• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri Di Beberapa Apotek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri Di Beberapa Apotek"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PENGGUNAAN OBAT DALAM UPAYA PASIEN

MELAKUKAN PENGOBATAN SENDIRI

DI BEBERAPA APOTEK

SKRIPSI

OLEH:

KARTIKA U S MANURUNG NIM : 060804054

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

POLA PENGGUNAAN OBAT DALAM UPAYA PASIEN

MELAKUKAN PENGOBATAN SENDIRI

DI BEBERAPA APOTEK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

KARTIKA U S MANURUNG NIM : 060804054

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

POLA PENGGUNAAN OBAT DALAM UPAYA PASIEN MELAKUKAN PENGOBATAN SENDIRI DI BEBERAPA APOTEK

OLEH:

KARTIKA U S MANURUNG NIM: 060824054

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal : September 2010

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Wiryanto, MS., Apt Dra. Rosidah, M.Si., Apt NIP 195110251980021001 NIP 195103261978022001

Pembimbing II, Drs. Wiryanto, MS., Apt NIP 195110251980021001

Dra. Juanita Tanuwijaya, Apt Drs. Ismail, M.Si., Apt NIP 130 672 239 NIP 195006141980031001

Drs. Agusmal Dalimunthe, MS, Apt NIP 195406081983031005

Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua, Ayahanda R.

Manurung dan Ibunda S. Butar-butar serta abang dan adik-adik tersayang, Sintong

Manurung, Fatmawati Manurung, Esra Manurung, Ester Manurung, Wieke

Pasaribu yang telah memberikan doa dan dorongan yang tiada hentinya kepada

penulis.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Wiryanto, MS., A pt dan

Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, Apt selaku dosen pembimbing yang telah

mengarahkan dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran selam penelitian

hingga selesainya skripsi ini.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, tidak lupa penulis

menyampaikan rasa terima kasih kepada :

- Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt selaku Dekan di Fakultas Farmasi

USU Medan yang telah mendidik dan memberikan fasilitas bagi penulis selama

menuntut ilmu di perguruan tinggi negeri. Serta kepada Bapak Prof Dr. Jansen

Silalahi M App.Sc., Apt selaku Penasehat Akademik yang telah memberikan

bimbingan kepada penulis selama ini.

- Ibu Dra. Rosidah, M.Si., Apt, Bapak Drs. Ismail, M.Si., Apt, Bapak Drs.

Agusmal Dalimunthe, MS, Apt selaku penguji yang telah memberikan masukan

dalam penyusunan skripsi ini.

(5)

kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda

atas kebaikan yang telah diberikan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini

dpat berguna bagi ilmu pengetahuan pada umunya dan ilmu farmasi komunitas

pada khususnya. Penulis menyadari dlam penulisan skripsi ini belum sempurna

oleh karena keterbatasan kemampuan penulis. Atas kekurangan dan kelemahan ini

penulis mohon maaf.

Medan, September 2010

Penulis,

(6)

POLA PENGGUNAAN OBAT DALAM UPAYA PASIEN MELAKUKAN PENGOBATAN SENDIRI DIBEBERAPA APOTEK

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pola penggunaan obat dalam upaya pasien melakukan pengobatan sendiri dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Penelitian bersifat deskriptif dengan metode survei. Data diperoleh melalui kuisioner yang dibagikan kepada 90 responden yang membeli obat tanpa resep pada bulan februari sampai maret 2009.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor - faktor yang berhubungan dengan tindakan penggunaan obat yaitu umur, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, status pekerjaan dan tingkat pengetahuan serta sikap terhadap pengobatan sendiri adalah sebagai berikut: Responden yang melakukan pengobatan sendiri berumur 26-49 tahun (52,22%), berpendidikan SMA (53,33%), berpenghasilan Rp.1.000.000,- sampai Rp.3.000.000,- ( 62,22%) dengan status pekerjaan beraneka ragam. Dari keseluruhan responden 50% diantaranya pernah mendengar istilah pengobatan sendiri, mengetahui tentang penggolongan obat (64,4%), keluhan demam yang paling banyak diobati dengan pengobatan sendiri (55,56%) dan obat yang terkandung adalah parasetamol. Semua responden mengetahui aturan pakai obat (100% ), dari keseluruhan responden 45,56% diantaranya mengetahui dari brosur yang terdapat dalam kemasan obat mengetahuinya, (45,56%) mengetahuinya dari brosur yang terdapat dalam kemasan obat. Kaitan tingkat pengetahuan terhadap pola penggunaan obat dalam pengobatan sendiri adalah cukup (26,67%). Sikap responden tentang pengobatan sendiri lebih menguntungkan masyarakat (42,22%), dapat membahayakan kesehatan karena tidak sesuai aturan (47,78%), pengobatan sendiri pada penggunaannya berlangsung singkat (42,22%) dan pengobatan sendiri dikatakan bermanfaat jika digunakan sesuai dengan aturan (67,78%). Dari beberapa macam kelompok terapi obat yang paling banyak digunakan oleh responden adalah kelompok terapi analgetika / antipiretika (28,89%). Sebagian besar (87,77%) penggunaan obat dalam upaya pengobatan sendiri merupakan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas.

(7)

THE PATTERNS OF DRUG USE IN EFFORTS BY PATIENT FOR MAKE SELF-MEDICATION IN SOME APOTEC

ABSTRACT

A research concerning on the pattern of drug use in efforts by patient for make self-medication and the factors influencing it.

This study was descriptive survey method. Data were obtained through questionnaires distributed to 90 respondents who bought drugs without a prescription in February until March 2009.

The results showed that the factors related to drug use measures such as age, level of education , level of income, type of occupation and level of knowledge and attitudes towards self - medication is as follows: Respondents who did their own treatment aged 26-49 years (52.22%), high school educated (53.33%), earned Rp.1.000.000, - until Rp.3.000.000, - (62.22%) with a wide range of job status. 50% of respondents never heard the term treatment own, to know about the classification of drugs (64.4%), symptoms of fever the most widely treated with self – medication (55.56%) and drug is contained paracetamol. All respondents knew the rules of drug use (100%), 45.56% from the total respondents know from the brochure know the drug contained in the packaging, (45.56%) knew it from the brochure contained in the packaging of drugs. Correlation knowledge level of the drug use pattern in the treatment it self is enough (26.67%). Respondents attitudes regarding their own treatment is more prosper to community (42.22%), may be harmful to health because they do not fit the rules (47.78%), self treatment on its use was for short time (42.22%) and treatment it self is said to be useful if used in accordance with the rules (67.78%). For a few medicine therapy group so many used by respondence is teraphy group analgetic/antipiretic (28,89%). The most of drug (87.77%) use in self-medication is OTC (over the counter) drug.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ……… i

HALAMAN PENGESAHAN ………... ii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK……….. vi

ABSTRACT ………... vii

DAFTAR ISI ……….. viii

DAFTAR TABEL ………. xi

DAFTAR GAMBAR ……… xii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Perumusan Masalah ……… 3

1.3 Hipotesa ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ……….... 3

1.4 Manfaat Penelitian ………. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Pilihan Pengobatan ... 5

2.2 Pengobatan Sendiri ... 8

2.3 Penggunaan Obat Dalam Pengobatan Sendiri ... 13

(9)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 20

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

3.2 Jenis Penelitian ... 20

3.3 Jenis Data ... 20

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 20

3.5 Analis Data ... 21

3.6 Prosedur Kerja ... 21

3.7 Defenisi Operasional ... 21

3.8 Variabel Penelitian dan Cara Pengukuran Variabel ... 22

3.8.1 Variabel Penelitian ... 22

3.8.1.1 Variabel Terikat ... 22

3.8.1.2 Variabel Bebas ... 23

3.8.2 Cara Pengukuran Variabel ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Karakteristik Responden ………. 25

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Terapi Obat ... .... 26

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Obat ... 29

4.4 Hasil Penelitian Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri ... 31

4.4.1 Hubungan Umur dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri ... 31

(10)

