidroksil
dari lapisan oktahedral membentuk monmorillonit (Grim, 1968). Struktur molekul mineral monmorillonit dapat dilihat pada Gambar 3. Molekul Al3+ dapat ditukar secara parsial oleh kation lain seperti Mg2+, Fe2+ dan Fe3+ pada gugus oktahedral dan pertukaran molekul Si4+ oleh Al3+ pada gugus
tetrahedral (Theng, 1979). Bentonit yang telah diaktivasi mempunyai komponen SiO2 sebesar 56%, Al2O3 sebesar 14%, MgO sebesar 4%,
13
Kation dan n H2O
4 (Si, Al) 4 (Si, Al) 6 O
6 O 4 (Si, Al)
4 O + 2 (OH)
4 (Al, Fe, Mg)
4 O + 2 (OH)
6 O
Gambar 3. Struktur molekul mineral monmorillonit (Theng, 1979)
Bentonit mempunyai karakteristik yang khas, yaitu mampu mengembang sampai beberapa kali lebih besar dari ukuran semulanya apabila dimasukkan ke dalam air. Bentonit dapat membentuk struktur
thixotropic gel dengan air meskipun komposisi jumlah gel yang terdapat dalam bentonit sangat kecil (Grim, 1968).
Bentonit mempunyai ciri-ciri umumnya bertekstur lunak, plastis, berwarna pucat dengan penampakan berwarna putih, hijau muda, abu-abu dan merah muda dalam keadaan segar, serta menjadi krem apabila lapuk
yang kemudian berubah menjadi kuning, merah, coklat atau hitam. Ada dua macam jenis bentonit, yaitu Na-bentonit dan Ca-bentonit. Na-bentonit mempunyai sifat yang mampu mengembang apabila dicampurkan dengan air, biasanya digunakan dalam industri penambangan lumpur bor, gas
bumi dan minyak sebagai lumpur pembilas. Ca-bentonit biasa digunakan sebagai bahan pemucat pada industri minyak goreng atau minyak pelumas,
sebagai katalis, bahan penyerap, bahan pengisi dan lain sebagainya. Ca-bentonit dalam dunia perdagangan biasa disebut dengan bleaching earth, fuller’s earth, bleaching clay, taylorite atau soapy clay
14 Menurut Ketaren (1986), daya pemucat bleaching clay disebabkan karena ion Al3+ pada permukaan partikel adsorben dapat mengadsorpsi partikel zat warna. Daya pemucat tersebut tergantung dari perbandingan
komponen SiO2 dan Al2O3 dalam bleaching clay. Menurut Adnan (1997)
silika mampu menyerap hampir semua zat, magnesium mempunyai aktivitas yang lemah di dalam menyerap komponen karotenoid dan tokoferol.
Tanah liat monmorillonit terdiri dari Al dan Si yang kekurangan satu
elektron sehingga mudah menerima kation. Oleh karena itu, bentonit memiliki kapasitas pertukaran ion (KTK) karena kemampuannya untuk menerima kation, maka senyawa yang diadsorpsi cenderung menempel pada permukaan lempung (Theng, 1979).
2. Arang Aktif
Arang aktif merupakan karbon dengan struktur amorf atau mikrokristalin yang dengan perlakuan khusus dapat memiliki luas permukaan dalam yang sangat besar. Struktur amorf tersebut terdiri dari pelat-pelat datar, disusun oleh atom-atom C yang terikat secara kovalen
dalam suatu kisi heksagon (Djatmiko et al., 1985). Pori-pori dalam arang biasanya diisi oleh tar, hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya yang terdiri dari fixed carbon, abu, air, persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur (Ketaren, 1986). Menurut Gotz (1953) dalam Djatmiko et al. (1985) penghilangan komponen hidrokarbon pada permukaan arang dapat menyebabkan luas permukaannya menjadi lebih besar dan daya adsorpsinya lebih tinggi. Kemampuan arang aktif dalam mengadsorpsi juga ditentukan dari struktur kimianya, yaitu adanya atom O, H dan C yang terikat secara kimia sehingga membentuk gugus fungsi
(www.dprin.go.id).
