• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan

4.4 Tanah dan Geolog

Jenis tanah di IUPHHK ini terdiri dari tanah aluvial, latosol, regosol, podzolik dan litosol. Struktur geologi khususnya di areal kerja IUPHHK-HA PT.

Mamberamo Alasmandiri didominasi oleh sesar (sesar naik dan geser) dan lipatan. Sesar naik utama pada bagian tersebut membatasi Cekungan Wapoga dan Cekungan Mamberamo. Struktur lipatan terdiri dari antiklin dan siklin. Antiklin penting dikenal sebagai Antiklin Gesa yang memotong aliran S. Gesa yang mengalir ke utara (PT. MAM 2009).

4.5 Iklim dan Intensitas Hujan

Berdasarkan klasifikasi iklim secara umum menurut Schmidt & Ferguson areal IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri dengan tipe iklim A, yaitu daerah sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropis dengan curah hujan tanpa bulan kering (<60.00 mm) merata sepanjang tahun. Curah hujan rata-rata adalah sebesar 285,6 mm per bulan. Curah hujan minimum terjadi pada bulan November (208,8 mm per bulan) dan curah hujan maksimum pada bulan Oktober (354,1 mm per bulan) (PT. MAM 2009).

4.6 Keadaan Hutan

Penutupan lahan areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri berdasarkan hasil penafsiran Citra Landsat LS-7 ETM+US band 542, Mozaik

Path 102 Row 62, liputan tanggal 19 November 2005 dan Path 103 Row 62 Liputan tanggal 8 Juli 2006 disajikan pada tabel berikut (PT. MAM 2009) :

Tabel 4 Penutupan vegetasi pada IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri

Penutupan Lahan Fungsi Hutan (Ha) BZ Jumlah Persen

HPT HP HPK

1. Hutan Primer 287.203 66.966 6.176 12.230 372.575 55,00%

2. Hutan Bekas Tebangan 105.825 40.100 30.651 1.948 178.524 26,40%

3. Non Hutan 6.209 5.169 592 127 12.097 1,80%

4. Hutan Rawa Primer - 1.890 10.951 - 12.841 1,90%

5. Hutan Rawa Bekas Tebangan 8.268 783 - - 9.051 1,30%

6. Non Hutan Rawa - 71 1.111 - 1.182 0,20%

7. Tubuh Air / Danau - 636 - 12 648 0,10%

8. Tertutup Awan 74.295 10.511 - 5.586 90.392 13,30%

Jumlah 481.800 126.126 49.481 19.903 677.310 100,00%

Sumber : Pengesahan Citra Landsat Nomor S.35/VII/Pusin-1/2006 tanggal 22 Januari 2007 (PT.MAM 2009).

4.7Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Penduduk asli di sekitar kelompok hutan S.Mamberamo-S.Gesa adalah suku Baudi Bira, Kerema, Obagui Dai, Kapso Apawer, Birara Noso, Bodo dan suku Haya. Agama dan kepercayaan yang dianut adalah Kristen Protestan, Katolik dan Islam. Mata pencaharian penduduk yang berada di sekitar areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri meliputi mencari ikan, bercocok tanam dengan berladang berpindah, dan “meramu” (mencari sagu, umbi dan berburu). Sedangkan masyarakat yang tinggal di pusat-pusat pemerintah (Distrik dan Kabupaten) yang umumnya sebagai pendatang berprofesi sebagai pegawai negeri dan buruh harian (PT. MAM 2009).

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1

Pemilihan Pohon Contoh

Pohon contoh yang digunakan dalam penyusunan tabel volume ini hanya dibatasi pada lima jenis, yaitu bipa (Pterygota forbesii F.V.Muell), jambu (Eugenia spp), matoa (Pometia pinnata Forst), medang (Litsea firma Hook.f) dan merbau (Instia spp). Hal ini dikarenakan kelima jenis tersebut merupakan jenis yang dominan yang terdapat di IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri.

Pengambilan data pohon contoh ini dilakukan secara purposive sampling

pada areal petak tebangan dan areal pembuatan jalan. Pengukuran dilakukan pada pohon rebah dan volume yang diambil adalah volume dengan kulit. Jumlah pohon contoh yang diteliti sebanyak 597 pohon. Proporsi jumlah pohon yang digunakan untuk penyusunan model regresi sebesar 2/3 dari total pohon dan proporsi untuk uji validasi sebesar 1/3 dari total pohon . Jumlah pohon contoh per jenisnya tersaji dalam Gambar 1.

Gambar 1 Sebaran jumlah pohon yang digunakan untuk penyusunan model regresi dan validasi.

5.2. Penyusunan Model Regresi

Penyebaran data diameter (dbh) dan volume (va) untuk masing-masing jenis dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

59 28 60 29 110 55 62 29 110 55 0 20 40 60 80 100 120 Ju m la h P o h o n Model Validasi

Gambar 2 Diagram pencar (scatterplot) antara diameter (dbh) dan volume (va) untuk setiap jenis.

Diagram pencar antara diameter (dbh) dan volume (va) untuk semua jenis pohon yang diteliti menunjukkan pola non linear. Hal ini dapat dijadikan dasar untuk memilih persamaan regresi yang akan diujikan. Dalam penelitian ini persamaan yang digunakan hanya persamaan Berkhout.