4.4.3 Hubungan Tingkat Penghasilan Dengan Pola Penggunaaan

Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri... 33

4.4.3 Hubungan Jenis Pekerjaan Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri ... 34

4.4.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri ... 35

4.4.6 Hubungan Tindakan Responden Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri ... 38

4.4.7 Hubungan Sikap Responden Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri ... 41

4.4.8 Kaitan Tingkat Pengetahuan Terhadap Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri ... 44

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Distribusi Karekteristik Responden Penelitian ... 25

Tabel 2 : Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Terapi Obat

Yang Digunakan ... 26

Tabel 3 : Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Obat Yang

Digunakan ... 29

Tabel 4 : Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden dengan Pola

Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan

Pengobatan Sendiri ... 35

Tabel 5 : Hubungan Tindakan Responden dengan Pola Penggunaan

Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan

Sendiri ... 38

Tabel 6 : Hubungan Sikap Responden dengan Pola Penggunaan Obat

Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan

Sendiri ... 41

Tabel 7 : Kaitan Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Pola

Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok

Terapi Obat Yang Digunakan ... 28

Gambar 2 : Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Obat

Yang Digunakan ... 30

Gambar 3 : Grafik Hubungan Umur Dengan Pola Penggunaan Obat

Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri ... 31

Gambar 4 : Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pola

Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan

Sendiri ... 32

Gambar 5 : Grafik Hubungan Tingkat Penghasilan Dengan Pola

Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan

Sendiri ... 33

Gambar 6 : Grafik Hubungan Jenis Pekerjaan Dengan Pola

Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan

Sendiri ... 34

Gambar 7 : Grafik Kaitan Tingkat Pengetahuan Terhadap Pola

Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Distribusi Penggunaan Obat Dalam Upaya Pengobatan

Sendiri ... 52

Lampiran 2 : Kuisioner ... 56

(14)

POLA PENGGUNAAN OBAT DALAM UPAYA PASIEN MELAKUKAN PENGOBATAN SENDIRI DIBEBERAPA APOTEK

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pola penggunaan obat dalam upaya pasien melakukan pengobatan sendiri dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Penelitian bersifat deskriptif dengan metode survei. Data diperoleh melalui kuisioner yang dibagikan kepada 90 responden yang membeli obat tanpa resep pada bulan februari sampai maret 2009.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor - faktor yang berhubungan dengan tindakan penggunaan obat yaitu umur, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, status pekerjaan dan tingkat pengetahuan serta sikap terhadap pengobatan sendiri adalah sebagai berikut: Responden yang melakukan pengobatan sendiri berumur 26-49 tahun (52,22%), berpendidikan SMA (53,33%), berpenghasilan Rp.1.000.000,- sampai Rp.3.000.000,- ( 62,22%) dengan status pekerjaan beraneka ragam. Dari keseluruhan responden 50% diantaranya pernah mendengar istilah pengobatan sendiri, mengetahui tentang penggolongan obat (64,4%), keluhan demam yang paling banyak diobati dengan pengobatan sendiri (55,56%) dan obat yang terkandung adalah parasetamol. Semua responden mengetahui aturan pakai obat (100% ), dari keseluruhan responden 45,56% diantaranya mengetahui dari brosur yang terdapat dalam kemasan obat mengetahuinya, (45,56%) mengetahuinya dari brosur yang terdapat dalam kemasan obat. Kaitan tingkat pengetahuan terhadap pola penggunaan obat dalam pengobatan sendiri adalah cukup (26,67%). Sikap responden tentang pengobatan sendiri lebih menguntungkan masyarakat (42,22%), dapat membahayakan kesehatan karena tidak sesuai aturan (47,78%), pengobatan sendiri pada penggunaannya berlangsung singkat (42,22%) dan pengobatan sendiri dikatakan bermanfaat jika digunakan sesuai dengan aturan (67,78%). Dari beberapa macam kelompok terapi obat yang paling banyak digunakan oleh responden adalah kelompok terapi analgetika / antipiretika (28,89%). Sebagian besar (87,77%) penggunaan obat dalam upaya pengobatan sendiri merupakan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas.

(15)

THE PATTERNS OF DRUG USE IN EFFORTS BY PATIENT FOR MAKE SELF-MEDICATION IN SOME APOTEC

ABSTRACT

A research concerning on the pattern of drug use in efforts by patient for make self-medication and the factors influencing it.

This study was descriptive survey method. Data were obtained through questionnaires distributed to 90 respondents who bought drugs without a prescription in February until March 2009.

The results showed that the factors related to drug use measures such as age, level of education , level of income, type of occupation and level of knowledge and attitudes towards self - medication is as follows: Respondents who did their own treatment aged 26-49 years (52.22%), high school educated (53.33%), earned Rp.1.000.000, - until Rp.3.000.000, - (62.22%) with a wide range of job status. 50% of respondents never heard the term treatment own, to know about the classification of drugs (64.4%), symptoms of fever the most widely treated with self – medication (55.56%) and drug is contained paracetamol. All respondents knew the rules of drug use (100%), 45.56% from the total respondents know from the brochure know the drug contained in the packaging, (45.56%) knew it from the brochure contained in the packaging of drugs. Correlation knowledge level of the drug use pattern in the treatment it self is enough (26.67%). Respondents attitudes regarding their own treatment is more prosper to community (42.22%), may be harmful to health because they do not fit the rules (47.78%), self treatment on its use was for short time (42.22%) and treatment it self is said to be useful if used in accordance with the rules (67.78%). For a few medicine therapy group so many used by respondence is teraphy group analgetic/antipiretic (28,89%). The most of drug (87.77%) use in self-medication is OTC (over the counter) drug.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial

yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomi. Penyelenggaraan upaya kesehatan dapat berupa pendekatan

pemeliharaan, pelayanan kesehatan, peningkatan kesehatan (promotif),

pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan

kesehatan (rehabilitatif). Salah satu upaya peningkatan derajat kesejahteraan

masyarakat adalah melalui pekerjaan yang berhubungan dengan kefarmasian, dan

tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian adalah Apotek.

Salah satu pelayanan kefarmasian yang dilakukan di apotek adalah

pengobatan sendiri. Pengobatan sendiri adalah upaya yang dilakukan orang awam

untuk mengatasi sakit atau keluhan yang dialaminya, tanpa bantuan tenaga ahli

medis (Supardi, 2008). Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus

mencari informasi obat yang sesuai dengan penyakitnya dan apoteker memiliki

peranan di sini. Apoteker bisa memberikan informasi obat yang objektif dan

rasional. Pengobatan sendiri boleh dilakukan untuk kondisi penyakit ringan,

umum dan tidak akut (Wulandari, 2010).

Menurut Lawrence Green, penggunaan obat dalam pengobatan sendiri

merupakan suatu perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan dipengaruhi tiga faktor

pokok yaitu: faktor predisposisi (predisposising factor), faktor pendukung

(17)

Obat yang digunakan untuk pengobatan sendiri meliputi obat-obat yang

dapat digunakan tanpa resep yang meliputi: Obat Bebas (OB), Obat Bebas

Terbatas (OBT) dan Obat Wajib Apotek (OWA). Obat wajib apotek terdiri dari

terapi oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat

saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, anti parasit dan

obat kulit topikal (Anonim, 2007).

Gencarnya promosi obat bebas melalui iklan baik media cetak maupun

media elektronik mendorong masyarakat untuk melakukan pengobatan sendiri

(Self Medication). Pada prinsipnya pengobatan sendiri dilakukan tanpa melalui

pemeriksaan dokter sebelumnya, sehingga masyarakat yang melakukan

pengobatan sendiri sebaiknya lebih dapat mengenali penyakit yang dideritanya

(Anonim, 2009).

Sesuai dengan Visi Indonesia Sehat 2010 dari Departemen Kesehatan RI

tahun 1999, bahwa gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin

dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara

yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku

yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang

bermutu tinggi secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Pengobatan sendiri (self medication) adalah upaya yang dilakukan

masyarakat untuk mengatasi gejala atau keluhan penyakit. Apabila dilakukan

dengan benar, maka pengobatan sendiri merupakan sumbangan yang sangat besar

(18)

2009). Untuk itu Badan Pengawasan Obat dan Makanan menerbitkan buku

Kompendia Obat Bebas sebagai pedoman untuk melakukan pengobatan sendiri.

Pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan mencakup 4 kriteria yaitu tepat

golongan, tepat dosis, tepat obat dan lama pengobatan (Depkes, 1996).

Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin menggali informasi dari masyarakat,

konsumen pengguna obat tentang Pola Penggunaan Obat dalam upaya Pengobatan

Sendiri Di beberapa Apotek .

1.2 Perumusan Masalah

Bagaimanakah pola penggunaan obat dan hubungannya dengan faktor

umur, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, jenis pekerjaan, tingkat

pengetahuan, sikap dan tindakan dalam upaya pasien melakukan pengobatan

sendiri di apotek.

1.3 Hipotesa

Pola penggunaan obat yang dipengaruhi oleh faktor umur, tingkat

pendidikan, tingkat penghasilan, jenis pekerjaan, tingkat pengetahuan, sikap dan

tindakan dalam upaya pasien melakukan pengobatan sendiri.

1.4 Tujuan

 Mengetahui pola penggunaan obat dan kaitannya dengan faktor umur,

tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, jenis pekerjaan, tingkat

pengetahuan, sikap dan tindakan dalam upaya pasien melakukan

(19)

1.5 Manfaat Penelitian

 Menghasilkan data untuk dapat digunakan sebagai dasar dalam

mengambil langkah-langkah selanjutnya, untuk melakukan penyuluhan

kepada masyarakat agar dapat melakukan pengobatan sendiri yang lebih

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pilihan Pengobatan

Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh 2 faktor

utama, yaitu faktor perilaku seperti pergi ke apotek membeli obat dan non

perilaku (fisik, sosial, ekonomi, politik). Oleh karena itu upaya penanggulangan

masalah kesehatan masyarakat juga dapat ditujukan pada kedua faktor utama

tersebut. Upaya intervensi terhadap faktor non perilaku seperti : upaya

pemberantasan penyakit menular, penyediaan sarana air bersih, pembuangan tinja

dan penyediaan pelayanan kesehatan. Sedangkan upaya intervensi terhadap faktor

perilaku dilakukan melalui 2 pendekatan, yaitu:

a. Pendidikan (Education)

Pendidikan adalah upaya pembelajaran kepada masyarakat agar

masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatannya. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya terhadap proses pembelajaran.

Sehingga perilaku tersebut diharapkan berlangsung lama dan menetap karena

didasari oleh kesadaran.

b. Paksaan atau tekanan

Paksaan dilakukan kepada masyarakat agar mereka melakukan

tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri.Tindakan

(21)

lama karena tidak didasari pada pemahaman dan kesadaran untuk apa mereka

berperilaku sepert itu. Jadi dari kedua pendekatan itu, maka pendekatan

pendidikanlah paling tepat sebagai upaya pemecahan masalah kesehatan

masyarakat melalui faktor perilaku (Notoatmodjo, 2005).

Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan,

maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku

tersebut. Ada 3 faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu:

1. Faktor predisposisi

Faktor - faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku pada diri

seseorang atau masyarakat adalah pengetahuan dan sikap seseorang /

masyarakat tersebut

terhadap apa yang dilakukan.

2. Faktor pemungkin atau pendukung

Faktor pemungkin atau pendukung perilaku adalah fasilitas, sarana atau

prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku

seseorang / masyarakat. Misalnya seorang ibu berobat ke rumah sakit dan

diberi resep oleh dokter. Fasilitas berobat seperti rumah sakit dan apotek.

Dalam hal ini pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya

perilaku, maka masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan

atau mendukung perilaku tersebut.

3. Faktor penguat

Pengetahuan, sikap dan fasilitas yang tersedia belum menjamin terjadinya

perilaku seseorang atau masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya faktor

(22)

undang-undang, surat keputusan dari pejabat pemerintah pusat atau daerah

merupakan faktor penguat perilaku (Notoatmodjo, 2005).

Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Hal ini adalah sangat tepat

dikumandangkan ditengah berkembangnya berbagai macam penyakit, pola hidup

sehat mutlak dilakukan agar penyakit tak mudah menyerang. Ada kalanya upaya

belum maksimal, tetapi penyakit lebih dulu menghampiri (Anonim,2008).

Orang yang mempersepsikan penyakitnya sebagai penyakit ringan

cenderung untuk memilih pengobatan sendiri (self medication) dengan membeli

obat di toko obat atau apotek. Orang yang mengganggap penyakit mereka serius,

apabila dalam tiga hari sampai seminggu tidak sembuh maka mereka cenderung

untuk memilih pergi ke dokter atau pelayanan kesehatan lain. Mereka yang

mempersepsikan bahwa pengobatan profesional sulit untuk dijangkau, mahal dan

tidak efektif cenderung untuk beralih ke pengobatan sendiri dan pengobatan

alternatif (Nasiruddin, 2009).

Dalam sistem penyelenggaraan kesehatan, pengobatan sendiri

(self-medication) menjadi upaya utama dan terbesar yang dilakukan masyarakat

(Sukasediati, 1999). Menurut World Health Organization (WHO) swamedikasi

adalah pemilihan dan penggunaan obat, baik obat modern maupun obat tradisional

oleh seseorang untuk mengobati penyakit atau gejalanya yang dapat dikenali

sendiri (WHO, 1998). Salah satu peran farmasis dalam pengobatan sendiri yaitu

sebagai komunikator, dimana farmasis harus memberikan informasi yang cukup

(23)

2.2 Pengobatan Sendiri

Dewasa ini masyarakat sudah lebih menyadari tanggung jawabnya atas

kesehatan diri dan keluarga. Di mana-mana dirasakan kebutuhan akan penyuluhan

yang jelas dan tepat mengenai penggunaan secara aman dari obat-obatan yang

dapat dibeli bebas di Apotek guna melakukan pengobatan sendiri (Tan, dkk.,

1993). Lebih dari 60% anggota masyarakat melakukan pengobtan sendiri, dan

80% mengandalkan obat modern (Wulandari, 2010).

Pengobatan sendiri adalah tindakan pemilihan dan penggunaan

obat-obatan oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali

sendiri. Pengobatan sendiri didefinisikan sebagai tindakan penggunaan

obat-obatan tanpa resep dokter oleh masyarakat atas inisiatif mereka sendiri.

Keuntungan pengobatan sendiri yaitu praktis, ekonomis, mudah diperoleh, efisien,

aman apabila digunakan sesuai petunjuk. Kerugiannya yaitu kurangnya

pengetahuan tentang obat yang dapat menimbulkan efek samping dari obat (tidak

mengetahui tidak memperhatikan peringatan dan kontra indikasi, interaksi obat )

salah diagnosa, salah memilih terapi.

Pengobatan sendiri merupakan upaya pengobatan yang mengacu pada

kemampuan sendiri, tanpa petunjuk dokter atau tenaga medis, untuk mengatasi

sakit atau keluhan penyakit ringan dengan menggunakan obat-obat yang di rumah

atau membeli langsung ke toko obat atau apotek.

Apotek adalah sarana kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian

(24)

kefarmasian tersebut meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan

farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan

obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta

pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (PP no. 51 tahun 2009 pasal

1 ayat 1). Keberadaan apotek turut membantu pemerintah dalam memelihara dan

menjaga kesehatan masyarakat. Peran profesi seorang apoteker di apotek adalah

melaksanakan kegiatan Pharmaceutical Care atau asuhan kefarmasian. Salah satu

tujuan utama asuhan kefarmasian adalah meningkatkan kualitas hidup pasien

(Anonim, 2009).

Penerapan asuhan kefarmasian yang baik atau GPP (Good Pharmaceutical

Practice) di apotek telah diatur dalam Permenkes 1027 tahun 2004. Dalam PP no.

51 Pasal 21 ayat 2 juga sudah dipaparkan, bahwa yang boleh melayani pemberian

obat berdasarkan resep adalah apoteker. Secara tidak langsung tersirat bahwa

apoteker harus selalu ada di apotek untuk melakukan asuhan kefarmasian.