15 jumlah yang kecil bila dibandingkan dengan bleaching clay (Ketaren, 1986).
Arang aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbon.
Sumber bahan baku arang aktif antara lain kayu, ampas tebu, tempurung kelapa, tongkol jagung dan batu bara. Suhu aktivasi pada arang berkisar antara 300-900°C bergantung dari cara pengaktifannya. Aktivasi arang dapat juga dilakukan pada suhu 1000°C dengan cara kimiawi. Ukuran pori dari arang aktif dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu makro,
meso dan mikro. Makropori mempunyai ukuran dimeter pori sebesar 1000-100.000 Å, mesopori mempunyai ukuran diameter 100-1000 Å dan
mikropori mempunyai ukuran diameter yang kurang dari 100 Å. Luas permukaan arang aktif pada umumnya berkisar dari 850 hingga 3000 m2/g (Roy, 1995).
Sifat fisikokimia arang aktif bergantung dari cara pengaktifannya. Arang yang diaktifkan dengan gas strukturnya masih menunjukkan struktur bahan mentah, arang yang diaktifkan dengan bahan kimia strukturnya berlainan dari bahan mentahnya. Arang yang diaktifkan dengan uap, mempunyai reaksi basa sedangkan yang diaktifkan dengan
asam, memberikan reaksi asam (Djatmiko et al., 1985).
E. ADSORPSI
16 dikehendaki tidak dapat lagi berlangsung. Aliran itu lalu dipindahkan ke hamparan kedua sampai adsorben jenuh tadi dapat diganti atau diregenerasi.
Bernasconi et al. (1995) menyatakan kecepatan adsorpsi dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi, luas permukaan adsorben, suhu, tekanan (untuk gas), ukuran partikel dan porositas adsorben. Hal lain yang juga dapat mempengaruhi kecepatan adsorpsi adalah ukuran molekul bahan yang akan disorpsi dan viskositas campuran yang akan dipisahkan (cairan, gas).
Kebanyakan zat pengadsorpsi atau adsorben adalah bahan-bahan yang
sangat berpori, dan adsorpsi terutama pada dinding-dinding pori atau pada letak-letak tertentu di dalam partikel itu. Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau karena perbedaan polaritas menyebabkan sebagian molekul melekat pada permukaan lebih erat daripada molekul-molekul lainnya. Komponen yang diadsorpsi atau adsorbat dapat melekat sedemikian
kuat sehingga memungkinkan pemisahan komponen itu secara menyeluruh dari fluida tanpa terlalu banyak adsorpsi terhadap komponen lain. Regenerasi adsorben dapat dilaksanakan kemudian untuk mendapatkan adsorbat dalam bentuk terkonsentrasi atau hampir murni (McCabe et al., 1989).
Isoterm adsorpsi ialah hubungan kesetimbangan antara konsentrasi
dalam fase fluida dan konsentrasi di dalam partikel adsorben pada suhu tertentu. Untuk zat cair, konsentrasi biasanya dinyatakan dalam satuan massa, seperti bagian per juta (ppm). Konsentrasi adsorbat pada zat padat dinyatakan sebagai massa yang teradsorpsi per satuan massa adsorben semula
(McCabe et al., 1989).
Beberapa contoh bentuk isoterm adsorpsi ditunjukkan dalam grafik aritmetik pada Gambar 4. Isoterm linear mengikuti garis lurus melalui sumbu koordinat dan kuantitas yang diadsorpsi dalam hal ini sebanding dengan konsentrasi di dalam fluida. Isoterm yang cembung ke atas dikatakan
17
c, ppm
perpindahan massa dalam hal ini sebanding dengan konsentrasi fluida. Isoterm very favorable memberikan hasil yang hampir sama dengan adsorpsi irreversible, karena konsentrasi keseimbangan di dalam fluida praktis bernilai nol, sampai konsentrasi zat padat sudah melewati separuh nilai jenuhnya.
