POLA PENGGUNAAN OBAT DALAM UPAYA PASIEN
MELAKUKAN PENGOBATAN SENDIRI
DI BEBERAPA APOTEK
SKRIPSI
OLEH:
KARTIKA U S MANURUNG NIM : 060804054
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
POLA PENGGUNAAN OBAT DALAM UPAYA PASIEN
MELAKUKAN PENGOBATAN SENDIRI
DI BEBERAPA APOTEK
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
OLEH:
KARTIKA U S MANURUNG NIM : 060804054
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
POLA PENGGUNAAN OBAT DALAM UPAYA PASIEN MELAKUKAN PENGOBATAN SENDIRI DI BEBERAPA APOTEK
OLEH:
KARTIKA U S MANURUNG NIM: 060824054
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal : September 2010
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Drs. Wiryanto, MS., Apt Dra. Rosidah, M.Si., Apt NIP 195110251980021001 NIP 195103261978022001
Pembimbing II, Drs. Wiryanto, MS., Apt NIP 195110251980021001
Dra. Juanita Tanuwijaya, Apt Drs. Ismail, M.Si., Apt NIP 130 672 239 NIP 195006141980031001
Drs. Agusmal Dalimunthe, MS, Apt NIP 195406081983031005
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua, Ayahanda R.
Manurung dan Ibunda S. Butar-butar serta abang dan adik-adik tersayang, Sintong
Manurung, Fatmawati Manurung, Esra Manurung, Ester Manurung, Wieke
Pasaribu yang telah memberikan doa dan dorongan yang tiada hentinya kepada
penulis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Wiryanto, MS., A pt dan
Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, Apt selaku dosen pembimbing yang telah
mengarahkan dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran selam penelitian
hingga selesainya skripsi ini.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, tidak lupa penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
- Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt selaku Dekan di Fakultas Farmasi
USU Medan yang telah mendidik dan memberikan fasilitas bagi penulis selama
menuntut ilmu di perguruan tinggi negeri. Serta kepada Bapak Prof Dr. Jansen
Silalahi M App.Sc., Apt selaku Penasehat Akademik yang telah memberikan
bimbingan kepada penulis selama ini.
- Ibu Dra. Rosidah, M.Si., Apt, Bapak Drs. Ismail, M.Si., Apt, Bapak Drs.
Agusmal Dalimunthe, MS, Apt selaku penguji yang telah memberikan masukan
dalam penyusunan skripsi ini.
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda
atas kebaikan yang telah diberikan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini
dpat berguna bagi ilmu pengetahuan pada umunya dan ilmu farmasi komunitas
pada khususnya. Penulis menyadari dlam penulisan skripsi ini belum sempurna
oleh karena keterbatasan kemampuan penulis. Atas kekurangan dan kelemahan ini
penulis mohon maaf.
Medan, September 2010
Penulis,
POLA PENGGUNAAN OBAT DALAM UPAYA PASIEN MELAKUKAN PENGOBATAN SENDIRI DIBEBERAPA APOTEK
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai pola penggunaan obat dalam upaya pasien melakukan pengobatan sendiri dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Penelitian bersifat deskriptif dengan metode survei. Data diperoleh melalui kuisioner yang dibagikan kepada 90 responden yang membeli obat tanpa resep pada bulan februari sampai maret 2009.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor - faktor yang berhubungan dengan tindakan penggunaan obat yaitu umur, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, status pekerjaan dan tingkat pengetahuan serta sikap terhadap pengobatan sendiri adalah sebagai berikut: Responden yang melakukan pengobatan sendiri berumur 26-49 tahun (52,22%), berpendidikan SMA (53,33%), berpenghasilan Rp.1.000.000,- sampai Rp.3.000.000,- ( 62,22%) dengan status pekerjaan beraneka ragam. Dari keseluruhan responden 50% diantaranya pernah mendengar istilah pengobatan sendiri, mengetahui tentang penggolongan obat (64,4%), keluhan demam yang paling banyak diobati dengan pengobatan sendiri (55,56%) dan obat yang terkandung adalah parasetamol. Semua responden mengetahui aturan pakai obat (100% ), dari keseluruhan responden 45,56% diantaranya mengetahui dari brosur yang terdapat dalam kemasan obat mengetahuinya, (45,56%) mengetahuinya dari brosur yang terdapat dalam kemasan obat. Kaitan tingkat pengetahuan terhadap pola penggunaan obat dalam pengobatan sendiri adalah cukup (26,67%). Sikap responden tentang pengobatan sendiri lebih menguntungkan masyarakat (42,22%), dapat membahayakan kesehatan karena tidak sesuai aturan (47,78%), pengobatan sendiri pada penggunaannya berlangsung singkat (42,22%) dan pengobatan sendiri dikatakan bermanfaat jika digunakan sesuai dengan aturan (67,78%). Dari beberapa macam kelompok terapi obat yang paling banyak digunakan oleh responden adalah kelompok terapi analgetika / antipiretika (28,89%). Sebagian besar (87,77%) penggunaan obat dalam upaya pengobatan sendiri merupakan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas.
THE PATTERNS OF DRUG USE IN EFFORTS BY PATIENT FOR MAKE SELF-MEDICATION IN SOME APOTEC
ABSTRACT
A research concerning on the pattern of drug use in efforts by patient for make self-medication and the factors influencing it.
This study was descriptive survey method. Data were obtained through questionnaires distributed to 90 respondents who bought drugs without a prescription in February until March 2009.
The results showed that the factors related to drug use measures such as age, level of education , level of income, type of occupation and level of knowledge and attitudes towards self - medication is as follows: Respondents who did their own treatment aged 26-49 years (52.22%), high school educated (53.33%), earned Rp.1.000.000, - until Rp.3.000.000, - (62.22%) with a wide range of job status. 50% of respondents never heard the term treatment own, to know about the classification of drugs (64.4%), symptoms of fever the most widely treated with self – medication (55.56%) and drug is contained paracetamol. All respondents knew the rules of drug use (100%), 45.56% from the total respondents know from the brochure know the drug contained in the packaging, (45.56%) knew it from the brochure contained in the packaging of drugs. Correlation knowledge level of the drug use pattern in the treatment it self is enough (26.67%). Respondents attitudes regarding their own treatment is more prosper to community (42.22%), may be harmful to health because they do not fit the rules (47.78%), self treatment on its use was for short time (42.22%) and treatment it self is said to be useful if used in accordance with the rules (67.78%). For a few medicine therapy group so many used by respondence is teraphy group analgetic/antipiretic (28,89%). The most of drug (87.77%) use in self-medication is OTC (over the counter) drug.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ……… i
HALAMAN PENGESAHAN ………... ii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK……….. vi
ABSTRACT ………... vii
DAFTAR ISI ……….. viii
DAFTAR TABEL ………. xi
DAFTAR GAMBAR ……… xii
DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
1.1 Latar Belakang ……… 1
1.2 Perumusan Masalah ……… 3
1.3 Hipotesa ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ……….... 3
1.4 Manfaat Penelitian ………. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Pilihan Pengobatan ... 5
2.2 Pengobatan Sendiri ... 8
2.3 Penggunaan Obat Dalam Pengobatan Sendiri ... 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 20
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 20
3.2 Jenis Penelitian ... 20
3.3 Jenis Data ... 20
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 20
3.5 Analis Data ... 21
3.6 Prosedur Kerja ... 21
3.7 Defenisi Operasional ... 21
3.8 Variabel Penelitian dan Cara Pengukuran Variabel ... 22
3.8.1 Variabel Penelitian ... 22
3.8.1.1 Variabel Terikat ... 22
3.8.1.2 Variabel Bebas ... 23
3.8.2 Cara Pengukuran Variabel ... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
4.1 Karakteristik Responden ………. 25
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Terapi Obat ... .... 26
4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Obat ... 29
4.4 Hasil Penelitian Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri ... 31
4.4.1 Hubungan Umur dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri ... 31
4.4.3 Hubungan Tingkat Penghasilan Dengan Pola Penggunaaan
Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri... 33
4.4.3 Hubungan Jenis Pekerjaan Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri ... 34
4.4.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri ... 35
4.4.6 Hubungan Tindakan Responden Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri ... 38
4.4.7 Hubungan Sikap Responden Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri ... 41
