• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan dengan Myasthenia Gra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Asuhan Keperawatan dengan Myasthenia Gra"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Myasthenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Kelemahan otot yang parah yang disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk kesulitan bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan, bicaracadel, kelopak mata murung dan kabur atau penglihatan ganda.

Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-laki lebih dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak.

Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar 65% orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.

(2)

Ketika orang dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara berulang-ulang, otot tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang dahulu bisa menggunakan palu dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk beberapa menit. Meskipun begitu, kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari jam ke jam dan dari hari ke hari, dan rangkaian penyakit tersebut bervariasi secara luas. Sekitar 15% orang mengalami peristiwa berat (disebut myasthenia crisis), kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki menjadi sangat lemah, tetapi bahkan kemudian, mereka tidak kehilangan rasa. Pada beberapa orang, otot diperlukan untuk pernafasan yang melemah. Keadaan ini dapat mengancam nyawa.

2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep miastenia gravis?

2. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada miastenia gravis?

3. Tujuan

1. Mengetahui definisi miastenia gravis 2. Mengetahui etiologi miastenia gravis 3. Mengetahui pravelensi miastenia gravis 4. Mengetahui patofisiologi myasthenia gravis 5. Mengetahui manifestasi klinis miastenia gravis 6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik miastenia gravis 7. Mengetahui penatalaksanaan miastenia gravis

8. Mengetahui komplikasi miastenia gravis 9. Mengetahui pencegahan myasthenia gravis

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari transmisi neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot. Istilah Myasthenia adalah bahasa Latin untuk kelemahan otot, dan Gravis untuk berat atau serius.

Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis adalah gangguang yang memengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Miastenia gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal). (Price dan Wilson, 1995).

Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter yang dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial. Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita antara 15-35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun.

B. Klasifikasi Klinis Myasthenia Gravis 1. Kelompok I Myasthenia Okular

Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada kasus kematian.

2. Kelompok II Myasthenia Umum a. Myasthenia umum ringan

progress lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka kematian rendah.

(4)

progress bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria (gangguan bicara), disfagia (kesulitan menelan) dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan Myasthenia umum ringan. Otot-otot pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktivitas pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah.

c. Myasthenia umum berat

- Fulminan akut : progress yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernafasan. Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Dalam kelompok ini, persentase thymoma paling tinngi. Respon terhadap obat buruk. Insiden krisis Myasthenik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.

- Lanjut : Myasthenia Gravis berat timbul paling sedikit 2 tahun sesudah progress gejala-gejala kelompok I atau II. Myasthenia Gravis dapat berkembang secara perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Persentase thymoma menduduki urutan kedua. Respon terhadap obat dan prognosis buruk.

Myasthenia Gravis bisa juga diklasifikasikan dengan lebih singkat dan sederhana menjadi :

1. Golongan I = Gejala-gejalanya hanya terdapatpada otot-otot ocular

2. Golongan II A = Myasthenia Gravis umum ringan Golongan II B = Myasthenia Gravis umum berat

3. Golongan III = Myasthenia Gravis akut yang berat, yang juga mengenai otot-otot pernafasan

(5)

C. Etiologi

Penyebab miastenia gravis masih belum diketahui secara pasti, diduga kemungkinan terjadi karena gangguan atau destruksi reseptor asetilkolin (Acetyl Choline Receptor (AChR)) pada persimpangan neoromuskular akibat reaksi autoimun. Etiologi dari penyakit ini adalah:

1. Kelainan autoimun: direct mediated antibody, kekurangan AChR, atau kelebihan kolinesterase

2. Genetik: bayi yang dilahirkan oleh ibu MG

Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya miastenia gravis adalah: a. Infeksi (virus)

b. Pembedahan c. Stress

d. Perubahan hormonal e. Alkohol

f. Tumor mediastinum g. Obat-obatan:

o Antikolinesterase o Laksative atau enema o Sedatif

o Antibiotik (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin, erythromycin)

o Potassium depleting diuretic

o Narkotik analgetik o Diphenilhydramine

o B-blocker (propranolol) o Lithium

(6)

o Prednisone

D. Prevalensi / Kelaziman Myasthenia Gravis

Myasthenia Gravis dapat dikatakan sebagai penyakit yang masih jarang ditemukan. Umumnya menyerang wanita dewasa muda dan pria tua. Penyakit ini bukan suatu penyakit turunan ataupun jenis penyakit yang bisa menular. Kasus MG adalah 5-10 kasus per 1 juta populasi per tahun, yang mengakibatkan kelaziman di Amerika Serikat sekitar 25.000 kasus. MG betul-betul dipertimbangkan sebagai penyakit yang jarang, artinya MG kelihatannya menyerang dengan sembarangan dan tanpa disengaja dan tidak dalam hubungan keluarga. Tidak ada kelaziman rasial, tapi orang-orang yang terkena MG pada usia < 40 tahun, 70 % nya adalah wanita. Yang > 40 tahun, 60 % nya adalah pria. Pola ini sering disimpulkan dengan menyebutkan bahwa MG adalah penyakit wanita muda dan pria tua. Pada pasien yang mengalami MG sebagai akibat karena memiliki thymoma, tidak ada kelaziman usia dan jenis kelamin.