Persamaan Berkhout yang diujikan kedalam bentuk model adalah persamaan Berkhout yang ditransformasikan terlebih dahulu kedalam bentuk linearnya yaitu : Log V= Log a + b Log D dan persamaan Berkhout yang tanpa transformasi yaitu : V= aDb.

Tabel 5 Model regresi untuk penyusunan tabel volume

No Jenis Persamaan Penduga s R²

(%) R²adj (%) F hit F tab α=5% α=1%F tab 1 Bipa V=0.0002235Dbh2.37 0.091 97.00 96.90 1829.8 4.01 7.10 V= 0.0002214Dbh2.38* 0.425 92.43 92.43 696.2 4.01 7.10 2 Jambu V=0.0001809Dbh2.37 0.101 96.70 96.70 1713.4 4.01 7.09 V= 0.0002293Dbh2.32* 0.465 90.40 90.40 546.2 4.01 7.09 3 Matoa V=0.0001938Dbh2.38 0.082 97.80 97.80 4753.6 3.93 6.88 V=0.0003735Dbh2.22* 0.392 94.31 94.31 1791.7 3.93 6.88 4 Medang V=0.0001972Dbh2.37 0.094 96.80 96.80 1828.5 4.00 7.08 V=0.0001972Dbh2.37* 0.304 95.24 95.24 1199.7 4.00 7.08 5 Merbau V=0.0001304Dbh2.47 0.080 98.00 98.00 5402.8 3.93 6.88 V=0.0004759Dbh2.14* 0.283 96.14 96.14 2692.7 3.93 6.88 Keterangan : * = persamaan Berkhout tanpa transformasi

Dbh V a 100 50 0 100 50 0 8 6 4 2 0 100 50 0 8 6 4 2 0

Bipa Jambu M atoa

M edang M erbau Bipa Jambu Matoa Medang Merbau Jenis Scatterplot of Va vs Dbh

Persamaan regresi terbaik antara persamaan Berkhout dengan transformasi dan persamaan Berkhout tanpa transformasi dapat dilihat dari nilai simpangan baku (s) terkecil, koefisien determinasi (R²) dan koefisien determinasi terkoreksi (R² adj) terbesar pada masing-masing jenis. Lima jenis yang diuji yaitu bipa (Pterygota forbesii F.V.Muell), jambu (Eugenia spp), matoa (Pometia pinnata

Forst), medang (Litsea firma Hook.f) dan merbau (Instia spp) yang memiliki nilai s terkecil, R² dan R²adj terbesar dimiliki oleh persamaan Berkhout yang melalui transformasi.

Nilai F hitung dari uji Fisher digunakan untuk menguji keberartian model regresi (overall fit test). Apabila nilai F lebih besar dari nilai F tabel, maka H0 ditolak yang berarti bahwa satu atau lebih peubah bebas dalam model berpengaruh nyata pada taraf nyata (α) tertentu. Berdasarkan Tabel 5, diperoleh bahwa keseluruhan model regresi memiliki nilai F hitung yang lebih besar daripada F tabel pada taraf nyata 1% dan 5%. Hal ini menggambarkan bahwa peubah diameter (dbh) berpengaruh nyata terhadap volume pada taraf nyata 5% dan 1%. Bila dibandingkan antara persamaan Berkhout tanpa transformasi dan persamaan Berkhout dengan transformasi, nilai F hitung terbesar untuk setiap jenis dimiliki oleh persamaan Berkhout dengan transformasi.

5.3 Validasi Model Regresi

Validasi model persamaan regresi dilakukan dengan menghitung nilai Simpangan Agregat (SA), Simpangan Rata-rata (SR), Root Mean Square Error

(RMSE), bias dan uji χ² (chi-square). Persamaan yang baik menurut Spurr (1952) memiliki nilai SA tidak melebihi 1% dan SR nya tidak melebihi 10%. Selain itu, persamaan yang baik memiliki nilai bias dan RMSE yang kecil, serta pengujian χ² (chi-square) menunjukkan hasil bahwa antara volume pendugaan dengan menggunakan tabel (vt) tidak berbeda nyata dengan volume aktualnya (va) atau nilai χ² hitung ≤ χ² tabel.

Tabel 6 Uji validasi model regresi

Jenis Persamaan Penduga SA SR

(%) RMSE (%) bias (%) χ² hit χ² α=5% α=1%χ² Bipa V=0.0002235Dbh2.37 -0.207 40.33 33.93 -11.35 7.15 40.11 46.96 V= 0.0002214Dbh2.38* -0.177 35.98 31.91 -9.26 3.98 40.11 46.96 Jambu V=0.0001809Dbh2.37 0.017 36.75 37.51 -0.03 4.17 41.34 48.28 V= 0.0002293Dbh2.32* 0.069 31.71 40.18 7.36 4.71 41.34 48.28 Matoa V=0.0001938Dbh2.38 0.135 20.92 29.75 12.35 6.12 72.15 81.07 V=0.0003735Dbh2.22* 0.154 20.67 36.68 22.71 6.74 72.15 81.07 Medang V=0.0001972Dbh2.37 -0.005 27.36 34.80 1.09 4.05 41.34 48.28 V=0.0001972Dbh2.37* 0.036 24.00 36.56 6.78 4.42 41.34 48.28 Merbau V=0.0001304Dbh2.47 -0.087 31.11 30.09 -9.78 7.20 72.15 81.07 V=0.0004759Dbh2.14* -0.084 24.52 30.45 4.36 6.71 72.15 81.07 Keterangan : * = persamaan Berkhout tanpa transformasi

