• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Proprioceptive Exercise Dan Zig-Zag Run Exercise Terhadap Peningkatan Keseimbangan Dinamis Pada Anak Usia 9-11 Tahun Di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Proprioceptive Exercise Dan Zig-Zag Run Exercise Terhadap Peningkatan Keseimbangan Dinamis Pada Anak Usia 9-11 Tahun Di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PERBEDAAN

PROPRIOCEPTIVE EXERCISE

DAN

ZIG-ZAG RUN EXERCISE

TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN DINAMIS

PADA ANAK USIA 9-11 TAHUN

DI SEKOLAH DASAR NEGERI 4 SANUR

LUH GEDE SINTA PUSPITA DEWI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

i

SKRIPSI

PERBEDAAN

PROPRIOCEPTIVE EXERCISE

DAN

ZIG-ZAG RUN EXERCISE

TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN DINAMIS

PADA ANAK USIA 9-11 TAHUN

DI SEKOLAH DASAR NEGERI 4 SANUR

Oleh :

LUH GEDE SINTA PUSPITA DEWI NIM. 1202305046

HALAMAN JUDUL

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)
(4)
(5)
(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Proprioceptive Exercise dan Zig-zag Run Exercise Terhadap

Peningkatan Keseimbangan Dinamis pada Anak Usia 9-11 Tahun Di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur”.

Tugas ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Fisioterapi. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Sarjana Fisioterapi.

2. Prof. Dr. dr.I Nyoman Adiputra, MOH, PFK selaku ketua Program Studi Fisioterapi Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Studi Fisioterapi.

(7)

vi

4. dr. I Wayan Sugiritama, M.Kes selaku pembimbing yang telah banyak mengorbankan waktu untuk memberikan petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ni Luh Nopi Andayani, SSt.FT, M.Fis selaku penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh dosen pengajar dan staff Program Studi Fisioterapi yang telah banyak membantu sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. 7. Seluruh guru dan siswa-siswi Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur yang telah

membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

8. Keluarga tercinta (Bapak, Ibu, dan Adik), Keluarga Besar Mawar, serta Orang Terkasih yang selalu memberikan doa, motivasi, dan dorongan semangat agar penulis dapat menyelesaikan skripsi dan pendidikan Sarjana Fisioterapi.

9. Seluruh teman-teman angkatan 2012 (Axoplasmic) yang selalu membantu dan memberikan semangat.

10.Seluruh kerabat dan sejawat yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak penulis sangat harapkan.

Denpasar, 2 Juni 2016

(8)

vii

PERBEDAAN PROPRIOCEPTIVE EXERCISE DAN ZIG-ZAG RUN EXERCISE

TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA ANAK USIA 9-11 TAHUN

DI SEKOLAH DASAR NEGERI 4 SANUR

ABSTRAK

Kurangnya aktivitas fisik pada anak akan berdampak negatif bagi kesehatan dan menurunnya kebugaran jasmani. Salah satu aspek dari kebugaran jasmani adalah keseimbangan, dimana keseimbangan terdiri dari keseimbangan dinamis dan keseimbangan statis. Keseimbangan dinamis adalah kemampuan seseorang untuk menjaga tubuh tetap dalam keadaan seimbang saat melakukan gerakan. Ada beberapa metode pelatihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan keseimbangan dinamis antara lain proprioceptive exercise dan zig-zag run exercise. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan proprioceptive exercise dan zig-zag run exercise terhadap peningkatan keseimbangan dinamis pada anak usia 9-11 tahun di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan Pre and Post Test Two Group Design dan teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Sampel berjumlah 28 anak usia 9-11 tahun di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok proprioceptive exercise berjumlah 14 orang dan kelompok zig-zag run exercise berjumlah 14 orang. Dilakukan uji normalitas dengan Saphiro-Wilk Test dan uji homogenitas dengan Levene’s Test. Hipotesis diuji dengan Wilcoxon Match Pair test. Rerata selisih peningkatan keseimbangan dinamis pada kelompok proprioceptive exercise dan kelompok zig-zag run exercise diuji dengan Mann-Whitney U-test.

Hasil uji Wilcoxon Match Pair test didapatkan perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0,001 (p<0,05) pada kelompok Proprioceptive Exercise dan nilai p=0,001 (p<0,05) pada kelompok Zig-zag run exercise. Hasil analisis untuk peningkatan keseimbangan dinamis pada anak usia 9-11 tahun di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur menunjukkan bahwa rerata selisih peningkatan keseimbangan dinamis pada kelompok proprioceptive exercise dan kelompok zig-zag run exercise diperoleh hasil p=0,240 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara proprioceptive exercise dan zig-zag run exercise terhadap peningkatan keseimbangan dinamis.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan

proprioceptive exercise dan zig-zag run exercise dalam meningkatkan

(9)

viii

THE DIFFERENCES BETWEEN PROPRIOCEPTIVE EXERCISES AND ZIG-ZAG RUN EXERCISES ON THE IMPROVEMENT OF DYNAMIC BALANCE IN CHILDREN AGED 9 – 11 YEARS OLD IN

SEKOLAH DASAR NEGERI 4 SANUR

ABSTRACT

The lack of physical activity in children may lead to a negative impact on health and the decreasing of physical fitness. One of the aspects of physical fitness is balance, which consists of dynamic and static balance. The dynamic balance is the ability of an individual to keep the body in balance while performing a movement. There are some of the training methods used to improve the dynamic balance; they are the proprioceptive exercise and zig-zag run exercise. The aims of this study was to identify the differences between the proprioceptive exercise and zig-zag run exercise on the improvement of dynamic balance in children aged 9 – 11 years old in Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur.