Gambar 4. Beberapa jenis isoterm adsorpsi (McCabe et al., 1989)
F. MODEL KINETIKA ADSORPSI
Isoterm Langmuir dikembangkan oleh Irving Langmuir pada tahun 1916 untuk menggambarkan hubungan antara luas permukaan gas yang diadsorpsi pada tekanan gas yang lebih tinggi dari permukaan pada suhu
tertentu. Ada beberapa jenis lain dari isoterm ini (Temkin, Freundlich) yang berbeda pada satu atau lebih asumsi yang dibuat dalam menurunkan peubah dari luas permukaan dalam hal bagaimana mereka menggunakan hubungan antara luas permukaan dengan entalpi dari adsorpsi.
Persamaan Langmuir merupakan persamaan yang paling sederhana.
Langmuir mengembangkan suatu model kuantitatif yang telah diaplikasikan secara luas untuk menggambarkan data percobaan adsorpsi.
18 Persamaan adsorpsi sederhana dapat dilihat pada formula :
⎟
Konsentrasi penyerapan maksimum dari adsorben dilambangkan dengan qmaks dan k merupakan suatu konstanta laju adsorpsi; q merupakan konsentrasi
kesetimbangan atau penyerapan adsorbat pada adsorben dan c merupakan konsentrasi setimbang dari larutan pada fase cair. Persamaan Langmuir seringkali digunakan untuk menggambarkan adsorpsi dari larutan oleh padatan heterogen (contoh : karbon aktif). Prinsip dasar dari model Langmuir adalah
penutupan permukaan oleh lapisan molekul tunggal. Isoterm Langmuir memiliki tiga asumsi :
1. Molekul yang teradsorpsi membentuk suatu lapisan tunggal (monolayer) pada permukaan adsorben,
2. Semua permukaan situs adsorpsi adalah sama/ekuivalen dalam hal energi
adsorpsi,
3. Kemampuan adsorpsi suatu molekul pada suatu situs tidak berinteraksi dengan molekul pada situs lainnya yang berdekatan.
Isoterm Freundlich digunakan untuk menginterpretasikan penemuan
adsorpsi dari suatu larutan. Persamaan empiris Freundlich dapat dilihat sebagai berikut :
n f c
k q= .
Konstanta kf dan n mengkarakteristikan sistem adsorpsi, q merupakan
konsentrasi kesetimbangan atau penyerapan adsorbat pada adsorben dan c
adalah konsentrasi setimbang dari larutan pada fase cair. Nilai parameter kf
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah olein sawit kasar hasil fraksinasi dari minyak sawit kasar. Minyak sawit kasar yang digunakan
berasal dari PT. Asian Agro Agung Jaya, Marunda, Jakarta Utara. Standard β-karoten (Sigma-Aldrich; 1.600.000 IU/gram), standard α-tokoferol (Sigma-Aldrich), bentonit, arang aktif, heksan, isopropanol, etanol dan BHT. Bahan yang digunakan untuk analisis adalah alkohol netral 95%, kalium hidroksida
beralkohol (KOH), indikator phenolftalein dan akuades.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan gelas (erlenmeyer, gelas piala, tabung ulir), peralatan ukur (timbangan, pipet volumetrik, pipet mohr, buret, labu takar, stopwatch), penangas air (waterbath), pompa vakum, reaktor berpengaduk, termokontrol dan saluran
pengambilan contoh. Selain itu, peralatan lain yang digunakan adalah spektrofotometer, refraktometer, High Performance Liquid Chromatrography (HPLC).
B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini dibagi menjadi tahapan penelitian dan prosedur percobaan. Tahapan penelitian menjelaskan tentang langkah-langkah yang harus dilalui untuk mencapai tujuan penelitian, sedangkan prosedur percobaan merupakan urutan kegiatan dan tatacara secara teknis tentang percobaan yang dikerjakan.