Nilai simpangan rata-rata untuk seluruh persamaan memiliki nilai yang lebih besar dari 10%. Nilai simpangan agregat yang kurang dari 1% hanya persamaan Berkhout jenis medang (Litsea firma Hook.f) yang melalui proses transformasi. RMSE yang dihasilkan untuk seluruh persamaan nilainya berada diatas 29%. Bias terkecil dihasilkan oleh persamaan Berkhout dengan transformasi untuk jenis jambu dengan nilai -0.03%. Bias bernilai negatif berarti bahwa volume model yang dihasilkan cenderung underestimate terhadap volume aktual, sedangkan bias bernilai positif berarti volume model yang dihasilkan cenderung overestimate terhadap volume aktualnya.

Uji χ² (chi-square) menunjukkan bahwa pada seluruh persamaan memiliki nilai χ² yang lebih kecil dibanding nilai χ² tabel pada taraf nyata 5% dan 1%. Hal ini berarti bahwa seluruh persamaan menunjukkan bahwa antara pendugaan volume dengan persamaan regresi (vt) tersebut tidak berbeda nyata dengan volume aktualnya (va).

5.4 Pemilihan Model Persamaan Regresi Terbaik

Pemilihan model persamaan regresi terbaik dilihat dari nilai-nilai statistik saat penyusunan model regresi dan uji validasi model. Nilai-nilai statistik yang dipakai pada proses pemilihan model regresi meliputi koefisien determinasi (R²), koefisien determinasi terkoreksi (R²adj), simpangan baku (s) dan F hitung.

Persamaan yang paling baik adalah yang memiliki nilai koefisien determinasi (R² dan R²adj) terbesar, simpangan baku (s) terkecil dan nilai F hitung yang terbesar.

Uji validasi yang digunakan sebagai kriteria dalam pemilihan model regresi terbaik meliputi nilai SA, SR, RMSE, bias dan χ²(chi-square). Persamaan yang paling baik adalah yang memiliki nilai SA, SR, RMSE bias dan nilai χ² terkecil. Tabel 7 Pemilihan model persamaan regresi terbaik

Jenis Persamaan Penduga

Peringkat ∑ Pering kat Model Validasi s R² R 2 adj F hit SA SR RM SE e χ² hit Bipa V=0.0002235Dbh2.37 1 1 1 1 2 2 2 2 2 14 2 V= 0.0002214Dbh2.38* 2 2 2 2 1 1 1 1 1 13 1 Jambu V=0.0001809Dbh2.37 1 1 1 1 1 2 1 1 1 10 1 V= 0.0002293Dbh2.32* 2 2 2 2 2 1 2 2 2 17 2 Matoa V=0.0001938Dbh2.38 1 1 1 1 1 2 1 1 1 10 1 V=0.0003735Dbh2.22* 2 2 2 2 2 1 2 2 2 17 2 Medang V=0.0001972Dbh2.37 1 1 1 1 1 2 1 1 1 10 1 V=0.0001972Dbh2.37* 2 2 2 2 2 1 2 2 2 17 2 Merbau V=0.0001304Dbh2.47 1 1 1 1 2 2 1 2 2 13 1 V=0.0004759Dbh2.14* 2 2 2 2 1 1 2 1 1 14 2

Keterangan : * = persamaan Berkhout tanpa transformasi

Persamaan regresi terbaik bipa (Pterygota forbesii F.V.Muell) adalah V=0,0002214Dbh2,38 dengan nilai R² sebesar 92,43%. Persamaan regresi terbaik jambu (Eugenia spp) adalah V=0,0001809Dbh2,37 dengan nilai R² sebesar 96,7%. Persamaan regresi terbaik matoa (Pometia Pinnata Forst) adalah V=0,0001938Dbh2.38 dengan nilai R² sebesar 97,8%. Persamaan regresi terbaik medang (Litsea firma Hook.f) adalah V=0,0001972Dbh2,37 dengan nilai R² sebesar 96,8% dan persamaan regresi terbaik merbau (Instia spp) adalah V=0,0001304Dbh2,47 dengan nilai R² sebesar 98%. Berdasarkan Tabel 7, persamaan terbaik untuk jenis bipa adalah persamaan Berkhout tanpa transformasi, sedangkan persamaan terbaik untuk empat jenis lainnya (jambu, medang, matoa dan merbau) adalah persamaan Berkhout dengan transformasi. 5.5 Penggabungan Persamaan Regresi

Pengelompokan jenis dalam penyusunan tabel volume dilakukan dengan menggabungkan persamaan regresi yang memiliki model yang sama yaitu

persamaan Berkhout dengan transformasi. Penggabungan persamaan regresi dilakukan dengan asumsi bahwa faktor jenis tidak berpengaruh dalam penyusunan persamaan regresi, sehingga dapat dibuat persamaan regresi dari data gabungan tersebut. Sebelum dilakukan penggabungan persamaan regresi, dilakukan uji keseragaman model regresi menggunakan analisis kovarian.