Menurut James F.Howard, Jr, M.D, kelaziman dari Myasthenia Gravis di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 14/100.000 populasi, kira-kira 36.000 kasus. Tetapi Myasthenia Gravis dibawah diagnosa dan kelaziman, mungkin lebih tinggi. Sebelum dipelajari, terlihat bahwa wanita lebih sering terserang disbanding pria. Usia yang paling umum terserang adalah pada usia 20 dan 30-an pada wanita dan 70 dan 80-an pada pria. Berdasarkan populasi umur, rata-rata usia yang terserang meningkat, dan sekarang pria lebih sering terserang dibanding wanita, dan permulaan munculnya tanda-tanda biasanya setelah usia 50.

(7)

E. Patofisiologi

Dasar ketidaknormalan pada miastenia gravis adalah adanya kerusakan pada tranmisi impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membrane postsinaps pada sambungan neuromuscular. Penelitian memperlihatkan adanya penurunan 70 % sampai 90 % reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuscular setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang bersikap lansung melawan reseptor asetilkolin (AChR) yang merusak tranmisi neuromuscular.

(8)

F. Manifestasi Klinis

Karakteristik penyakit berupa kelemahan otot ekstrem dan mudah mengalami kelelahan, yang umumnya memburuk setelah aktivitas dan berkurang setelah istirahat. Berbagai gejala yang muncul sesuai denagn otot yang terpenagaruh, sebagai berikut:

1) Apabila otot simetri yang terkena, umumnya dihubungkan dengan saraf kranial. Karena otot – otot okular terkena, maka gejala awal yang muncul diplopia (penglihata ganda) dan ptosis (jatuhnya kelopak mata). Ekspresi wajah pasien seperti sedang tidur terlihat seperti patung hal ini dikarenakan otot wajah terkena

2) Pengaruh terhadapa laring menyebabkan disfonia (gangguan suara) dalam pembentukan bunyi suara hidung atau kesukaran dalam pengucapan kata kata. Kelemahan pada otot otot bulbar menyebabkan masalah mengunyah dan menelan dan adanya bahaya tersedak dan aspirasi.

3) Sekitar 15% sampai 20% keluhan pada tangan dan otot otot lengan, pada otot kaki mengalami kelemahan yang membuat pasien jatuh.

4) Kelemahan diafragma dan otot – otot interkostal menyebabkan gawat nafas, yang merupakan keadaan darurat akut. (Keperawatan medikal bedah, 2001)

G. Pemeriksaan Penunjang

Tes darah dikerjakan untuk menebtukan kadar antibody tertentu didalam serum(mis, AChR-binding antibodies, AChR-modulating antibodies, antistriational antibodies). Tingginya kadar dari antibody dibawah ini dapat mengindikasikan adanya MG.

(9)

mempertahankan posisint melawan resistansi selama beberapa periode. Kelemahan yang terjadi pada pemeriksaan ini disebut fatigabilitas.

Foto thorax X-Ray dan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya pembesaran thymoma, yang umum terjadi pada MG

Pemeriksaan Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosis MG. Enzim acetylcholinesterase memecah acetylcholine setelah otot distimulasi, mencegah terjadinya perpanjangan respon otot terhadap suatu rangsangan saraf tunggal. Edrophonium Chloride merupakan obat yang memblokir aksi dari enzim acetylcholinesterase.

Electromyography (EMG) menggunakan elektroda untuk merangsang otot dan mengevaluasi fungsi otot. Kontraksi otot yang semakin melemah menandakan adanya MG.

H. Penatalaksanaan

Menurut Corwin (2009), penatalaksanaan pada pasien dengan miastenia gravis adalah:

a. Periode istirahat yang sering selama siang hari untuk menghemat kekuatan

b. Timektomi (pengangkatan timus melalui pembedahan)

Pada penderita tertentu perlu dilakukan timektomi. Perawatan pasca operasi dan kontrol jalan napas harus benar-benar diperhatikan. Melemahnya penderita beberapa hari pasca operasi dan tidak bermanfaatnya pemberian antikolinesterase sering kali merupakan tanda adanya infeksi paru-paru. Hal ini harus segera diatasi dengan fisioterapi dan antibiotik.

c. Plasmaferesis (dialisis darah dengan pengeluaran antibodi IgG)

Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengan dosis 50 ml/kg BB. Plasmaferesis mungkin efektif pada krisis miastenik karena kemampuannya untuk membuang antibodi pada reseptor asetilkolin, tetapi tidak bermanfaat pada penanganan kasus kronik.

