• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Penggunaan Obat Dalam Pengobatan Sendiri

Semua orang dalam hidupnya pasti membutuhkan obat. Begitu juga tenaga kesehatan yang berhak memperoleh layanan kesehatan yang terbaik. Menurut Departemen Kesehatan RI, Obat menjadi unsur yang penting dalam upaya kesehatan, mulai dari upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan dan pemulihan harus diusahakan agar selalu tersedia pada saat dibutuhkan.

Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992).

Obat merupakan senyawa kimia yang sangat kuat. Disamping manfaat yang besar, obat berpotensi untuk mendatangkan malapetaka. Karena itu semakin lengkap pengetahuan tentang obat dan bagaimana cara menggunakannya secara tepat dan aman, akan lebih banyak memperoleh manfaatnya (Anonim, 2009). Obat dapat merugikan kesehatan bila tidak memenuhi persyaratan atau bila digunakan secara tidak tepat atau disalahgunakan

Strategi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas penggunaan obat yang tepat, aman dan rasional khususnya pada pengobatan sendiri dapat ditempuh melalui peningkatan komunikasi (konseling) antara pasien dengan tenaga kesehatan serta melakukan penilaian individu, kondisi sosial dan ekonomi yang mencerminkan gaya hidup pasien (Lofholm & Katzung, 1997). Intervensi Pengetahuan Pasien dapat juga dilakukan melalui penyebaran brosur mengenai penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional (Arustiyono, 1999).

Strategi-strategi tersebut sangat penting dilakukan mengingat berhasilnya suatu terapi tidak hanya ditentukan oleh diagnosis dan pemilihan obat yang tepat, tetapi juga oleh kepatuhan pasien untuk mengikuti terapi yang telah ditentukan (Muliawan, 2004).

2.3.1 Penggolongan Obat

Sesuai Permenkes No. 917/MENKES/PER/X/1993 Tentang Daftar Wajib Obat Jadi, bahwa yang dimaksud dengan golongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat Wajib Apotek, Obat Keras, Psikotropika dan Narkotika.

1. Obat Bebas ( OB )

Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter. Obat ini biasa menjadi pilihan saat ada kebutuhan untuk melakukan pengobatan sendiri. Pada wadah obat terdapat tanda khusus obat bebas, berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh: vitamin atau multivitamin, beberapa obat

analgetik-antipiretik (seperti: parasetamol) dan obat gosok. Obat ini dapat dibeli bebas di apotek, toko obat dan warung.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan obat bebas adalah:

o Apakah obatnya masih baik atau tidak?

o Lihat tanggal kadaluarsa obatnya

o Bacalah dengan baik keterangan tentang obat tadi pada brosurnya

o Lihat indikasi penggunaan, yang merupakan petunjuk kegunaan obat untuk penyakit.

o Perhatikan dengan baik dosis yang digunakan, untuk dewasa atau anak-anak.

o Lihat pula dengan baik komposisi zat berkhasiat dalam kemasan obat.

o Perhatikan peringatan-peringatan khusus dalam pemakaian obat.

o Perhatikan pula tentang kontra indikasi dan efek samping obat.

(DitJen Bina Kefarmasian, 2006)

2. Obat Bebas Terbatas ( OBT )

Disebut daftar W, Obat golongan ini masih termasuk obat keras tapi dapat dibeli tanpa resep dokter, sehingga penyerahannya pada pasien hanya boleh dilakukan oleh Asisten Apoteker penanggung jawab. Obat bebas terbatas ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan garis tepi lingkaran berwarna hitam (DitJen POM, 2008). Pada wadah obat terdapat tanda khusus obat bebas terbatas. Obat-obatan yang termasuk ke dalam golongan ini antara lain obat batuk, obat influenza, obat penghilang rasa sakit dan penurun panas pada saat demam (analgetik-antipiretik), obat antimabuk (Antimo), CTM, obat asma, anti muntah.