Pengelompokan jenis yang diuji meliputi pengelompokan dari lima jenis, pengelompokan dari empat jenis, pengelompokan dari tiga jenis dan pengelompokan dari dua jenis. Dari pengelompokan tersebut dihasilkan 26 kemungkinan komposisi jenis.

Tabel 8 Nilai F hitung dari analisis kovarian

No Pengelompokan Jenis Komposisi Jenis F hit F tab (α=5%) F tab (α=1%)

1 5 Jenis BJMaMeMr 10.076 2.395 3.367 2 4 Jenis BMaMeMr 11.597 2.631 3.840 3 BJMeMr 12.396 2.636 3.833 4 BJMaMr 13.450 2.632 3.841 5 BJMaMe 8.476 2.636 3.851 6 JMaMeMr 4.733 2.631 3.840 7 3 Jenis BJMa 12.955 3.036 4.701 8 BJMe 11.408 3.047 4.727 9 BJMr 18.174 3.036 4.701 10 BMaMe 6.157 3.036 4.700 11 BMaMr 18.052 3.036 4.701 12 BMeMr 16.634 3.036 4.700 13 JMaMe 3.725** 3.035 4.699 14 JMaMr 5.492 3.028 4.683 15 JMeMr 3.854** 3.035 4.699 16 MaMeMr 5.788 3.028 4.682 17 2 Jenis BJ 22.334 3.923 6.859 18 BMa 11.560 3.898 6.790 19 BMe 7.353 3.921 6.855 20 BMr 34.816 3.898 6.790 21 JMa 6.508** 3.898 6.789 22 JMe 4.561** 3.921 6.853 23 JMr 0.011* 3.898 6.789 24 MaMe 0.008* 3.897 6.787 25 MaMr 9.699 3.885 6.753 26 MeMr 7.297 3.897 6.787

Keterangan : B=Bipa, J=Jambu, Ma=Matoa, Me=Medang, Mr=Merbau *=tidak nyata pada α=5% dan α=1%, **=tidak nyata pada α=1%

Pengelompokan dari lima jenis pohon dan pengelompokan dari empat jenis pohon menghasilkan nilai F hitung yang lebih besar dari F tabel pada taraf nyata 5% dan 1%. Hal ini berarti faktor jenis memiliki pengaruh yang nyata dalam penyusunan persamaan regresi, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan penggabungan persamaan regresi baik dari lima jenis maupun empat jenis pohon.

Pengelompokan dari tiga jenis pohon menghasilkan dua komposisi jenis yang memiliki nilai F hitung lebih kecil dibanding dari F tabel pada α=1%, yaitu : komposisi jenis jambu-matoa-medang dan komposisi jambu-medang-merbau. Pengelompokan dari dua jenis pohon menghasilkan empat komposisi yang memiliki nilai F hitung lebih kecil dari F tabel. Komposisi jambu-matoa dan komposisi jambu-medang yang memiliki nilai F hitung lebih kecil dibanding F tabel pada α=1%. Komposisi jambu-merbau dan komposisi matoa-medang memiliki nilai F hitung yang lebih kecil pada α=5% dan α=1%.

Tabel 9 Nilai-nilai statistik dari model regresi kelompok jenis

No Komposisi Persamaan Penduga S R²

(%) R²adj (%) F hit F tab α=5% α=1%F tab 1 JMaMe V=0.0001909Dbh2.38 0.0910 97.20 97.20 7923.4 3.88 6.75 2 JMeMr V=0.0001592Dbh2.42 0.0909 97.30 97.30 8246.6 3.88 6.75 3 JMa V=0.0001878Dbh2.38 0.0902 97.30 97.30 6079.7 3.90 6.79 4 JMe V=0.0001903Dbh2.37 0.0984 96.60 96.60 3461.3 3.92 6.85 5 JMr V=0.0001465Dbh2.44 0.0880 97.60 97.50 6724.6 3.90 6.79 6 MaMe V=0.0001950Dbh2.38 0.0858 97.50 97.40 6526.3 3.90 6.79 Keterangan : B=Bipa, J=Jambu, Ma=Matoa, Me=Medang, Mr=Merbau

Tabel 10 Uji validasi dari model regresi kelompok jenis

Komposisi Persamaan Penduga SA SR (%) RMSE (%) bias (%) χ² hit χ² α=5% α=1%χ² JMaMe V=0.0001909Dbh2.38 0.09 25.43 34.30 -0.27 15.25 137.70 149.73 JMeMr V=0.0001592Dbh2.42 -0.03 30.70 33.91 -4.97 16.21 137.70 149.73 JMa V=0.0001878Dbh2.38 0.10 24.90 33.00 8.41 10.35 105.27 115.88 JMe V=0.0001903Dbh2.37 0.01 31.70 36.86 1.36 8.61 75.62 84.73 JMr V=0.0001465Dbh2.44 -0.04 32.11 33.73 -4.48 12.28 105.27 115.88 MaMe V=0.0001950Dbh2.38 0.10 17.48 28.25 7.46 10.65 105.27 115.88 Keterangan : B=Bipa, J=Jambu, Ma=Matoa, Me=Medang, Mr=Merbau

Tabel 11 Pemilihan model terbaik dari pengelompokan tiga jenis dan pengelompokan dua jenis

