• Tidak ada hasil yang ditemukan

Takut kepada Kemiskinan (Khasyyah Imlāq)

Dalam dokumen AL-KHASYYAH PERSPEKTIF AL-QUR AN (Halaman 195-199)

Latar Belakang

HAKIKAT AL-KHASYYAH

C. Elaborasi Ayat-ayat tentang al-Khasyyah

2. Takut kepada Kemiskinan (Khasyyah Imlāq)

Takut miskin merupakan takut yang banyak menimpa manusia. Untuk menjauhkan diri dari takut seperti ini, maka manusia senantiasa berusaha dalam

115Muḥammad ʻAbd Raḥmān Mubārakfūrī, Tuḥfah Aḥważī; bisyarḥ Jāmiʻ al-Turmużī, Jilid. IV (Cet. I; Kairo: Syirkah al-Qudus, 2009), h. 245.

116Muḥammad ʻAbd Raḥmān Mubārakfūrī, Tuḥfah Aḥważī; bisyarḥ Jāmiʻ al-Turmużī, Jilid. IV, h. 245.

hidupnya untuk mencari makan untuk dirinya, istrinya, dan anak-anaknya. Hal ini juga bertujuan untuk memperoleh keluarga yang bahagia dan tenteram.

Sebelum islam datang yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. bangsa Arab kadang-kadang membunuh anak-anak mereka lantaran takut miskin. Mereka khawatir menanggung biaya hidup anak-anak perempuan yang lahir, apalagi menurut mereka, anak perempuan tidak produktif.117 Kemudian Al-Qur’an datang untuk memberikan peringatan dan melarang perbuatan tersebut serta menjelaskan kepada mereka bahwa rezeki mereka dan anak mereka dijamin oleh Allah swt.

Hal ini dapat diperhatikan dalam QS al-Isrā’/17: 31, sebagai berikut:

ََّلَو اوُلُ ت قَ ت َّ

َّ مُكَد َل وَأ َّ

ََّةَي شَخ َّ

َّ ق َل مِإ َّ

َُّن َنَ َّ

َّ مُهُ قُز رَ ن َّ

َّ مُكميِإَو َّ

َّ

َّمنِإ

َّ مُهَل تَ ق َّ

ََّناَك ََّّ

ا ئ طِخ َّ

ا يِبَك ََّّ

َّ

( 31 )

Ayat di atas diawali dengan huruf ʻathf menunjukkan bahwa ada keterkaitan dengan ayat sebelumnya, yakni berbicara tentang rezki. Huruf lā (

ل

)

pada ayat di atas adalah lā nāhiyah (

ةيهنَّ ل

), yakni larangan. Hal ini dapat dipahami bahwa ayat ini mengandung makna larangan membunuh anak karena faktor kemiskinan.

Ayat di atas menggunakan kata al-khasyyah yakni takut. Ketakutan yang dimaksudkan ayat ini adalah takut kepada kemiskinan. Menurut M. Quraish Shihab kemiskinan yang dikhawatirkan adalah kemiskinan yang boleh jadi akan dialami anak bahkan orang tua mereka. Untuk menyingkirkan atau menghilangkan kekhawatiran tersebut, maka Allah melanjutkan ayatnya sebagai jaminan kepada mereka ”Kami-lah yang akan memberi rezki kepada mereka”, yakni anak-anak yang kamu khawatirkan jika dibiarkan hidup akan mengalami

117Mardan, Al-Qur’an Sebuah Pengantar (Cet. IX; Samata-Gowa: Gunadarma Ilmu), h.

12.

kemiskinan. Setelah jaminan ketersediaan rezki itu, barulah disusulkan jaminan serupa kepada ayah dengan adanya kalimat ”dan juga kepada kamu”.118

Ayat di atas berbicara tentang pembunuhan anak, karena takut kepada kefakiran atau kemiskinan. Ketakutan yang dialami di sini adalah ketakutan yang belum terjadi (sekarang), tetapi berkaitan dengan masa yang akan datang yang merupakan hanya dugaan sementara. Hal ini disebabkan oleh kelahiran anak mereka.119 Karena itu, Ayat di atas memberikan jaminan kepada orang tua untuk menghilangkan kekhawatiran memiliki anak karena Allah yang akan memberikan rezki kepadanya. Ayat di atas ada kaitannya dengan ayat yang terdapat dalam QS al-Isrā’/17: 100 yang berarti enggan membelanjakan harta karena takut miskin.