4.4.8 Kaitan Tingkat Pengetahuan Terhadap Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri ... 44
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46
5.1 Kesimpulan ... 46
5.2 Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 : Distribusi Karekteristik Responden Penelitian ... 25
Tabel 2 : Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Terapi Obat
Yang Digunakan ... 26
Tabel 3 : Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Obat Yang
Digunakan ... 29
Tabel 4 : Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden dengan Pola
Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan
Pengobatan Sendiri ... 35
Tabel 5 : Hubungan Tindakan Responden dengan Pola Penggunaan
Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan
Sendiri ... 38
Tabel 6 : Hubungan Sikap Responden dengan Pola Penggunaan Obat
Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan
Sendiri ... 41
Tabel 7 : Kaitan Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Pola
Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 : Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok
Terapi Obat Yang Digunakan ... 28
Gambar 2 : Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Obat
Yang Digunakan ... 30
Gambar 3 : Grafik Hubungan Umur Dengan Pola Penggunaan Obat
Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri ... 31
Gambar 4 : Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pola
Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan
Sendiri ... 32
Gambar 5 : Grafik Hubungan Tingkat Penghasilan Dengan Pola
Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan
Sendiri ... 33
Gambar 6 : Grafik Hubungan Jenis Pekerjaan Dengan Pola
Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan
Sendiri ... 34
Gambar 7 : Grafik Kaitan Tingkat Pengetahuan Terhadap Pola
Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Distribusi Penggunaan Obat Dalam Upaya Pengobatan
Sendiri ... 52
Lampiran 2 : Kuisioner ... 56
POLA PENGGUNAAN OBAT DALAM UPAYA PASIEN MELAKUKAN PENGOBATAN SENDIRI DIBEBERAPA APOTEK
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai pola penggunaan obat dalam upaya pasien melakukan pengobatan sendiri dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Penelitian bersifat deskriptif dengan metode survei. Data diperoleh melalui kuisioner yang dibagikan kepada 90 responden yang membeli obat tanpa resep pada bulan februari sampai maret 2009.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor - faktor yang berhubungan dengan tindakan penggunaan obat yaitu umur, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, status pekerjaan dan tingkat pengetahuan serta sikap terhadap pengobatan sendiri adalah sebagai berikut: Responden yang melakukan pengobatan sendiri berumur 26-49 tahun (52,22%), berpendidikan SMA (53,33%), berpenghasilan Rp.1.000.000,- sampai Rp.3.000.000,- ( 62,22%) dengan status pekerjaan beraneka ragam. Dari keseluruhan responden 50% diantaranya pernah mendengar istilah pengobatan sendiri, mengetahui tentang penggolongan obat (64,4%), keluhan demam yang paling banyak diobati dengan pengobatan sendiri (55,56%) dan obat yang terkandung adalah parasetamol. Semua responden mengetahui aturan pakai obat (100% ), dari keseluruhan responden 45,56% diantaranya mengetahui dari brosur yang terdapat dalam kemasan obat mengetahuinya, (45,56%) mengetahuinya dari brosur yang terdapat dalam kemasan obat. Kaitan tingkat pengetahuan terhadap pola penggunaan obat dalam pengobatan sendiri adalah cukup (26,67%). Sikap responden tentang pengobatan sendiri lebih menguntungkan masyarakat (42,22%), dapat membahayakan kesehatan karena tidak sesuai aturan (47,78%), pengobatan sendiri pada penggunaannya berlangsung singkat (42,22%) dan pengobatan sendiri dikatakan bermanfaat jika digunakan sesuai dengan aturan (67,78%). Dari beberapa macam kelompok terapi obat yang paling banyak digunakan oleh responden adalah kelompok terapi analgetika / antipiretika (28,89%). Sebagian besar (87,77%) penggunaan obat dalam upaya pengobatan sendiri merupakan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas.
THE PATTERNS OF DRUG USE IN EFFORTS BY PATIENT FOR MAKE SELF-MEDICATION IN SOME APOTEC
ABSTRACT
A research concerning on the pattern of drug use in efforts by patient for make self-medication and the factors influencing it.
This study was descriptive survey method. Data were obtained through questionnaires distributed to 90 respondents who bought drugs without a prescription in February until March 2009.
The results showed that the factors related to drug use measures such as age, level of education , level of income, type of occupation and level of knowledge and attitudes towards self - medication is as follows: Respondents who did their own treatment aged 26-49 years (52.22%), high school educated (53.33%), earned Rp.1.000.000, - until Rp.3.000.000, - (62.22%) with a wide range of job status. 50% of respondents never heard the term treatment own, to know about the classification of drugs (64.4%), symptoms of fever the most widely treated with self – medication (55.56%) and drug is contained paracetamol. All respondents knew the rules of drug use (100%), 45.56% from the total respondents know from the brochure know the drug contained in the packaging, (45.56%) knew it from the brochure contained in the packaging of drugs. Correlation knowledge level of the drug use pattern in the treatment it self is enough (26.67%). Respondents attitudes regarding their own treatment is more prosper to community (42.22%), may be harmful to health because they do not fit the rules (47.78%), self treatment on its use was for short time (42.22%) and treatment it self is said to be useful if used in accordance with the rules (67.78%). For a few medicine therapy group so many used by respondence is teraphy group analgetic/antipiretic (28,89%). The most of drug (87.77%) use in self-medication is OTC (over the counter) drug.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Penyelenggaraan upaya kesehatan dapat berupa pendekatan
pemeliharaan, pelayanan kesehatan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif). Salah satu upaya peningkatan derajat kesejahteraan
masyarakat adalah melalui pekerjaan yang berhubungan dengan kefarmasian, dan
tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian adalah Apotek.
Salah satu pelayanan kefarmasian yang dilakukan di apotek adalah
pengobatan sendiri. Pengobatan sendiri adalah upaya yang dilakukan orang awam
untuk mengatasi sakit atau keluhan yang dialaminya, tanpa bantuan tenaga ahli
medis (Supardi, 2008). Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus
mencari informasi obat yang sesuai dengan penyakitnya dan apoteker memiliki
peranan di sini. Apoteker bisa memberikan informasi obat yang objektif dan
rasional. Pengobatan sendiri boleh dilakukan untuk kondisi penyakit ringan,
umum dan tidak akut (Wulandari, 2010).
Menurut Lawrence Green, penggunaan obat dalam pengobatan sendiri
merupakan suatu perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan dipengaruhi tiga faktor
pokok yaitu: faktor predisposisi (predisposising factor), faktor pendukung
Obat yang digunakan untuk pengobatan sendiri meliputi obat-obat yang
dapat digunakan tanpa resep yang meliputi: Obat Bebas (OB), Obat Bebas
Terbatas (OBT) dan Obat Wajib Apotek (OWA). Obat wajib apotek terdiri dari
terapi oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat
saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, anti parasit dan
obat kulit topikal (Anonim, 2007).
Gencarnya promosi obat bebas melalui iklan baik media cetak maupun
media elektronik mendorong masyarakat untuk melakukan pengobatan sendiri
(Self Medication). Pada prinsipnya pengobatan sendiri dilakukan tanpa melalui
pemeriksaan dokter sebelumnya, sehingga masyarakat yang melakukan
pengobatan sendiri sebaiknya lebih dapat mengenali penyakit yang dideritanya
(Anonim, 2009).
Sesuai dengan Visi Indonesia Sehat 2010 dari Departemen Kesehatan RI
tahun 1999, bahwa gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin
dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara
yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku
yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu tinggi secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Pengobatan sendiri (self medication) adalah upaya yang dilakukan
masyarakat untuk mengatasi gejala atau keluhan penyakit. Apabila dilakukan
dengan benar, maka pengobatan sendiri merupakan sumbangan yang sangat besar
2009). Untuk itu Badan Pengawasan Obat dan Makanan menerbitkan buku
Kompendia Obat Bebas sebagai pedoman untuk melakukan pengobatan sendiri.
Pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan mencakup 4 kriteria yaitu tepat
golongan, tepat dosis, tepat obat dan lama pengobatan (Depkes, 1996).
Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin menggali informasi dari masyarakat,
konsumen pengguna obat tentang Pola Penggunaan Obat dalam upaya Pengobatan
Sendiri Di beberapa Apotek .
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimanakah pola penggunaan obat dan hubungannya dengan faktor
umur, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, jenis pekerjaan, tingkat
pengetahuan, sikap dan tindakan dalam upaya pasien melakukan pengobatan
sendiri di apotek.
1.3 Hipotesa
Pola penggunaan obat yang dipengaruhi oleh faktor umur, tingkat
pendidikan, tingkat penghasilan, jenis pekerjaan, tingkat pengetahuan, sikap dan
tindakan dalam upaya pasien melakukan pengobatan sendiri.
1.4 Tujuan
Mengetahui pola penggunaan obat dan kaitannya dengan faktor umur,
tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, jenis pekerjaan, tingkat
pengetahuan, sikap dan tindakan dalam upaya pasien melakukan
1.5 Manfaat Penelitian
Menghasilkan data untuk dapat digunakan sebagai dasar dalam
mengambil langkah-langkah selanjutnya, untuk melakukan penyuluhan
kepada masyarakat agar dapat melakukan pengobatan sendiri yang lebih
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pilihan Pengobatan
Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh 2 faktor
utama, yaitu faktor perilaku seperti pergi ke apotek membeli obat dan non
perilaku (fisik, sosial, ekonomi, politik). Oleh karena itu upaya penanggulangan
masalah kesehatan masyarakat juga dapat ditujukan pada kedua faktor utama
tersebut. Upaya intervensi terhadap faktor non perilaku seperti : upaya
pemberantasan penyakit menular, penyediaan sarana air bersih, pembuangan tinja
dan penyediaan pelayanan kesehatan. Sedangkan upaya intervensi terhadap faktor
perilaku dilakukan melalui 2 pendekatan, yaitu:
a. Pendidikan (Education)
Pendidikan adalah upaya pembelajaran kepada masyarakat agar
masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya terhadap proses pembelajaran.
Sehingga perilaku tersebut diharapkan berlangsung lama dan menetap karena
didasari oleh kesadaran.
b. Paksaan atau tekanan
Paksaan dilakukan kepada masyarakat agar mereka melakukan
tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri.Tindakan
lama karena tidak didasari pada pemahaman dan kesadaran untuk apa mereka
berperilaku sepert itu. Jadi dari kedua pendekatan itu, maka pendekatan
pendidikanlah paling tepat sebagai upaya pemecahan masalah kesehatan
masyarakat melalui faktor perilaku (Notoatmodjo, 2005).
Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan,
maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku
tersebut. Ada 3 faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu:
1. Faktor predisposisi
Faktor - faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku pada diri
seseorang atau masyarakat adalah pengetahuan dan sikap seseorang /
masyarakat tersebut
terhadap apa yang dilakukan.
2. Faktor pemungkin atau pendukung
Faktor pemungkin atau pendukung perilaku adalah fasilitas, sarana atau
prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku
seseorang / masyarakat. Misalnya seorang ibu berobat ke rumah sakit dan
diberi resep oleh dokter. Fasilitas berobat seperti rumah sakit dan apotek.
Dalam hal ini pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya
perilaku, maka masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan
atau mendukung perilaku tersebut.
3. Faktor penguat
Pengetahuan, sikap dan fasilitas yang tersedia belum menjamin terjadinya
perilaku seseorang atau masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya faktor
undang-undang, surat keputusan dari pejabat pemerintah pusat atau daerah
merupakan faktor penguat perilaku (Notoatmodjo, 2005).
Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Hal ini adalah sangat tepat
dikumandangkan ditengah berkembangnya berbagai macam penyakit, pola hidup
sehat mutlak dilakukan agar penyakit tak mudah menyerang. Ada kalanya upaya
belum maksimal, tetapi penyakit lebih dulu menghampiri (Anonim,2008).
Orang yang mempersepsikan penyakitnya sebagai penyakit ringan
cenderung untuk memilih pengobatan sendiri (self medication) dengan membeli
obat di toko obat atau apotek. Orang yang mengganggap penyakit mereka serius,
apabila dalam tiga hari sampai seminggu tidak sembuh maka mereka cenderung
untuk memilih pergi ke dokter atau pelayanan kesehatan lain. Mereka yang
mempersepsikan bahwa pengobatan profesional sulit untuk dijangkau, mahal dan
tidak efektif cenderung untuk beralih ke pengobatan sendiri dan pengobatan
alternatif (Nasiruddin, 2009).
Dalam sistem penyelenggaraan kesehatan, pengobatan sendiri
(self-medication) menjadi upaya utama dan terbesar yang dilakukan masyarakat
(Sukasediati, 1999). Menurut World Health Organization (WHO) swamedikasi
adalah pemilihan dan penggunaan obat, baik obat modern maupun obat tradisional
oleh seseorang untuk mengobati penyakit atau gejalanya yang dapat dikenali
sendiri (WHO, 1998). Salah satu peran farmasis dalam pengobatan sendiri yaitu
sebagai komunikator, dimana farmasis harus memberikan informasi yang cukup
2.2 Pengobatan Sendiri
Dewasa ini masyarakat sudah lebih menyadari tanggung jawabnya atas
kesehatan diri dan keluarga. Di mana-mana dirasakan kebutuhan akan penyuluhan
yang jelas dan tepat mengenai penggunaan secara aman dari obat-obatan yang
dapat dibeli bebas di Apotek guna melakukan pengobatan sendiri (Tan, dkk.,
1993). Lebih dari 60% anggota masyarakat melakukan pengobtan sendiri, dan
80% mengandalkan obat modern (Wulandari, 2010).
Pengobatan sendiri adalah tindakan pemilihan dan penggunaan
obat-obatan oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali
sendiri. Pengobatan sendiri didefinisikan sebagai tindakan penggunaan
obat-obatan tanpa resep dokter oleh masyarakat atas inisiatif mereka sendiri.
Keuntungan pengobatan sendiri yaitu praktis, ekonomis, mudah diperoleh, efisien,
aman apabila digunakan sesuai petunjuk. Kerugiannya yaitu kurangnya
pengetahuan tentang obat yang dapat menimbulkan efek samping dari obat (tidak
mengetahui tidak memperhatikan peringatan dan kontra indikasi, interaksi obat )
salah diagnosa, salah memilih terapi.
Pengobatan sendiri merupakan upaya pengobatan yang mengacu pada
kemampuan sendiri, tanpa petunjuk dokter atau tenaga medis, untuk mengatasi
sakit atau keluhan penyakit ringan dengan menggunakan obat-obat yang di rumah
atau membeli langsung ke toko obat atau apotek.
Apotek adalah sarana kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian
kefarmasian tersebut meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (PP no. 51 tahun 2009 pasal
1 ayat 1). Keberadaan apotek turut membantu pemerintah dalam memelihara dan
menjaga kesehatan masyarakat. Peran profesi seorang apoteker di apotek adalah
melaksanakan kegiatan Pharmaceutical Care atau asuhan kefarmasian. Salah satu
tujuan utama asuhan kefarmasian adalah meningkatkan kualitas hidup pasien
(Anonim, 2009).
Penerapan asuhan kefarmasian yang baik atau GPP (Good Pharmaceutical
Practice) di apotek telah diatur dalam Permenkes 1027 tahun 2004. Dalam PP no.