(10)

 Antikolinesterase (piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau neostigmin bromida 15-45 mg per oral tiap 3 jam) untuk memperpanjang waktu paruh asetilkolin di taut neuromuskular. Pemberian antikolinesterase sangat bermanfaat pada miastenia gravis golongan IIA dan IIB. Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi parasimpatis, termasuk konstriksi pupil, kolik, diare, salivasi berkebihan, berkeringat, lakrimasi, dan sekresi bronkial berlebihan.

 Steroid (prednisolon sekali sehari secara selang-seling/alternate days dengan dosis awal kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10 mg/minggu). Apabila sudah ada perbaikan klinis maka dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan) dengan tujuan memperoleh dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian prednisolon secara mendadak harus dihindari.

 Azatioprin (merupakan obat imunosupresif dengan efek samping lebih sedikit jika dibandingkan dengan steroid, yaitu berupa gangguan saluran cerna, peningkatan enzim hati, dan leukopenia). Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati. Sesudah itu pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali.

 Obat anti-inflamasi untuk membatasi serangan autoimun

I. Komplikasi

Miastenia gravis dikatakan berada dalam krisis jika ia tidak dapat menelan, membersihkan sekret, atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan alat-alat. Ada dua jenis krisis yang terjadi sebagai komplikasi dari miastenia gravis (Corwin, 2009), yaitu:

1. Krisis miastenik

(11)

menjadi lumpuh. Dalam kondisi ini, dibutuhkan antikolinesterase yang lebih banyak. Keadaan ini dapat terjadi pada kasus yang tidak memperoleh obat secara cukup, terjadi setelah pengalaman yang menimbulkan stres seperti penyakit, gangguan emosional, pembedahan, atau selama kehamilan, serta infeksi. Tindakan terhadap kasus ini adalah:

a) kontrol jalan napas

b) pemberian antikolinesterase

c) bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis

Bila pada krisis miastenik pasien tetap mendapat pernapasan buatan (respirator), obat-obat antikolinesterase tidak diberikan terlebih dahulu, karena obat-obat ini dapat memperbanyak sekresi saluran pernapasan dan dapat mempercepat terjadinya krisis kolinergik. Setelah krisis terlampaui, obat-obat dapat mulai diberikan secara bertahap, dan seringkali dosis dapat diturunkan.

2. Krisis kolinergik

Krisis kolinergik yaitu respons toksik akibat kelebihan obat-obat antikolinesterase. Hal ini mungkin disebabkan karena pasien tidak sengaja telah minum obat berlebihan, atau mungkin juga dosis menjadi berlebihan karena terjadi remisi spontan. Golongan ini sulit dikontrol dengan obat-obatan dan batas terapeutik antara dosis yang terlalu sedikit dan dosis yang berlebihan sempit sekali. Respons mereka terhadap obat-obatan seringkali hanya parsial. Status hiperkolinergik ditandai dengan peningkatan motilitas usus, konstriksi pupil, bradikardia, mual dan muntah, berkeringat, diare, serta dapat pula timbul gawat napas. Tindakan terhadap kasus ini adalah:

a. kontrol jalan napas

(12)

mungkin gumpalan lender dapat menyumbat bronkus, menyebabkan atelektasis. Kemudian, antikolinesterase dapat diberikan lagi dengan dosis yang lebih rendah

b. bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis.

Untuk membedakan kedua tipe krisis tersebut dapat diberikan tensilon 2-5 mg intravena. Obat ini akan memberikan perbaikan sementara pada krisis miastenik, tetapi tidak akan memberikan perbaikan atau bahkan memperberat gejala-gejala krisis kolinergik. Perbedaan kedua krisis di atas secara rinci disajikan dalam tabel berikut:

J. Pencegahan Myasthenia Gravis

(13)

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis kelamin,dannstatus 2. Keluhan utama : kelemahan otot

3. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.

4. Pemeriksaan fisik :

 B1(breathing): dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut, kelemahan otot diafragma

 B2(bleeding) : hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi

 B3(brain) : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi okular,jatuhnya mata atau dipoblia

 B4(bladder) : menurunkan fungsi kandung kemih,retensi urine,hilangnya sensasi saat berkemih

 B5(bowel) : kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan peristaltik usus turun, hipersalivasi,hipersekresi

 B6(bone) : gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan otot yang berlebih

B. Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan

(14)

3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ptosis, C. Intervensi

1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan

Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi polapernapasan klien kembali efektif

Kriteria hasil :

 Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal  Bunyi nafas terdengar jelas

 Respirator terpasang dengan optimal

Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji Kemampuan ventilasi  Untuk klien dengan penurunan kapasitasventilasi, perawat mengkaji frekuensipernapasan, kedalaman, dna bunyi nafas,pantau hasil tes fungsi paru-paru tidal, kapasitas vital, kekuatan inspirasi),dengan interval yang sering dalammendeteksi masalah pau-paru, sebelumperubahan kadar gas darah arteri dansebelum tampak gejala klinik.