Apoteker sendiri telah diberi kewenangan untuk melakukan pengobatan

sendiri kepada orang yang datang ke apotek. Pasien menyampaikan keluhan dan

gejala yang dirasakan, kemudian Apoteker menginterpretasikan penyakitnya lalu

memilihkan obat yang sesuai dengan keluhannnya atau merujuk ke pelayanan

kesehatan lain (rumah sakit, laboratorium, dokter spesialis, dan lain-lain). Obat

yang diberikan Apoteker meliputi obat wajib apotek (OWA, dengan ketentuan dan

batasan yang tercantum dalam daftar OWA 1 dan OWA 2), obat bebas terbatas,

dan obat bebas. Apoteker hendaknya membuat catatan pasien serta obat yang

(25)

indikasi, dan efek samping yang perlu diperhatikan oleh pasien (Dhadhang,

2008).

Masyarakat lebih memilih membeli obat ke apotek untuk mendapatkan

obat-obat untuk pengobatan sendiri. Masyarakat semakin terdidik dan kritis dalam

memilih layanan kesehatan dan jenis-jenis obat sehingga kebutuhan untuk

mendapatkan informasi tentang obat menjadi lebih tinggi. Masyarakat punya hak

dalam memilih dari sekian banyak jenis obat yang telah diresepkan dokter

(Anonim, 2007).

Upaya masyarakat melakukan pengobatan sendiri dinilai seperti pedang

bermata dua, apabila tidak dengan tepat dilakukan. Di satu sisi akan mengurangi

beban pelayanan di puskesmas atau rumah sakit. Namun di sisi lain bila obat yang

digunakan adalah obat-obat yang termasuk dalam daftar G (obat keras) seperti

antibiotika, antidiabetes, hormon dan antihipertensi tanpa pengetahuan yang

memadai akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan. Begitu juga dengan

pemakaian obat daftar W (bebas terbatas) seperti analgetika, antipiretika dan obat

batuk dalam jangka lama juga dapat menimbulkan efek samping yang merugikan

(Cermin Dunia Kedokteran No. 125, 1999).

Untuk pemakaian obat antibiotika dianjurkan untuk tidak

menggunakannya dalam pengobatan sendiri karena pemakaian antibiotika yang

tidak tepat dengan dosis yang rendah, pemakaian dalam jangka waktu yang lama,

yang sudah rusak atau kadaluwarsa menimbulkan terjadinya resistensi atau

superinfeksi bahkan timbulnya alergi ataupun syok anafilaksis pada individu

(26)

Pengobatan sendiri mempunyai beberapa dampak positif diantaranya masyarakat dapat mengatasi masalah kesehatannya secara dini. Keberhasilannya

akan mengurangi beban pusat-pusat pelayanan kesehatan, biaya yang dikeluarkan

relatif lebih murah, serta memberi kesempatan kepada banyak pihak untuk terlibat

dalam bisnis obat.

Ada beberapa aspek yang perlu diwaspadai agar pengobatan sendiri dapat

dilakukan secara bermutu yaitu tepat, aman, dan rasional. Garis besarnya adalah

sebagai berikut:

a. Kenali gejala penyakit atau keluhan kesehatan yang diderita.

b. Tentukan obat yang dibutuhkan untuk mengatasi keluhan tersebut yaitu

 Pilih produk dengan formula yang paling sederhana dengan memperhatikan komposisi dan dosis. Secara umum komposisi tunggal

lebih dianjurkan.

 Pilih obat yang mengandung dosis efektif, serta mencantumkan komposisi

dan jumlahnya.

 Dianjurkan menggunakan produk generik bila tersedia.

 Berhati-hatilah terhadap iklan yang melebihkan efek obat dibanding produk sejenis yang lain.

 Perhatian khusus harus diberikan untuk pemberian pada anak-anak, terutama mengenai dosis, bentuk sediaan, dan rasa.

c. Perhatikan waktu penggunaan obat dengan kesembuhan atau berkurangnya

keluhan penyakit, bila dalam beberapa hari tidak terdapat perubahan

(27)

Untuk melindungi masyarakat dari resiko penggunaan obat yang tidak

tepat, pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan

berkaitan dengan pengobatan sendiri. Pengobatan sendiri hanya boleh

menggunakan obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas.

Tanda golongan obat harus tercantum pada setiap kemasan obat. Semua obat

bebas dan obat bebas terbatas wajib mencantumkan keterangan tentang

kandungan zat berkhasiat, kegunaan, aturan pakai, dan pernyataan lain yang

diperlukan dalam setiap kemasan. Semua kemasan obat bebas terbatas wajib

mencantumkan” apabila sakit berlanjut segara hubungi dokter”

Pendidikan menentukan seseorang dalam memilih pengobatan untuk

dirinya. Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, semakin banyak pula dia

berusaha untuk mengobati dirinya sendiri. Seperti orang-orang di pedesaan yang

sama sekali tidak pernah menerima pendidikan, berusaha untuk mengobati

dirinya sendiri, kalau mengalami sakit. Sedangkan mereka yang pernah

mendapatkan pendidikan lebih baik akan terlihat persentasenya lebih kecil.

Demikian juga di perkotaan. Semakin rendah tingkat pendidikan

seseorang, semakin banyak yang memilih cara pengobatan sendiri itu. Hal

pemberian obat-obat resep dokter ini perlu sekali diperhatikan, karena sekarang

ini obat-obatan dapat diperoleh dengan bebas. Akibatnya masyarakat di daerah

pedesaan dengan tingkat pendidikan yang rendah bisa menjadi korban pemakaian

yang tidak benar dari obat-obatan tersebut.

Peningkatan pengetahuan masyarakat dalam masalah kesehatan ini,

(28)

menerus. Peranan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan sangatlah

besar, sehingga masyarakat yang tidak mengetahui tentang obat bebas yang

dipergunakannya dapat diminimalisasi. Dengan demikian mereka tidak akan

menjadi korban dari kesalahan sendiri dalam mempergunakan obat-obat tersebut.

2.3 Penggunaan Obat Dalam Pengobatan Sendiri

Semua orang dalam hidupnya pasti membutuhkan obat. Begitu juga tenaga

kesehatan yang berhak memperoleh layanan kesehatan yang terbaik. Menurut

Departemen Kesehatan RI, Obat menjadi unsur yang penting dalam upaya

kesehatan, mulai dari upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis,

pengobatan dan pemulihan harus diusahakan agar selalu tersedia pada saat

dibutuhkan.

Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk

mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan

kesehatan dan kontrasepsi (Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992).

Obat merupakan senyawa kimia yang sangat kuat. Disamping manfaat

yang besar, obat berpotensi untuk mendatangkan malapetaka. Karena itu semakin

lengkap pengetahuan tentang obat dan bagaimana cara menggunakannya secara

tepat dan aman, akan lebih banyak memperoleh manfaatnya (Anonim, 2009).

Obat dapat merugikan kesehatan bila tidak memenuhi persyaratan atau bila

(29)

Strategi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas penggunaan obat

yang tepat, aman dan rasional khususnya pada pengobatan sendiri dapat ditempuh

melalui peningkatan komunikasi (konseling) antara pasien dengan tenaga

kesehatan serta melakukan penilaian individu, kondisi sosial dan ekonomi yang

mencerminkan gaya hidup pasien (Lofholm & Katzung, 1997). Intervensi

Pengetahuan Pasien dapat juga dilakukan melalui penyebaran brosur mengenai

penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional (Arustiyono, 1999).

Strategi-strategi tersebut sangat penting dilakukan mengingat berhasilnya

suatu terapi tidak hanya ditentukan oleh diagnosis dan pemilihan obat yang tepat,

tetapi juga oleh kepatuhan pasien untuk mengikuti terapi yang telah ditentukan

(Muliawan, 2004).

2.3.1 Penggolongan Obat

Sesuai Permenkes No. 917/MENKES/PER/X/1993 Tentang Daftar Wajib

Obat Jadi, bahwa yang dimaksud dengan golongan obat adalah penggolongan

yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketetapan penggunaan serta

pengamanan distribusi yang terdiri dari Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat

Wajib Apotek, Obat Keras, Psikotropika dan Narkotika.

1. Obat Bebas ( OB )

Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter. Obat ini

biasa menjadi pilihan saat ada kebutuhan untuk melakukan pengobatan sendiri.