Komposisi Persamaan Penduga

Peringkat ∑ Pering kat Model Validasi s R² R 2 adj F hit SA SR RM SE e χ² hit JMaMe V=0.0001909Dbh2.38 2 2 2 2 2 1 2 1 1 15 2 JMeMr V=0.0001592Dbh2.42 1 1 1 1 1 2 1 2 2 12 1 JMa V=0.0001878Dbh2.38 3 3 3 3 3 2 2 4 2 25 3 JMe V=0.0001903Dbh2.37 4 4 4 4 1 3 4 1 1 26 4 JMr V=0.0001465Dbh2.44 2 1 1 1 2 4 3 2 4 20 2 MaMe V=0.0001950Dbh2.38 1 2 2 2 4 1 1 3 3 19 1

Keterangan : B=Bipa, J=Jambu, Ma=Matoa, Me=Medang, Mr=Merbau

Pengelompokan dari tiga jenis pohon yang memiliki persamaan terbaik adalah persamaan V=0,0001592Dbh2,42 dengan komposisi jenis jambu-medang- merbau. Persamaan terbaik dari dua jenis pohon yang dikelompokan adalah persamaan V=0,0001950Dbh2,38 dengan komposisi matoa-medang. Bipa (Pterygota forbesii F.V.Muell) tidak dapat dikelompokan dengan jenis manapun yang diteliti. Hal ini dikarenakan karakteristik ukuran dan bentuk pohon bipa (Pterygota forbesii F.V.Muell) yaitu panjang bebas cabang (pbc) memiliki nilai yang jauh lebih besar dibanding dengan jenis lain pada diameter yang sama.

5.6 Perbandingan Persamaan Regresi

Perbandingan persamaan regresi bertujuan untuk membandingkan persamaan regresi gabungan dari pengelompokan jenis dengan persamaan jenis penyusunnya. Hal ini dilakukan dengan melihat nilai-nilai statistik dari persamaan regresi tersebut beserta uji validasinya.

Tabel 12 Perbandingan persamaan regresi

No Pengelompokan

3 Jenis s R²

R2

adj F hit SA SR RMSE e χ² hit ∑ Peringkat

1 JMaMe 2 2 2 1 3 2 2 2 4 20 2 Jambu 4 4 4 4 2 4 4 1 2 29 4 Matoa 1 1 1 2 4 1 1 4 3 18 1 Medang 3 3 3 3 1 3 3 3 1 23 3 2 JMeMr 2 2 2 1 3 2 2 3 4 21 3 Jambu 4 4 4 4 2 4 4 1 2 29 4 Medang 3 3 3 3 1 1 3 2 1 20 1 Merbau 1 1 1 2 4 3 1 4 3 20 1

Tabel 12 Perbandingan persamaan regresi

No Pengelompokan

2 Jenis s R²

R2

adj F hit SA SR RMSE e χ² hit ∑ Peringkat

1 JMa 2 2 2 1 2 2 2 2 3 18 2 Jambu 3 3 3 3 1 3 3 1 1 21 3 Matoa 1 1 1 2 3 1 1 3 2 15 1 2 JMe 2 3 3 1 2 2 2 3 3 21 2 Jambu 3 2 2 3 3 3 3 1 2 22 3 Medang 1 1 1 2 1 1 1 2 1 11 1 3 JMr 2 2 2 1 2 2 2 2 3 18 2 Jambu 3 3 3 3 1 3 3 1 1 21 3 Merbau 1 1 1 2 3 1 1 3 2 15 1 4 MaMe 2 2 2 1 2 1 1 2 3 16 1 Matoa 1 1 1 2 3 2 2 3 2 17 2 Medang 3 3 3 3 1 3 3 1 1 21 3

Keterangan : kata yang bercetak tebal adalah persamaan dari pengelompokan jenis

Perbandingan persamaan regresi gabungan dari pengelompokan tiga jenis dengan persamaan regresi penyusunnya menunjukkan hasil bahwa persamaan regresi gabungan memiliki peringkat yang berada di antara persamaan regresi penyusunnya. Komposisi jambu-matoa-medang memiliki peringkat 2 dari 4 persamaan yang dibandingkan. Sedangkan komposisi jambu-medang-merbau memiliki peringkat 3.

Perbandingan persamaan regresi gabungan dari pengelompokan dua jenis menunjukan hasil bahwa komposisi jambu-matoa, komposisi jambu-medang dan komposisi jambu-merbau memiliki peringkat 2 dari 3 persamaan yang dibandingkan. Sedangkan komposisi matoa-medang memiliki peringkat 1, hal ini berarti bahwa persamaan gabungan matoa-medang lebih baik daripada persamaan regresi penyusunnya yaitu persamaan regresi matoa dan persamaan regresi medang.

Persamaan regresi gabungan dari pengelompokan jenis tidak selalu menjadi persamaan terbaik dibanding persamaan regresi jenis penyusunnya. Berdasarkan hasil perbandingan pada Tabel 12, diperoleh bahwa nilai persamaan regresi gabungan memiliki peringkat yang tidak lebih rendah dibanding persamaan jenis penyusunnya. Selain itu dari segi kepraktisan pemakaian di lapangan, persamaan regresi gabungan dari pengelompokan jenis jauh lebih praktis.