51 Pasal 21 ayat 2 juga sudah dipaparkan, bahwa yang boleh melayani pemberian
obat berdasarkan resep adalah apoteker. Secara tidak langsung tersirat bahwa
apoteker harus selalu ada di apotek untuk melakukan asuhan kefarmasian.
Apoteker sendiri telah diberi kewenangan untuk melakukan pengobatan
sendiri kepada orang yang datang ke apotek. Pasien menyampaikan keluhan dan
gejala yang dirasakan, kemudian Apoteker menginterpretasikan penyakitnya lalu
memilihkan obat yang sesuai dengan keluhannnya atau merujuk ke pelayanan
kesehatan lain (rumah sakit, laboratorium, dokter spesialis, dan lain-lain). Obat
yang diberikan Apoteker meliputi obat wajib apotek (OWA, dengan ketentuan dan
batasan yang tercantum dalam daftar OWA 1 dan OWA 2), obat bebas terbatas,
dan obat bebas. Apoteker hendaknya membuat catatan pasien serta obat yang
indikasi, dan efek samping yang perlu diperhatikan oleh pasien (Dhadhang,
2008).
Masyarakat lebih memilih membeli obat ke apotek untuk mendapatkan
obat-obat untuk pengobatan sendiri. Masyarakat semakin terdidik dan kritis dalam
memilih layanan kesehatan dan jenis-jenis obat sehingga kebutuhan untuk
mendapatkan informasi tentang obat menjadi lebih tinggi. Masyarakat punya hak
dalam memilih dari sekian banyak jenis obat yang telah diresepkan dokter
(Anonim, 2007).
Upaya masyarakat melakukan pengobatan sendiri dinilai seperti pedang
bermata dua, apabila tidak dengan tepat dilakukan. Di satu sisi akan mengurangi
beban pelayanan di puskesmas atau rumah sakit. Namun di sisi lain bila obat yang
digunakan adalah obat-obat yang termasuk dalam daftar G (obat keras) seperti
antibiotika, antidiabetes, hormon dan antihipertensi tanpa pengetahuan yang
memadai akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan. Begitu juga dengan
pemakaian obat daftar W (bebas terbatas) seperti analgetika, antipiretika dan obat
batuk dalam jangka lama juga dapat menimbulkan efek samping yang merugikan
(Cermin Dunia Kedokteran No. 125, 1999).
Untuk pemakaian obat antibiotika dianjurkan untuk tidak
menggunakannya dalam pengobatan sendiri karena pemakaian antibiotika yang
tidak tepat dengan dosis yang rendah, pemakaian dalam jangka waktu yang lama,
yang sudah rusak atau kadaluwarsa menimbulkan terjadinya resistensi atau
superinfeksi bahkan timbulnya alergi ataupun syok anafilaksis pada individu
Pengobatan sendiri mempunyai beberapa dampak positif diantaranya masyarakat dapat mengatasi masalah kesehatannya secara dini. Keberhasilannya
akan mengurangi beban pusat-pusat pelayanan kesehatan, biaya yang dikeluarkan
relatif lebih murah, serta memberi kesempatan kepada banyak pihak untuk terlibat
dalam bisnis obat.
Ada beberapa aspek yang perlu diwaspadai agar pengobatan sendiri dapat
dilakukan secara bermutu yaitu tepat, aman, dan rasional. Garis besarnya adalah
sebagai berikut:
a. Kenali gejala penyakit atau keluhan kesehatan yang diderita.
b. Tentukan obat yang dibutuhkan untuk mengatasi keluhan tersebut yaitu
Pilih produk dengan formula yang paling sederhana dengan memperhatikan komposisi dan dosis. Secara umum komposisi tunggal
lebih dianjurkan.
Pilih obat yang mengandung dosis efektif, serta mencantumkan komposisi
dan jumlahnya.
Dianjurkan menggunakan produk generik bila tersedia.
Berhati-hatilah terhadap iklan yang melebihkan efek obat dibanding produk sejenis yang lain.
Perhatian khusus harus diberikan untuk pemberian pada anak-anak, terutama mengenai dosis, bentuk sediaan, dan rasa.
c. Perhatikan waktu penggunaan obat dengan kesembuhan atau berkurangnya
keluhan penyakit, bila dalam beberapa hari tidak terdapat perubahan
Untuk melindungi masyarakat dari resiko penggunaan obat yang tidak
tepat, pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan
berkaitan dengan pengobatan sendiri. Pengobatan sendiri hanya boleh
menggunakan obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas.
Tanda golongan obat harus tercantum pada setiap kemasan obat. Semua obat
bebas dan obat bebas terbatas wajib mencantumkan keterangan tentang
kandungan zat berkhasiat, kegunaan, aturan pakai, dan pernyataan lain yang
diperlukan dalam setiap kemasan. Semua kemasan obat bebas terbatas wajib
mencantumkan” apabila sakit berlanjut segara hubungi dokter”
Pendidikan menentukan seseorang dalam memilih pengobatan untuk
dirinya. Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, semakin banyak pula dia
berusaha untuk mengobati dirinya sendiri. Seperti orang-orang di pedesaan yang
sama sekali tidak pernah menerima pendidikan, berusaha untuk mengobati
dirinya sendiri, kalau mengalami sakit. Sedangkan mereka yang pernah
mendapatkan pendidikan lebih baik akan terlihat persentasenya lebih kecil.
Demikian juga di perkotaan. Semakin rendah tingkat pendidikan
seseorang, semakin banyak yang memilih cara pengobatan sendiri itu. Hal
pemberian obat-obat resep dokter ini perlu sekali diperhatikan, karena sekarang
ini obat-obatan dapat diperoleh dengan bebas. Akibatnya masyarakat di daerah
pedesaan dengan tingkat pendidikan yang rendah bisa menjadi korban pemakaian
yang tidak benar dari obat-obatan tersebut.
Peningkatan pengetahuan masyarakat dalam masalah kesehatan ini,
menerus. Peranan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan sangatlah
besar, sehingga masyarakat yang tidak mengetahui tentang obat bebas yang
dipergunakannya dapat diminimalisasi. Dengan demikian mereka tidak akan
menjadi korban dari kesalahan sendiri dalam mempergunakan obat-obat tersebut.
2.3 Penggunaan Obat Dalam Pengobatan Sendiri
Semua orang dalam hidupnya pasti membutuhkan obat. Begitu juga tenaga
kesehatan yang berhak memperoleh layanan kesehatan yang terbaik. Menurut
Departemen Kesehatan RI, Obat menjadi unsur yang penting dalam upaya
kesehatan, mulai dari upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis,
pengobatan dan pemulihan harus diusahakan agar selalu tersedia pada saat
dibutuhkan.
Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi (Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992).
Obat merupakan senyawa kimia yang sangat kuat. Disamping manfaat
yang besar, obat berpotensi untuk mendatangkan malapetaka. Karena itu semakin
lengkap pengetahuan tentang obat dan bagaimana cara menggunakannya secara
tepat dan aman, akan lebih banyak memperoleh manfaatnya (Anonim, 2009).
Obat dapat merugikan kesehatan bila tidak memenuhi persyaratan atau bila
Strategi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas penggunaan obat
yang tepat, aman dan rasional khususnya pada pengobatan sendiri dapat ditempuh
melalui peningkatan komunikasi (konseling) antara pasien dengan tenaga
kesehatan serta melakukan penilaian individu, kondisi sosial dan ekonomi yang
mencerminkan gaya hidup pasien (Lofholm & Katzung, 1997). Intervensi
Pengetahuan Pasien dapat juga dilakukan melalui penyebaran brosur mengenai
penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional (Arustiyono, 1999).
Strategi-strategi tersebut sangat penting dilakukan mengingat berhasilnya
suatu terapi tidak hanya ditentukan oleh diagnosis dan pemilihan obat yang tepat,
tetapi juga oleh kepatuhan pasien untuk mengikuti terapi yang telah ditentukan
(Muliawan, 2004).