Terdapat pula tanda peringatan ”P” dalam labelnya. Kenapa disebut ”terbatas” karena ada batasan jumlah dan kadar isinya. Label ”P” ada beberapa macam yaitu:

1. P.No. 1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan pemakaiannya. 2. P.No. 2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur jangan ditelan 3. P.No. 3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. 4. P.No. 4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar

5. P.No. 5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan

6. P.No. 6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan

3. Obat Wajib Apotek ( OWA )

Menurut Keputusan Mentri Kesehatan Nomor : 347/ MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di Apotek tanpa resep dokter. Obat yang termasuk dalam obat wajib apotek ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Surat keputusan tersebut dilampiri dengan Daftar Obat Wajib Apotek No. 1. Jumlah obat yang ditetapkan sebagai obat wajib Apotek bertambah berdasarkan Daftar Obat Wajib Apotek No.2, sebagai lampiran dari surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 924/MENKES/PER/X/1993. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 925/ MENKES/PER/X/1993 tanggal 23 Oktober 1993 yang dilampiri Daftar Perubahan Golongan Obat No.1, beberapa obat dari Daftar Obat Wajib Apotek No. 1 diubah golongannya.

a. Empat obat wajib apotek menjadi obat bebas terbatas yaitu:

1. Aminofilin dalam bentuk supositoria menjadi obat bebas terbatas. 2. Bromheksin menjadi obat bebas terbatas

3. Heksetidin sebagai obat luar untuk mulut dan tenggorokan dengan kadar sama atau kurang dari 0,1% menjadi obat bebas terbatas.

4. Mebebndazol menjadi obat bebas terbatas.

b. Satu obat wajib apotek menjadi obat bebas yaitu:

1. Tolnaftat sebagai obat luar untuk infeksi jamur lokal dengan kadar sama atau kurang dari 1% menjadi obat bebas.

Dengan bertambahnya obat yang ditetapkan sebagai obat wajib apotek, peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan obat perlu lebih mendapatkan perhatian. Informasi, terutama yang menyangkut efek samping, kontraindikasi dan interaksi sangat diperlukan. Oleh karena beberapa obat yang ditetapkan sebagai obat wajib apotek merupakan obat yang dapat mengakibatkan kebiasaan dan ketergantungan (Sartono, 1996).

4. Obat Keras

Obat keras adalah obat yang hanya bisa diperoleh dengan resep dokter. Kemasan obat ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat huruf K berwarna merah yang menyentuh tepi lingkaran yang berwarna hitam. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini antara lain: obat jantung, obat darah tinggi/antihipertensi, obat darah rendah/antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika dan beberapa obat ulkus lambung (DitJen POM, 2008).

5. Obat Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam undang-undang sebagaiman terlampir dalam Undang-Undang ini. Undang – undang ini hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Undang – Undang Republik Indonesia tentang Narkotika, 1997).

Kemasan obat golongan ini ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang (+) berwarna merah. Obat narkotika bersifat ketergantungan atau adiksi dan penggunaannya diawasi dengan ketat, sehingga obat golongan narkotika hanya dapat diperoleh dengan resep dokter yang asli (tidak dapat menggunakan copy resep). Contoh dari obat narkotika antara lain: Opium, coca, ganja/marijuana, morfin, heroin, dan lain sebagainya. Dalam bidang kedokteran, obat-obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi / obat bius dan analgetika / obat penghilang rasa sakit.

6. Obat Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-undang Psikotropika nomor 5 tahun 1997 pasal 1).

Psikotropika hanya bisa digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan. Psikotropika golongan 1 hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan (Undang-undang Psikotropika nomor 5 tahun 1997 pasal 4).

Resiko dari upaya pengobatan sendiri, yakni penggunaan obat yang tidak tepat, pemborosan biaya dan waktu jika terjadi kesalahan, memungkinkan timbulnya reaksi obat yang tidak diinginkan (baik berupa sensitivitas, efek samping atau resistensi). Resiko ini dapat terjadi karena beberapa faktor seperti informasi yang kurang lengkap dari iklan obat, pemilihan obat, kesalahan diagnosis dan faktor irrasional dalam penggunaan obat.

Sebagian obat memiliki tanda obat keras sehingga hanya dapat diperoleh di apotek dengan resep dokter atau untuk obat yang termasuk golongan OWA (Obat Wajib Apotek) dapat diserahkan oleh apoteker tanpa resep. Legalitas saluran distribusi obat menjadi penting untuk diperhatikan karena akan berkaitan dengan kualitas obat itu sendiri. Jalur resmi dengan sendirinya akan meningkatkan kualitas obat. Tentu menjadi sangat berbeda ketika membeli obat di sumber lain yang tidak resmi. Selain itu, apoteker dapat memberikan informasi dan konsultasi tentang obat yang dibeli di apotek (Anonim, 2008).

Dokumen terkait