5.7 Aplikasi Terbaik dari Komposisi Persamaan Regresi

Jenis yang dikaji pada penelitian ini hanya terbatas pada lima jenis yaitu bipa, jambu, matoa, medang dan merbau. Dari lima jenis tersebut penggabungan persamaan regresi hanya dapat dilakukan pada pengelompokan tiga jenis dan pengelompokan dua jenis. Jenis bipa (Pterygota forbesii F.V.Muell) tidak dapat dikelompokan dengan jenis manapun. Persamaan terbaik dari pengelompokan tiga jenis yaitu komposisi jambu-medang-merbau sedangkan persamaan terbaik dari pengelompokan dua jenis yaitu komposisi matoa-medang. Sehingga untuk aplikasi di lapangan, komposisi yang dapat dilakukan tanpa adanya pengulangan jenis adalah komposisi 3-1-1 yaitu : persamaan jambu-medang-merbau, persamaan matoa, persamaan bipa dan komposisi 2-2-1 yaitu : persamaan matoa- medang, persamaan jambu-merbau serta persamaan bipa.

Perbandingan antara kedua komposisi tersebut dilakukan dengan melihat nilai simpangan baku gabungan terkecil dan rata-rata koefisien determinasi (R²) terbesar. Nilai koefisien determinasi rata-rata dan nilai simpangan baku gabungan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Pemilihan komposisi persamaan terbaik untuk aplikasi di lapangan

Komposisi Persamaan

Nilai Statistik Peringkat

∑ Peringkat s gab R² rata-

rata s gab

R² rata- rata

jambu-medang-merbau + matoa + bipa 0.088 97.37% 2 1 3 2

matoa-medang + jambu-merbau + bipa 0.087 97.37% 1 1 2 1

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 13, sebaiknya IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri menggunakan tiga persamaan untuk menduga volume pohon dari lima jenis tersebut. Persamaan tersebut adalah persamaan V=0,0001950Dbh2,38 untuk jenis matoa dan medang, persamaan V=0,0001465Dbh2,44 untuk jenis jambu dan merbau, serta persamaan V=0,0002214Dbh2,38 untuk jenis bipa.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Model persamaan terbaik untuk masing-masing jenis yaitu model persamaan bipa (Pterygota forbesii F.V.Muell) adalah V=0,0002214Dbh2,38, jambu (Eugenia spp) adalah V=0,0001809Dbh2,37, matoa (Pometia pinnata Forst) adalah V=0,0001938Dbh2,38, medang (Litsea firma Hook.f) adalah V=0,0001972Dbh2,37 dan merbau (Instia spp) adalah V=0,0001304Dbh2,47 . 2. Pengelompokan jenis dalam penyusunan tabel volume pada penelitian ini

hanya dapat dilakukan pada kelompok tiga jenis dan kelompok dua jenis pohon. Persamaan terbaik dari kelompok tiga jenis pohon yaitu V=0,0001592Dbh2,42 dengan komposisi jenis jambu-medang-merbau dan persamaan terbaik dari kelompok dua jenis pohon yaitu V=0,0001950Dbh2,38 dengan komposisi matoa-medang.

3. Penggunaan persamaan terbaik di lapangan untuk lima jenis yang diteliti meliputi tiga persamaan yaitu adalah persamaan V=0,0001950Dbh2,38 untuk jenis matoa dan medang, persamaan V=0,0001465Dbh2,44 untuk jenis jambu dan merbau, serta persamaan V=0,0002214Dbh2,38 untuk jenis bipa.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lain mengenai pengelompokan jenis dalam penyusunan tabel volume lokal untuk jenis-jenis komersial lain di Papua. 2. Perlu dilakukan verifikasi model persamaan regresi yang terpilih dengan

DAFTAR PUSTAKA

Conn B, Damas K. 2010. Guides to Tree of Papua New Guinea. (http://www.pngplants.org/PNGtrees/TreeDescriptions.html). [29 Agustus 2011].

[Dephut] Departemen Kehutanan. 1970. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 33/1970 tentang Perencanaan Hutan. Jakarta : Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan. Jakarta : Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2002. Keputusan Menteri Kehutanan No. 8205/Kpts-II/2002 tentang Perubahan Terhadap Peraturan Menteri Kehutanan No.P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Jakarta : Departemen Kehutanan Republik Indonesia. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2004. Keputusan Menteri Kehutanan No.

101/Kpts-II/2004 tentang Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman Untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Pulp dan Kertas. Jakarta : Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. 33/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala Pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. Jakarta : Departemen Kehutanan Republik Indonesia. [Fahutan IPB] Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 2010. Modul

Praktikum Inventarisasi Sumber Daya Hutan. Bogor : Fahutan IPB.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Badan Litbang Kehutanan, penerjemah. Jakarta : Yayasan Sarana Wana Jaya. Terjemahan dari : De Nuttige Planten van Netherlandsch Indie.

Husch B. 1987. Perencanaan Inventarisasi Hutan. Setyarso A, penerjemah. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari : Planning a Forest Inventory.

Kapisa N. 1984. Studi Tentang Hubungan Antara Tinggi Bebas Cabang, Diameter dan Volume Pohon Matoa (Pometia spp.), Kayu Besi (Instia spp.) dan Nyatoh (Palaquium spp.) di Areal Hutan Mandopi Kesatuan Pemangkuan Hutan Manokwari. [skripsi]. Jayapura : Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Negeri Cendrawasih.