2.3.1 Penggolongan Obat
Sesuai Permenkes No. 917/MENKES/PER/X/1993 Tentang Daftar Wajib
Obat Jadi, bahwa yang dimaksud dengan golongan obat adalah penggolongan
yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketetapan penggunaan serta
pengamanan distribusi yang terdiri dari Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat
Wajib Apotek, Obat Keras, Psikotropika dan Narkotika.
1. Obat Bebas ( OB )
Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter. Obat ini
biasa menjadi pilihan saat ada kebutuhan untuk melakukan pengobatan sendiri.
Pada wadah obat terdapat tanda khusus obat bebas, berupa lingkaran hijau dengan
analgetik-antipiretik (seperti: parasetamol) dan obat gosok. Obat ini dapat dibeli
bebas di apotek, toko obat dan warung.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan obat bebas adalah:
o Apakah obatnya masih baik atau tidak?
o Lihat tanggal kadaluarsa obatnya
o Bacalah dengan baik keterangan tentang obat tadi pada brosurnya
o Lihat indikasi penggunaan, yang merupakan petunjuk kegunaan obat untuk penyakit.
o Perhatikan dengan baik dosis yang digunakan, untuk dewasa atau anak-anak.
o Lihat pula dengan baik komposisi zat berkhasiat dalam kemasan obat.
o Perhatikan peringatan-peringatan khusus dalam pemakaian obat.
o Perhatikan pula tentang kontra indikasi dan efek samping obat.
(DitJen Bina Kefarmasian, 2006)
2. Obat Bebas Terbatas ( OBT )
Disebut daftar W, Obat golongan ini masih termasuk obat keras tapi dapat
dibeli tanpa resep dokter, sehingga penyerahannya pada pasien hanya boleh
dilakukan oleh Asisten Apoteker penanggung jawab. Obat bebas terbatas ditandai
dengan lingkaran berwarna biru dengan garis tepi lingkaran berwarna hitam
(DitJen POM, 2008). Pada wadah obat terdapat tanda khusus obat bebas terbatas.
Obat-obatan yang termasuk ke dalam golongan ini antara lain obat batuk, obat
influenza, obat penghilang rasa sakit dan penurun panas pada saat demam
Terdapat pula tanda peringatan ”P” dalam labelnya. Kenapa disebut ”terbatas”
karena ada batasan jumlah dan kadar isinya. Label ”P” ada beberapa macam
yaitu:
1. P.No. 1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan pemakaiannya.
2. P.No. 2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur jangan ditelan
3. P.No. 3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan.
4. P.No. 4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar
5. P.No. 5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan
6. P.No. 6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan
3. Obat Wajib Apotek ( OWA )
Menurut Keputusan Mentri Kesehatan Nomor : 347/
MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek yaitu obat keras yang dapat
diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di Apotek tanpa resep dokter. Obat yang
termasuk dalam obat wajib apotek ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Surat
keputusan tersebut dilampiri dengan Daftar Obat Wajib Apotek No. 1. Jumlah
obat yang ditetapkan sebagai obat wajib Apotek bertambah berdasarkan Daftar
Obat Wajib Apotek No.2, sebagai lampiran dari surat Keputusan Menteri
Kesehatan No. 924/MENKES/PER/X/1993. Berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan No. 925/ MENKES/PER/X/1993 tanggal 23 Oktober 1993
yang dilampiri Daftar Perubahan Golongan Obat No.1, beberapa obat dari Daftar
a. Empat obat wajib apotek menjadi obat bebas terbatas yaitu:
1. Aminofilin dalam bentuk supositoria menjadi obat bebas terbatas.
2. Bromheksin menjadi obat bebas terbatas
3. Heksetidin sebagai obat luar untuk mulut dan tenggorokan dengan kadar
sama atau kurang dari 0,1% menjadi obat bebas terbatas.
4. Mebebndazol menjadi obat bebas terbatas.
b. Satu obat wajib apotek menjadi obat bebas yaitu:
1. Tolnaftat sebagai obat luar untuk infeksi jamur lokal dengan kadar sama
atau kurang dari 1% menjadi obat bebas.
Dengan bertambahnya obat yang ditetapkan sebagai obat wajib apotek,
peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan obat
perlu lebih mendapatkan perhatian. Informasi, terutama yang menyangkut efek
samping, kontraindikasi dan interaksi sangat diperlukan. Oleh karena beberapa
obat yang ditetapkan sebagai obat wajib apotek merupakan obat yang dapat
mengakibatkan kebiasaan dan ketergantungan (Sartono, 1996).
4. Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya bisa diperoleh dengan resep dokter.
Kemasan obat ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat huruf K
berwarna merah yang menyentuh tepi lingkaran yang berwarna hitam.
Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini antara lain: obat jantung, obat darah
tinggi/antihipertensi, obat darah rendah/antihipotensi, obat diabetes, hormon,
5. Obat Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam
undang-undang sebagaiman terlampir dalam Undang-Undang ini. Undang –
undang ini hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Undang – Undang
Republik Indonesia tentang Narkotika, 1997).
Kemasan obat golongan ini ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya
terdapat palang (+) berwarna merah. Obat narkotika bersifat ketergantungan atau
adiksi dan penggunaannya diawasi dengan ketat, sehingga obat golongan
narkotika hanya dapat diperoleh dengan resep dokter yang asli (tidak dapat
menggunakan copy resep). Contoh dari obat narkotika antara lain: Opium, coca,
ganja/marijuana, morfin, heroin, dan lain sebagainya. Dalam bidang kedokteran,
obat-obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi / obat bius dan analgetika /
obat penghilang rasa sakit.
6. Obat Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
Psikotropika hanya bisa digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan. Psikotropika golongan 1 hanya dapat
digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan (Undang-undang Psikotropika nomor 5
tahun 1997 pasal 4).
Resiko dari upaya pengobatan sendiri, yakni penggunaan obat yang tidak
tepat, pemborosan biaya dan waktu jika terjadi kesalahan, memungkinkan
timbulnya reaksi obat yang tidak diinginkan (baik berupa sensitivitas, efek
samping atau resistensi). Resiko ini dapat terjadi karena beberapa faktor seperti
informasi yang kurang lengkap dari iklan obat, pemilihan obat, kesalahan
diagnosis dan faktor irrasional dalam penggunaan obat.
Sebagian obat memiliki tanda obat keras sehingga hanya dapat diperoleh
di apotek dengan resep dokter atau untuk obat yang termasuk golongan OWA
(Obat Wajib Apotek) dapat diserahkan oleh apoteker tanpa resep. Legalitas
saluran distribusi obat menjadi penting untuk diperhatikan karena akan berkaitan
dengan kualitas obat itu sendiri. Jalur resmi dengan sendirinya akan meningkatkan
kualitas obat. Tentu menjadi sangat berbeda ketika membeli obat di sumber lain
yang tidak resmi. Selain itu, apoteker dapat memberikan informasi dan konsultasi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian menggunakan metode deskriptif (Singarimbun, 1989), dengan model penelitian survei (Ginting, 2006), yang bersifat cross-sectional (Amirin,
1990).
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama bulan Maret 2009 di 4 Apotek, yaitu
Apotek Pratama bertempat Jl. Jend Gatot Subroto 236-H, Apotek Medan Baru
bertempat Jl. Iskandar Muda No.148, Apotek Kesia bertempat Jl. AR. Hakim
No.303, Apotek Gita Kasih Jl. Setia Budi Pasar 3 Tanjung Sari.
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pengobatan Sendiri Di beberapa Apotek.
3.3 Jenis Data
Data dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung melalui pengisian kuisioner oleh responden.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengisian kuisioner dikumpulkan dianalisis secara persentase, dengan cara memeriksa dan melihat apakah semua
jawaban sudah terisi. Kemudian dilakukan pengkodean pada setiap jawaban
dengan memberi skor atau nilai tertentu. Lalu mengelompokkan data sesuai
dengan karakteristik masing-masing dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
grafik.
