• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahun 2017 menjadi awal kebangkitan Pelabuhan Kolaka Pendapatannya yang semula besar pasak daripada tiang, kin

berpotensi berbalik menjadi pelabuhan pemberi subsidi. PNBP

pelabuhan di Kabupaten Kolaka, ini melambung dari kurang

Rp1 miliar ke angka belasan miliar rupiah per tahun.

K

antor Unit Penyelenggara

Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kolaka tidak lagi hanya panen “ikan teri”, tapi kini juga menjaring “ikan kakap”. Pelabuhan yang berjarak sekitar 180 kilometer dari Kendari, ibu kota Sulawesi Utara (Sultra), itu mulai membukukan angka jumbo Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): Rp7 miliar pada 2017 dan berpotensi mencapai belasan miliar rupiah pada 2018.

“Di sini sekarang,

surprise PNBP-nya. Tadinya ini pelabuhan minus. Waktu saya datang, PNBP-nya tidak sampai Rp1 miliar,” ungkap Capt. Abdul Nasir, M. Mar, yang sejak 2016 menduduki kursi kepala Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kolaka.

Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) KUPP Kolaka sendiri, rata-rata sekitar Rp8 miliar per tahun. Dengan pemasukan di bawah Rp1 miliar, jelas besar pasak daripada tiang dan memerlukan subsidi yang besar. “Untuk kebutuhan belanja pegawai dan listrik saja tidak cukup. Kalau pendapatannya rendah terus, tutup saja sebenarnya pelabuhan ini,” kata Nasir.

Jadi, selama perjalanan panjang Pelabuhan Kolaka yang eksis

sejak 1973, lebih banyak “berperan social”

untuk membantu meringankan beban

perekonomian Kolaka. Dengan adanya pelabuhan ini, pelbagai hasil bumi mudah terangkut untuk dijual ke daerah lain hingga

Pulau Jawa, seperti kakao, kopra, dan cengkih.

Barang-barang kebutuhan pokok dan bahan bangunan dari luar Kolaka

Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kolaka

Capt. Abdul Nasir, M. Mar

juga ongkosnya menjadi efiesien jika diangkut lewat armada laut. Hal ini membuat harga-harga kebutuhan pokok di Kolaka cukup terjangkau. “Memang besar manfaatya keberadaan Pelabuhan Kolaka ini bagi masyarakat, salah satunya harga kebutuhan pokok menjadi relatif murah,” kata Syamsul Ramadhan, kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Dinas Perhubungan Kolaka.

Tiba-Tiba melonjak

Tapi, bagi Abdul Nasir, masa iya pendapatan Pelabuhan Kolaka dibiarkan minus terus? Maka, pada 2017 atau setelah 44 tahun hidup dengan subsidi, Pelabuhan Kolaka mulai bergigi. Itu tadi, pendapatannya melonjak drastis dari kurang Rp1 miliar menjadi Rp7 miliar. “Nah, pada tahun 2018 ini, dari Januari hingga Maret saja, perolehan PNBP kami sudah mencapai sekitar

Rp3,5 miliar. Semoga hingga akhir tahun nanti dapat membukukan belasan miliar atau sedikitnya berkisar Rp11-12 miliar,” kata Abdul Nasir. Dari mana gerangan sumber perolehan PNBP yang meroket itu? Menurut Abdul Nasir, sejak PT Nugraha Indotama (CNI)

mengapalkan hasil tambang nikelnya untuk ekspor melalui Pelabuhan Kolaka, pada sekitar medio 2017. Dari situ Pelabuhan Kolaka mendapatkan berbagai pemasukan sesuai

ketentuan tarif jasa kepelabuhan. “Kita bisa subsidi orang lain sekarang!” ujar Abdul Nasir, girang. Rezeki nomplok itu menyusul pengumuman Kementerian ESDM yang, pada Juli 2017, menerbitkan rekomendasi ekspor bijih nikel kadar rendah bagi CNI. Perusahaan swasta yang memiliki konsesi tambang di Kolaka ini direkomendasikan dapat mengekspor 2,3 juta ton nikel kadar rendah per tahun.

Izin serupa juga diberikan kepada PT Aneka Tambang (Antam) yang sama-sama memiliki lahan eksplorasi nikel di Kolaka. Namun, badan usaha milik negara (BUMN) ini memiliki pelabuhan sendiri untuk pengapalan nikelnya.