Pada wadah obat terdapat tanda khusus obat bebas, berupa lingkaran hijau dengan

(30)

analgetik-antipiretik (seperti: parasetamol) dan obat gosok. Obat ini dapat dibeli

bebas di apotek, toko obat dan warung.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan obat bebas adalah:

o Apakah obatnya masih baik atau tidak?

o Lihat tanggal kadaluarsa obatnya

o Bacalah dengan baik keterangan tentang obat tadi pada brosurnya

o Lihat indikasi penggunaan, yang merupakan petunjuk kegunaan obat untuk penyakit.

o Perhatikan dengan baik dosis yang digunakan, untuk dewasa atau anak-anak.

o Lihat pula dengan baik komposisi zat berkhasiat dalam kemasan obat.

o Perhatikan peringatan-peringatan khusus dalam pemakaian obat.

o Perhatikan pula tentang kontra indikasi dan efek samping obat.

(DitJen Bina Kefarmasian, 2006)

2. Obat Bebas Terbatas ( OBT )

Disebut daftar W, Obat golongan ini masih termasuk obat keras tapi dapat

dibeli tanpa resep dokter, sehingga penyerahannya pada pasien hanya boleh

dilakukan oleh Asisten Apoteker penanggung jawab. Obat bebas terbatas ditandai

dengan lingkaran berwarna biru dengan garis tepi lingkaran berwarna hitam

(DitJen POM, 2008). Pada wadah obat terdapat tanda khusus obat bebas terbatas.

Obat-obatan yang termasuk ke dalam golongan ini antara lain obat batuk, obat

influenza, obat penghilang rasa sakit dan penurun panas pada saat demam

(31)

Terdapat pula tanda peringatan ”P” dalam labelnya. Kenapa disebut ”terbatas”

karena ada batasan jumlah dan kadar isinya. Label ”P” ada beberapa macam

yaitu:

1. P.No. 1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan pemakaiannya.

2. P.No. 2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur jangan ditelan

3. P.No. 3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan.

4. P.No. 4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar

5. P.No. 5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan

6. P.No. 6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan

3. Obat Wajib Apotek ( OWA )

Menurut Keputusan Mentri Kesehatan Nomor : 347/

MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek yaitu obat keras yang dapat

diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di Apotek tanpa resep dokter. Obat yang

termasuk dalam obat wajib apotek ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Surat

keputusan tersebut dilampiri dengan Daftar Obat Wajib Apotek No. 1. Jumlah

obat yang ditetapkan sebagai obat wajib Apotek bertambah berdasarkan Daftar

Obat Wajib Apotek No.2, sebagai lampiran dari surat Keputusan Menteri

Kesehatan No. 924/MENKES/PER/X/1993. Berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan No. 925/ MENKES/PER/X/1993 tanggal 23 Oktober 1993

yang dilampiri Daftar Perubahan Golongan Obat No.1, beberapa obat dari Daftar

(32)

a. Empat obat wajib apotek menjadi obat bebas terbatas yaitu:

1. Aminofilin dalam bentuk supositoria menjadi obat bebas terbatas.

2. Bromheksin menjadi obat bebas terbatas

3. Heksetidin sebagai obat luar untuk mulut dan tenggorokan dengan kadar

sama atau kurang dari 0,1% menjadi obat bebas terbatas.

4. Mebebndazol menjadi obat bebas terbatas.

b. Satu obat wajib apotek menjadi obat bebas yaitu:

1. Tolnaftat sebagai obat luar untuk infeksi jamur lokal dengan kadar sama

atau kurang dari 1% menjadi obat bebas.

Dengan bertambahnya obat yang ditetapkan sebagai obat wajib apotek,

peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan obat

perlu lebih mendapatkan perhatian. Informasi, terutama yang menyangkut efek

samping, kontraindikasi dan interaksi sangat diperlukan. Oleh karena beberapa

obat yang ditetapkan sebagai obat wajib apotek merupakan obat yang dapat

mengakibatkan kebiasaan dan ketergantungan (Sartono, 1996).

4. Obat Keras

Obat keras adalah obat yang hanya bisa diperoleh dengan resep dokter.

Kemasan obat ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat huruf K

berwarna merah yang menyentuh tepi lingkaran yang berwarna hitam.

Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini antara lain: obat jantung, obat darah

tinggi/antihipertensi, obat darah rendah/antihipotensi, obat diabetes, hormon,

(33)

5. Obat Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam

undang-undang sebagaiman terlampir dalam Undang-Undang ini. Undang –

undang ini hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan

dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Undang – Undang

Republik Indonesia tentang Narkotika, 1997).

Kemasan obat golongan ini ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya

terdapat palang (+) berwarna merah. Obat narkotika bersifat ketergantungan atau

adiksi dan penggunaannya diawasi dengan ketat, sehingga obat golongan

narkotika hanya dapat diperoleh dengan resep dokter yang asli (tidak dapat

menggunakan copy resep). Contoh dari obat narkotika antara lain: Opium, coca,

ganja/marijuana, morfin, heroin, dan lain sebagainya. Dalam bidang kedokteran,

obat-obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi / obat bius dan analgetika /

obat penghilang rasa sakit.

6. Obat Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan

syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

(34)

Psikotropika hanya bisa digunakan untuk kepentingan pelayanan

kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan. Psikotropika golongan 1 hanya dapat

digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan (Undang-undang Psikotropika nomor 5

tahun 1997 pasal 4).

Resiko dari upaya pengobatan sendiri, yakni penggunaan obat yang tidak

tepat, pemborosan biaya dan waktu jika terjadi kesalahan, memungkinkan

timbulnya reaksi obat yang tidak diinginkan (baik berupa sensitivitas, efek

samping atau resistensi). Resiko ini dapat terjadi karena beberapa faktor seperti

informasi yang kurang lengkap dari iklan obat, pemilihan obat, kesalahan

diagnosis dan faktor irrasional dalam penggunaan obat.

Sebagian obat memiliki tanda obat keras sehingga hanya dapat diperoleh

di apotek dengan resep dokter atau untuk obat yang termasuk golongan OWA

(Obat Wajib Apotek) dapat diserahkan oleh apoteker tanpa resep. Legalitas

saluran distribusi obat menjadi penting untuk diperhatikan karena akan berkaitan

dengan kualitas obat itu sendiri. Jalur resmi dengan sendirinya akan meningkatkan

kualitas obat. Tentu menjadi sangat berbeda ketika membeli obat di sumber lain

yang tidak resmi. Selain itu, apoteker dapat memberikan informasi dan konsultasi

(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian menggunakan metode deskriptif (Singarimbun, 1989), dengan model penelitian survei (Ginting, 2006), yang bersifat cross-sectional (Amirin,

1990).

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama bulan Maret 2009 di 4 Apotek, yaitu

Apotek Pratama bertempat Jl. Jend Gatot Subroto 236-H, Apotek Medan Baru

bertempat Jl. Iskandar Muda No.148, Apotek Kesia bertempat Jl. AR. Hakim

No.303, Apotek Gita Kasih Jl. Setia Budi Pasar 3 Tanjung Sari.

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pengobatan Sendiri Di beberapa Apotek.

3.3 Jenis Data

Data dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung melalui pengisian kuisioner oleh responden.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

(36)

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengisian kuisioner dikumpulkan dianalisis secara persentase, dengan cara memeriksa dan melihat apakah semua

jawaban sudah terisi. Kemudian dilakukan pengkodean pada setiap jawaban

dengan memberi skor atau nilai tertentu. Lalu mengelompokkan data sesuai

dengan karakteristik masing-masing dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan

grafik.

3.6 Prosedur Kerja

a. Meminta izin Dekan Fakultas farmasi USU untuk melakukan penelitian di

Apotek tersebut.

b. Menghubungi PSA/APA yang memiliki Apotek tersebut untuk mendapatkan

izin melakukan penelitian.

c. Mengumpulkan data hasil pengisian kuesioner dari responden atau pasien yang

datang untuk mengobati dirinya sendiri di Apotek tersebut.

d. Mengetahui pengaruh umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jenis

pekerjaan, keluhan, tingkat pengetahuan dan sikap terhadap pola pengobatan

sendiri.

3.7 Defenisi Operasional

1. Pengobatan sendiri adalah upaya yang dilakukan orang awam untuk

mengatasi sakit atau keluhan yang dialaminya, tanpa bantuan tenaga ahli

(37)

2. Tingkat pendidikan adalah pengalaman mengikuti pendidikan formal yang

telah diselesaikan responden (dibuat skala ordinal: tidak tamat SD, tamat

SD, tamat SMP, tamat SMA, tamat Perguruan tinggi).