3.6 Prosedur Kerja
a. Meminta izin Dekan Fakultas farmasi USU untuk melakukan penelitian di
Apotek tersebut.
b. Menghubungi PSA/APA yang memiliki Apotek tersebut untuk mendapatkan
izin melakukan penelitian.
c. Mengumpulkan data hasil pengisian kuesioner dari responden atau pasien yang
datang untuk mengobati dirinya sendiri di Apotek tersebut.
d. Mengetahui pengaruh umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jenis
pekerjaan, keluhan, tingkat pengetahuan dan sikap terhadap pola pengobatan
sendiri.
3.7 Defenisi Operasional
1. Pengobatan sendiri adalah upaya yang dilakukan orang awam untuk
mengatasi sakit atau keluhan yang dialaminya, tanpa bantuan tenaga ahli
2. Tingkat pendidikan adalah pengalaman mengikuti pendidikan formal yang
telah diselesaikan responden (dibuat skala ordinal: tidak tamat SD, tamat
SD, tamat SMP, tamat SMA, tamat Perguruan tinggi).
3. Jenis pekerjaan adalah profesi yang masih berlangsung sampai saat
dilakukannya survei. Meliputi mahasiswa, wiraswasta, pegawai negeri sipil,
ibu rumah tangga dan lain-lain.
4. Tingkat penghasilan adalah total pendapatan responden selama 1 bulan
5. Tingkat pengetahuan adalah pengetahuan responden dalam menjawab 9
pertanyaan tentang pengobatan sendiri yang umum dilakukan.
6. Pasien adalah responden yang datang ke apotek membeli obat.
7. Sikap adalah reaksi atau respon responden dalam menghadapi penyakitnya
dengan menjawab 6 pertanyaan tentang pengobatan sendiri.
8. Tindakan adalah tindakan responden mengobati sendiri keluhan sakit dalam
upaya pengobatan sendiri.
9. Pola penggunaan obat dalam upaya pengobatan sendiri adalah pola tindakan
responden menggunakan obat dalam upaya pengobatan sendiri berdasarkan
golongan obat, kelompok terapi dan jenis obat.
3.8Variabel Penelitian dan Cara pengukuran Variabel 2.8.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari variabel terikat dan variabel bebas.
1. Variabel terikat
2. Variabel bebas - Umur
- Tingkat pendidikan
- Tingkat penghasilan
- Status pekerjaan
- Tingkat pengetahuan tentang pengobatan sendiri
- Sikap terhadap pengobatan sendiri
- Tindakan terhadap pengobatan sendiri
3.8.2 Cara Pengukuran Variabel
Pengetahuan dapat dilakukan dengan metode pengukuran terhadap kuisioner yang telah diberi bobot, jumlah pertanyaan ada 9, maka nilai tertinggi dari seluruh
pertanyaan adalah 27. Berdasarkan nilai yang diperoleh responden maka
pengetahuan responden dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu :
1. Tingkat pengetahuan baik, apabila nilai yang diperoleh responden antara
21-27 ( 78% -100%).
2. Tingkat pengetahuan cukup, apabila nilai yang diperoleh responden antara
14–20 ( 52% - 74%).
3. Tingkat pengetahuan kurang, apabila nilai yang diperoleh responden < 14 (<
51%).
Bobot setiap pilihan adalah sebagai berikut :
1. Pertanyaan dengan 2 pilihan a. Bobot 3
2. Pertanyaan dengan 4 pilihan adalah
a. Bobot 3
b. Bobot 2,25
c. Bobot 1,5
d. Bobot 0,75
3. Cara pengukuran sikap berdasarkan pada skala lickert
Untuk sikap yang positif adalah sebagai berikut :
Sangat setuju bobot 5
Setuju bobot 4
Ragu-ragu bobot 3
Tidak setuju bobot 2
Sangat tidak setuju bobot 1
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Responden Penelitian
Responden untuk penelitian ini diperoleh dari empat apotek. Sebagai
lokasi untuk penelitian dipilih wilayah penggiran dan perkotaan.Untuk wilayah
pinggiran dipilih apotek Keshia dan apotek Gita Kasih, sedangkan apotek Pratama
dan apotek Medan Baru berada di perkotaan.
Untuk penelitian ini peneliti hanya berhasil mendapatkan 90 orang
responden. Dari apotek Keshia diperoleh 21 orang, apotek gita kasih 21 orang,
apotek medan baru 24 orang, apotek Pratama 24 orang. Jumlah yang diperoleh
tidak maksimal dikarenakan tidak semua pasien yang membeli obat di apotek
bersedia dijadikan responden.
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Penelitian
NO Variabel
Jumlah (n =90)
Persentase (%) 1 Umur
13 – 25 tahun
26 – 49 tahun
50 tahun keatas
28
49
15
31,11
52,22
2 Tingkat Pendidikan
3 Tingkat Penghasilan < Rp. 1.000.000,-
Rp. 1.000.000 – Rp.3.000.000
> Rp. 3.000.000,- 4 Jenis Pekerjaan
Mahasiswa / Mahasiswi
4.2 Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Terapi Obat
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Terapi Obat
Kelompok Terapi Jumlah Persentase ( % )
Analgetika / Antipiretika 26 28,89
Antiinfluenza 12 13,33
Antitusif / Ekspektoran 11 12,22
Vitamin 11 12,22
Antialergi 6 6,67
Antiseptik 6 6,67
Antidiare 5 5,55
Antibiotika 2 2,22
Antihipertensi 1 1,11
Antimalaria 1 1,11
Antitiroid 1 1,11
Anti radang mata 1 1,11
Total 90 100
Berdasarkan tabel 2 diatas dapat dilihat persentase terbesar kelompok
terapi obat yang digunakan responden dalam upaya pengobatan sendiri
diantaranya 28,89% terapi analgetika/antipiretika, kelompok terapi antiinfluenza
(13,33%), untuk kelompok terapi antitusif / ekspektoran dan vitamin relatif
memiliki persentase yang hampir sama (12,22%). Kelompok terapi antialergi /
antiseptik (6,67%). Data diatas relevan bila dibandingkan dengan hasil Susenas
2001 yang menunjukkan bahwa keluhan kesehatan yang diderita oleh penduduk
indonesia berdasarkan urutan terbesar adalah panas, sakit kepala, sakit gigi, batuk
dan pilek (Handayani & Siswanto 2002).
Penelitian sebelumnya menunjukkan kelompok terapi obat yang banyak
digunakan di masyarakat berdasarkan urutan terbanyak adalah obat pilek,
analgetika / antipiretika, obat batuk (Sjamsuhidayat, 1990). Demikian juga
shankar et al (2003) yang mendapatkan bahwa parasetamol dan golongan
analgetika lainnya memiliki persentase terbanyak digunakan dalam pengobatan
sendiri di Nepal. Dan menurut Greenhalgh (1987), mendapatkan bahwa dari 2400
orang yang melakukan pengobatan sendiri diantaranya yang termasuk urutan
terbesar adalah vitamin, analgetika / antipiretika dan antiinfeksi, sebaliknya obat
yang banyak ditulis dalam resep dokter adalah antiinfeksi, vitamin dan analgetik /
antipiretika.
Obat yang beredar paling banyak adalah kelompok analgetika /
analgetika / antipiretika jadi masyarakat yang mengeluh sakit kepala dan demam
akan lebih mudah mendapatkan dan lebih tahu karena frekuensi iklan obat yang
berkaitan dengan kelompok analgetika / antipiretika dan cenderung lebih sesuai
aturan (Supardi, 2001).