Kuncahyo B. 1984. Penerapan Multiphase Sampling pada Pendugaan Kurva Pertumbuhan Diameter Pohon Jati (Tectona grandis L.f). [skripsi]. Bogor : Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Kuswandi R, Jarot AP. 2006. Penyusunan Model Pendugaan Volume Pohon Jenis-Jenis Komersial di Hutan Alam Pada Dua Areal IUPHHK di Irian Jaya Barat. Manokwari : Balai Penelitian Kehutanan Manokwari.

Lekitoo K, Matani OPM, Remetwa H, Heatubun CD. 2010. Buah-Buah Yang Dapat Dimakan di Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja Papua Barat. Papua: Balai Penelitian Kehutanan Manokwari.

Lestarian R. 2009. Penyusunan Tabel Volume Pohon Dalam Rangka Pelaksanaan IHMB di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber Kalimantan Timur. [skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Mahfudz, Pudjiono S, Pudja TP, Batseba AS. 2006. Merbau (Instia spp) dan Upaya Konservasinya. Jakarta : Departemen Kehutanan Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Nugraha M. 2008. Aplikasi Teknik Puteran Bibit Berukuran Besar Pada Jenis Pohon Kihujan, Mahoni, Matoa dan Salam. [skripsi]. Bogor : Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.

[PT. MAM] PT Mamberamo Alasmandiri. 2009. RKUPHHK dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi Periode 2008 s/d 2017. Papua: PT. MAM.

Spurr SH. 1952. Forest Inventory. NewYork : The Ronald Press Company, Inc. Sutarahardja S. 2008. Penyusunan Alat Bantu Dalam Inventarisasi Hutan. Bogor :

Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Tjitrosoepomo G. 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Lampiran 1 Peta PT. Mamberamo Alasmandiri

Peta lokasi kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri

Lampiran 2 Hasil pengolahan data dengan Minitab 1. Bipa

The regression equation is Log V = - 3.65 + 2.37 Log Dbh

Predictor Coef SE Coef T P Constant -3.65076 0.08586 -42.52 0.000 Log Dbh 2.36869 0.05537 42.78 0.000 S = 0.0908114 R-Sq = 97.0% R-Sq(adj) = 96.9% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 15.090 15.090 1829.76 0.000 Residual Error 57 0.470 0.008 Total 58 15.560 Unusual Observations

Obs Log Dbh Log V Fit SE Fit Residual St Resid 4 1.02 -1.2080 -1.2323 0.0309 0.0243 0.28 X 5 1.02 -1.3280 -1.2418 0.0311 -0.0862 -1.01 X 19 1.43 -0.4980 -0.2612 0.0132 -0.2368 -2.64R 36 1.65 0.0440 0.2481 0.0133 -0.2041 -2.27R 53 1.77 0.3650 0.5442 0.0176 -0.1792 -2.01R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.

2. Jambu

The regression equation is Log V = - 3.74 + 2.37 Log Dbh

Predictor Coef SE Coef T P Constant -3.74253 0.08798 -42.54 0.000 Log Dbh 2.37453 0.05737 41.39 0.000 S = 0.100976 R-Sq = 96.7% R-Sq(adj) = 96.7% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 17.470 17.470 1713.39 0.000 Residual Error 58 0.591 0.010 Total 59 18.061 Unusual Observations

Obs Log Dbh Log V Fit SE Fit Residual St Resid 31 1.59 -0.1920 0.0211 0.0136 -0.2131 -2.13R

3. Matoa

The regression equation is Log Va = - 3.71 + 2.38 Log Dbh

Predictor Coef SE Coef T P Constant -3.71269 0.05335 -69.59 0.000 Log Dbh 2.37881 0.03450 68.95 0.000 S = 0.0818753 R-Sq = 97.8% R-Sq(adj) = 97.8% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 31.866 31.866 4753.55 0.000 Residual Error 108 0.724 0.007 Total 109 32.590

Lampiran 2 (lanjutan) Unusual Observations

Obs Log Dbh Log Va Fit SE Fit Residual St Resid 1 1.00 -1.39600 -1.32436 0.01974 -0.07164 -0.90 X 10 1.17 -1.11000 -0.92234 0.01457 -0.18766 -2.33R 16 1.20 -0.66400 -0.85574 0.01377 0.19174 2.38R 71 1.65 0.43900 0.21949 0.00889 0.21951 2.70R 72 1.65 0.04300 0.21949 0.00889 -0.17649 -2.17R 74 1.67 0.45200 0.24803 0.00910 0.20397 2.51R 84 1.71 0.19900 0.36460 0.01007 -0.16560 -2.04R 88 1.74 0.24900 0.41455 0.01054 -0.16555 -2.04R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.

