• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.5 Takaran Pelatihan Keseimbangan

baik perkembangan keseimbangan anak laki-laki dibandingkan anak perempuan (Permana, 2013).

Usia 11-12 tahun anak perempuan akan lebih cenderung kurang baik keseimbangan dinamisnya dibandingkan anak laki-laki. Dapat diuraikan bahwa anak perempuan pada usia 11-12 keseimbangan dinamisnya mengalami penurunan. Optimalisasi keseimbangan dinamis membutuhkan adanya pelatihan aktivitas fisik yang dapat menstimulasi komponen-komponen keseimbangan dinamis (Permana, 2013).

2.5 Takaran Pelatihan Keseimbangan

Sebuah hasil latihan yang maksimal harus memiliki prinsip latihan. Tanpa adanya prinsip atau patokan yang harus diikuti oleh semua pihak yang terkait, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi pelatihan akan sulit mencapai hasil yang maksimal (Nala, 2011). Takaran pelatihan keseimbangan:

1. Intensitas

Intensitas pada proprioceptive exercise dan zig-zag run exercise merupakan ukuran terhadap aktivitas yang dilakukan dalam satu kesatuan waktu. Kualitas suatu intensitas yang menyangkut kecepatan atau kekuatan dari suatu aktivitas ditentukan oleh besar kecilnya persentase (%) dari kemampuan maksimalnya. Dalam takaran pelatihan keseimbangan intensitas yang digunakan adalah maksimum. Intensitas tersebut diukur berdasarkan posisi, jarak, dan jumlah tiang yang digunakan (Nala, 2011).

25

Penelitian ini menggunakan tiang sebanyak 5 buah dengan jarak setiap tiang sejauh 2 meter. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kelelahan terhadap pemain tetapi pelatihan yang dilakukan tetap memberikan efek (Nala, 2011). 2. Volume

Volume dalam pelatihan merupakan komponen takaran yang paling penting dalam setiap pelatihan. Unsur volume ini merupakan takaran kuantitatif, yakni satu kesatuan yang dapat diukur banyaknya, berapa lama, jauh, tinggi, atau jumlah suatu aktivitas (Nala, 2011). Pada umumnya volume pelatihan ini terdiri dari durasi atau lama waktu pelatihan, jarak tempuh dan berat beban, serta jumlah repetisi dan set. Dalam penelitian ini volume yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Repetisi

Repetisi merupakan pengulangan yang dilakukan tiap set pelatihan. Untuk latihan keseimbangan repetisi yang digunakan adalah 1-3 kali, tetapi untuk menghasilkan peningkatan yang maksimal repetisi yang sebaiknya digunakan adalah 3 repetisi untuk tiap set (Nala, 2011).

b. Set

Set adalah satu rangkaian dari repetisi (Nala, 1998). Latihan keseimbangan set yang dianjurkan adalah 2-5 kali, untuk menghasilkan peningkatan yang maksimal set yang sebaiknya digunakan adalah 5 set (Nala, 2011).

c. Istirahat

Waktu istirahat diperlukan dalam setiap set untuk memberikan waktu istirahat kepada otot-otot yang berperan dalam pelatihan keseimbangan. Waktu

26

istirahat yang dianjurkan adalah selama 5 menit antar set, untuk mencegah terlalu lamanya waktu istirahat (Nala, 2011).

3. Frekuensi

Frekuensi merupakan kekerapan atau kerapnya pelatihan per-minggu. Dalam pelatihan keseimbangan, frekuensi yang biasa digunakan adalah 3-5 kali seminggu (Nala, 2011). Hal ini sesuai bagi atlet sehingga menghasilkan peningkatan kemampuan otot yang baik serta tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti (Harsono, 1996).

Latihan dalam penelitian ini dilakukan tiga kali pertemuan dalam satu minggu, dengan diberi jeda waktu tidak lebih dari 48 jam. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya waktu senggang selama 2 hari berturut-turut, ini mengakibatkan jika berturut-turut terdapat istirahat selama lebih dari dua hari dikhawatirkan kondisi fisik anak akan kembali ke keadaan semula (Nala, 1998). 2.6 Proprioceptive Exercise

Proprioceptive umumnya didefinisikan sebagai kemampuan untuk menilai dimana masing-masing posisi ekstremitas berada tanpa bantuan indera penglihatan. Proprioceptive exercise akan merangsang sistem saraf yang mendorong terjadinya respon otot dalam mengontrol sistem neuromuskuler. Proprioceptive diatur oleh mekanisme saraf pusat dan saraf tepi yang datang terutama dari reseptor otot, tendon, ligamen, persendian dan fascia (Lephart, et al., 2013).