Penggalan ayat

َّ مُكميِإَو َّ َّ مُهُ قُز رَ ن

didahului lafal

مه

dari pada

مكيا

,

mengandung makna bahwa kemelaratan belum terjadi. Dalam hal ini orang tua dalam keadaan berkecukupan, tapi mereka cemas akan ditimpa oleh kemelaratan kelak setelah anak-anak mereka besar, yakni di saat mereka tua, dan kondisi fisik sudah lemah sehingga tak kuat lagi berusaha untuk mencari penghidupan. Jadi yang menjadi persoalan di sini bukan kondisi yang sedang dihadapi orang tua, melainkan keadaan yang akan datang,120 setelah anaknya lahir.

118M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ān, Volume V (Cet. VIII; Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 464.

119‘Adnān Muḥammad Zarzūr, ‘Ulūm al-Qur’ān; Madkhal ilā Tafsīr al-Qur’ān wa Bayān Iʻjāzuh (Cet. I; Bairut: al-Maktab al Islāmī, 1981), h. 171.

120Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur’an, h. 216-217. Ayat di atas ada kaitannya dengan ayat yang terdapat dalam QS Al-An‘ām/6: 136. Persamaannya adalah berbicara tentang larangan membunuh anak karena kemiskinan, yakni takut miskin. Sementara perbedaannya, dalam QS al-An‘ām/6: 136 , membunuh anak karena takut terjadinya kefakiran disebabkan kelahiran anak mereka. Karena itu, Allah swt., mendahulukan rezki kepada anak daripada rezki kepada orang tuanya. Sementara, dalam QS Al-Isrā’/17: 31 mendahulukan pemberian rezki kepada orang tua daripada anak karena kemiskinan mereka sebelum lahir anaknya. Karena itu, Allah swt., mendahulukan rezki kepada orang tua daripada anak. Lihat juga Sayyid Qutub, fī Ẓilāl al-Qur’ān, Jilid. IV (Cet. XVII; Bairūt: Dār al-Syurūq, 1992), h. 2223.

Kata khiṭ’ān

( أطخ )

mengandung makna dosa atau kesalahan yang dilakukan dengan sengaja. Kesengaan ini dilakukan karena sebagian anggota masyarakat jahiliah ketika itu menganggap baik dan benar.121

Ada persamaan antara aborsi yang sering dilakukan saat ini dengan pembunuhan yang dilakukan pada masa jahiliah yaitu menghilangkan nyawa yang berpotensi untuk berpartisipasi dalam tugas kekhalifahan. Namun, perbuatan aborsi yang dilakukan dewasa ini jauh lebih buruk dibandingkan dengan pembunuhan yang dilakukan pada masa jahiliah. Alasannya, aborsi yang dilakukan dewasa ini bukan karena takut miskin, menyangkut diri dan anaknya ketika lahir, tetapi perbuatan keji itu dilakukan pada umumnya untuk menutup malu yang menimpa mereka. Alasan lainnya, pada masa jahiliah mereka membunuh anaknya karena tidak berpengetahuan, tetapi masyarakat jahiliah modern membunuh anak karena berpengetahuan, bukan saja anak perempuan tapi juga anak laki-laki.122

Al-Qur’an memberikan informasi bahwa pada hari kemudian (kiamat) bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup akan ditanya apa dosanya sehingga mereka dibunuh. Al-Qur’an juga memberikan informasi bahwa Allah melarang membunuh anak-anak karena takut miskin. Hal ini disebabkan telah terjadi pembunuhan bayi sejak dahulu, bahkan sampai sekarang masih terjadi karena takut makan bersama dengan anak-anak mereka.

Ketika Rasulullah ditanya tentang dosa besar, maka salah satu jawaban Rasulullah adalah membunuh anak karena takut memberi makan. Hal ini dapat diperhatikan dalam hadis sebagai berikut:

121M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ān, Volume VII (Cet. VIII; Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 465.

122Mardan, Al-Qur’an Sebuah Pengantar (Cet. IX; Samata-Gowa: Gunadarma Ilmu), h.

12-13.

َِّد بَعَّ نَع

Kemudian aku bertanya apa lagi ya, Rasulullah menjawab engkau membunuh anakmu sendiri karena takut dia makan bersama kamu. Kemudian apa lagi, Rasulullah menjawab engkau berzina dengan isteri tetanggamu”.

Berdasarkan hadis di atas, maka dapat dipahami bahwa manusia dilarang keras oleh Allah swt. membunuh anak-anak mereka karena Allah sendiri yang menjamin dan memberi rezki kepada hamba-hamba-Nya.

Dalam dokumen AL-KHASYYAH PERSPEKTIF AL-QUR AN (Halaman 195-199)