This study was an experimental research by using Pre and Post Test of Two Group Design. The purposive sampling was used as a technique in collecting the sample. This study took the sample from 28 children aged 9-11 years old in Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur. The children were divided into two groups; 14 children were grouped in the proprioceptive exercise and 14 children were grouped in zig-zag run exercise. In this study, the normality test was done by using the Shapiro-Wilk test and the homogeneity test was done by using the Levene's Test. The hypothesis was tested using the Wilcoxon Match Pair test. The mean differences in the improvement of dynamic balance on the proprioceptive exercise group and zig zag run group were tested by using the Mann-Whitney U-test.

The Wilcoxon Match Pair test in proprioceptive exercise group showed a significant result with p = 0.001 (p <0.05) and p = 0.001 (p <0.05) in zig-zag run exercise group. The analytical result of the improvement of dynamic balance on children aged 9-11 years old in Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur showed mean differences in the improvement of dynamic balance on proprioceptive exercise group and zig zag exercise group with the analysis obtained p=0,240 (p>0,05). The analysis showed there were no significant differences between the proprioceptive exercise and zig-zag run exercise in the improvement of dynamic balance.

It can be concluded that there were no differences between the proprioceptive exercise and zig-zag run exercise in improvement of the dynamic balance in children aged 9-11 years old in Elementary School 4 Sanur.

(10)
(11)

x

2.2.1. Pengertian Kebugaran Jasmani ... 8

2.2.2. Komponen Kebugaran Jasmani... 9

2.3. Keseimbangan ... 10

2.3.1. Pengertian Keseimbangan ... 10

2.3.2. Keseimbangan Dinamis ... 11

2.3.3. Fisiologi Keseimbangan ... 12

2.3.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Tubuh ... 17

2.4. Keseimbangan pada Anak Usia 9-11 Tahun ... 22

2.5. Takaran Pelatihan Keseimbangan ... 24

2.6. Proprioceptive Exercise ... 26

2.7. Zig-zag Run Exercise ... 31

2.7.1. Pengertian Zig-zag Run Exercise ... 31

2.7.2. Aplikasi Zig-zag Run Exercise ... 35

2.8. Modified Bass Test of Dynamic Balance ... 35

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS ... 38

3.1. Kerangka Berpikir ... 38

3.2. Konsep ... 41

3.3. Hipotesis ... 42

BAB IV METODE PENELITIAN ... 43

4.1. Desain Penelitian ... 43

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

4.3. Populasi dan Sampel ... 44

4.3.1. Populasi ... 44

4.3.2. Sampel ... 44

(12)

xi

4.3.4. Teknik Pengambilan Sampel ... 46

4.4. Variabel Penelitian ... 47

4.5. Definisi Operasional Variabel ... 47

4.6. Instrument Penelitian ... 49

4.7. Prosedur Penelitian... 50

4.7.1. Prosedur Pendahuluan ... 50

4.7.2. Prosedur Pelaksanaan ... 51

4.8. Alur Penelitian ... 56

4.9. Teknik Analisis Data ... 57

BAB V HASIL PENELITIAN ... 59

5.1. Data Karakteristik Sampel ... 59

5.2. Uji Normalitas dan Homogenitas ... 60

5.3. Pengujian Hipotesis ... 62

BAB VI PEMBAHASAN ... 64

6.1. Karakteristik Sampel ... 64

6.2. Intervensi Proprioceptive Exercise Efektif Dalam Meningkatkan Keseimbangan Dinamis pada Anak Usia 9-11 Tahun di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur... 65

6.3. Intervensi Zig-zag Run Exercise Efektif Dalam Meningkatkan Keseimbangan Dinamis pada Anak Usia 9-11 Tahun di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur... 68

6.4. Perbedaan Proprioceptive Exercise dan Zig-zag Run Exercise Terhadap Peningkatan Keseimbangan Dinamis Pada Anak Usia 9-11 Tahun Di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur ... 69

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 73

(13)

xii

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Pengaruh Aktivitas Fisik dan Exercise... 8

Gambar 2.2. Sistem Visual... 14

Gambar 2.3. Sistem Vestibular ... 15

Gambar 2.4. Sistem Somatosensori ... 17

Gambar 2.5. Garis Gravitasi... 20

Gambar 2.6. Bidang Tumpuan ... 21

Gambar 2.7. Lintasan Proprioceptive ... 28

Gambar 2.8. Latihan Zig-zag Run Exercise ... 35

Gambar 2.9. Skema Tes Keseimbangan Dinamis ... 37

Gambar 3.1. Konsep ... 41

Gambar 4.1. Desain Penelitian ... 43

Gambar 4.2. Proprioceptive exercise dilakukan dengan mata tertutup/ terpejam (side to side, one foot, squat) ... 54

Gambar 4.3. Aplikasi Zig-zag Run Exercise ... 55

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Kategori Status Gizi (CDC) ... 52 Tabel 5.1. Distribusi Data Sampel Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin ... 60 Tabel 5.2. Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Nilai Keseimbangan Dinamis Sebelum, Setelah Pelatihan dan Selisih pada Kedua Kelompok Perlakuan ... 61 Tabel 5.3. Uji Beda Keseimbangan Dinamis Kelompok Perlakuan 1 dan Kelompok Perlakuan 2 ... 62 Tabel 5.4. Uji Beda Keseimbangan Dinamis Sebelum, Setelah Pelatihan dan Selisih Peningkatan Keseimbangan Dinamis pada Kelompok Proprioceptive Exercise dan Kelompok Zig-zag Run Exercise ... 63