Pelatihan proprioseptif dapat meningkatkan keseimbangan karena proprioseptif merupakan salah satu komponen yang berperan dalam terbentuknya keseimbangan. Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari sistem

27

sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioseptif) dan muskuloskeletal (otot, sendi, dan jaringan lunak lain) yang diatur di dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, dan serebelum (Ma'mun, 2000).

Proprioceptive dapat juga diartikan sebagai keseluruhan kesadaran dari posisi tubuh. Kesadaran posisi akan berpengaruh terhadap gerak yang akan dilakukan, gerak yang timbul tersebut akibat impuls yang diberikan stimulus yang diterima dari reseptor yang selanjutnya informasi tersebut akan diolah di otak yang kemudian informasi tersebut akan diteruskan oleh reseptor kembali ke bagian tubuh yang bersangkutan (Swandari, 2015).

Proprioceptive merupakan rasa sentuhan atau tekanan pada sendi yang disusun oleh komponen pembentuk sendi dari tulang, ligamen, dan otot serta jaringan spesifik lainnya. Proprioceptive merupakan bagian dari somatosensoris dimana proprioceptive bekerjasama dengan persepsi dan taktil untuk memberikan informasi tentang daerah sekitar, kondisi permukaan sehingga dapat mengirimkan sinyal ke otak untuk mengatur perintah kepada otot dan sendi seberapa menggunakan kekuatan dan bagaimana menyikapi lingkungan. Proprioception memberikan gambaran yang sama seperti sistem kerja visual, dimana memberikan informasi tentang daerah sekitar, namun hal yang membedakannya adalah proprioceptive bekerja saat sebuah sendi terjadi kontak langsung dengan permukaan sebuah benda. Pada kondisi tanpa cahaya (visual gelap) tidak dapat memberikan banyak informasi untuk tubuh, maka proprioceptive bekerja lebih dominan saat sendi menyentuh atau terjadi tekanan langsung dengan permukaannya. Saat mata tertutup kaki masih bisa merasakan dimana kita berdiri

28

sekarang, tempat miring, berbatu kasar, atau datar, dll. Informasi yang diterima oleh golgi tendon dan muscle spindle terkumpul cukup baik selanjutnya neuron akan meneruskan untuk dikirim ke sistem saraf pusat melalui ganglion basalis hingga sampai ke sistem saraf pusat seperti perjalanan di gambar kemudian otak menentukan bagaimana kita menyikapi terhadap permukaan tersebut (Kisner, 2007).

Gambar 2.7 Lintasan Proprioceptive Sumber: Riemer, 2015

Neuron yang dikirim melalui lintasan ke korteks cerebri memuat informasi lingkungan dikirim ke otak untuk mengatur kontraksi dan sistem tubuh, sedangkan neuron yang melalui korteks cerebri memuat informasi yang akan diberikan ke otak kecil untuk diolah sehingga hasil yang didapat adalah menjaga keseimbangan tubuh. Cara penyampaian reseptor proprioceptive ke cortex cerebri menggunakan tiga neuron berbeda, neuron I sel berada di ganglion spinal akan dikirimkan melalui proprioception dihasilkan melalui respon secara simultan, visual, vestibular, dan sistem sensorimotor, yang masing-masing memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas postural (Rienmann, 2002).

29

Paling diperhatikan dalam meningkatkan proprioception adalah fungsi dari sistem sensorimotor, meliputi integrasi sensorik, motorik, dan komponen pengolahan yang terlibat dalam mempertahankan homeostasis bersama selama tubuh bergerak, sistem sensorimotor mencakup informasi yang diterima melalui reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul sendi, tulang rawan, dan geometri tulang yang terlibat dalam struktur setiap sendi. Mekanoreseptor sensorik khusus bertanggung jawab secara kuantitatif terhadap peristiwa hantaran mekanis yang terjadi dalam jaringan menjadi impuls saraf (Rienmann, 2002).