1. Tahapan Penelitian
20 (b) Penentuan kondisi kesetimbangan adsorpsi, (c) Penentuan nilai konstanta laju adsorpsi (k), (d) Penentuan nilai energi aktivasi (Ea) dan (e) Penentuan kualitas adsorpsi. Diagram alir tahapan penelitian dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram alir tahapan penelitian
Fraksinasi terhadap minyak sawit kasar dilakukan pada kondisi suhu ruang untuk mendapatkan olein sawit kasar. Fraksinasi dilakukan selama
satu malam atau hingga didapatkan pemisahan antara fraksi olein dan stearin. Pengukuran nilai absorbansi β-karoten menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm dengan menggunakan
heksan sebagai pelarut. Nilai absorbansi kemudian dikonversi menjadi konsentrasi dengan menggunakan kurva standard β-karoten. Kurva standard konsentrasi β-karoten dalam berbagai pelarut dapat dilihat
pada Lampiran 1. Konsentrasi β-karoten dinyatakan dalam ppm Selesai
Penentuan konstanta laju adsorpsi (k) Karakterisasi
Penentuan kondisi kesetimbangan adsorpsi
Penentuan energi aktivasi (Ea) Mulai
21 (μg β-karoten/ml olein sawit kasar) atau dalam International Unit (IU) sebagai suatu takaran vitamin A adalah 1 IU = 0,6 µg β-karoten. Adsorben yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentonit dan sebagai adsorben
pembanding digunakan arang aktif. Penjelasan dari tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
(a)Karakterisasi
Karakterisasi yang dilakukan antara lain terhadap olein sawit
kasar dan adsorben yang digunakan (bentonit dan arang aktif). Karakterisasi olein sawit kasar terdiri dari penentuan kadar asam lemak bebas (%) (AOAC, 1999) serta indeks bias (Apriyantono et al., 1989). Prosedur karakterisasi terhadap olein sawit kasar dapat dilihat pada Lampiran 2. Karakterisasi terhadap adsorben yang digunakan meliputi
ukuran partikel, bentuk dan warna visual. Bentonit dan arang aktif yang diayak dengan vibrating screen yang mempunyai ukuran 150 mesh.
(b)Penentuan Kondisi Kesetimbangan Adsorpsi
Penentuan kondisi kesetimbangan adsorpsi dilakukan dengan memplotkan nilai konsentrasi β-karoten dalam olein sawit kasar (c) dengan lama adsorpsi (t). Kondisi kesetimbangan diperoleh apabila tidak terjadi penurunan lagi terhadap konsentrasi β-karoten dalam olein pada lama adsorpsi tertentu. Parameter yang ditentukan pada saat
tercapai kondisi kesetimbangan adalah lama adsorpsi (menit) dan nilai konsentrasi β-karoten dalam olein sawit kasar (μg/ml).
22
q = konsentrasi penyerapan β-karoten dalam adsorben (μg/g) c0 = konsentrasi awal β-karoten dalam olein sawit kasar (μg/ml)
ct = konsentrasi β-karoten dalam olein pada lama adsorpsi tertentu
(μg/ml)
V = volume olein sawit kasar (ml) m = massa adsorben (g)
(c) Penentuan Konstanta Laju Adsorpsi (k)
Nilai konstanta laju adsorpsi (k) dapat ditentukan dengan cara memplotkan nilai konsentrasi penyerapan β-karoten dalam adsorben (q) dengan nilai konsentrasi β-karoten dalam olein (c) pada persamaan Langmuir dan Freundlich.