3. Jenis pekerjaan adalah profesi yang masih berlangsung sampai saat

dilakukannya survei. Meliputi mahasiswa, wiraswasta, pegawai negeri sipil,

ibu rumah tangga dan lain-lain.

4. Tingkat penghasilan adalah total pendapatan responden selama 1 bulan

5. Tingkat pengetahuan adalah pengetahuan responden dalam menjawab 9

pertanyaan tentang pengobatan sendiri yang umum dilakukan.

6. Pasien adalah responden yang datang ke apotek membeli obat.

7. Sikap adalah reaksi atau respon responden dalam menghadapi penyakitnya

dengan menjawab 6 pertanyaan tentang pengobatan sendiri.

8. Tindakan adalah tindakan responden mengobati sendiri keluhan sakit dalam

upaya pengobatan sendiri.

9. Pola penggunaan obat dalam upaya pengobatan sendiri adalah pola tindakan

responden menggunakan obat dalam upaya pengobatan sendiri berdasarkan

golongan obat, kelompok terapi dan jenis obat.

3.8Variabel Penelitian dan Cara pengukuran Variabel 2.8.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari variabel terikat dan variabel bebas.

1. Variabel terikat

(38)

2. Variabel bebas - Umur

- Tingkat pendidikan

- Tingkat penghasilan

- Status pekerjaan

- Tingkat pengetahuan tentang pengobatan sendiri

- Sikap terhadap pengobatan sendiri

- Tindakan terhadap pengobatan sendiri

3.8.2 Cara Pengukuran Variabel

Pengetahuan dapat dilakukan dengan metode pengukuran terhadap kuisioner yang telah diberi bobot, jumlah pertanyaan ada 9, maka nilai tertinggi dari seluruh

pertanyaan adalah 27. Berdasarkan nilai yang diperoleh responden maka

pengetahuan responden dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu :

1. Tingkat pengetahuan baik, apabila nilai yang diperoleh responden antara

21-27 ( 78% -100%).

2. Tingkat pengetahuan cukup, apabila nilai yang diperoleh responden antara

14–20 ( 52% - 74%).

3. Tingkat pengetahuan kurang, apabila nilai yang diperoleh responden < 14 (<

51%).

Bobot setiap pilihan adalah sebagai berikut :

1. Pertanyaan dengan 2 pilihan a. Bobot 3

(39)

2. Pertanyaan dengan 4 pilihan adalah

a. Bobot 3

b. Bobot 2,25

c. Bobot 1,5

d. Bobot 0,75

3. Cara pengukuran sikap berdasarkan pada skala lickert

Untuk sikap yang positif adalah sebagai berikut :

Sangat setuju bobot 5

Setuju bobot 4

Ragu-ragu bobot 3

Tidak setuju bobot 2

Sangat tidak setuju bobot 1

(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden Penelitian

Responden untuk penelitian ini diperoleh dari empat apotek. Sebagai

lokasi untuk penelitian dipilih wilayah penggiran dan perkotaan.Untuk wilayah

pinggiran dipilih apotek Keshia dan apotek Gita Kasih, sedangkan apotek Pratama

dan apotek Medan Baru berada di perkotaan.

Untuk penelitian ini peneliti hanya berhasil mendapatkan 90 orang

responden. Dari apotek Keshia diperoleh 21 orang, apotek gita kasih 21 orang,

apotek medan baru 24 orang, apotek Pratama 24 orang. Jumlah yang diperoleh

tidak maksimal dikarenakan tidak semua pasien yang membeli obat di apotek

bersedia dijadikan responden.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Penelitian

NO Variabel

Jumlah (n =90)

Persentase (%) 1 Umur

13 – 25 tahun

26 – 49 tahun

50 tahun keatas

28

49

15

31,11

52,22

(41)

2 Tingkat Pendidikan

3 Tingkat Penghasilan < Rp. 1.000.000,-

Rp. 1.000.000 – Rp.3.000.000

> Rp. 3.000.000,- 4 Jenis Pekerjaan

Mahasiswa / Mahasiswi

4.2 Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Terapi Obat

Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Terapi Obat

Kelompok Terapi Jumlah Persentase ( % )

Analgetika / Antipiretika 26 28,89

Antiinfluenza 12 13,33

Antitusif / Ekspektoran 11 12,22

Vitamin 11 12,22

Antialergi 6 6,67

Antiseptik 6 6,67

Antidiare 5 5,55

(42)

Antibiotika 2 2,22

Antihipertensi 1 1,11

Antimalaria 1 1,11

Antitiroid 1 1,11

Anti radang mata 1 1,11

Total 90 100

Berdasarkan tabel 2 diatas dapat dilihat persentase terbesar kelompok

terapi obat yang digunakan responden dalam upaya pengobatan sendiri

diantaranya 28,89% terapi analgetika/antipiretika, kelompok terapi antiinfluenza

(13,33%), untuk kelompok terapi antitusif / ekspektoran dan vitamin relatif

memiliki persentase yang hampir sama (12,22%). Kelompok terapi antialergi /

antiseptik (6,67%). Data diatas relevan bila dibandingkan dengan hasil Susenas

2001 yang menunjukkan bahwa keluhan kesehatan yang diderita oleh penduduk

indonesia berdasarkan urutan terbesar adalah panas, sakit kepala, sakit gigi, batuk

dan pilek (Handayani & Siswanto 2002).

Penelitian sebelumnya menunjukkan kelompok terapi obat yang banyak

digunakan di masyarakat berdasarkan urutan terbanyak adalah obat pilek,

analgetika / antipiretika, obat batuk (Sjamsuhidayat, 1990). Demikian juga

shankar et al (2003) yang mendapatkan bahwa parasetamol dan golongan

analgetika lainnya memiliki persentase terbanyak digunakan dalam pengobatan

sendiri di Nepal. Dan menurut Greenhalgh (1987), mendapatkan bahwa dari 2400

orang yang melakukan pengobatan sendiri diantaranya yang termasuk urutan

terbesar adalah vitamin, analgetika / antipiretika dan antiinfeksi, sebaliknya obat

yang banyak ditulis dalam resep dokter adalah antiinfeksi, vitamin dan analgetik /

antipiretika.

Obat yang beredar paling banyak adalah kelompok analgetika /

(43)

analgetika / antipiretika jadi masyarakat yang mengeluh sakit kepala dan demam

akan lebih mudah mendapatkan dan lebih tahu karena frekuensi iklan obat yang

berkaitan dengan kelompok analgetika / antipiretika dan cenderung lebih sesuai

aturan (Supardi, 2001).

Berikut ini ditampilkan Diagram batang distribusi responden berdasarkan

kelompok Terapi Obat Yang Digunakan:

Gambar 4.1 Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Terapi Obat

Gambar 1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Terapi Obat Yang Digunakan

Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Terapi Obat Yang Digunakan

Analgetika / Antipiretika Antiinfluenza Antitusif / Ekspektoran

Vitamin Antialergi Antiseptik

Antidiare Antasida Antelmentika

Antibiotika Antihipertensi Antimalaria

(44)

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Obat

Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Obat Yang Digunakan

Golongan Obat Jumlah Persentase ( % )

Obat Bebas 48 53,33

Obat Bebas Terbatas 31 34,44

Obat Keras 11 12,2

Total 90 100

Tabel 3 menujukkan bahwa persentase terbesar responden menggunakan obat bebas dalam mengatasi keluhan sakitnya (53,33 %), dan sesuai dengan

temuan McEwen yang mendapatkan 50% obat yang digunakan dalam pengobatan

sendiri termasuk kelompok analgetika / antipiretika terutama digunakan untuk

mengatasi keluhan pilek, sakit punggung, sakit kepala dan demam. Kemudian

obat bebas terbatas (34,44%), dan untuk obat keras/obat wajib apotek (12,2%).

Gencarnya promosi obat bebas melalui iklan baik media cetak maupun media

elektronika mendorong masyarakat dalam melakukan pengobatan sendiri.