Proprioceptive berkaitan dengan dimana rasa posisi mekanoreseptor berada. Hal tersebut meliputi dua aspek yaitu posisi statis dan dinamis. Posisi statis di definisikan yaitu memberikan orientasi sadar pada satu bagian tubuh yang lain sedangkan arti dinamis yaitu memberikan fasilitasi pada sebuah sistem neuromuskular berkaitan dengan tingkat dan arah gerakan kelincahan (Laskowski, 2012).

Latihan wobble board selama 5 minggu dapat meningkatkan keseimbangan dan juga cidera ankle pada atlet (Waddington et al., 2004). Pelatihan di atas wobble board merupakan latihan pada permukaan tidak stabil yang dapat merangsang mekanoreseptor sehingga mengaktifkan joint sense atau rasa pada sendi. Pelatihan ini sangat berpengaruh terhadap jaringan intrafusal dan serabut ekstrafusal karena rangsangan yang diterima oleh neuromuscular junction akan mengaktifasi serabut myofibril untuk memerintahkan otot segera berkontraksi sesuai kebutuhan (Swandari, 2015).

30

Selama pelatihan berlangsung maka serabut intrafusal dan ekstrafusal memperkaya input sensoris yang akan dikirim dan diolah di otak untuk di proses sehingga dapat menentukan seberapa besar co-kontraksi otot yang dapat diberikan. Sebagian respon yang dikirim kembali ke ekstrafusal akan mengaktifasi golgi tendon kemudian akan terjadi perbaikan koordinasi serabut intrafusal dan serabut ekstrafusal dengan saraf afferent yang ada di muscle spindle sehingga terbentuklah proprioceptif yang baik. Permukaan dari wobble board akan mengakibatkan adanya stimulasi yang tidak konsisten akibat ketidakstabilan permukaan yang diterima oleh otot dan sendi berpengaruh sangat cepat terhadap penangkapan informasi sensoris dan lebih efisien diproses di sistem saraf pusat (Swandari, 2015).

Pelatihan di atas wobble board memberikan efek meningkatkan fungsi proprioseptif pada stabilisator aktif sendi dan menstabilkan tonus, meningkatkan recruitmen motor unit yang akan mengaktifasi golgi tendon dan memperbaiki koordinasi serabut intrafusal dan serabut ekstrafusal dengan saraf efferent yang ada di muscle spindel sehingga dapat meningkatkan fungsi dari proproseptif sehingga meningkatkan input sensoris yang akan di proses di otak sebagai central processing. Central processing berfungsi untuk menentukan titik tumpu tubuh dan alligment gravitasi pada tubuh membentuk kontrol postur yang baik dan mengorganisasikan respon sensorik motor yang di perlukan tubuh selanjutnya otak akan meneruskan impuls tersebut ke efektor agar tubuh mampu menciptakan stabilitas yang baik ketika bergerak (Swandari, 2015).

31

2.7 Zig-zag Run Exercise

2.7.1 Pengertian Zig-zag Run Exercise

Metode zig-zag adalah metode lari dengan menggunakan halangan atau rintangan yang harus dilewati dengan cara berlari menghindari halangan atau berlari secara berbelok-belok. Menurut Robert (2007) lari zig-zag adalah lari berbelok dengan tujuan untuk meningkatkan kecepatan lari dan mengubah arah tubuh dengan cepat. Zig-zag run exercise dapat digunakan untuk meningkatkan kelincahan karena unsur gerak yang terkandung dalam zig-zag run exercise merupakan komponen gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah dan posisi tubuh, kecepatan, keseimbangan yang juga merupakan komponen gerak kelincahan. Tujuan latihan lari zig-zag adalah untuk menguasai keterampilan lari, menghindar dari berbagai halangan baik orang maupun benda yang ada di sekeliling (Saputra, 2002). Sesuai dengan tujuannya lari zig-zag dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Latihan lari zig-zag untuk mengukur kelincahan seseorang.

2. Latihan lari zig-zag untuk merubah arah gerak tubuh atau bagian tubuh. Menurut Harsono (1988) keuntungan dan kerugian zig-zag run exercise, yaitu:

1. Keuntungan:

a. Kemungkinan cidera lebih kecil karena sudut ketajaman berbelok arah lebih kecil (450 dan 900).

b. Banyak membutuhkan koordinasi gerak tubuh, sehingga mempermudah dalam tes kelincahan dribbling.