Berikut ini ditampilkan Diagram batang distribusi responden berdasarkan
kelompok Terapi Obat Yang Digunakan:
Gambar 4.1 Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Terapi Obat
Gambar 1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Terapi Obat Yang Digunakan
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Terapi Obat Yang Digunakan
Analgetika / Antipiretika Antiinfluenza Antitusif / Ekspektoran
Vitamin Antialergi Antiseptik
Antidiare Antasida Antelmentika
Antibiotika Antihipertensi Antimalaria
4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Obat
Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Obat Yang Digunakan
Golongan Obat Jumlah Persentase ( % )
Obat Bebas 48 53,33
Obat Bebas Terbatas 31 34,44
Obat Keras 11 12,2
Total 90 100
Tabel 3 menujukkan bahwa persentase terbesar responden menggunakan obat bebas dalam mengatasi keluhan sakitnya (53,33 %), dan sesuai dengan
temuan McEwen yang mendapatkan 50% obat yang digunakan dalam pengobatan
sendiri termasuk kelompok analgetika / antipiretika terutama digunakan untuk
mengatasi keluhan pilek, sakit punggung, sakit kepala dan demam. Kemudian
obat bebas terbatas (34,44%), dan untuk obat keras/obat wajib apotek (12,2%).
Gencarnya promosi obat bebas melalui iklan baik media cetak maupun media
elektronika mendorong masyarakat dalam melakukan pengobatan sendiri.
Sebelum menggunakan obat masyarakat harus mampu memilih obat yang akan
digunakan dengan mempertimbangkan efek samping, kontraindikasi dan interaksi
obat yang mungkin timbul. Perlunya masyarakat sebagai konsumen obat untuk
mengetahui informasi penting yang ada pada setiap kemasan atau label obat
Berikut ini ditampilkan diagram batang distribusi responden berdasarkan
golongan obat yang digunakan.
Gambar 5.1 Grafik distribusi responden berdasarkan golongan obat yang digunakan dalam upaya pengobatan sendiri
Gambar 2. Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Obat Yang Digunakan Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Obat
Yang Digunakan
53,33
34,44
12,2
0 10 20 30 40 50 60
Golongan Obat
P
e
rs
e
n
ta
s
e
(
%
)
Hubungan Umur dengan Pola Penggunaan Obat
4.4 Hasil Penelitian Terhadap Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri 4.4.1 Hubungan Umur dengan Pola Penggunaan Obat dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan SendiriDiagram batang hubungan umur dengan pola penggunaan obat dalam
upaya pasien melakukan pengobatan sendiri :
Gambar 3. Hubungan Umur Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri
Berdasarkan diagram diatas, dapat dilihat bahwa responden yang berumur
26-49 menggunakan obat dalam upaya pengobatan sendiri (52,22 %), responden
berumur 13-25 tahun (31,11 %). Karena pada usia 26-49 tahun lebih banyak yang
mengeluh sakit sehingga lebih banyak mengkonsumsi obat dengan pengobatan
sendiri. Pada usia 50 tahun keatas persentase responden yang melakukan
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya 4.4.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pola Penggunaan Obat dalam
Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri
Diagram batang hubungan tingkat pendidikan dengan pola penggunaan
obat dalam upaya pengobatan sendiri :
Gambar 4. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri
Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat bahwa responden berpendidikan
SMA (53,33%), Perguruan Tinggi (30%), SMP (6,67%), tidak tamat SD (5,55%)
dan yang tamat SD (4,44%). Dapat dilihat dari peneliti sebelumnya bahwa orang
yang berpendidikan tinggi akan lebih banyak menyimpan obat dan menggunakan
obat untuk pengobatan sendiri karena faktor pendidikan mempengaruhi wawasan
seseorang terhadap suatu objek. Responden dengan tingkat pendidikan tinggi
tidak mudah dipengaruhi oleh iklan obat yang ada di media dan lebih banyak
membaca label yang ada dikemasan obat sebelum mengkonsumsi obat. Menurut
Hubungan Tingkat Pengasilan dengan Pola Penggunaan Obat
< Rp. 1.000.000,- Rp. 1.000.000 –
Rp.3.000.000
mampu menyerap informasi, menganalisis dan memberi argumen yang
selanjutnya menjadi pertimbangan bagi dirinya dalam mengambil keputusan.
4.4.3 Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Pola Penggunaan Obat dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri
Diagram batang hubungan tingkat penghasilan dengan pola penggunaan
obat dalam upaya pasien melakukan pengobatan sendiri :
Gambar 5. Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Pola Penggunaan Obat dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri
Berdasarkan diagram diatas diperoleh responden yang melakukan
pengobatan sendiri memiliki penghasilan Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 3.000.000,-
(62,22%), penghasilan <Rp.1.000.000,- (31,11%), penghasilan >Rp.3.000.000,-
(6,67%). Hal ini menunjukkan responden yang melakukan pengobatan sendiri
secara keseluruhan lebih besar pada status ekonomi mampu. Menurut Leibowitz,
Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Pola Penggunaan Obat dalam Upaya
obat (termasuk mampu membeli obat dalam kemasannya) sehingga kemungkinan
menggunakan obat lebih besar.
4.4.4 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Pola Penggunaan Obat dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri
Diagram batang hubungan jenis pekerjaan dengan pola penggunaan obat
dalam upaya pengobatan sendiri :
Gambar 6. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Pola Penggunaan Obat dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri
Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat beraneka ragam status pekerjaan
dalam melakukan tindakan penggunaan obat dalam pengobatan sendiri.
Diantaranya 28,89% responden dengan status pekerjaan pegawai swasta,
mahasiswa/mahasiswi (20%). Untuk itu diperlukan seorang apoteker yang dapat
memberikan informasi dan memberi nasehat yang benar tentang obat-obatan dan
masalah pengobatan. Saat ini kontribusi apoteker pada perawatan kesehatan
(health care) sedang berkembang dalam bentuk baru untuk mendukung pasien
4.4.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri
Tabel 4. Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri
No Keterangan Persentase (%)
1
Pernah mendengar istilah pengobatan sendiri
• Pernah
• Tidak Pernah
Darimana Saudara mendapatkan informasinya
• Media cetak
• Media elektronik
• Teman
• Lain-lain (sebutkan…)
Apa yang dimaksud pengobatan sendiri
• Upaya pengobatan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengatasi keluhan sakit yang dialami tanpa bantuan dokter / tenaga medis
• Penggunaan obat oleh masyarakat untuk mengurangi gejala penyakit ringan tanpa nasihat dokter
• Tidak tahu
Apakah Saudara mengetahui tentang penggolongan obat
Penyakit dengan keluhan sakit apa yang Saudara obati dengan pengobatan sendiri
• Gejala flu
• Cidera ringan
• Alergi
• Lain – lain (sebutkan…)
Obat yang Saudara minum untuk penyakit yang Saudara derita diatas
• Obat flu
• Obat Cidera ringan
8
9
• Lain – lain (sebutkan…)
Apakah Saudara mengetahui aturan pakai obat yang diberikan
• Tahu
• Tidak tahu
Darimana Saudara mengetahui aturan pakai obat tersebut
Berdasarkan tabel diatas diperoleh hubungan tingkat pengetahuan
responden dengan pola penggunaan obat dalam upaya pengobatan sendiri, dari
keseluruhan diantaranya 50% responden pernah mendengar istilah pengobatan
sendiri dan 50% tidak pernah mendengarnya. Responden ada juga yang
mengetahuinya dari teman (23,33%). Yang mereka tahu pengobatan sendiri
adalah upaya pengobatan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengatasi
keluhan sakit yang dialami tanpa bantuan dokter / tenaga medis (27,78%), dan
penggunaan obat oleh masyarakat untuk mengurangi gejala penyakit ringan tanpa
nasihat dokter (21,11%), tidak tahu (1,11%). Untuk itu seorang apoteker sangat
diperlukan di apotek, dimana apoteker sebagai pelaksana kegiatan pharmeceutical
care atau asuhan kefarmasian dalam usaha meningkatkan kualitas hidup pasien
apoteker harus selalu ada di apotek. Berkonsultasi dengan apoteker tentang obat
yang diperoleh tanpa resep dokter untuk menghindari efek yang tidak diinginkan.
Responden mengetahui tentang penggolongan obat (64,4%) dan
mengatakan tidak tahu (35,6 %). Responden mengetahui tentang penggolongan
obat persentase terbesar diperoleh dari dokter (24,44%), teman (16,67%), apoteker
assiten apoteker merupakan profesi yang paling berkompeten tentang obat-obatan.