(15)

kedalaman

pernapasan,laporkansetiap perubahan yang terjadi.

frekuensi, dankedalaman pernapasan, kita dapatmengetahui sejauh mana perubahan kondisiklien.

3. Baringkan klien dalamposisi yang nyamandalam posisi duduk

 Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal

4. Observasi tanda-tanda vital (nadi,RR)

 Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru

2. Resiko cedera bd fungsi indra penglihatan yang tidak optimal

Tujuan: Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.

Kriteria hasil :

 Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.

 Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan

Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas

 Menjadi data dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya

2. Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan

(16)

partisipan dalampengobatan, klien harus belajar tentangfakta-faakta dasar mengenai agen-agenantikolinesterase-kerja, waktu, penyesuaiandosis, gejala-gejala kelebihan dosis, danefek toksik. Dan yang penting padapengguaan medikasi dengan tepat waktuadalah ketegasan.

3. Evaluasi Kemampuan aktivitas motorik

 Menilai singkat keberhasilan dari terapi yang boleh diberikan

3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot fasial atau oral

Tujuan: Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat

Kriteria hasil :

 Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi

 Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.

Intervensi Rasionalisasi

(17)

krisis miastenia gravis dapat berakibat pada komunikasi

2. Lakukan metode komunikasi yang idealsesuai dengan kondisiklien diinformasikan, berbicara dengan klienterhadap kedipan mata mereka dan ataugoyangkan jari-jari tangan atau kaki untukmenjawab ya/tidak. Setelah periode krisis klien selalu mampu mengenal kebutuhan mereka.

3. Beri peringatan bahwaklien di ruang inimengalami

 Membantu menurunkan frustasi oleh karenaketergantungan atau ketidakmampuanberkomunikasi

5. Ucapkan langsung kepada klien dengan berbicara pelan dan tenang,gunakan pertanyaan denganjawaban ”ya” atau”tidak” dan

(18)

perhatikanrespon klien

6. Kolaborasi: konsultasi ke ahli terapi bicara

 Mengkaji kemampuan verbal individual,sensorik, dan motorik, serta fungsi kognitif untuk mengidentifikasi defisit dankebutuhan terapi

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal

Tujuan : Citra diri klien meningkat Kriteria hasil :

 Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yangsedang terjadi

 Mampu menyatakan penerimaan diriterhadap situasi

 Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam kosep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.

Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji perubahan darigangguan persepsi danhubungan dengan derajat ketidakmampuan

 Menentukan bantuan individual dalammenyusun rencana perawatan ataupemilihan intervensi.

2. Identifikasi arti dari Kehilangan atau disfungsi pada klien.

(19)

lain mempunyai kesulitanmembandingkan

mengenal dan

mengaturkekurangan.

3. Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan

 Membantu meningkatkan perasaan hargadiri dan mengontrol lebih dari satu areakehidupan

4. Anjurkan orang yang Terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal untuk dirinya sebanyak-banyaknya

 Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembanganharga diri serta mempengaruhi prosesrehabilitasi

5. Kolaborasi: rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi.

 Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan

D. Evaluasi

1. Pola napas kembali efektif 2. Terhindar dari resiko cedera

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk 1 mengetahui sejauh mana proses pembelajaran pada topik Pertidaksamaan Linear dan Pertidaksamaan Kuadrat Kelas X SMA Bentara Wacana Muntilan

Ada pengaruh circuit weight training terhadap peningkatan daya ledak lengan pada atlet cabang olahraga voli Universitas „Aisyiyah

[r]

Di lihat dari lapangan tugas ini, maka nyatalah bahwa Perusahaan ini adalah salah satu Perusahaan Negara yang mengganti Badan Perusahaan Produksi Bahan Makanan dan Pembukaan

(3) Dalam hal dukungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak tercapai maka serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan dapat mengajukan kembali permintaan

Pengaruh lingkungan 6uga digambarkan oleh adana trans8er gen se4ara horiontal dalam suatu komunitas&#34; Untuk organisme ang bere$roduksi se4ara aseksual terda$at..

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat

Dalam tesis ini akan dikaji berbagai pemikiran Abduh dan Rasyid Ridha tentang penafsiran mereka pada ayat-ayat yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan perempuan, seperti