32

2. Kerugian:

a. Secara psikis arah lari perlu pengingatan lebih.

b. Atlet tidak terbiasa dengan ketajaman sudut lari yang besar sehingga pada saat melakukan tes kelincahan dribbling atlet menganggap sudut lari tes kelincahan dribbling lebih sulit. Akibatnya atlet konsentrasinya terpusat pada arah belok dan bukan pada kecepatan larinya.

Zig-zag run exercise digunakan untuk meningkatkan kelincahan, komponen gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah dan posisi tubuh, kecepatan, keseimbangan (Dabukke, 2015). Zig-zag run exercise ini melibatkan otot tungkai untuk bisa menyelesaikan semua beban yang diberikan pada saat pelatihan. Gerakan yang dilakukan dalam pelatihan ini berlari kedepan dan berbelak-belok dengan secepatnya sehingga pergerakan yang dilakukan tidak semata-mata menekankan pada gerakan tungkai. Setiap kerja yang dilakukan oleh tubuh merupakan kontraksi yang terjadi pada otot. Dalam setiap pelatihan, tubuh selalu memberikan respon dan dalam jangka waktu tertentu tubuh akan mulai beradaptasi dengan pelatihan yang diberikan (Lestari, 2015).

Zig-zag run exercise dapat meningkatkan fungsi fisiologis dari unsur kebugaran jasmani seperti kekuatan otot tungkai, kecepatan, fleksibilitas sendi lutut dan pinggul, elastisitas otot, dan keseimbangan dinamis akan mengalami peningkatan fungsi secara fisiologis sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan kelincahan kaki. Saat bergerak dari satu sisi ke sisi lainnya dengan cepat membutuhkan keseimbangan yang bagus, koordinasi yang tinggi, dan konsentrasi tinggi. Hal ini akan menuntut adaptasi neuromuscular, terutama

33

disebabkan oleh adaptasi sistem persarafan yaitu terjadinya peningkatan persentase aktivasi motor unit, perubahan fungsi pada kontraktil yaitu peningkatan momen gaya kontraksi otot, dan terjadi hipertropi otot-otot tungkai, serta terjadinya peningkatan koordinasi sistem keterampilan motorik. Sedangkan keuntungan secara umum pada metabolisme, otot, dan saraf akibat latihan kecepatan konduksi saraf meningkat, massa otot meningkat, konsentrasi ATP/PC meningkat, glikogen otot meningkat, peningkatan sintesis protein untuk perkembangan otot (Zumerchik, 2005).

Kecepatan sebagai hasil perpanduan dari panjang ayunan tungkai dan jumlah langkah. Fleksibilitas merupakan kemampuan persendian untuk bergerak dalam ruang gerak sendi secara maksimal dan elastisitas merupakan kemampuan otot untuk berkontraksi dan berelaksasi secara maksimal. Zig-zag run exercise menyebabkan otot-otot menjadi lebih elastis dan ruang gerak sendi akan semakin baik sehingga persendian akan menjadi sangat lentur sehingga menyebabkan ayunan tungkai dalam melakukan langkah-langkah menjadi sangat lebar. Keseimbangan dinamis juga terlatih karena dalam pelatihan ini harus mampu mengontrol keadaan tubuh saat melakukan pergerakan. Otot-otot sinergis berkontraksi lebih tepat, dan meningkatnya inhibisi otot-otot antagonis (Lestari, 2015).

Menurut Hanafi (2010) elastisitas otot sangat penting karena makin panjang otot tungkai dapat terulur, makin kuat dan cepat maka otot dapat memendek atau berkontraksi. Otot yang elastis tidak akan menghambat gerakan-gerakan otot tungkai sehingga langkah kaki dapat dilakukan dengan cepat dan panjang.