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian ... 81

Lampiran 2. Curricilum Vitae ... 82

Lampiran 3. Informed Consent ... 83

Lampiran 4. Lembar Persetujuan Sampel ... 84

Lampiran 5. Tabulasi Data ... 85

Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data... 86

Lampiran 7. Ethical Clearance ... 90

Lampiran 8. Ijin Penelitian ... 91

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian ... 92

(17)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

BOS : Base of Support COG : Center of Gravity IMT : Indeks Massa Tubuh LOG : Line of Gravity SSP : Sistem Saraf Pusat RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

ATP/PC : Adenosin Triphospahte/ Phospho Creatine CDC : Center for Disease Control

BB : Berat Badan

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak-anak pada masa ini kurang dalam melakukan aktivitas fisik. Kemajuan teknologi menyebabkan anak-anak semakin pasif dan memiliki gaya hidup yang santai (sedentary lifestyle). Anak-anak lebih suka duduk lama untuk menonton TV, bermain video game, serta laptop daripada bermain permainan tradisional bersama teman-temannya. Berdasarkan hasil penelitian Indonesia’s Hottest Insight 2013 didapatkan bahwa 85% anak-anak memiliki kebiasaan untuk

memotret dengan handphone dan 51% anak meminta hadiah smartphone atau gadget canggih saat kenaikan kelas atau lulus. Empat dari sepuluh orang tua di Indonesia merasakan bahwa anak-anaknya lebih memilih bermain menggunakan gadget dibandingkan berinteraksi langsung dengan mereka (Estri, 2013). Studi

berjudul “Keamanan Penggunaan Media Digital pada Anak dan Remaja di Indonesia” menemukan bahwa 98 persen dari anak-anak dan remaja yang disurvei tahu tentang internet dan bahwa 79,5 persen diantaranya adalah pengguna internet. Hanya sekitar 20 persen responden yang tidak menggunakan internet, alasan utama mereka adalah tidak memiliki perangkat atau infrastruktur untuk mengakses internet atau bahwa mereka dilarang oleh orang tua untuk mengakses internet (Broto, 2014).

(19)

2

jasmani. Kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melakukan tugas sehari-hari dengan mudah tanpa merasa lelah yang berlebihan sehingga masih dapat menikmati waktu luang (Suharjana dan Purwanto, 2008). Fungsi kebugaran jasmani bagi anak-anak sangat penting untuk menyediakan tugas-tugas belajar di sekolah dan berguna dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik yang baik. Aspek-aspek dari kebugaran jasmani terdiri dari daya tahan kardiovaskular, daya tahan otot, kekuatan otot, kelentukan, komposisi tubuh, kecepatan gerak, kelincahan, keseimbangan, kecepatan reaksi, dan koordinasi. Keseimbangan adalah kemampuan tubuh dalam melakukan suatu reaksi atas perubahan sikap dan posisi tubuh, sehingga tercapainya keadaan yang stabil dan terkendali baik dalam keadaan statis maupun dinamis (Nala, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Habut menunjukkan hasil bahwa adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan keseimbangan dinamis. Aktivitas fisik yang kurang dan gaya hidup bermalas-malasan dapat melemahkan dan menurunkan kemampuan tonus otot. Tonus otot sangat berperan dalam menjaga keseimbangan tubuh manusia. Keseimbangan dinamis yang tidak optimal akan meningkatkan risiko cedera yang akan dialami ketika berjalan atau melakukan aktivitas lain terutama aktivitas yang berat (Habut, 2015).

(20)

3

dari lingkungannya (Permana, 2013). Angka kejadian morbiditas dan mortalitas pada anak akibat jatuh sebesar 25% sampai 44%. Efek jatuh pada anak dapat berupa kecacatan. Dilaporkan Disability Adjusted Life Year, anak-anak memiliki presentase sebesar 16% mengalami kecacatan fisik diakibatkan jatuh (Siamy, 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Permana (2013) bahwa anak usia 9-10 tahun mengalami peningkatan perkembangan keseimbangan statis dan dinamis yang tidak begitu besar sedangkan anak-anak dengan usia 11-12 tahun mengalami penurunan pada keseimbangan dinamisnya. Anak-anak usia 9-11 tahun termasuk ke dalam masa usia emas (the golden age) (Suparlan, 2014). Masa ini merupakan masa yang membutuhkan latihan pembentukan tubuh karena otot-otot tumbuh cepat dan postur tubuh cenderung buruk (Yudanto, 2014).

(21)

4

Salah satu latihan untuk meningkatkan keseimbangan adalah pelatihan

proprioseptive yang menggunakan wobble board. Proprioceptive umumnya

didefinisikan sebagai kemampuan untuk menilai dimana masing-masing posisi ekstremitas berada tanpa bantuan indera penglihatan (Lephart, et al., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Berbudi (2015) bahwa pemberian latihan ini selama 5 minggu dapat meningkatkan keseimbangan pada orang dengan aktivitas fisik yang kurang. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Swandari (2015) menunjukkan hasil bahwa pelatihan proprioceptive efektif dalam meningkatkan keseimbangan dinamis pada pemain sepak bola dengan functional ankle instability.

Diperlukan alternatif lain untuk meningkatkan keseimbangan, salah satunya dengan zig-zag run exercise. Zig-zag run exercise adalah suatu macam bentuk latihan yang dilakukan dengan gerakan berkelok-kelok melewati pembatas yang telah disiapkan (Mutiarningsih, 2014). Zig-zag run exercise dapat meningkatkan fungsi fisiologis dari unsur kebugaran jasmani seperti kekuatan otot tungkai, kecepatan, fleksibilitas sendi lutut dan pinggul, elastisitas otot, dan keseimbangan dinamis sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan kelincahan kaki. Peningkatan keseimbangan dapat diperoleh jika terjadi peningkatan pada faktor-faktor yang mempengaruhi kelincahan tersebut. Pelatihan ini akan meningkatkan keseimbangan dinamis karena harus mampu mengontrol tubuh agar tetap terkendali saat melakukan pergerakan (Sukadiyanto, 2005).