4. Medang

The regression equation is Log V = - 3.71 + 2.37 Log Dbh

Predictor Coef SE Coef T P Constant -3.70501 0.08450 -43.84 0.000 Log Dbh 2.37453 0.05553 42.76 0.000 S = 0.0938446 R-Sq = 96.8% R-Sq(adj) = 96.8% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 16.103 16.103 1828.49 0.000 Residual Error 60 0.528 0.009 Total 61 16.632 Unusual Observations

Obs Log Dbh Log V Fit SE Fit Residual St Resid 15 1.33 -0.3580 -0.5564 0.0156 0.1984 2.14R 23 1.43 -0.4980 -0.3071 0.0126 -0.1909 -2.05R 25 1.46 -0.4390 -0.2335 0.0122 -0.2055 -2.21R 43 1.65 0.0320 0.2201 0.0144 -0.1881 -2.03R R denotes an observation with a large standardized residual.

5. Merbau

The regression equation is Log V = - 3.88 + 2.47 Log Dbh

Predictor Coef SE Coef T P Constant -3.88457 0.05185 -74.92 0.000 Log Dbh 2.46887 0.03359 73.50 0.000 S = 0.0799931 R-Sq = 98.0% R-Sq(adj) = 98.0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 34.572 34.572 5402.80 0.000 Residual Error 108 0.691 0.006 Total 109 35.263 Unusual Observations

Obs Log Dbh Log V Fit SE Fit Residual St Resid 12 1.18 -1.17900 -0.96636 0.01387 -0.21264 -2.70R 13 1.19 -0.79300 -0.95895 0.01379 0.16595 2.11R 29 1.38 -0.31000 -0.47259 0.00905 0.16259 2.05R 37 1.45 -0.49000 -0.29976 0.00803 -0.19024 -2.39R 40 1.47 -0.07300 -0.26767 0.00791 0.19467 2.45R 63 1.62 0.28700 0.10760 0.00821 0.17940 2.25R 74 1.67 0.07200 0.23104 0.00896 -0.15904 -2.00R

Lampiran 2 (lanjutan) 6. Jambu-matoa-medang The regression equation is Log V = - 3.72 + 2.38 Log Dbh

Predictor Coef SE Coef T P Constant -3.71924 0.04103 -90.64 0.000 Log Dbh 2.37715 0.02671 89.01 0.000 S = 0.0909858 R-Sq = 97.2% R-Sq(adj) = 97.2% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 65.593 65.593 7923.35 0.000 Residual Error 230 1.904 0.008 Total 231 67.497 Unusual Observations

Obs Log Dbh Log V Fit SE Fit Residual St Resid 1 1.01 -1.39800 -1.32069 0.01490 -0.07731 -0.86 X 9 1.21 -1.03600 -0.85001 0.01028 -0.18599 -2.06R 21 1.46 -0.44400 -0.24384 0.00617 -0.20016 -2.21R 26 1.52 -0.29300 -0.10834 0.00597 -0.18466 -2.03R 31 1.59 -0.19200 0.04855 0.00622 -0.24055 -2.65R 59 1.90 0.60000 0.80449 0.01184 -0.20449 -2.27R 61 1.00 -1.39600 -1.33257 0.01502 -0.06343 -0.71 X 76 1.20 -0.66400 -0.86427 0.01041 0.20027 2.22R 131 1.65 0.43900 0.21020 0.00695 0.22880 2.52R 134 1.67 0.45200 0.23872 0.00712 0.21328 2.35R 179 1.22 -0.64000 -0.83099 0.01010 0.19099 2.11R 185 1.33 -0.35800 -0.56713 0.00791 0.20913 2.31R 195 1.46 -0.43900 -0.24384 0.00617 -0.19516 -2.15R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.

7. Jambu-medang-merbau The regression equation is Log V = - 3.80 + 2.42 Log Dbh

Predictor Coef SE Coef T P Constant -3.79785 0.04088 -92.90 0.000 Log Dbh 2.41818 0.02663 90.81 0.000 S = 0.0908624 R-Sq = 97.3% R-Sq(adj) = 97.3% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 68.084 68.084 8246.59 0.000 Residual Error 230 1.899 0.008 Total 231 69.982 Unusual Observations

Obs Log Dbh Log V Fit SE Fit Residual St Resid 1 1.01 -1.39800 -1.35790 0.01483 -0.04010 -0.45 X 21 1.46 -0.44400 -0.26247 0.00615 -0.18153 -2.00R 31 1.59 -0.19200 0.03497 0.00622 -0.22697 -2.50R 59 1.90 0.60000 0.80395 0.01184 -0.20395 -2.26R 69 1.22 -0.64000 -0.85976 0.01005 0.21976 2.43R 75 1.33 -0.35800 -0.59134 0.00787 0.23334 2.58R 86 1.47 -0.04100 -0.23345 0.00608 0.19245 2.12R 134 1.18 -1.17900 -0.93956 0.01077 -0.23944 -2.65R 159 1.45 -0.49000 -0.28665 0.00623 -0.20335 -2.24R 162 1.47 -0.07300 -0.25521 0.00614 0.18221 2.01R

Lampiran 2 (lanjutan) 8. Jambu-matoa

The regression equation is Log V = - 3.73 + 2.38 Log Dbh

Predictor Coef SE Coef T P Constant -3.72635 0.04705 -79.20 0.000 Log Dbh 2.37936 0.03052 77.97 0.000 S = 0.0901930 R-Sq = 97.3% R-Sq(adj) = 97.3% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 49.457 49.457 6079.75 0.000 Residual Error 168 1.367 0.008 Total 169 50.824 Unusual Observations

Obs Log Dbh Log V Fit SE Fit Residual St Resid

Dokumen terkait