Plot dari 1/q dan 1/c menghasilkan bentuk linear dari model Langmuir. Persamaan linear tersebut dapat dilihat pada persamaan 1 :
maks
Kemiringan atau slope dari hasil regresi linear persamaan 1 menghasilkan nilai k/qmaks dimana k merupakan konstanta laju adsorpsi
dan intersepnya menunjukkan nilai 1/qmaks. Plot dari log q dan log c
menghasilkan bentuk linear dari model Freundlich. Persamaan linear tersebut dapat dilihat pada persamaan 2 :
c n k
q log f log
log = + ...(2)
Kemiringan atau slope dari hasil regresi linear persamaan 2 merupakan nilai n dan intersepnya menunjukkan nilai konstanta laju adsorpsi (kf). Parameter kinetika adsorpsi yang dihasilkan dari
23 Tabel 6. Penentuan parameter kinetika adsorpsi dari regresi linear
hubungan antara q dan c pada model isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich
Perlakuan Model Isoterm Adsorpsi
Langmuir Freundlich
(d)Penentuan Energi Aktivasi (Ea)
Nilai energi aktivasi (Ea) dapat ditentukan dengan cara memplotkan nilai konstanta laju adsorpsi (k) dan suhu (T) dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Rancangan percobaan dari
penentuan nilai energi aktivasi dapat dilihat pada Tabel 7. Plot antara ln k dan 1/T menghasilkan bentuk linear dari model Arrhenius yang dapat dilihat pada persamaan 3 :
Ao
k = konstanta laju adsorpsi T = suhu mutlak (Kelvin) Ea = energi aktivasi (kcal/mol)
R = konstanta tetapan gas (1,987 cal/K.mol)
Ao = konstanta proporsionalitas (besarnya tergantung dari frekuensi
24 Tabel 7. Penentuan nilai energi aktivasi pada bentonit dan arang aktif
Perlakuan Konstanta Laju
Adsorpsi [(b%)-1(menit)-1]
Energi Aktivasi [kcal/mol]
Jenis Adsorben Suhu
[°C]
(e) Penentuan Kualitas Adsorpsi
Kualitas adsorpsi terdiri atas selektivitas adsorpsi dan kemampuan adsorben untuk melepaskan komponen β-karoten. Selektivitas adsorpsi dapat diketahui berdasarkan penyerapan komponen β-karoten, α-tokoferol dibandingkan dengan komponen lain yang terdapat dalam olein selama 171 menit. Parameter kualitas
adsorpsi lain yang digunakan adalah kadar asam lemak bebas dan indeks bias. Selain itu, kemampuan adsorben untuk melepaskan β-karoten dilihat dari persentase desorpsinya pada berbagai jenis pelarut. Penentuan nilai absorbansi β-karoten dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer dan penentuan nilai konsentrasi α-tokoferol menggunakan High Performance Liquid Chromatrography (HPLC). Contoh larutan preparasi HPLC ditambahkan BHT. Prosedur penentuan kualitas adsorpsi dapat dilihat pada Lampiran 2.
2. Prosedur Percobaan
Perbandingan antara adsorben dengan olein sawit kasar yang digunakan adalah 1:3. Campuran adsorben dengan olein tersebut disiapkan di dalam reaktor berpengaduk berkapasitas 2 l. Skema dan foto reaktor berpengaduk dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Proses adsorpsi
25 saluran pengambilan contoh pada lama adsorpsi tertentu secara kontinyu selama 171 menit. Selanjutnya contoh disaring dengan kertas saring dan menggunakan pompa vakum. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan adsorben yang telah mengandung β-karoten dengan olein. Diagram alir adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram alir adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar Pencampuran adsorben (300 gram)
dengan olein (900 ml) dalam reaktor berpengaduk (Kecepatan pengadukan =120 rpm; suhu = 40, 50, 60°C; lama adsorpsi = 171 menit)
Mulai
Penyaringan
Pengambilan contoh pada lama adsorpsi (menit) tertentu
Selesai Analisis
(konsentrasi β-karoten, konsentrasi α-tokoferol, kadar asam lemak bebas, indeks bias
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK OLEIN SAWIT KASAR
Karakterisasi terhadap olein sawit kasar dilakukan untuk mengetahui sifat fisikokimianya. Hasil karakterisasi dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Karakteristik sifat fisikokimia olein sawit kasar
Karakteristik Nilai Standar Mutu* Kadar Asam Lemak Bebas (%) 5,10 Maks. 5
Indeks Bias 26,9oC 1,4619 -
Sumber : *SNI (1998)
Kadar asam lemak bebas atau %FFA menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terkandung di dalam 1 mg olein. Asam lemak bebas dalam
minyak atau lemak dapat terbentuk dari hasil reaksi hidrolisis. Tinggi rendahnya kandungan asam lemak bebas dapat dipengaruhi oleh adanya reaksi hidrolisis tersebut. Berdasarkan hasil karakterisasi dapat diketahui bahwa olein sawit kasar yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar asam lemak bebas sebesar 5,10%. Nilai tersebut menunjukkan nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan standar mutu yang ditentukan oleh SNI tahun 1998, yaitu sebesar 5%.