(22)

5

Proprioceptive Exercise dan Zig-zag Run Exercise Terhadap Peningkatan

Keseimbangan Dinamis pada Anak Usia 9-11 Tahun Di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Apakah proprioceptive exercise dapat meningkatkan keseimbangan dinamis pada anak usia 9-11 tahun di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur? 2. Apakah zig-zag run exercise dapat meningkatkan keseimbangan dinamis

pada anak usia 9-11 tahun di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur?

3. Adakah perbedaan proprioceptive exercise dan zig-zag run exercise terhadap peningkatan keseimbangan dinamis pada anak usia 9-11 tahun di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran umum proprioceptive exercise dan zig-zag run exercise terhadap peningkatan keseimbangan dinamis pada anak-anak.

2. Tujuan Khusus

(23)

6

b. Untuk membuktikan bahwa zig-zag run exercise dapat meningkatkan keseimbangan dinamis pada anak usia 9-11 tahun di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur.

c. Untuk membuktikan adanya perbedaan proprioceptive exercise dan zig-zag run exercise terhadap peningkatan keseimbangan dinamis pada anak

usia 9-11 tahun di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan penelitian ini menambah pengetahuan bagi para pembaca khususnya mahasiswa tentang pengaruh proprioceptive exercise dan zig-zag run exercise terhadap peningkatan keseimbangan dinamis pada

anak- anak.

b. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi para pembaca khususnya mahasiswa dalam mengembangkan penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat menambah pengetahuan tentang proprioceptive exercise, zig-zag run exercise serta manfaat keseimbangan dinamis untuk aktivitas

sehari-hari.

(24)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik didefinisikan segala kegiatan atau aktivitas yang menyebabkan peningkatan energi oleh tubuh melampaui energi istirahat. Aktivitas fisik disebut juga aktivitas eksternal, yaitu sesuatu yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik, seperti berjalan, berlari, dan berolahraga (Haskell et al, 2007). Melakukan aktivitas fisik diperlukan usaha ringan, sedang atau berat untuk dapat menyebabkan perbaikan kesehatan bila dilakukan secara teratur. Setiap kegiatan aktivitas fisik yang dilakukan membutuhkan energi yang berbeda tergantung dari lamanya intesitas dan kerja otot (FKM-UI, 2007).

Aktivitas fisik yang kurang merupakan faktor risiko berbagai penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010). Tingkat aktivitas fisik yang kurang juga memiliki pengaruh pada kebugaran tubuh dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan estimasi World Health Organization (WHO) faktor berat badan dan kurangnya aktivitas

fisik menyumbang 30% risiko terjadinya kanker. Berdasarkan penelitian, terdapat hubungan antara kanker dengan berat badan berlebih, diet tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik (Safro, 2007).

(25)

8

Gambar 2.1 Pengaruh Aktivitas Fisik dan Exercise Sumber: (Skelton, 2001)

2.2 Kebugaran Jasmani

2.2.1 Pengertian Kebugaran Jasmani

Kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melakukan tugas sehari-hari dengan mudah tanpa merasa lelah yang berlebihan sehingga masih dapat menikmati waktu luang (Suharjana dan Purwanto, 2008). Tidak menimbulkan kelelahan yang berarti maksudnya ialah setelah seseorang melakukan suatu aktivitas, masih mempunyai cukup semangat dan tenaga untuk aktivitas lainnya (PENJASORKES, 2013).

(26)

9

fisiologi terhadap lingkungan (ketinggian, kelembapan suhu, dan sebagainya) dan atau kerja fisik dengan yang cukup efisien tanpa lelah secara berlebihan. Secara umum pengertian kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk menjalankan pekerjaan sehari-hari dengan ringan dan mudah tanpa merasakan kelelahan yang berarti dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk melakukan kegiatan yang lain. Manfaat kebugaran jasmani bagi tubuh antara lain dapat mencegah berbagai penyakit seperti jantung, pembuluh darah, dan paru-paru sehingga meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Memiliki jasmani yang bugar, hidup menjadi semangat dan menyenangkan (Usra, 2014).

Orang yang sering melakukan latihan kebugaran jasmani (olahraga) akan terhindar dari kelemahan dan kelelahan fisik. Aktivitas jasmani membutuhkan kondisi fisik yang sangat prima, agar dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Pada tingkat Sekolah Dasar (SD) membutuhkan kebugaran jasmani yang sangat baik agar bisa menyelesaikan seluruh tugas-tugas yang dikerjakan tanpa merasakan kelelahan dan dapat melanjutkan pekerjaan yang lain dengan pengambilan keputusan yang tepat (Usra, 2014).

2.2.2 Komponen Kebugaran Jasmani

(27)

10

1. Daya tahan kardiovaskular (cardiovascular endurance) 2. Daya tahan otot (muscular endurance)

3. Kekuatan otot (muscle strength) 4. Kelentukan (flexibility)

5. Komposisi tubuh (body composition) 6. Kecepatan gerak (speed movement) 7. Kelincahan (agility)

8. Keseimbangan (balance)

9. Kecepatan reaksi (reaction time) 10.Koordinasi (coordination) 2.3 Keseimbangan

2.3.1 Pengertian Keseimbangan

Keseimbangan adalah kemampuan tubuh melakukan reaksi atas perubahan sikap dan posisi tubuh, sehingga tubuh tetap stabil dan terkendali (Nala 2011). Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktifitas secara efektif dan efesien (Indriaf, 2010).

(28)

11

sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan adalah menyangga tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak (Irfan, 2010).

Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dan integrasi/interaksi sistem sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioseptif) dan muskuloskeletal (otot, sendi dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi atau di atur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, serebelum, dan area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi ekternal dan internal. Serta dipengaruhi oleh faktor lain seperti usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat, dan pengalaman terdahulu (Ma’mun, 2000).

2.3.2 Keseimbangan Dinamis

(29)

12

2.3.3 Fisiologi Keseimbangan

Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak (Yuliana, 2014).

Mekanisme fisiologi terjadinya keseimbangan dimulai ketika reseptor di mata menerima masukan penglihatan, reseptor di kulit menerima masukan kulit, reseptor di sendi dan otot menerima masukan proprioseptif dan reseptor di kanalis semikularis menerima masukan vestibular. Seluruh masukan atau input sensoris yang diterima di salurkan ke nukleus vertibularis yang ada di batang otak, kemudian terjadi pemrosesan untuk koordinasi di serebelum, dari serebelum informasi disalurkan kembali ke nukleus vertibularis. Terjadilah output atau keluaran ke neuron motorik otot ekstremitas dan badan berupa pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan, keluaran ke neuron motorik otot mata ekternal berupa kontrol gerakan mata, dan keluaran ke SSP berupa persepsi gerakan dan orientasi. Mekanisme tersebut jika berlangsung dengan optimal akan menghasilkan keseimbangan yang optimal (Yuliana, 2014).

(30)

13

1. Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Penglihatan merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari objek sesuai jarak pandang. Informasi visual yang didapat, akan membuat tubuh menyesuaikan atau bereaksi terhadap

(31)

14

Gambar 2.2 Sistem Visual Sumber: Prasad and Galleta, 2011

2. Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini

disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui reflex vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat objek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio retikularis, thalamus, dan korteks serebri (Canan, 2015). Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama

(32)

15

leher, dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural (Canan, 2015).

Gambar 2.3 Sistem Vestibular Sumber: Komala, 2014

3. Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju

serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus (Irfan, 2010). Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indera tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indera ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang (Irfan, 2010).

(33)

16

lingkup gerak sendi. Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh (Nugroho, 2011).

Komponen berikutnya yang mempengaruhi pengaturan keseimbangan adalah kekuatan otot yang umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal (eksternal force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot dari kaki, lutut,

serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar (Nugroho, 2011).

Adaptive systems dan lingkup gerak sendi juga mempengaruhi

keseimbangan. Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan (Canan, 2015). Sementara lingkup gerak sendi (joint range of motion), membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama

(34)

17

Gambar 2.4 Sistem Somatosensori Sumber: Jensen dan Eric, 2005

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Tubuh 1. Pusat Gravitasi (Center of Gravity-COG)

(35)

18

gravitasi berbeda-beda, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti IMT, umur, dan jenis kelamin (Soedarminto, 1992).

a. Indeks Massa Tubuh

Tinggi badan dan berat badan seseorang mencerminkan proporsi tubuh orang yang bersangkutan. Keadaan ini berkaitan dengan keseimbangan dimana menurut Pate (1993) benda dengan masa yang lebih besar mempunyai keseimbangan yang lebih besar dari pada benda berukuran sama yang lebih ringan. Benda-benda yang berat, lebih kuat menolak pengaruh gaya dari luar dari pada lawan yang lebih ringan. Terkait dengan tinggi pendek dan berat ringan seseorang akan berbeda letak titik gravitasi yang mempengaruhi keseimbangan. Proporsi tubuh dapat diketahui dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT) yaitu melalui rumus berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat.

b. Umur

Letak titik gravitasi tubuh berkaitan dengan pertambahan usia pada kanak-kanak letaknya lebih tinggi karena relatif kepalanya lebih besar dari kakinya lebih kecil (Soedarminto, 1992). Keadaan ini akan berpengaruh pada keseimbangan tubuh, semakin rendah letak titik berat terhadap bidang tumpuan akan semakin mantap atau stabil posisi tubuh (Nala, 2011).

c. Jenis Kelamin

(36)

19

pada wanita letaknya rendah karena panggul dan paha relatif lebih berat dan tungkainya pendek (Soedarminto, 1992).

2. Garis Gravitasi (Line of Gravity-LOG)

Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertical melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas tubuh (Yuliana, 2014).

(37)

20

Gambar 2.5 Garis Gravitasi (Sumber: Army, 2012) 3. Bidang Tumpu (Base of Support - BOS)

(38)

21

Gambar 2.6 Bidang Tumpuan (Sumber: William, 2015) 4. Kekuatan Otot (Muscle Strength)

(39)

22

5. Aktivitas Fisik (Kebiasaan Olahraga)

Menurut Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes pada hasil RISKESDAS tahun 2013, gaya hidup bermalas-malasan dan aktivitas fisik yang kurang dapat menurunkan kemampuan tonus otot. Tonus otot sangat berperan dalam menjaga keseimbangan tubuh manusia. Aktivitas fisik yang kurang dan gaya hidup bermalas-malasan dapat melemahkan dan menurunkan kemampuan tonus otot. Keseimbangan dinamis yang tidak optimal akan meningkatkan risiko cedera yang akan dialami ketika berjalan atau melakukan aktivitas lain terutama aktivitas yang berat (Habut, 2015). Aktivitas fisik yang kurang merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010).

Hampir 50% dari orang dewasa muda dan remaja tidak melibatkan diri pada setiap jenis aktivitas fisik setiap hari. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 memperlihatkan bahwa 48,2% penduduk Indonesia usia lebih dari 10 tahun kurang melakukan aktivitas fisik.