Dermaga pelabuhan Kolaka Kegiatan bongkar muat di pelabuhan Kolaka 1 2 2 3 3

P

osisi Pelabuhan Laut Kolaka juga berada di tengah-tengah antara Kendari dan Kolaka Utara. “Ini menempatkannya pada posisi cukup stragis karena menjadi pelabuhan perlintasan,” kata Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kolaka, Abdul Nasir. Ia menyebutkan, Pelabuhan Kolaka berfungsi mendistribusikan barang dagangan. Pelabuhan ini bahkan bisa menjadi setral angkutan laut bagi komodinatas yang dihasilkan Bumi Sulawesi.

Memiliki Dermaga Penyeberangan Pelabuhan ini juga sebagai jembatan penyeberangan bagi penumpang dengan kapal feri, yaitu rute menuju Pelabuhan Bajoe, yang menghubungkan Kolaka dengan Kabupaten Bone di Sulawesi Selatan (Sulsel). “Jadi, Pelabuhan Kolaka ini merupakan terminal point,” kata Abdul Nasir.

Penting sekali Kolaka-Bone terhubung, karena dua tempat tersebut sebagai wilayah pengembangan yang produktif akan hasil peternakan, pertanian, perikanan, dan perkebunan. “Ini memungkinkan pesatnya usaha niaga secara timbal balik,” ujar Abdul Nasir. Pelayaran kapal feri rute Kolaka- Bajoe terjadwal tiga kali sehari, yaitu pukul 17.00, 20.00, dan 23.00 waktu Indonesia tengah (Wita). Untuk kedatangan dari Bajoe di Kolaka, yakni pukul 01.00, 05.00, dan 08.00 Wita. Waktu tempuhnya adalah delapan jam, dengan tarif Rp75 ribu untuk penumpang dewasa dan Rp50 ribu untuk anak-anak.

Pada musim libur Lebaran, Pelabuhan Penyeberangan Kolaka ikut sibuk

melayani pemudik tujuan Sulsel yang bekerja di sektor perkebunan sawit atau pertambangan di Kolaka. Mereka berebut mendapat kesempatan naik kapal atau rela mengantre seharian di sepanjang sekitar 500 meter dermaga Angkutan Sungai Danau dan Penyeberanga (ASDP).

“Ribun orang biasa mengantre pada musim mudik Lebaran. Sampai-sampai kami kewalahan dan harus begadang untuk menjaga ketertiban,” kata Abdul Nasir.

Untuk mengatasi antrean calon penumpang, pihak otoritas pelabuhan menambah frekuensi pelayaran feri, tapi tanpa menambah armada. Caranya, setiap feri yang sampai tujuan, tidak boleh istirahat. Setelah menurunkan penumpang di Bajoe, harus langsung balik kanan ke Kolaka. Dampak Sosial-Ekonomi

Pelabuhan Kolaka dibangun pada 1973. Pada perjalannya telah banyak mengalami kemajuan. Pada Oktober 202 hingga Oktober 2010 statusnya menjadi KUPP Kelas V. Lalu, pada

November 2010, menjadi KUPP Kelas III Kolaka.

Pelabuhan Kolaka memiliki fasilitas penunjang operasional antara lain berupa dermaga ukuran 150 x 12 meter, lapangan penumpukan (200 x 80 meter), trestle (102 x 6 meter), causeway (125 x 6 meter), terminal (20 x 10 meter), gudang (30 x 20 meter), jalan masuk 225 x 6 meter), dan jalan pelabuhan (80 x 6 meter).

Peranan Pelabuhan Kolaka telah memberi dampak besar bagi pertumbuhan social-ekonomi masyarakat setempat. Di sekitar pelabuhan, misalnya, bermunculan pemukiman baru karena banyaknya pendatang yang memicu timbulnya lapangan pekerjaan baru serta usaha bagi masyarakat sekitar.

“Pada dasarnya Pelabuhan Laut Kolaka adalah daerah yang sangat berpotensi. Industri sektor peternakan, pertanian, perikanan, dan perkebunan sangat berkembang dalam peningkatan sektor ekonomoi di masa kini maupun masa yang akan datang,” tutur Abdul Nasir.

PELABUHAN STRATEGIS

YANG PERLU DIOPTIMALKAN

Dokumen terkait