Oleh karena itu untuk lebih meningkatkan pola penggunaan obat dalam
pengobatan sendiri maka apoteker maupun asisten apoteker harus lebih optimal
menjalankan fungsi konseling dalam pelayanan obat kepada masyarakat.
Peranan tersebut penting untuk diterapkan mengingat terdapat beberapa
kelompok pasien yang menganggap obat tanpa resep dokter sebagai ” bukan obat
yang sebenarnya” atau obat yang lemah sehingga mereka menggunakan dosis
yang tinggi diluar takarannya, menggunakan beberapa obat yang memiliki
kandungan yang sama secara bersamaan sehingga resiko terkena efek samping
menjadi cukup besar (Covington, 2003).
Dari keseluruhan responden 55,55% diantaranya mengobati penyakit
dengan keluhan demam, gejala flu (31,19%) dan untuk cidera ringan dan alergi
(6,67%). Untuk penyakit dengan keluhan sakit diatas 55,55% diantara responden
berusaha untuk mengobati dirinya dengan pengobatan sendiri obat demam, obat
flu (31,1%), untuk pengobatan alergi dan cidera ringan (6,67%). Menurut data
susenas 2001 menunjukkan bahwa keluhan sakit yang diderita oleh penduduk
indonesia berdasarkan urutan terbesar adalah panas, flu , batuk, sakit kepala, sakit
gigi dan diare. Pada penelitian sebelumnya menujukkan kelompok terapi obat
yang paling banyak digunakan di masyarakat berdasarkan urutan terbanyak adalah
obat flu,, analgetika/antipiretika, obat kulit dan obat batuk (Sjamsulhidayat, 1990).
Demikian juga shankar et al (2003) yang mendapatkan bahwa parasetamol dan
golongan analgetika lainnya memiliki persentase terbanyak digunakan dalam
Semua responden mengetahui aturan pakai dari obat yang mereka
gunakan (100%). Diantaranya 45,55% responden mengetahui aturan pakai dengan
membaca brosur yang ada di dalam kemasan obat tersebut, dari apotek tempat
membeli obat (27,78%), ada juga yang mengetahuinya dari dokter yang
meresepkan obat (14,44%), dan lain-lain (12,22%). Disinilah peran serta apoteker
sangat dibutuhkan sebagai pemberi informasi yang benar tentang obat, agar tidak
terjadi penyalahgunaan obat. Karena penggunaan obat yang salah
kemungkinannya akan timbul reaksi obat yang tidak diinginkan.
4.4.6 Hubungan Tindakan Responden Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri
Tabel 5. Hubungan Tindakan Responden Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pasien Melakukan Pengobatan Sendiri
No Keterangan Persentase ( % )
1
2
Apa alasan Saudara melakukan pengobatan sendiri
• Biaya lebih murah
• Lebih cepat
• Alasan sakit ringan
• Lain –lain (sebutkan…)
Jika obat yang Saudara minum telah habis namun penyakit tidak juga sembuh, Apakah tindakan Saudara
• Membeli kembali obat yang sebelumnya telah pernah diminum
• Mengganti dengan obat yang lain yang lebih sesuai
• Konsultasi dengan dokter
3
4
5
6
Apabila penyakit yang Saudara derita telah sembuh apa yang dilakukan
• Tidak lagi diminum, disimpan untuk digunakan kembalian
• Tidak lagi diminum, dan dibuang
• Meminum sampai habis
• Lain – lain (sebutkan…)
Apakah Saudara mematuhi aturan pakai obat yang diberikan
• Iya
• Tidak
Apa yang terlebih dahulu Saudara perhatikan sebelum obat digunakan
• Kadaluarsa
• Warna obat
• Bau obat
• Lain-lain (sebutkan…)
Apa alasan Saudara membeli obat di Apotek ini
• Harga lebih murah
• Pelayanannya memuaskan
• Informasi lebih jelas
• Lain - lain (sebutkan…)
Berdasarkan tabel 3 diatas diperoleh kebanyakan responden
melakukan pengobatan sendiri dengan alasan biaya lebih murah (43,33%) bila
dibandingkan berobat ke dokter, alasan sakit ringan (30%), lebih cepat (21,1%)
dan lain-lain 5,55%. Menurut Hold dan Edwin (1986), alasan orang melakukan
pengobatan sendiri lebih efektif dalam mengobati keluhan (karena 80% keluhan
sakit bersifat self-limiting), efisiensi biaya, efisiensi waktu.
Dalam pengobatan sendiri tindakan responden apabila obat yang
digunakan telah habis namun penyakit tidak juga sembuh diantaranya 52,22%
responden melakukan konsultasi dengan dokter karena tidak ingin ambil resiko.
Dengan membeli kembali obat yang sebelumnya telah pernah diminum (26,67%).
(1,11%). Perlunya informasi yang benar tentang obat dari pelayan kesehatan agar
tidak terjadi penyalahgunaan obat.
Untuk responden yang telah sembuh tidak lagi meminum obatnya dan
menyimpannya apabila suatu saat nanti diminum kembali (72,22%). Ada juga
responden yang meminum sampai habis obat (14,44%). Untuk yang tidak
meminum lagi obatnya atau dibuang (7,78%) dan lain-lain ( 5,55%).
Obat-obat yang diberi tanda harus diminum sampai habis biasanya adalah
antibiotika seperti amoksilin, ampisilin, kloramfenikol dan eritromisin. Obat
antibiotika ini bekerja membunuh kuman karena itu diberikan untuk mengobati
penyakit infeksi seperti radang saluran pernapasan, radang lambung, dan lain-lain.
Jika dipakai tidak sesuai dosis semestinya, maka penyakit tidak akan sembuh dan
dapat menimbulkan resistensi antibiotika. Itu sebabnya jika diberikan antibiotika
pasien harus meminum sampai habis agar dosis yang sudah diperhitungkan dapat
terpenuhi.
Obat-obat yang diberi tanda jika perlu biasanya obat-obat yang
dimaksudkan hanya untuk meredakan gejala sakit (simptomatis) misalnya obat
untuk menurunkan panas, mengurangi rasa sakit misalnya parasetamol, asam
mefenamat, antalgin. Obat-obat ini digunakan hanya untuk menghilangkan
gejalanya saja. Jika gejala yang dirasakannya telah hilang sebaiknya pemakaian
obat dihentikan.
Semua responden mematuhi aturan pakai obatnya (100%). Dalam
pengobatan sendiri ada baiknya responden memperhatikan kondisi dari obat yang
akan digunakan terutama kadaluarsa (92,2%) karena penggunaan obat yang sudah
Responden melakukan pengobatan sendiri dengan alasan harga lebih
murah (38,89%), dekat rumah (31,11%), karena informasi lebih jelas (4,44%).
Dengan alasan ekonomi yang lemah, banyak orang yang tidak mampu menebus
obatnya bila ke dokter biaya lebih mahal. Demi penghematan dan efisiensi
tindakan pengobatan sendiri banyak dilakukan orang karena dengan sendirinya
sakit ringan akan sembuh bila tidak diobati. Seperti jika batuk, flu, pening, mulas
dan lain-lain. Tapi dengan pengetahuan dan wawasan medis yang semakin
banyak, upaya pengobatan sendiri menjadi pilihan untuk efisiensi ( Nadesul,
2009).
4.4.7 Hubungan Sikap Responden Dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pengobatan Sendiri
Tabel 6. Hubungan Sikap Responden dengan Pola Penggunaan Obat Dalam Upaya Pengobatan Sendiri
No Keterangan Jumlah Persentase (%)
1
• Sangat tidak setuju
Penggunaan obat pada pengobatan sendiri yang tidak sesuai dengan aturan dapat membahayakan kesehatan
• Sangat setuju
• Setuju
• Ragu –ragu
• Tidak setuju
• Sangat tidak setuju