2.4 Keseimbangan pada Anak Usia 9-11 Tahun

(40)

23

berkembang, hal ini baik terjadi pada anak laki-laki maupun perempuan. Anak perempuan harus dibimbing untuk mengembangkan kekuatan badan bagian atas yang sangat berguna untuk memelihara berat badannya. Masa anak-anak merupakan masa tumbuh kembang yang paling cepat, sehingga diperlukan wahana pendukung berupa aktivitas jasmani yang tepat sesuai dengan usia, kondisi, dan karakter masa anak-anak. Hal ini disebabkan karena aktivitas jasmani mampu memberikan akselerasi proses pertumbuhan dan perkembangan secara normal (Sukadiyanto, 2005).

Beberapa penelitian mengenai kapan tepatnya fungsi dari keseimbangan dan kontrol postural tercapai pada anak-anak saat ini masih belum jelas dan masih penuh kontroversi, padahal pada usia anak-anak kemampuan mempertahankan keseimbangan tubuh sangatlah penting karena pada usia tersebut anak-anak mulai belajar untuk lebih dapat mengenal lingkungannya. Anak pada umur 6-10 tahun umumnya mengalami peningkatan keseimbangan dinamis, tetapi umur 12-14 tahun hanya sedikit peningkatannya. Usia 7-9 tahun perkembangan keseimbangan mulai melambat pada anak laki-laki, sedangkan pada usia 8-10 tahun pada anak perempuan (Budiman, 2010).

(41)

24

baik perkembangan keseimbangan anak laki-laki dibandingkan anak perempuan (Permana, 2013).

Usia 11-12 tahun anak perempuan akan lebih cenderung kurang baik keseimbangan dinamisnya dibandingkan anak laki-laki. Dapat diuraikan bahwa anak perempuan pada usia 11-12 keseimbangan dinamisnya mengalami penurunan. Optimalisasi keseimbangan dinamis membutuhkan adanya pelatihan aktivitas fisik yang dapat menstimulasi komponen-komponen keseimbangan dinamis (Permana, 2013).

2.5 Takaran Pelatihan Keseimbangan

Sebuah hasil latihan yang maksimal harus memiliki prinsip latihan. Tanpa adanya prinsip atau patokan yang harus diikuti oleh semua pihak yang terkait, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi pelatihan akan sulit mencapai hasil yang maksimal (Nala, 2011). Takaran pelatihan keseimbangan:

1. Intensitas

(42)

25

Penelitian ini menggunakan tiang sebanyak 5 buah dengan jarak setiap tiang sejauh 2 meter. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kelelahan terhadap pemain tetapi pelatihan yang dilakukan tetap memberikan efek (Nala, 2011). 2. Volume

Volume dalam pelatihan merupakan komponen takaran yang paling penting dalam setiap pelatihan. Unsur volume ini merupakan takaran kuantitatif, yakni satu kesatuan yang dapat diukur banyaknya, berapa lama, jauh, tinggi, atau jumlah suatu aktivitas (Nala, 2011). Pada umumnya volume pelatihan ini terdiri dari durasi atau lama waktu pelatihan, jarak tempuh dan berat beban, serta jumlah repetisi dan set. Dalam penelitian ini volume yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Repetisi

Repetisi merupakan pengulangan yang dilakukan tiap set pelatihan. Untuk latihan keseimbangan repetisi yang digunakan adalah 1-3 kali, tetapi untuk menghasilkan peningkatan yang maksimal repetisi yang sebaiknya digunakan adalah 3 repetisi untuk tiap set (Nala, 2011).

b. Set

Set adalah satu rangkaian dari repetisi (Nala, 1998). Latihan keseimbangan set yang dianjurkan adalah 2-5 kali, untuk menghasilkan peningkatan yang maksimal set yang sebaiknya digunakan adalah 5 set (Nala, 2011).

c. Istirahat

(43)

26

istirahat yang dianjurkan adalah selama 5 menit antar set, untuk mencegah terlalu lamanya waktu istirahat (Nala, 2011).

3. Frekuensi

Frekuensi merupakan kekerapan atau kerapnya pelatihan per-minggu. Dalam pelatihan keseimbangan, frekuensi yang biasa digunakan adalah 3-5 kali seminggu (Nala, 2011). Hal ini sesuai bagi atlet sehingga menghasilkan peningkatan kemampuan otot yang baik serta tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti (Harsono, 1996).

Latihan dalam penelitian ini dilakukan tiga kali pertemuan dalam satu minggu, dengan diberi jeda waktu tidak lebih dari 48 jam. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya waktu senggang selama 2 hari berturut-turut, ini mengakibatkan jika berturut-turut terdapat istirahat selama lebih dari dua hari dikhawatirkan kondisi fisik anak akan kembali ke keadaan semula (Nala, 1998). 2.6 Proprioceptive Exercise

Proprioceptive umumnya didefinisikan sebagai kemampuan untuk menilai

dimana masing-masing posisi ekstremitas berada tanpa bantuan indera penglihatan. Proprioceptive exercise akan merangsang sistem saraf yang mendorong terjadinya

respon otot dalam mengontrol sistem neuromuskuler. Proprioceptive diatur oleh mekanisme saraf pusat dan saraf tepi yang datang terutama dari reseptor otot, tendon, ligamen, persendian dan fascia (Lephart, et al., 2013).

(44)

27

sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioseptif) dan muskuloskeletal (otot, sendi, dan jaringan lunak lain) yang diatur di dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, dan serebelum (Ma'mun, 2000).

Proprioceptive dapat juga diartikan sebagai keseluruhan kesadaran dari posisi tubuh. Kesadaran posisi akan berpengaruh terhadap gerak yang akan dilakukan, gerak yang timbul tersebut akibat impuls yang diberikan stimulus yang diterima dari reseptor yang selanjutnya informasi tersebut akan diolah di otak yang kemudian informasi tersebut akan diteruskan oleh reseptor kembali ke bagian tubuh yang bersangkutan (Swandari, 2015).