Indeks bias dalam pengujian minyak dan lemak digunakan untuk menentukan kemurnian dan derajat ketidakjenuhan minyak atau lemak. Indeks bias dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kadar asam lemak bebas, proses
27 B. KARAKTERISTIK ADSORBEN
Adsorben yang digunakan untuk penelitian ini adalah bentonit dengan
arang aktif sebagai adsorben pembanding. Karakterisasi terhadap adsorben dilakukan dengan mengamati sifat fisik yang meliputi ukuran partikel, bentuk, dan warna visual. Hasil karakterisasi dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Karakteristik sifat fisik adsorben
Jenis Adsorben
Karakteristik Ukuran Partikel
(mesh) Bentuk Warna
Bentonit 150 Serbuk Putih kecoklatan
Arang Aktif 150 Serbuk Hitam
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa kedua jenis adsorben yang
digunakan dalam penelitian ini mempunyai ukuran partikel sebesar 150 mesh dan berbentuk serbuk. Ukuran partikel sebesar 150 mesh tergolong ke dalam ukuran yang sangat kecil. Ukuran partikel dari bentonit yang biasa digunakan untuk mendapatkan hasil adsorpsi yang optimal berkisar 100-325 mesh
(www.nusagri.com). Adsorben dengan bentuk serbuk mempunyai luas permukaan kontak yang besar dengan bahan yang diadsorpsi sehingga digunakan untuk proses adsorpsi campuran cair (Bernasconi et al., 1995). Menurut Ketaren (1986), daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika adsorben tersebut mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air tinggi,
ukuran partikel halus dan pH adsorben mendekati netral.
C. KONDISI KESETIMBANGAN
Kondisi kesetimbangan dapat diartikan keadaan dimana dua proses yang berlawanan terjadi dengan laju yang sama. Ciri suatu sistem pada
28 Proses adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar merupakan suatu kondisi dimana pigmen kuning kemerahan dalam olein sawit kasar secara selektif dijerap pada permukaan pori adsorben. Nilai konsentrasi β-karoten dalam olein yang semakin menurun menunjukkan semakin banyaknya komponen β-karoten dalam olein sawit kasar yang terserap oleh adsorben. Semakin rendah nilai konsentrasi β-karoten dalam olein dapat menunjukkan proses adsorpsi yang berjalan dengan baik. Hubungan antara penurunan konsentrasi β-karoten dalam olein dengan lama adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 7.
0
Gambar 7. Hubungan antara penurunan konsentrasi β-karoten dalam olein dengan lama adsorpsi ( , pada bentonit suhu 40°C; , pada bentonit suhu 50°C; , pada bentonit suhu 60°C; , pada arang aktif suhu 40°C; , pada arang aktif suhu 50°C; , pada arang aktif suhu 60°C)
29 adsorpsi. Penurunan tersebut dapat terlihat pada tiap kondisi suhu dan kedua jenis adsorben. Kondisi kesetimbangan tercapai apabila pada lama adsorpsi tertentu nilai konsentrasi β-karoten dalam olein tidak mengalami penurunan lagi. Konsentrasi β-karoten dalam olein yang menurun seiring dengan semakin lamanya waktu menyebabkan konsentrasi β-karoten yang diserap dalam adsorben meningkat sehingga adsorben mengalami kapasitas jenuh penyerapan. Gambar perubahan warna pada bentonit dan olein sawit kasar sebelum dan sesudah adsorpsi dapat dilihat pada Lampiran 5.
Selanjutnya dapat diketahui bahwa pada masing-masing suhu reaksi dan jenis adsorben diperoleh kondisi kesetimbangan yang berbeda. Nilai konsentrasi β-karoten dalam olein pada kondisi kesetimbangan untuk masing-masing kondisi suhu dan jenis adsorben disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai konsentrasi β-karoten dalam olein pada kondisi kesetimbangan untuk masing-masing kondisi suhu dan jenis adsorben
Perlakuan Lama Tercapainya Kesetimbangan
[menit]
Konsentrasi β-karoten dalam
Olein [μg/ml] Jenis Adsorben Suhu
[°C]