Sebelum menggunakan obat masyarakat harus mampu memilih obat yang akan

digunakan dengan mempertimbangkan efek samping, kontraindikasi dan interaksi

obat yang mungkin timbul. Perlunya masyarakat sebagai konsumen obat untuk

mengetahui informasi penting yang ada pada setiap kemasan atau label obat

(45)

Berikut ini ditampilkan diagram batang distribusi responden berdasarkan

golongan obat yang digunakan.

Gambar 5.1 Grafik distribusi responden berdasarkan golongan obat yang digunakan dalam upaya pengobatan sendiri

Gambar 2. Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Obat Yang Digunakan Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Obat

Yang Digunakan

53,33

34,44

12,2

0 10 20 30 40 50 60

Golongan Obat

P

e

rs

e

n

ta

s

e

(

%

)

(46)

Hubungan Umur dengan Pola Penggunaan Obat

4.4 Hasil Penelitian Terhadap Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri 4.4.1 Hubungan Umur dengan Pola Penggunaan Obat dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri

Diagram batang hubungan umur dengan pola penggunaan obat dalam

upaya pasien melakukan pengobatan sendiri :

Gambar 3. Hubungan Umur Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri

Berdasarkan diagram diatas, dapat dilihat bahwa responden yang berumur

26-49 menggunakan obat dalam upaya pengobatan sendiri (52,22 %), responden

berumur 13-25 tahun (31,11 %). Karena pada usia 26-49 tahun lebih banyak yang

mengeluh sakit sehingga lebih banyak mengkonsumsi obat dengan pengobatan

sendiri. Pada usia 50 tahun keatas persentase responden yang melakukan

(47)

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya 4.4.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pola Penggunaan Obat dalam

Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri

Diagram batang hubungan tingkat pendidikan dengan pola penggunaan

obat dalam upaya pengobatan sendiri :

Gambar 4. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri

Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat bahwa responden berpendidikan

SMA (53,33%), Perguruan Tinggi (30%), SMP (6,67%), tidak tamat SD (5,55%)

dan yang tamat SD (4,44%). Dapat dilihat dari peneliti sebelumnya bahwa orang

yang berpendidikan tinggi akan lebih banyak menyimpan obat dan menggunakan

obat untuk pengobatan sendiri karena faktor pendidikan mempengaruhi wawasan

seseorang terhadap suatu objek. Responden dengan tingkat pendidikan tinggi

tidak mudah dipengaruhi oleh iklan obat yang ada di media dan lebih banyak

membaca label yang ada dikemasan obat sebelum mengkonsumsi obat. Menurut

(48)

Hubungan Tingkat Pengasilan dengan Pola Penggunaan Obat

< Rp. 1.000.000,- Rp. 1.000.000 –

Rp.3.000.000

mampu menyerap informasi, menganalisis dan memberi argumen yang

selanjutnya menjadi pertimbangan bagi dirinya dalam mengambil keputusan.

4.4.3 Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Pola Penggunaan Obat dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri

Diagram batang hubungan tingkat penghasilan dengan pola penggunaan

obat dalam upaya pasien melakukan pengobatan sendiri :

Gambar 5. Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Pola Penggunaan Obat dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri

Berdasarkan diagram diatas diperoleh responden yang melakukan

pengobatan sendiri memiliki penghasilan Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 3.000.000,-

(62,22%), penghasilan <Rp.1.000.000,- (31,11%), penghasilan >Rp.3.000.000,-

(6,67%). Hal ini menunjukkan responden yang melakukan pengobatan sendiri

secara keseluruhan lebih besar pada status ekonomi mampu. Menurut Leibowitz,

(49)

Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Pola Penggunaan Obat dalam Upaya

obat (termasuk mampu membeli obat dalam kemasannya) sehingga kemungkinan

menggunakan obat lebih besar.

4.4.4 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Pola Penggunaan Obat dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri

Diagram batang hubungan jenis pekerjaan dengan pola penggunaan obat

dalam upaya pengobatan sendiri :

Gambar 6. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Pola Penggunaan Obat dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri

Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat beraneka ragam status pekerjaan

dalam melakukan tindakan penggunaan obat dalam pengobatan sendiri.

Diantaranya 28,89% responden dengan status pekerjaan pegawai swasta,

mahasiswa/mahasiswi (20%). Untuk itu diperlukan seorang apoteker yang dapat

memberikan informasi dan memberi nasehat yang benar tentang obat-obatan dan

masalah pengobatan. Saat ini kontribusi apoteker pada perawatan kesehatan

(health care) sedang berkembang dalam bentuk baru untuk mendukung pasien

(50)

4.4.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri

Tabel 4. Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri

No Keterangan Persentase (%)

1

Pernah mendengar istilah pengobatan sendiri

• Pernah

• Tidak Pernah

Darimana Saudara mendapatkan informasinya

• Media cetak

• Media elektronik

• Teman

• Lain-lain (sebutkan…)

Apa yang dimaksud pengobatan sendiri

• Upaya pengobatan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengatasi keluhan sakit yang dialami tanpa bantuan dokter / tenaga medis

• Penggunaan obat oleh masyarakat untuk mengurangi gejala penyakit ringan tanpa nasihat dokter

• Tidak tahu

Apakah Saudara mengetahui tentang penggolongan obat

Penyakit dengan keluhan sakit apa yang Saudara obati dengan pengobatan sendiri

• Gejala flu

• Cidera ringan

• Alergi

• Lain – lain (sebutkan…)

Obat yang Saudara minum untuk penyakit yang Saudara derita diatas

• Obat flu

• Obat Cidera ringan

(51)

8

9

• Lain – lain (sebutkan…)

Apakah Saudara mengetahui aturan pakai obat yang diberikan

• Tahu

• Tidak tahu

Darimana Saudara mengetahui aturan pakai obat tersebut

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hubungan tingkat pengetahuan

responden dengan pola penggunaan obat dalam upaya pengobatan sendiri, dari

keseluruhan diantaranya 50% responden pernah mendengar istilah pengobatan

sendiri dan 50% tidak pernah mendengarnya. Responden ada juga yang

mengetahuinya dari teman (23,33%). Yang mereka tahu pengobatan sendiri

adalah upaya pengobatan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengatasi

keluhan sakit yang dialami tanpa bantuan dokter / tenaga medis (27,78%), dan

penggunaan obat oleh masyarakat untuk mengurangi gejala penyakit ringan tanpa

nasihat dokter (21,11%), tidak tahu (1,11%). Untuk itu seorang apoteker sangat

diperlukan di apotek, dimana apoteker sebagai pelaksana kegiatan pharmeceutical

care atau asuhan kefarmasian dalam usaha meningkatkan kualitas hidup pasien

apoteker harus selalu ada di apotek. Berkonsultasi dengan apoteker tentang obat

yang diperoleh tanpa resep dokter untuk menghindari efek yang tidak diinginkan.

Responden mengetahui tentang penggolongan obat (64,4%) dan

mengatakan tidak tahu (35,6 %). Responden mengetahui tentang penggolongan

obat persentase terbesar diperoleh dari dokter (24,44%), teman (16,67%), apoteker

(52)

assiten apoteker merupakan profesi yang paling berkompeten tentang obat-obatan.

Oleh karena itu untuk lebih meningkatkan pola penggunaan obat dalam

pengobatan sendiri maka apoteker maupun asisten apoteker harus lebih optimal

menjalankan fungsi konseling dalam pelayanan obat kepada masyarakat.

Peranan tersebut penting untuk diterapkan mengingat terdapat beberapa

kelompok pasien yang menganggap obat tanpa resep dokter sebagai ” bukan obat

yang sebenarnya” atau obat yang lemah sehingga mereka menggunakan dosis

yang tinggi diluar takarannya, menggunakan beberapa obat yang memiliki

kandungan yang sama secara bersamaan sehingga resiko terkena efek samping

menjadi cukup besar (Covington, 2003).