(45)

28

sekarang, tempat miring, berbatu kasar, atau datar, dll. Informasi yang diterima oleh golgi tendon dan muscle spindle terkumpul cukup baik selanjutnya neuron akan meneruskan untuk dikirim ke sistem saraf pusat melalui ganglion basalis hingga sampai ke sistem saraf pusat seperti perjalanan di gambar kemudian otak menentukan bagaimana kita menyikapi terhadap permukaan tersebut (Kisner, 2007).

Gambar 2.7 Lintasan Proprioceptive Sumber: Riemer, 2015

(46)

29

Paling diperhatikan dalam meningkatkan proprioception adalah fungsi dari sistem sensorimotor, meliputi integrasi sensorik, motorik, dan komponen pengolahan yang terlibat dalam mempertahankan homeostasis bersama selama tubuh bergerak, sistem sensorimotor mencakup informasi yang diterima melalui reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul sendi, tulang rawan, dan geometri tulang yang terlibat dalam struktur setiap sendi. Mekanoreseptor sensorik khusus bertanggung jawab secara kuantitatif terhadap peristiwa hantaran mekanis yang terjadi dalam jaringan menjadi impuls saraf (Rienmann, 2002).

Proprioceptive berkaitan dengan dimana rasa posisi mekanoreseptor berada. Hal tersebut meliputi dua aspek yaitu posisi statis dan dinamis. Posisi statis di definisikan yaitu memberikan orientasi sadar pada satu bagian tubuh yang lain sedangkan arti dinamis yaitu memberikan fasilitasi pada sebuah sistem neuromuskular berkaitan dengan tingkat dan arah gerakan kelincahan (Laskowski, 2012).

Latihan wobble board selama 5 minggu dapat meningkatkan keseimbangan dan juga cidera ankle pada atlet (Waddington et al., 2004). Pelatihan di atas wobble board merupakan latihan pada permukaan tidak stabil yang dapat merangsang

mekanoreseptor sehingga mengaktifkan joint sense atau rasa pada sendi. Pelatihan ini sangat berpengaruh terhadap jaringan intrafusal dan serabut ekstrafusal karena rangsangan yang diterima oleh neuromuscular junction akan mengaktifasi serabut myofibril untuk memerintahkan otot segera berkontraksi sesuai kebutuhan

(47)

30

Selama pelatihan berlangsung maka serabut intrafusal dan ekstrafusal memperkaya input sensoris yang akan dikirim dan diolah di otak untuk di proses sehingga dapat menentukan seberapa besar co-kontraksi otot yang dapat diberikan. Sebagian respon yang dikirim kembali ke ekstrafusal akan mengaktifasi golgi tendon kemudian akan terjadi perbaikan koordinasi serabut intrafusal dan serabut ekstrafusal dengan saraf afferent yang ada di muscle spindle sehingga terbentuklah proprioceptif yang baik. Permukaan dari wobble board akan mengakibatkan adanya stimulasi yang tidak konsisten akibat ketidakstabilan permukaan yang diterima oleh otot dan sendi berpengaruh sangat cepat terhadap penangkapan informasi sensoris dan lebih efisien diproses di sistem saraf pusat (Swandari, 2015).

Pelatihan di atas wobble board memberikan efek meningkatkan fungsi proprioseptif pada stabilisator aktif sendi dan menstabilkan tonus, meningkatkan recruitmen motor unit yang akan mengaktifasi golgi tendon dan memperbaiki

koordinasi serabut intrafusal dan serabut ekstrafusal dengan saraf efferent yang ada di muscle spindel sehingga dapat meningkatkan fungsi dari proproseptif sehingga meningkatkan input sensoris yang akan di proses di otak sebagai central processing. Central processing berfungsi untuk menentukan titik tumpu tubuh dan

alligment gravitasi pada tubuh membentuk kontrol postur yang baik dan

(48)

31

2.7 Zig-zag Run Exercise

2.7.1 Pengertian Zig-zag Run Exercise

Metode zig-zag adalah metode lari dengan menggunakan halangan atau rintangan yang harus dilewati dengan cara berlari menghindari halangan atau berlari secara berbelok-belok. Menurut Robert (2007) lari zig-zag adalah lari berbelok dengan tujuan untuk meningkatkan kecepatan lari dan mengubah arah tubuh dengan cepat. Zig-zag run exercise dapat digunakan untuk meningkatkan kelincahan karena unsur gerak yang terkandung dalam zig-zag run exercise merupakan komponen gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah dan posisi tubuh, kecepatan, keseimbangan yang juga merupakan komponen gerak kelincahan. Tujuan latihan lari zig-zag adalah untuk menguasai keterampilan lari, menghindar dari berbagai halangan baik orang maupun benda yang ada di sekeliling (Saputra, 2002). Sesuai dengan tujuannya lari zig-zag dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Latihan lari zig-zag untuk mengukur kelincahan seseorang.

2. Latihan lari zig-zag untuk merubah arah gerak tubuh atau bagian tubuh. Menurut Harsono (1988) keuntungan dan kerugian zig-zag run exercise, yaitu:

1. Keuntungan:

a. Kemungkinan cidera lebih kecil karena sudut ketajaman berbelok arah lebih kecil (450 dan 900).

(49)

32

2. Kerugian:

a. Secara psikis arah lari perlu pengingatan lebih.

b. Atlet tidak terbiasa dengan ketajaman sudut lari yang besar sehingga pada saat melakukan tes kelincahan dribbling atlet menganggap sudut lari tes kelincahan dribbling lebih sulit. Akibatnya atlet konsentrasinya terpusat pada arah belok dan bukan pada kecepatan larinya.