34

Kecepatan reaksi secara fisiologis ditentukan oleh tingkat kemampuan penerima rangsang penghantaran stimulus ke sistem saraf pusat, penyampaian stimulus melalui saraf sampai terjadinya sinyal, penghantaran sinyal dari sistem saraf pusat ke otot, dan kepekaan otot menerima rangsang untuk menjawab dalam bentuk gerak (Sukadiyanto, 2005). Semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mereaksi stimulus maka semakin baik kecepatan reaksinya. Waktu yang diperlukan untuk mereaksi stimulus akan menjadi semakin singkat karena terlatihnya kepekaan saraf sensorik dalam menghantarkan stimulus ke otak dan terlatihnya saraf motorik dalam menghantarkan perintah/sinyal dari otok ke otot. Meningkatnya komponen kemampuan fisiologis tersebut maka akan menyebabkan peningkatan pada kecepatan reaksi (Lestari, 2015).

Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indera dalam dan sekitar sendi. Sendi merupakan salah satu stabilisator pasif yang diikat oleh ligamen. Pada saat latihan diperlukan suatu kondisi sendi yang stabil dan tanpa ada keluhan seperti nyeri, karena jika terdapat keluhan akan mengurangi kemampuan sendi dalam melakukan suatu gerakan. Gerakan yang dilakukan oleh sendi diperoleh melalui stimulus propriosepsi terhadap posisi dan gerak yang akan dilakukan. Dengan adanya propriosepsi pada sendi tersebut maka ketika melakukan latihan, sendi lebih akan stabil karena ditunjang juga kekuatan otot (penggerak sendi) dan stabilitas dari ligamen (mengarahkan sekaligus membatasi gerak sendi). Yang berarti bahwa selain meningkatkan kekuatan otot dan stabilitas ligament juga meningkatkan stabilitas pada sendi anak-anak (Mutiarningsih, 2014).

35

2.7.2 Aplikasi Zig-zag Run Exercise

Prosedur pelaksanaan zig-zag run exercise sebagai berikut:

1. Cones disusun berbentuk garis zig-zag dengan jarak antar titik 2 meter. 2. Peserta berdiri di belakang garis start.

3. Setelah ada aba-aba “ya” peserta berlari secepat mungkin mengikuti arah/cones yang telah disusun secara zig- zag sesuai dengan diagram sampai batas finish.

Gambar 2.8 Zig-zag Run Exercise Sumber: Gilang, 2007

2.8 Modified Bass Test of Dynamic Balance  Tujuan: Untuk mengukur keseimbangan dinamis.  Validitas dan reliabilitas: 0,90.

 Fasilitas dan sarana:

Lantai padat dan rata, sepuluh kotak yang ukuran masing-masing kotak ukurannya 30 cm x 30 cm dan stop watch.

36

 Prosedur Pelaksanaan:

Peserta berdiri di kotak awal dengan bertumpu pada salah satu kaki, tumit diangkat (jingkat). Kedua lengan ditekuk di depan dada sedangkan posisi kepala tegak. Selanjutnya peserta tes melompat tepat di atas kotak no 1 yang tersedia dan mendarat dengan kaki sisi lainnya sebagai tumpuan dengan posisi tumit diangkat (jingkat) dan posisi kepala tegak, kaki satunya diangkat menempel di samping lutut, sedang posisi kedua lengan ditekuk di depan dada. Posisi ini dipertahankan selama 5 detik pada kotak no 1, dilanjutkan ke kotak no 2 dengan posisi sama seperti posisi awal, demikian gerakan ini dilakukan seterusnya sampai kotak ke 10, kaki yang bertempu pada kotak bergantian antara kaki kanan dan kiri.

 Ketentuan:

1. Tiap komponen pada kotak atlet berhenti 5 detik.

2. Apabila kaki yang menempel di samping limit bergerak menjauh dari lutut dan kaki tumpu tumit menyentuh lantai dianggap gagal, begitu pula apabila kaki jingkat berpindah atau bergeser keluar dari daerah (kotak) yang telah ditentukan.

 Hasil pengukuran:

Skor yang terbaik dari tiga kali percobaan, dimana skor diambil berdasarkan banyaknya kotak yang dapat dilalui dalam setiap tes, dengan ketentuan 1 kotak keberhasilan nilai 10. Jadi tiap kotak yang ada yaitu kotak 1 sampai kotak terakhir masing-masing diberi nilai (Laak, 2013).

37

Gambar 2.9 Skema Tes Keseimbangan Dinamis Sumber: Mappaompo, 2012

Dokumen terkait