Dari keseluruhan responden 55,55% diantaranya mengobati penyakit

dengan keluhan demam, gejala flu (31,19%) dan untuk cidera ringan dan alergi

(6,67%). Untuk penyakit dengan keluhan sakit diatas 55,55% diantara responden

berusaha untuk mengobati dirinya dengan pengobatan sendiri obat demam, obat

flu (31,1%), untuk pengobatan alergi dan cidera ringan (6,67%). Menurut data

susenas 2001 menunjukkan bahwa keluhan sakit yang diderita oleh penduduk

indonesia berdasarkan urutan terbesar adalah panas, flu , batuk, sakit kepala, sakit

gigi dan diare. Pada penelitian sebelumnya menujukkan kelompok terapi obat

yang paling banyak digunakan di masyarakat berdasarkan urutan terbanyak adalah

obat flu,, analgetika/antipiretika, obat kulit dan obat batuk (Sjamsulhidayat, 1990).

Demikian juga shankar et al (2003) yang mendapatkan bahwa parasetamol dan

golongan analgetika lainnya memiliki persentase terbanyak digunakan dalam

(53)

Semua responden mengetahui aturan pakai dari obat yang mereka

gunakan (100%). Diantaranya 45,55% responden mengetahui aturan pakai dengan

membaca brosur yang ada di dalam kemasan obat tersebut, dari apotek tempat

membeli obat (27,78%), ada juga yang mengetahuinya dari dokter yang

meresepkan obat (14,44%), dan lain-lain (12,22%). Disinilah peran serta apoteker

sangat dibutuhkan sebagai pemberi informasi yang benar tentang obat, agar tidak

terjadi penyalahgunaan obat. Karena penggunaan obat yang salah

kemungkinannya akan timbul reaksi obat yang tidak diinginkan.

4.4.6 Hubungan Tindakan Responden Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri

Tabel 5. Hubungan Tindakan Responden Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri

No Keterangan Persentase ( % )

1

2

Apa alasan Saudara melakukan pengobatan sendiri

• Biaya lebih murah

• Lebih cepat

• Alasan sakit ringan

• Lain –lain (sebutkan…)

Jika obat yang Saudara minum telah habis namun penyakit tidak juga sembuh, Apakah tindakan Saudara

• Membeli kembali obat yang sebelumnya telah pernah diminum

• Mengganti dengan obat yang lain yang lebih sesuai

• Konsultasi dengan dokter

(54)

3

4

5

6

Apabila penyakit yang Saudara derita telah sembuh apa yang dilakukan

• Tidak lagi diminum, disimpan untuk digunakan kembalian

• Tidak lagi diminum, dan dibuang

• Meminum sampai habis

• Lain – lain (sebutkan…)

Apakah Saudara mematuhi aturan pakai obat yang diberikan

• Iya

• Tidak

Apa yang terlebih dahulu Saudara perhatikan sebelum obat digunakan

• Kadaluarsa

• Warna obat

• Bau obat

• Lain-lain (sebutkan…)

Apa alasan Saudara membeli obat di Apotek ini

• Harga lebih murah

• Pelayanannya memuaskan

• Informasi lebih jelas

• Lain - lain (sebutkan…)

Berdasarkan tabel 3 diatas diperoleh kebanyakan responden

melakukan pengobatan sendiri dengan alasan biaya lebih murah (43,33%) bila

dibandingkan berobat ke dokter, alasan sakit ringan (30%), lebih cepat (21,1%)

dan lain-lain 5,55%. Menurut Hold dan Edwin (1986), alasan orang melakukan

pengobatan sendiri lebih efektif dalam mengobati keluhan (karena 80% keluhan

sakit bersifat self-limiting), efisiensi biaya, efisiensi waktu.

Dalam pengobatan sendiri tindakan responden apabila obat yang

digunakan telah habis namun penyakit tidak juga sembuh diantaranya 52,22%

responden melakukan konsultasi dengan dokter karena tidak ingin ambil resiko.

Dengan membeli kembali obat yang sebelumnya telah pernah diminum (26,67%).

(55)

(1,11%). Perlunya informasi yang benar tentang obat dari pelayan kesehatan agar

tidak terjadi penyalahgunaan obat.

Untuk responden yang telah sembuh tidak lagi meminum obatnya dan

menyimpannya apabila suatu saat nanti diminum kembali (72,22%). Ada juga

responden yang meminum sampai habis obat (14,44%). Untuk yang tidak

meminum lagi obatnya atau dibuang (7,78%) dan lain-lain ( 5,55%).

Obat-obat yang diberi tanda harus diminum sampai habis biasanya adalah

antibiotika seperti amoksilin, ampisilin, kloramfenikol dan eritromisin. Obat

antibiotika ini bekerja membunuh kuman karena itu diberikan untuk mengobati

penyakit infeksi seperti radang saluran pernapasan, radang lambung, dan lain-lain.

Jika dipakai tidak sesuai dosis semestinya, maka penyakit tidak akan sembuh dan

dapat menimbulkan resistensi antibiotika. Itu sebabnya jika diberikan antibiotika

pasien harus meminum sampai habis agar dosis yang sudah diperhitungkan dapat

terpenuhi.

Obat-obat yang diberi tanda jika perlu biasanya obat-obat yang

dimaksudkan hanya untuk meredakan gejala sakit (simptomatis) misalnya obat

untuk menurunkan panas, mengurangi rasa sakit misalnya parasetamol, asam

mefenamat, antalgin. Obat-obat ini digunakan hanya untuk menghilangkan

gejalanya saja. Jika gejala yang dirasakannya telah hilang sebaiknya pemakaian

obat dihentikan.

Semua responden mematuhi aturan pakai obatnya (100%). Dalam

pengobatan sendiri ada baiknya responden memperhatikan kondisi dari obat yang

akan digunakan terutama kadaluarsa (92,2%) karena penggunaan obat yang sudah

(56)

Responden melakukan pengobatan sendiri dengan alasan harga lebih

murah (38,89%), dekat rumah (31,11%), karena informasi lebih jelas (4,44%).

Dengan alasan ekonomi yang lemah, banyak orang yang tidak mampu menebus

obatnya bila ke dokter biaya lebih mahal. Demi penghematan dan efisiensi

tindakan pengobatan sendiri banyak dilakukan orang karena dengan sendirinya

sakit ringan akan sembuh bila tidak diobati. Seperti jika batuk, flu, pening, mulas

dan lain-lain. Tapi dengan pengetahuan dan wawasan medis yang semakin

banyak, upaya pengobatan sendiri menjadi pilihan untuk efisiensi ( Nadesul,

2009).

4.4.7 Hubungan Sikap Responden Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pengobatan Sendiri

Tabel 6. Hubungan Sikap Responden dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pengobatan Sendiri

No Keterangan Jumlah Persentase (%)

1

• Sangat tidak setuju

Penggunaan obat pada pengobatan sendiri yang tidak sesuai dengan aturan dapat membahayakan kesehatan

• Sangat setuju

• Setuju

• Ragu –ragu

• Tidak setuju

• Sangat tidak setuju

Gambar

Tabel 2  Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Terapi Obat
Gambar 1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Terapi Obat Yang Digunakan
Tabel 3  Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Obat Yang Digunakan Golongan Obat Jumlah Persentase ( % )
Gambar 2. Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Obat Yang Digunakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perigi bersepakat bahwa &#34;pesta rakyat&#34; yang dimeriahkan dengan adu menabuh beduk dan adu bunyi-bunyian petasan ini akan diselenggarakan di Kampung masing-masing dalam

Pada setiap bulan Mei atau Juni, Rotary International menyelenggararakan International Convention sedunia “untuk merangsang, memberikan inspirasi dan memberikan

merdeka, bahkan sebelum indonesia dijajah oleh negara belanda ,jepang,. indonesia pernah dijajah oleh bangsa portugis, bukan hanya bangsa

Dapat diukur dan diamati secara indrawi, Empiris social ini dapat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang dialami oleh anak di dalam ataupun

Menganalisis dan mensistesis pengetahuan dan kemahiran Pengurusan Kehidupan untuk diaplikasikan dalam merekecipta, menilai atau mengkonsepsikan sesuatu yang baharu

1 Seksi Pelayanan Medik mempunyai tugas pokok membantu Kepala Bidang Pelayanan Medik menyiapkan bahan dan melaksanakan penyusunan rencana ketja dan kegiatan penyelenggaraan

NAMA / NIP JABATAN DALAM DINAS JABATAN DALAM

(2) Pegawai yang pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berhak atas uang pensiun yang besarnya ditetapkan oleh peraturan perusahaan yang sesuai dengan