Zig-zag run exercise digunakan untuk meningkatkan kelincahan, komponen

gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah dan posisi tubuh, kecepatan, keseimbangan (Dabukke, 2015). Zig-zag run exercise ini melibatkan otot tungkai untuk bisa menyelesaikan semua beban yang diberikan pada saat pelatihan. Gerakan yang dilakukan dalam pelatihan ini berlari kedepan dan berbelak-belok dengan secepatnya sehingga pergerakan yang dilakukan tidak semata-mata menekankan pada gerakan tungkai. Setiap kerja yang dilakukan oleh tubuh merupakan kontraksi yang terjadi pada otot. Dalam setiap pelatihan, tubuh selalu memberikan respon dan dalam jangka waktu tertentu tubuh akan mulai beradaptasi dengan pelatihan yang diberikan (Lestari, 2015).

(50)

33

disebabkan oleh adaptasi sistem persarafan yaitu terjadinya peningkatan persentase aktivasi motor unit, perubahan fungsi pada kontraktil yaitu peningkatan momen gaya kontraksi otot, dan terjadi hipertropi otot-otot tungkai, serta terjadinya peningkatan koordinasi sistem keterampilan motorik. Sedangkan keuntungan secara umum pada metabolisme, otot, dan saraf akibat latihan kecepatan konduksi saraf meningkat, massa otot meningkat, konsentrasi ATP/PC meningkat, glikogen otot meningkat, peningkatan sintesis protein untuk perkembangan otot (Zumerchik, 2005).

Kecepatan sebagai hasil perpanduan dari panjang ayunan tungkai dan jumlah langkah. Fleksibilitas merupakan kemampuan persendian untuk bergerak dalam ruang gerak sendi secara maksimal dan elastisitas merupakan kemampuan otot untuk berkontraksi dan berelaksasi secara maksimal. Zig-zag run exercise menyebabkan otot-otot menjadi lebih elastis dan ruang gerak sendi akan semakin baik sehingga persendian akan menjadi sangat lentur sehingga menyebabkan ayunan tungkai dalam melakukan langkah-langkah menjadi sangat lebar. Keseimbangan dinamis juga terlatih karena dalam pelatihan ini harus mampu mengontrol keadaan tubuh saat melakukan pergerakan. Otot-otot sinergis berkontraksi lebih tepat, dan meningkatnya inhibisi otot-otot antagonis (Lestari, 2015).

(51)

34

Kecepatan reaksi secara fisiologis ditentukan oleh tingkat kemampuan penerima rangsang penghantaran stimulus ke sistem saraf pusat, penyampaian stimulus melalui saraf sampai terjadinya sinyal, penghantaran sinyal dari sistem saraf pusat ke otot, dan kepekaan otot menerima rangsang untuk menjawab dalam bentuk gerak (Sukadiyanto, 2005). Semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mereaksi stimulus maka semakin baik kecepatan reaksinya. Waktu yang diperlukan untuk mereaksi stimulus akan menjadi semakin singkat karena terlatihnya kepekaan saraf sensorik dalam menghantarkan stimulus ke otak dan terlatihnya saraf motorik dalam menghantarkan perintah/sinyal dari otok ke otot. Meningkatnya komponen kemampuan fisiologis tersebut maka akan menyebabkan peningkatan pada kecepatan reaksi (Lestari, 2015).

(52)

35

2.7.2 Aplikasi Zig-zag Run Exercise

Prosedur pelaksanaan zig-zag run exercise sebagai berikut:

1. Cones disusun berbentuk garis zig-zag dengan jarak antar titik 2 meter. 2. Peserta berdiri di belakang garis start.

3. Setelah ada aba-aba “ya” peserta berlari secepat mungkin mengikuti arah/cones yang telah disusun secara zig- zag sesuai dengan diagram sampai batas finish.

Gambar 2.8 Zig-zag Run Exercise Sumber: Gilang, 2007

2.8 Modified Bass Test of Dynamic Balance

 Tujuan: Untuk mengukur keseimbangan dinamis.  Validitas dan reliabilitas: 0,90.

 Fasilitas dan sarana:

(53)

36

 Prosedur Pelaksanaan:

Peserta berdiri di kotak awal dengan bertumpu pada salah satu kaki, tumit diangkat (jingkat). Kedua lengan ditekuk di depan dada sedangkan posisi kepala tegak. Selanjutnya peserta tes melompat tepat di atas kotak no 1 yang tersedia dan mendarat dengan kaki sisi lainnya sebagai tumpuan dengan posisi tumit diangkat (jingkat) dan posisi kepala tegak, kaki satunya diangkat menempel di samping lutut, sedang posisi kedua lengan ditekuk di depan dada. Posisi ini dipertahankan selama 5 detik pada kotak no 1, dilanjutkan ke kotak no 2 dengan posisi sama seperti posisi awal, demikian gerakan ini dilakukan seterusnya sampai kotak ke 10, kaki yang bertempu pada kotak bergantian antara kaki kanan dan kiri.

 Ketentuan:

1. Tiap komponen pada kotak atlet berhenti 5 detik.

2. Apabila kaki yang menempel di samping limit bergerak menjauh dari lutut dan kaki tumpu tumit menyentuh lantai dianggap gagal, begitu pula apabila kaki jingkat berpindah atau bergeser keluar dari daerah (kotak) yang telah ditentukan.

 Hasil pengukuran:

(54)

37

Gambar

Gambar 2.1 Pengaruh Aktivitas Fisik dan Exercise Sumber: (Skelton, 2001)
Gambar 2.3 Sistem Vestibular Sumber: Komala, 2014
Gambar 2.4 Sistem Somatosensori  Sumber: Jensen dan Eric, 2005
Gambar 2.5 Garis Gravitasi
+5

Referensi

Dokumen terkait